Ghara menginjak pedal gas kemudi, melaju kencang menuju kantor Biro Investigasi. Bersama pria paruh baya yang kini diikat tali dengan mulut terkunci isolasi. "Bagaimana, Pak Ghara. Sudah siap menandatangani sertifikat pengalihan atas nama mobil yang sudah sepenuhnya menjadi milik, Anda?" Tiba-tiba pertanyaan seorang pria dari arah belakang menginterupsi langkahnya. Langkah Ghara terjeda, sambil sedikit memiringkan kepala. Berusaha mendeteksi seseorang yang berhasil mengatensi perhatiannya. Ghara membalikkan tubuh sepenuhnya, mengangkat wajah dan melempar tatapan murka. Tanpa berkata, Ghara membenturkan kunci mobil coupe clip itu kearah tubuh Erick dengan kasar. Sementara Erick tersenyum penuh selidik, merasa bahwa Ghara sudah berhasil masuk dalam perangkapnya. "Pak, Ghara...," panggil Erick begitu Ghara tak berucap apa-apa. Ghara acuh, malas menanggapi pria bengal satu ini, melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja dan mengemasi beber
"Tahanan 1033, ada kunjungan untuk Anda!" Tiba-tiba ucapan salah satu anggota lapas wanita berhasil mengagetkan Mistha. Sontak tubuhnya berkedut, sembari sedikit mencondongkan wajah berusaha memekakan indera, enggan menoleh sepenuhnya. "Siapa?" sambarnya menahan gejolak yang seketika menyusup liar ke sekujur tubuh. "Suami, Anda!" jawab seorang wanita yang tengah sibuk membukakan pintu untuknya. Rasanya, kuping Mistha seperti tersulut bara api mendengar sebutan suami yang terdengar dari mulut panas wanita itu. Mistha gemetar, tentu bukan karena menahan gugup. Degup jantung yang bergetar kencang berhasil membuat Mistha nyaris kehilangan kontrol. "Bilang kalau Saya tidak menerima kunjungan!" tegasnya serta merta mengacuhkan wanita yang kembali menutup ruang tahanan. "Maaf, Pak. Istri, Anda tidak bersedia dikunjungi," pungkasnya begitu tiba di ruang kunjungan. "Kenapa?" tanya Ghara. "Saya hanya menyampaikan pesan," sahutnya memperjelas supaya Ghara tidak bertindak nekat. "Pak,
"Selemah itu rupanya. Percuma menyelamatkanmu, jika Kau tambun seperti manusia tak berguna, Ghara!" Erick memandangi Ghara yang masih terbaring lemah di ruang ICU, kemudian melangkah mengikuti jejak Dimas yang sudah siap menunggu di lobby. "Turunkan Saya di sini, jemput wanita itu dan bawa, Dia ke markas!" perintah Erick. "Siap-" "Sudah tahu siapa yang harus, Kamu temui di sana, Dim? Laksanakkan tugasmu dengan baik!" sela Erick. Dimas mengangguk, kemudian membuka pintu seperti pelayan yang patuh dengan segala perintah majikannya. "Bagus!" Erick terkekeh sengau. Menampilkan ekspresi dusta dari jiwa serakahnya. *** "Bagaimana keadaan, Anda?" tanya Vall Ankala begitu Dea tiba di markas. Dea masih belum menyadari jika sosok pria dengan garis bekas sayatan di bibir serta jahitan luka alis yang terputus itu adalah penampakan Vall Ankala. Semenyeramkan itu! Gumam Dea. Sementara pria berkepala pelontos itu duduk menyilangkan satu kaki, menatap lekat ke arah Dea. Menyedot cerutu sem
"Habisi Dia, lakukan dengan baik tanpa tersisa. Ambil kotak yang di bawa. Ingat! Lusa, benda itu sudah harus, Saya terima. Paham!" Pria suruhan Lucas Maremba melemparkan bubuk putih seperti kristal sebagai ganjaran untuk setiap perbuatan kejamnya. Sejurus ia menatap kearah semua rekannya. Sesuatu yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba, batinnya. Tahanan 103 mengangguk patuh, demi mendapatkan bubuk psikotropika berbahaya itu, tentu ia rela melakukan apa saja, apalagi mangsanya kali ini adalah Mistha, tentu mereka akan segera berkumpul untuk menyusun rencana. *** Bias cahaya pagi menerpa wajah Mistha, pandangannya masih tertuju kearah tahanan 103, mereka bergumul sembari terus memerhatikan gerak-gerik Mistha. Mistha berdiri, mengusap pantatnya yang penuh debu serta rumput matrella. Wanita gila! Mistha bergidik ngeri, penampakan wanita yang tengah duduk bersila di tepi lapangan olah raga itu, benar-benar membuat Mistha merinding. Dasar sinting! Mistha memicing, seketika menyadar
