"Apakah segini cukup?" ucap Mistha yang tengah duduk di sofa ruangan Lukas Maremba."Lebih dari cukup!" ucapnya sembari memungut beberapa bongkahan uang itu dan diarahakan ke udara."Ada yang perlu Saya lakukan lagi?" tanya Mistha begitu sesaat Lukas mengacuhkan karena sibuk dengan uang yang yang ada dihadapannya."Oh tidak, tidak perlu! Anda cukup hadir dan duduk manis saja mendengarkan Hakim berbicara," balasnya tanpa memandang Mistha.Baiklah! Batin Mistha."Kalau begitu, Saya permisi!" ucap Mistha akhirnya.Sementara Lukas hanya membalas dengan isyarat mempersilakan Mistha untuk segera keluar dari ruangan. Mistha memandang pria yang nyaris mengabdi dengan harta-harta panas yang tersimpan rapi di dalam brankas itu."Bagaimana?" tanya tahanan 815, begitu Mistha tiba di ruang tahanan."Kita lihat saja nanti, bukankah tugasku sudah selesai?" tanya Mistha balik."Belum!" jawab tahanan 815."Apa lagi?" sergah Mistha
Mistha menatap nanar pada bangunan mewah didepannya. Sebuah bangunan yang pernah didatangi satu kali, namun susah untuk Mistha lupakan segala yang terjadi didalamnya waktu itu. Rasanya, sudah setahun sejak kejadian itu, rumah ini tak berpenghuni. Di dalam sana tentu banyak misteri yang belum banyak Mistha ketahui, dan saat ini tentu Mistha akan segera membongkarnya. Tentang isi sebuah kunci yang ada digenggamannya saat ini. Tanpa sadar, Mistha menetesakan air mata yang sempat tercekat. Sedih, bahagia antara keduanya Mistha susah mendeskripsikan. Terlihat dari tubuh jenjang dengan hils hitam serta rok selutut yang dipadukan dengan outer putih itu, tangan Mistha masih memegang Shoulder Bag Floura, tipe dan merk yang tidak banyak orang punya. Mistha membuka kacamata yang tanpa sadar sudah penuh dengan air mata terbendung di sana, membuat pandangannya sedikit kabur. Seketika, langkah Mistha tertahan oleh panggilan yang sudah lama tak pernah Mistha dengar. "Tante, Mistha!" seorang bo
"Jangan takut, Bu Mistha!" ucap Nathe Rose. Sementara Mistha semakin binggung dengan sikap Nathe Rose yang seperti sudah tahu siapa Mistha sebenarnya, dan ada keperluan apa dia datang ke tempat itu. "Ikuti, Saya!" ucapnya lagi. Awalnya Mistha tak bergeming, malas menanggapi basa-basi Nathe Rose. Setelah Nathe Rose tiba disebuah ruang rahasia, Nathe Rose menunjukkan sesuatu kepada Mistha. Sebuah ruangan besar, sangat besar! Anehnya ruangan itu ada di dalam ruang kerjanya yang ketika masuk, orang itu tidak akan pernah menyangka bahwa di dalam ruang kerja Nathe Rose, ternyata masih ada ruang rahasia lagi. "Pak Ghara menitipkan kotak ini kepada, Saya!" ucap Nathe Rose. Jantung Mistha seketika berdesir hebat, mendengar kata Ghara yang disebut Nathe Rose barusan. Siapa Nathe Rose ini sebenarnya? Batin Mistha. Kenapa Dia kenal Ghara? "Dalam kotak ini, terdapat berkas kasus yang berat. Anda harus memiliki team dan kuasa hukum yang kuat, komunitas Call Me bisa saja membantu, Anda. Namun
"Saya permisi!" ucap Mistha akhirnya. "Pikirkan baik-baik tawaran Saya, Bu Mistha!" balas Matheo membuat langkah Mistha sesaat terjeda. Kemudian Mistha melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan kembali Matheo, tukang kebersihan dan tahanan 815 yang saat ini tengah mengharapkan keputusan Mistha. Mistha menarik napas dalam begitu tiba di dalam mobil Kirana dan Farhan. Mereka curiga, sesuatu tengah terjadi kepadanya. "Ada apa, Dek?" tanya Kirana dari balik kursi sebelah Farhan. "Kapan, Kita bisa bertemu Ghara Kak?" Mistha tak menjawab pertanyaan Kirana, justru mengalihkan pembicaraan tentang gelagat Mistha yang seperti sedang panik memikirkan sesuatu, saat Matheo mengetahui hal yang pernah Mistha lakukan terhadap Lukas. Tentu Mistha tak akan berpikir dua kali untuk kembali ke lapas itu, meskipun hanya sekedar berjumpa dengan tahanan 815 atau tukang kebersihan. Pikiran Mistha kacau! Kenapa Matheo tahu perihal berkas yang telah lama disimpan Ghara? Siapa yang berani membocorkan ini s
