Hari Minggu pagi yang cerah, Lintang terbangun lebih awal dari biasanya. Aroma sedap masakan dari dapur membuat perutnya keroncongan. Rupanya Arya sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga.Lintang bangkit dari ranjang dan mengintip ke kamar Kayla. Gadis kecil itu masih terlelap, memeluk erat boneka panda pemberian Lintang. Senyum Lintang mengembang melihat pemandangan menggemaskan itu."Pagi, Sayang," sapa Arya dari dapur ketika Lintang melangkah ke ruang keluarga. "Sarapan akan siap sebentar lagi.""Pagi juga," Lintang menyambar secangkir kopi dan mencium aroma maskulin Arya yang selalu membuatnya tenang. "Biar aku bangunkan Kayla dulu."Lintang kembali ke kamar Kayla dan duduk di sisi ranjang kecilnya. Dengan lembut ia membelai rambut Kayla yang terurai."Kayla...saatnya bangun, Sayang. Ayo kita sarapan dulu."Perlahan, Kayla menggeliat dan membuka matanya. Senyum lebarnya menghiasi wajah polos saat melihat Lintang."Tante Lin!" Kayla melonjak untuk memeluk Lintang erat.
Hari yang dijanjikan akhirnya tiba. Lintang merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya ketika bel apartemen Arya berbunyi. Dengan sedikit ragu, ia membuka pintu, mendapati sosok seorang wanita muda berambut panjang yang masih tampak cantik meski Air mata tampak mengembun di pelupuk matanya."Dian..." gumam Lintang pelan. Meski telah melihatnya sebelumnya di kafe, ada sedikit rasa tak nyaman menginvasi hatinya menghadapi mantan istri Arya itu di tempat tinggal mereka.Dian mengangguk kaku, tampak sama gugupnya. "Hai, Lintang. Aku..."Ucapannya terputus ketika sosok mungil Kayla muncul dari balik punggung Lintang. Mata gadis kecil itu membelalak melihat tamunya."Mama?" Kayla bergumam pelan, tampak ragu sekaligus terkejut.Dian refleks membungkuk, seolah tak sanggup berdiri menghadapi putri semata wayangnya itu. Air mata mengalir di pipinya yang mulai layu."Kayla... Mama datang seperti janji Mama," ujar Dian parau. "Mama...datang untuk memperbaiki semuanya."Kayla terdia
Kalimat terakhir Dian benar-benar mengejutkan Lintang. Dia sama sekali tidak menduga bahwa percakapan mereka akan bermuara pada topik seperti itu."Hak asuh? Maksudmu..." Suara Lintang tercekat di tenggorokannya. Pikirannya kalut membayangkan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.Dian mengangguk lemah, tampak begitu terpukul dengan kata-katanya sendiri. "Aku tahu aku egois, Lin. Tapi aku benar-benar merindukan Kayla. Ingin memeluknya, merawatnya, melihatnya tumbuh seperti dulu..."Air mata menggantung di pelupuk mata Dian. Lintang dapat merasakan kepedihannya sebagai seorang ibu yang begitu merindukan putrinya."Aku tidak bermaksud mengancam kalian, sungguh," lanjut Dian di sela isak tangisnya. "Hanya saja... aku hampir tak bisa menahan diri lagi, Lin. Aku...aku benar-benar ingin membawa Kayla bersamaku."Mendengar pernyataan itu, gemetar muncul di kaki Lintang. Membayangkan Kayla harus terpisah dari Arya dan dirinya sudah seperti mimpi buruk yang membekukan aliran darahnya."Tap
Malam itu, suasana di apartemen Arya benar-benar mencekam. Usai kepanikan pertama yang melanda mereka akibat ancaman Dian, Arya dan Lintang akhirnya berhasil menenangkan diri meski masih dibayangi rasa cemas yang merayap.Setelah menidurkan Kayla yang masih tampak kebingungan, mereka berdua duduk berhadapan di ruang tengah, tenggelam dalam kesunyian yang membekukan."Arya..." Lintang akhirnya memberanikan diri untuk bersuara. "Aku tahu ini sangat mengejutkan bagimu. Tapi kita harus menghadapinya dengan kepala dingin."Arya mengangkat wajahnya, menatap Lintang dengan sorot mata penuh luka. "Bagaimana mungkin aku bisa tenang, Lin? Mantan istriku sendiri yang mengancam akan merenggut putriku dariku!"Sisi telapak tangannya memukul meja hingga Lintang sedikit terkejut melihat letupan emosi Arya yang menguar."Dia sudah meninggalkan kami sekali, Lin! Aku tak menyangka dia akan sekejam itu untuk melakukannya lagi dengan cara seperti ini!" Arya menggeram penuh amarah.Lintang menghampiri Ary