Setelah perkelahian hebat kemarin, akhirnya Mistha dipindahkan ke dalam ruang isolasi bersama wanita yang menolongnya. Mistha beruntung, tentu! Karena mau bagaimana pun wanita yang datang menolong kemarin seperti malaikat yang dikirim untuknya. Seandainya wanita itu tidak datang, bisa dipastikan nyawa Mistha benar-benar melayang, namun sayangnya kehadiran wanita ini tidak membuat hati Mistha melunak. Mereka berdua masih lomba berdiam diri, karena Mistha tidak mau terlalu berpikir panjang. Diam adalah cara terbaik untuk membuat hatinya tenang. Pikirnya! "Ada masalah apa. Kenapa mereka terlihat begitu membencimu?" tanya wanita itu memecah sepi. Mistha tak menggubris, meskipun wanita ini terlihat sangat baik, namun Mistha terlanjur paham, semua manusia yang selama ini Mistha temui nyatanya selalu berkedok malaikat tapi berhati iblis, hingga hatinya terlalu sulit untuk percaya. Tentu di balik usaha menyelamatkan nyawa Mistha, wanita ini pasti ada maunya. Itu saja yang ada di dalam p
"Bagaimana keadaanmu?" tanya tahanan 815 begitu melihat Mistha keluar dari Rumah Sakit.Mistha membalas senyum sekilas, enggan interaksi lebih lanjut. Entah kenapa Mistha merasa kebaikan wanita ini sangatlah aneh. Tentu, siapa wanita dengan plat nama tahanan 815 ini pun Mistha tak mengerti sebelumnya. Kenapa tiba-tiba datang dan terkesan begitu baik? Jauh berbeda dengan tahanan lain yang selalu bersikap arogan."Ada titipan untukmu," ucapnya sembari membuntuti langkah Mistha."Dari siapa?""Suamimu!"Suami? Batin Mistha tak percaya, lalu berpikir sejenak.Padahal waktu Mistha masuk Rumah Sakit kemarin saja, ia sama sekali tidak melihat kehadiran Ghara, yang Mistha ingat hanya pria aneh yang tiba-tiba sok perhatian dan mengaku-ngaku sebagai saudaranya.Kenapa sekarang Ghara datang ke lapas dan mengirim barang?"Apakah, Dia datang ke sini?" tanya Mistha sedikit menyelidiki.Tahanan 815 mengangkat kedua bahunya, sembari sedikit mencebikkan kedua sudut bibir, tanda bahwa dia sendiri pun t
Apa yang terjadi dengan wanita itu? Kenapa dia tiba-tiba membabi buta saat petugas lapas memasukkan dirinya ke dalam ruang restrain dan diperiksa oleh Dokter Jiwa. Tahanan 815 tak mampu mengendalikan diri. Otaknya seperti sedang ada yang mempengaruhi, namun ada beberapa moment yang Mistha ingat saat tahanan 815 menyuruh Mistha menjauh dari jangkauannya.Mistha binggung, tahanan 815 seperti sedang kerasukan setan setelah mengunyah coklat praline yang katanya pemberian Ghara tadi, kenapa Mistha tidak berubah seperti tahanan 815? Padahal Mistha juga sempat mengunyah coklat yang sama. "Sesuai hasil Tes Lab yang telah dibacakan oleh Dokter Adnan, ada zat Amytal Natrium dosis tinggi yang terkandung di dalam darahnya, Pak! Tahanan 815 sepertinya menenggak serum racikan yang dikemas rapi supaya mengungkapkan kejujuran.""Serbuk?" tanya Matheo Kasubsi Pembina tingkat I di lapas itu. "Benar, Pak! semacam serum kejujuran. Serbuk atau cairan semacam itu, bisa mempengaruhi kinerja otak manusia.