Malam itu Kirana berjalan terburu-buru. Mempersiapkan diri, serta mengintruksikan beberapa hal yang harus dilakukan Mistha dan Farhan. "Sebisa mungkin, jangan sampai Kalian berdua terlihat oleh Mereka!" ucap Kirana sembari mengemasi beberapa barang yang akan dibawa untuk menculik Ghara dari Rumah Sakit. Mistha paham apa maksud Kirana-Pun Farhan berpikir demikian, ia mempercayai Istrinya yang imajinatif, proaktif, serta selalu mengambil tindakan tepat untuk setiap rencana kebutuhan rumah tangganya selama mereka menikah. "Kalian siap?" tanya Kirana memastikan. Mistha mengangguk paham-pun Farhan mengangguk patuh. Mengikuti perintah istrinya bukan suatu hal yang menyesatkan. Pikirnya! "Bagus!" "Selanjutnya, tunggu aba-aba dari Saya!" imbuhnya. Kirana melangkah mantap menuju Rumah Sakit, tak lupa ia menyapa beberapa rekannya saat bertemu di pintu masuk lobby utama. "Selamat malam Dokter," sapa Kirana kepada salah satu Dokter yang shiftnya akan segera digantikan oleh Kirana. "Malam
Dua pilihan? Batin Mistha.Namun Mistha terlanjur muak! Tak peduli lagi mereka akan memberi pilihan apa lagi, yang jelas berkas itu harus segera di ambil alih dari Nathe Rose-Pun Matheo yang jelas-jelas dia datang untuk kepentingan itu."Saya tahu, saat ini Pak Ghara sedang dalam masalah besar. Maka dari itu, Saya berharap Bu Mistha tenang sejenak. Kami tidak berniat untuk mengkhianati Bu Mistha karena pertemuan rahasia ini. Namun-""Apa?" sahut Mistha menyela ucapan Nathe Rose cepat."Pak Erick memberi Kami dua pilihan!"Persetan! Mistha mengeratkan kembali telapak tangannya. Benar-benar geram dengan tingkah pada bedebah itu."Pak Matheo datang memberitahu Saya. Beliau mendapatkan informasi dari anak buahnya terkait berkas yang saat ini ada di ruang rahasia. Beliau tentu akan menyelamatkan Pak Ghara, namun Kami semua perlu merencanakan sesuatu untuk mendapatkan akses masuk ke sana!"Ke sana? Batin Mistha."Di mana Ghara sekarang?" tanya Mistha."Pak Ghara berada di dalam markas besar
Mistha gemetar! Masih memegang erat tongkat golf itu dengan kedua telapak tangannya. Tak lama kemudian ia mendengar seseorang memanggil namanya. Suara lantang itu membuat Mistha yakin bahwa kawanan yang menyeruak masuk ke dalam rumah Ghara malam ini adalah para anak buah Vall Ankala yang akan melukai dirinya. Bajingan! Mistha mengeratkan kembali genggaman tongkat golf sembari berdecak geram, memukulkan beberapa kali tongkat golf itu tepat di wajah seorang pria yang baru saja melintasi bilik antara kedua ruangan. Di sekat perbatasan tempat Mistha bersembunyi, seorang pria terkejut akibat pukulan yang tiba-tiba mendarat mengenai wajahnya. "Mistha!" teriak seorang wanita. "Apa yang Kamu lakukan?" imbuhnya sembari mendekati seorang yang tengah Mistha pukul kepalanya beberapa kali hingga darah segar mengucur dari keningnya. "Bu, kenapa Anda di sini?" ucap Mistha tersentak saat mengetahui tahanan 815 berada di rumah Ghara. "Kamu pikir siapa yang datang?" tanya tahanan 815. "Maaf," uc