Beberapa hari setelah sidang perdana itu, Lintang kembali menjalani rutinitasnya di kantor. Namun, tidak seperti biasanya, dia menjadi pusat perhatian rekan-rekan kerjanya yang seperti melemparkan pandangan aneh ke arahnya.Dia sudah terbiasa menjadi bahan perbincangan setelah statusnya sebagai kekasih Arya seorang duda diketahui. Tetapi kali ini, ada sesuatu yang terasa berbeda dari sorot mata rekan-rekannya ketika memandang Lintang."Ada apa dengan mereka semua?" desis Aisyah, rekan satu tim Lintang yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri.Lintang hanya mengangkat bahu dengan canggung. "Entahlah, Ais. Mungkin mereka sudah bosan mengomentari hubunganku dengan Arya."Namun Aisyah nampak tidak puas dengan jawaban itu. "Aneh sekali, mereka selalu berhenti berbisik begitu kau lewat."Gelombang kecurigaan mulai merasuki benak Lintang. Jangan-jangan ada sesuatu yang lebih besar tengah disembunyikan di balik tatapan aneh rekan-rekannya itu.Saat jam makan siang, Lintang mencoba memancin
Suatu siang yang lengang di kantor, Aisyah mengajak Lintang untuk mengobrol sejenak di sudut kafetaria yang sedikit tersembunyi. Ada yang hendak dibicarakannya dengan Lintang."Ada apa, Ais? Kau sepertinya ingin mengutarakan sesuatu," tanya Lintang begitu mereka berdua duduk berhadapan.Aisyah menghela napas panjang sebelum membuka suara. "Sejujurnya, aku sangat prihatin melihat apa yang kau alami belakangan ini, Lintang.""Gosip-gosip yang beredar, hinaan dari orang-orang tidak tahu diri seperti Viona itu... Aku tidak habis pikir kenapa mereka bisa seenaknya mengusik kehidupan pribadimu."Lintang tersenyum kecil mendengar curahan hati Aisyah. "Sudahlah, Ais. Mereka hanya sedang ingin merasakan sedikit sensasi dengan menggosipkan kehidupan orang lain.""Tapi tetap saja, Lin! Itu sudah terlalu keterlaluan!" Aisyah berkeras dengan nada menyesal. "Maafkan aku yang tidak bisa banyak membantumu menghadapi mereka."Lintang menggenggam tangan sahabatnya itu dengan erat. "Ais, dengarkan aku.
Kayla mau kita pergi ke mana hari ini?" tanya Lintang lembut sambil mengikat tali sepatu Kayla yang selalu tak sabaran.Mata Kayla berbinar penuh semangat. "Um, Kayla mau ke taman bermain! Kita main ayunan dan perosotan ya, Pa, Tante Lin?"Arya tersenyum melihat putri semata wayangnya begitu ceria. "Baiklah, Putriku. Hari ini kita habiskan bersama-sama di taman bermain!"Mendengar kata "taman bermain", Kayla bersorak girang sambil melompat-lompat bahagia. Sementara Lintang memandang Arya dengan senyum lembut terkagum. Betapa dia merasa begitu beruntung dapat menyaksikan kehangatan ayah-anak seperti ini.Tak berapa lama, keluarga bahagia itu pun berangkat menuju taman bermain terdekat. Di sana, tawa riang dan canda menghiasi setiap sudut langkah mereka. Kayla tak henti-hentinya berlari kesana-kemari, menarik tangan Arya dan Lintang untuk menemaninya mencoba setiap wahana permainan."Ayo, Pa, Tante Lin! Kayla mau main perosotan!" Kayla menarik lengan mereka penuh semangat.Lintang terke
Hubungan antara Lintang dan Kayla kian hari semakin akrab dan erat. Keduanya bagaikan ibu dan anak yang sesungguhnya. Lintang selalu menyempatkan diri untuk meluangkan waktu berkualitas bersama si kecil Kayla di sela kesibukannya bekerja.Terkadang mereka menghabiskan waktu dengan menonton film kartun favorit Kayla sambil bergelung di sofa. Di lain waktu, Lintang akan mengajari Kayla membaca buku-buku cerita atau bermain masak-masakan. Tanpa disadari, ikatan batin mereka terjalin kian erat dan kuat.Suatu hari di penghujung musim semi, Lintang mengajak Kayla berjalan-jalan di taman kota. Mereka menikmati semilir angin yang membelai lembut serta hamparan bungai bermekaran di sepanjang jalan setapak."Kayla senang sekali hari ini, Tan Lin," celoteh Kayla riang sambil memeluk sebuah boneka beruang besar hadiah dari Lintang.Lintang tersenyum lebar mendengar panggilan sayang yang begitu akrab itu. Dia lalu berjongkok di hadapan Kayla, menyamakan tinggi mereka."Tante Lin juga sangat senan