Seluruh lorong pagi ini masih sepi, tidak ada gaduh atau bunyi kaki yang biasanya selalu menginterupsi. Mistha menunggu petugas kebersihan yang dimaksud dalam rekaman itu. Mistha penasaran, tentu! Siapa lagi orang yang akan masuk dalam perangkap permainan ini. Sontak tubuh Mistha terpental ketika seorang pria paruh baya tiba-tiba muncul di hadapannya sembari menengadahkan telapak tangan. Mistha ragu, masih nampak menimbang-nimbang keputusan untuk menyerahkan kembali Ipod berisi jawaban sesuai pertanyaan direkaman. Sementara pria yang kini tengah berdiri di depannya berisyarat agar Mistha segera memberikan benda itu. Mistha hanya ingin tahu, siapa sebenarnya pengirim Ipod itu? namun hingga beberapa detik pria paruh baya yang sedang memegang gagang pel lantai itu terus mendesaknya, hingga membuat mulut Mistha ragu berucap. Mistha menyerah, menelan ludah yang tercekat di tenggorokan, sepertinya pria itu juga sudah tidak punya waktu lagi untuk menunggu keputusan Mistha lebih lama. "P
"Sayang, Aku berangkat dulu ya!" ucap Mistha sembari sibuk menata barang-barang yang akan dibawa. Kemudian Ghara menghampiri Mistha yang nampak cantik pagi itu. "Hati-hati, hubungi Aku secepatnya jika ada apa-apa!" balasnya. Mistha tersenyum, kemudian berjalan ke arah Ghara. Memeluk erat tubuh Ghara yang tengah mencium keningnya. Setelah memastikan Mistha pergi, akhirnya Ghara bersiap diri untuk menemui Dokter sesuai janjinya hari ini. Ia mengenakan celana jeans dan hoodie. Tidak berpakaian rapi seperti biasa yang dipakai setiap pagi untuk berangkat ke kantor. Saya izin hari ini, Pak Dewa! Jaga mereka, jangan sampai mereka bertindak konyol. ucapnya begitu telephonenya tersambung. Siap, Pak! balas Dewa kemudian mengakhiri percakapan melalui telephone yang dilakukan Ghara dalam perjalanan menemui Dokter sesuai janjinya. Sementara Ghara sudah tiba di lokasi. Ia masih menunggu Dokter itu disalah satu kedai kopi. Beberapa saat setelah kedatangannya, Dokter itu tak juga menampakkan b
Mendengar ucapan Vall Anakala, Ghara mencebikkan bibirnya. Ia bahkan sudah tak peduli lagi dengan ancaman pria biadab yang berdiri penuh dengan kejumawaan dihadapannya saat ini. Apa pun yang terjadi, Ghara harus menangkap lintah darat licin yang selama ini selalu lolos dari tangannya. "Pikirkan matang-matang ucapanku sebelum Anda benar-benar menyesal, Pak Ghara!" ulang Vall Ankala meyakinkan Ghara. Alih-alih Ghara rela melepaskan lintah darat licin ini menyeberangi kepungan hilir dan pergi begitu saja. "Lakukan jika Anda bisa. Tapi, ingat! Saya memiliki satu senjata yang selama ini Anda simpan rapat-rapat Pak Vall Ankala," balas Ghara yakin. Ghara tentu berpikir, berkas yang kini ada di tangan Nathe Rose adalah satu-satunya pusaka Vall Ankala dan Erick Choii yang sebentar lagi akan ungkap terang-terangan di persidangan. "Silakan ikut Kami. Anda tentu tak punya pilihan lagi, siapa yang bisa menyelamatkanmu sekarang?" ucap Ghara sembari menatap semua anak buah Vall Ankala yang berha
"Tolong..., tolong selamatkan Kami!"Lamat-lamat Ghara mendengar suara beberapa orang yang merintih kesakitan, berharap seseorang datang menyelamatkan dirinya.Demi untuk memastikan asal suara itu, Ghara pun melepas Morse yang menjadi alat komunikasi dengan team Jack'o Justice. Lalu ia menerobos lorong panjang, sebuah jalan setapak menuju tempat pengeboran tambang silika."Tolong selamatkan Kami, Pak! Tempat ini akan segera meledak," ucap seorang pria begitu ia melihat kehadiran Ghara.Ghara terkejut mendengar ucapan pria itu, benarkah yang ia katakan? Batin Ghara.Saat Ghara memakai morse kambali dan berniat untuk menjalin komunikasi dengan team yang berada di luar tempat penambangan, rupanya morse itu sudah tidak berfingsi seolah tidak dapat menerima sinyal suara lagi, sehingga ucapannya pun tak ada yang mendengar.Begitu Forge mulai bergetar, perlahan-lahan tempat pengeboran itu pun akhirnya terguncang membuat tubuhnya hampir terperosok kejurang, Ghara sedikit lagi nyaris tumbang.