"Silakan masuk!" ucap tahanan 815 mempersilakan Mistha kembali masuk ke dalam ruangan Lugitha. "Terima kasih," balasnya sembari mengangguk kecil. Dalam ruangan mewah yang penuh dengan ornament-ornament Versatile itu Mistha nampak pesimis. Dari tatapan awal, Mistha sudah mengira bahwa Lugitha akan menolak mentah-mentah tawarannya, mengingat bagaimana keras kepalanya wanita ini. Tentu membuat kesepakatan semacam ini, tidak akan mudah. "Apa rencana yang ingin Anda lakukan?" tanya Lugitha memecah hening yang sesaat tercipta. Mendengar pertanyaan itu, mulut Mistha seolah tercekat. Semua kata-kata yang sudah diracik untuk merayu Lugitha tiba-tiba tertahan di tenggorokan. "Ambilkan minum," ucap Lugitha kepada tahanan 815, begitu melihat Mistha seperti kehabisan tenaga untuk berbicara. "Baik, Bu!" "Tidak perlu!" sahut Mistha. "Begini, Bu Lugitha-" Mistha mulai membuka suara, menjelaskan semua rencana untuk menyusup ke dalam markas Vall Ankala. Sementara Lugitha mulai antusias menden
"Sayang, Aku berangkat dulu ya!" ucap Mistha sembari sibuk menata barang-barang yang akan dibawa. Kemudian Ghara menghampiri Mistha yang nampak cantik pagi itu. "Hati-hati, hubungi Aku secepatnya jika ada apa-apa!" balasnya. Mistha tersenyum, kemudian berjalan ke arah Ghara. Memeluk erat tubuh Ghara yang tengah mencium keningnya. Setelah memastikan Mistha pergi, akhirnya Ghara bersiap diri untuk menemui Dokter sesuai janjinya hari ini. Ia mengenakan celana jeans dan hoodie. Tidak berpakaian rapi seperti biasa yang dipakai setiap pagi untuk berangkat ke kantor. Saya izin hari ini, Pak Dewa! Jaga mereka, jangan sampai mereka bertindak konyol. ucapnya begitu telephonenya tersambung. Siap, Pak! balas Dewa kemudian mengakhiri percakapan melalui telephone yang dilakukan Ghara dalam perjalanan menemui Dokter sesuai janjinya. Sementara Ghara sudah tiba di lokasi. Ia masih menunggu Dokter itu disalah satu kedai kopi. Beberapa saat setelah kedatangannya, Dokter itu tak juga menampakkan b
Mendengar ucapan Vall Anakala, Ghara mencebikkan bibirnya. Ia bahkan sudah tak peduli lagi dengan ancaman pria biadab yang berdiri penuh dengan kejumawaan dihadapannya saat ini. Apa pun yang terjadi, Ghara harus menangkap lintah darat licin yang selama ini selalu lolos dari tangannya. "Pikirkan matang-matang ucapanku sebelum Anda benar-benar menyesal, Pak Ghara!" ulang Vall Ankala meyakinkan Ghara. Alih-alih Ghara rela melepaskan lintah darat licin ini menyeberangi kepungan hilir dan pergi begitu saja. "Lakukan jika Anda bisa. Tapi, ingat! Saya memiliki satu senjata yang selama ini Anda simpan rapat-rapat Pak Vall Ankala," balas Ghara yakin. Ghara tentu berpikir, berkas yang kini ada di tangan Nathe Rose adalah satu-satunya pusaka Vall Ankala dan Erick Choii yang sebentar lagi akan ungkap terang-terangan di persidangan. "Silakan ikut Kami. Anda tentu tak punya pilihan lagi, siapa yang bisa menyelamatkanmu sekarang?" ucap Ghara sembari menatap semua anak buah Vall Ankala yang berha
"Tolong..., tolong selamatkan Kami!"Lamat-lamat Ghara mendengar suara beberapa orang yang merintih kesakitan, berharap seseorang datang menyelamatkan dirinya.Demi untuk memastikan asal suara itu, Ghara pun melepas Morse yang menjadi alat komunikasi dengan team Jack'o Justice. Lalu ia menerobos lorong panjang, sebuah jalan setapak menuju tempat pengeboran tambang silika."Tolong selamatkan Kami, Pak! Tempat ini akan segera meledak," ucap seorang pria begitu ia melihat kehadiran Ghara.Ghara terkejut mendengar ucapan pria itu, benarkah yang ia katakan? Batin Ghara.Saat Ghara memakai morse kambali dan berniat untuk menjalin komunikasi dengan team yang berada di luar tempat penambangan, rupanya morse itu sudah tidak berfingsi seolah tidak dapat menerima sinyal suara lagi, sehingga ucapannya pun tak ada yang mendengar.Begitu Forge mulai bergetar, perlahan-lahan tempat pengeboran itu pun akhirnya terguncang membuat tubuhnya hampir terperosok kejurang, Ghara sedikit lagi nyaris tumbang.