"Aku terjebak dalam permainan mereka! Aku akan membantu Kalian untuk membuka kode akses itu, tapi ada satu hal yang harus Kalian tepati!" "Katakan! Jika itu mendukung proses investigasi Kami dan Anda tidak terbukti bersalah, maka Kami akan melindungi Anda, Kami menjamin Anda kembali ke Amstelveen dengan selamat Bu Carrolyn." "Rahasiakan identiasku dan jangan pernah beri tahu mereka bahwa Aku membantu Kalian!" "Hanya itu saja?" "Segera bebaskan Aku, begitu pintu itu terbuka!" katanya. "Permintaan Anda Saya setujui untuk sementara ini, namun Anda harus melalui proses evaluasi terlebih dahulu. Jangan khawatir, seperti apa yang Saya katakan diawal. Kami akan segera membebaskan Anda begitu Anda tidak terbukti bersalah, bagaimana setuju?" Carrolyn menganggukkan kepala, tanda bahwa dia menyetujui kesepakatan itu. Pun ia yang merasa terjebak dalam situasi ini, berharap segera di bebaskan dan segera menghirup napas lega begitu para belut-belut licin yang bersembunyi di bawah tanah itu te
Setelah mendapatkan kesaksian dari Louis, akhirnya Ghara pun kembali mengerahkan team Jack'o Justice untuk bergerak lebih cepat. Berkat satu nama kota yang sudah dikantongi team pun akhirnya bergerak menuju Amstelveen, bekerjasama dengan anggota inteligent setempat. Tidak butuh waktu lama bagi inteligent profesional yang berpencar mengepung pergerakan Carrolyn disebuah bar ternama malam itu. Saksi tersangka berhasil Kami tangkap, Pak! Kami akan segera kembali sesuai jadwal penerbangan international esok hari. Laporan selesai! ucap salah satu anggota Jack'o Justice yang diutus Ghara untuk berangkat menjemput Carrolyn kala itu. Laksanakan! Siap. Laksanakan, Pak Komandan! jawabnya kemudian menutup telephone roaming yang tersambung antar Negara itu. Amstelveen menjadi satu-satunya tempat persembunyian Carrolyn, ia berada di kota bagian Nord Holland itu memang tidak semata-mata melarikan diri dari sesuatu yang telah disembunyikan selama ini. Melainkan, Carrolyn memang warga Negara Asin
"Ada apa, Sayang?" tanya Mistha.Ghara tersentak, seketika mengusap air mata yang tumpah ruah tak tertahankan. Kemudian, ia menunjukkan iPad itu ke arah Mistha. Begitu Mistha lihat gambar yang tersimpan di galery pad drawing, ia pun turut terkejut. Benarkah Adzan yang menggambar ilustrasi ini? Batin Mistha."Ini bisa menjadi bukti, Louis tidak akan bisa mengelak lagi!" ucap Ghara."Tenang, Sayang. Istirahatlah terlebih dahulu, jangan terlalu memikirkan apa pun. Tidak mudah bagimu untuk menerima situasi ini, Aku paham. Tapi kesehatanmu lebih penting, Kita bahas nanti jika kondisimu sudah baikan," sahutnya memperhatikan Ghara yang terlihat lelah.Sepertinya apa yang dikatakan Mistha benar! Ghara butuh istirahat untuk mengembalikan kondisi dan konsentrasinya untuk mengurus kasus-kasus yang datang bertubi-tubi. Sehingga malam itu, Ghara mencoba memejamkan mata. Mengosokan pikirannya tentang apa pun, termasuk pikiran tentang kematian Adzan yang begitu membuatnya terpukul.***"Pagi Sayang!