"Aku terjebak dalam permainan mereka! Aku akan membantu Kalian untuk membuka kode akses itu, tapi ada satu hal yang harus Kalian tepati!" "Katakan! Jika itu mendukung proses investigasi Kami dan Anda tidak terbukti bersalah, maka Kami akan melindungi Anda, Kami menjamin Anda kembali ke Amstelveen dengan selamat Bu Carrolyn." "Rahasiakan identiasku dan jangan pernah beri tahu mereka bahwa Aku membantu Kalian!" "Hanya itu saja?" "Segera bebaskan Aku, begitu pintu itu terbuka!" katanya. "Permintaan Anda Saya setujui untuk sementara ini, namun Anda harus melalui proses evaluasi terlebih dahulu. Jangan khawatir, seperti apa yang Saya katakan diawal. Kami akan segera membebaskan Anda begitu Anda tidak terbukti bersalah, bagaimana setuju?" Carrolyn menganggukkan kepala, tanda bahwa dia menyetujui kesepakatan itu. Pun ia yang merasa terjebak dalam situasi ini, berharap segera di bebaskan dan segera menghirup napas lega begitu para belut-belut licin yang bersembunyi di bawah tanah itu te
Setelah mendapatkan kesaksian dari Louis, akhirnya Ghara pun kembali mengerahkan team Jack'o Justice untuk bergerak lebih cepat. Berkat satu nama kota yang sudah dikantongi team pun akhirnya bergerak menuju Amstelveen, bekerjasama dengan anggota inteligent setempat. Tidak butuh waktu lama bagi inteligent profesional yang berpencar mengepung pergerakan Carrolyn disebuah bar ternama malam itu. Saksi tersangka berhasil Kami tangkap, Pak! Kami akan segera kembali sesuai jadwal penerbangan international esok hari. Laporan selesai! ucap salah satu anggota Jack'o Justice yang diutus Ghara untuk berangkat menjemput Carrolyn kala itu. Laksanakan! Siap. Laksanakan, Pak Komandan! jawabnya kemudian menutup telephone roaming yang tersambung antar Negara itu. Amstelveen menjadi satu-satunya tempat persembunyian Carrolyn, ia berada di kota bagian Nord Holland itu memang tidak semata-mata melarikan diri dari sesuatu yang telah disembunyikan selama ini. Melainkan, Carrolyn memang warga Negara Asin
"Ada apa, Sayang?" tanya Mistha.Ghara tersentak, seketika mengusap air mata yang tumpah ruah tak tertahankan. Kemudian, ia menunjukkan iPad itu ke arah Mistha. Begitu Mistha lihat gambar yang tersimpan di galery pad drawing, ia pun turut terkejut. Benarkah Adzan yang menggambar ilustrasi ini? Batin Mistha."Ini bisa menjadi bukti, Louis tidak akan bisa mengelak lagi!" ucap Ghara."Tenang, Sayang. Istirahatlah terlebih dahulu, jangan terlalu memikirkan apa pun. Tidak mudah bagimu untuk menerima situasi ini, Aku paham. Tapi kesehatanmu lebih penting, Kita bahas nanti jika kondisimu sudah baikan," sahutnya memperhatikan Ghara yang terlihat lelah.Sepertinya apa yang dikatakan Mistha benar! Ghara butuh istirahat untuk mengembalikan kondisi dan konsentrasinya untuk mengurus kasus-kasus yang datang bertubi-tubi. Sehingga malam itu, Ghara mencoba memejamkan mata. Mengosokan pikirannya tentang apa pun, termasuk pikiran tentang kematian Adzan yang begitu membuatnya terpukul.***"Pagi Sayang!
Mistha menghampiri Ghara yang tertunduk lemas memegangi kedua tungkai. Rasanya, tubuh Mistha ikut bergetar, jantungnya berdebar-debar. Melihat suaminya nampak frustasi seperti itu, membuat Mistha hampir tak bisa menggerakkan badannya untuk mendekat. "Bagaimana jika Adzan tak selamat, Sayang?" ucap Ghara lirih. Mendengar ucapan itu, Mistha merengkuh tubuh Ghara, memberi semangat dan kekuatan, bahwa Adzan pasti bisa disembuhkan. "Aku nggak bisa bayangin anak sekecil itu harus menjalani operasi yang membuat dia tak bisa kembali normal seperti dulu," ucap Ghara saat ia menandatangi persetujuan pembedahan colostomi karena terjadi infeksi dan pembengkakan pada usus besar Adzan pasca keracunan. Ia benar-benar tak menyangka jika hal itu membuat Adzan cacat permanen. "Adzan pasti sembuh, Sayang!" ucap Mistha menguatkan. Satu jam kemudian, operasi colostomi pun selesai. Dokter yang baru saja keluar dari ruang pembedahan menginformasikan, bahwa kondisi Adzan semakin kritis sehingga harus di
"Brassery TownHouse!" jawab Mistha. "Siapa nama Louis sebenarnya?" tanya Ghara yang sebenarnya sudah mencurigai satu nama yang dibahas waktu rapat kemarin siang. "Alexander Louis!" jawab Mistha sesuai nama yang tertera dinomor rekeningnya. "Kamu tahu di mana Louis tinggal?" tanya Ghara lagi. Mistha menggeleng, karena setiap pertemuan mereka selalu di coffe shop bahkan pertemuan awalnya saja di Brassery TownHouse dan Mistha hanya memiliki nomor handphonenya. "Hubungi Louis sekarang, Aku tahu Kamu masih simpan nomornya. Katakan bahwa Kamu akan memberikan uang sesuai permintaan terakhirnya!" kata Ghara. "Sayang! Aku tidak mau berhubungan dengan pria itu lagi," sahut Mistha. "Kamu tahu siapa Louis sebenarnya?" Mistha menggeleng, merasa bahwa dia sama sekali tak mengerti latar belakang Louis selain berandal yang mengakibatkan kematian Kirana. "Louis adalah saksi kunci dari kasus Vall Ankala. Hubungi Dia secepatnya dan rencanakan janji temu, bilang kalau Kamu tidak melibatkan siapa
Setelah kejadian kemarin, Mistha paham bahwa Ghara satu-satunya pria yang mampu bertahan menghadapi dirinya yang keras kepala dengan ke sabaran luar biasa. Sikap Ghara dalam menyelesaikan masalah membuat Mistha terpukul lalu sadar bahwa tidak ada pria yang memiliki jiwa lembut seperti Ghara. Demi menebus kesalahannya itu, Mistha bertekad tidak akan mengecewakan Ghara lagi-pun ia berjanji akan menuruti semua perintah Ghara. Termasuk membantu Ghara mengusut semua kasus-kasus yang menjadi tanggung jawabnya sekarang. "Malam Sayang," sapa Ghara begitu ia tiba di rumah. Mistha tersentak! Sadar dari lamunannya begitu mendapati sang suami mematung tepat di depannya. "Selamat malam Sayang," balasnya manis kemudian membantu Ghara melepas jas kebesarannya. "Adzan dimana?" tanya Ghara. "Tidur," sahut Mistha. "Tumben," cetus Ghara aneh. "Kayaknya kecapekan," pungkasnya. Kemudian Ghara beranjak ke kamar Adzan. Memastikan bahwa ponakannya itu baik-baik saja, diiringi langkah Mistha di belak