Mistha menghampiri Ghara yang tertunduk lemas memegangi kedua tungkai. Rasanya, tubuh Mistha ikut bergetar, jantungnya berdebar-debar. Melihat suaminya nampak frustasi seperti itu, membuat Mistha hampir tak bisa menggerakkan badannya untuk mendekat. "Bagaimana jika Adzan tak selamat, Sayang?" ucap Ghara lirih. Mendengar ucapan itu, Mistha merengkuh tubuh Ghara, memberi semangat dan kekuatan, bahwa Adzan pasti bisa disembuhkan. "Aku nggak bisa bayangin anak sekecil itu harus menjalani operasi yang membuat dia tak bisa kembali normal seperti dulu," ucap Ghara saat ia menandatangi persetujuan pembedahan colostomi karena terjadi infeksi dan pembengkakan pada usus besar Adzan pasca keracunan. Ia benar-benar tak menyangka jika hal itu membuat Adzan cacat permanen. "Adzan pasti sembuh, Sayang!" ucap Mistha menguatkan. Satu jam kemudian, operasi colostomi pun selesai. Dokter yang baru saja keluar dari ruang pembedahan menginformasikan, bahwa kondisi Adzan semakin kritis sehingga harus di
"Brassery TownHouse!" jawab Mistha. "Siapa nama Louis sebenarnya?" tanya Ghara yang sebenarnya sudah mencurigai satu nama yang dibahas waktu rapat kemarin siang. "Alexander Louis!" jawab Mistha sesuai nama yang tertera dinomor rekeningnya. "Kamu tahu di mana Louis tinggal?" tanya Ghara lagi. Mistha menggeleng, karena setiap pertemuan mereka selalu di coffe shop bahkan pertemuan awalnya saja di Brassery TownHouse dan Mistha hanya memiliki nomor handphonenya. "Hubungi Louis sekarang, Aku tahu Kamu masih simpan nomornya. Katakan bahwa Kamu akan memberikan uang sesuai permintaan terakhirnya!" kata Ghara. "Sayang! Aku tidak mau berhubungan dengan pria itu lagi," sahut Mistha. "Kamu tahu siapa Louis sebenarnya?" Mistha menggeleng, merasa bahwa dia sama sekali tak mengerti latar belakang Louis selain berandal yang mengakibatkan kematian Kirana. "Louis adalah saksi kunci dari kasus Vall Ankala. Hubungi Dia secepatnya dan rencanakan janji temu, bilang kalau Kamu tidak melibatkan siapa
Setelah kejadian kemarin, Mistha paham bahwa Ghara satu-satunya pria yang mampu bertahan menghadapi dirinya yang keras kepala dengan ke sabaran luar biasa. Sikap Ghara dalam menyelesaikan masalah membuat Mistha terpukul lalu sadar bahwa tidak ada pria yang memiliki jiwa lembut seperti Ghara. Demi menebus kesalahannya itu, Mistha bertekad tidak akan mengecewakan Ghara lagi-pun ia berjanji akan menuruti semua perintah Ghara. Termasuk membantu Ghara mengusut semua kasus-kasus yang menjadi tanggung jawabnya sekarang. "Malam Sayang," sapa Ghara begitu ia tiba di rumah. Mistha tersentak! Sadar dari lamunannya begitu mendapati sang suami mematung tepat di depannya. "Selamat malam Sayang," balasnya manis kemudian membantu Ghara melepas jas kebesarannya. "Adzan dimana?" tanya Ghara. "Tidur," sahut Mistha. "Tumben," cetus Ghara aneh. "Kayaknya kecapekan," pungkasnya. Kemudian Ghara beranjak ke kamar Adzan. Memastikan bahwa ponakannya itu baik-baik saja, diiringi langkah Mistha di belak