“Istrimu itu sepertinya jenius dalam membuat desserts!”Pujian yang didengar Storm dari bibir Oliver membuat pria itu menoleh ke arah cafe desserts yang dikelola Savanah.Tanpa perlu Oliver katakan, Storm sudah menyadari hal ini.Dari sejak resort ini mulai beroperasi, yang berarti juga cafe desserts Savanah juga mulai beroperasi, pelanggan yang datang seperti tidak ada habisnya.Cafe Savanah selalu ramai.Bahkan customer setia sudah terkumpul untuk memesan.Seperti juga siang ini, kondisi caffe masih ramai pengunjung dan customer.Dari lantai satu sampai balkon lantai dua, semua terisi pelanggan.Storm yang selalu memperhatikan setiap hari, sudah memuji hal ini di dalam hatinya.“Tentu saja,” sahut Storm dengan gaya cueknya. Dia memantik api di rokok sambil berkata lagi, “Tapi kulihat kau belum sekalipun memesan desserts buatannya.”Oliver merasakan wajahnya merona merah. Dia sudah memuji Savanah setinggi langit, tapi belum juga memesan. Sepertinya dia sedikit keterlaluan.“Ah ahahha
“Tentu saja! Aku tak pantas disebut cucu Thomas Sawyer jika tidak bisa merasakannya.”Storm menjawab dengan mantap sambil menatap teguh kedua mata istrinya.Savanah pun mengangguk dan tersenyum mendengar jawaban Storm. Tapi rasa penasaran itu masih bergelanyut dalam dadanya.Jari-jarinya bergerak dengan cepat. ‘Bagaimana kau bisa tahu? Aku hanya memberinya beberapa tetes saja. Tidak sampai 10 mili.’“Ck, kau ini, masih bertanya! Chateau Sawyer sudah seperti obsesiku. Dari aku beranjak remaja, kakek sering membawaku ke sini. Aroma ini sudah mendarah daging di benakku. Apalagi rasanya. Meskipun hanya ada beberapa tetes saja di adonan dessertsmu, aku bisa merasakan dan mencium aromanya.”‘Kalau begitu, aku ingin minta izin menggunakannya sebagai resep rahasiaku. Tidak apa-apa, bukan?’“Hmm ... Tentu saja boleh asal ...”Savanah menunggu lebih lanjut kata-kata Storm yang tiba-tiba saja wajahnya berubah menelisik.Lalu suaranya keluar berlambat-lambat, “Asal kau mau menemaniku cuti minggu d
Pada akhirnya, Savanah jadi menemani Brianna ke mall.Dia berhasil menenangkan Storm yang terlihat kesal karena Brianna tak berani mengangkat panggilan teleponnya.Lewat ponselnya, Savanah berkata, “Sudah, Pak Boss. Tenang. Jangan sampai gara-gara Brianna kau terkena darah tinggi. Itu not worthed it kan? Apa kau mau melihatnya menertawai tekanan darahmu yang meninggi hanya karena dia? Padahal kau rajin berolahraga dan makan makanan sehat plus organik demi menjaga kesehatan tubuhmu.Lagipula, kalau kau terus menerus termakan kata-kata Brianna, kau akan cepat tua. Apa kau mau tiba-tiba jadi sepuluh tahun lebih tua?”“Hah! Kenapa kata-katamu ada benarnya?! Tapi, andai dia berhasil membuatku darah tinggi, aku akan membalasnya.”“Astaga! Jangan childish lah.” Savanah tertawa saat itu sambil memijit-mijit pundak Storm.Setelah akhirnya pria itu tenang, dia pun terkekeh pelan.“Heran kau sanggup bersahabat dengan orang seperti itu.”“Ya, biar begitu-begitu, dia itu tulus hatinya. Tidak iri,
Milka yang tadinya masih ingin menata rambut, lalu merasakan pijat refleksi untuk tubuhnya, tiba-tiba merasa semua keinginannya itu lenyap saat dia membaca berita yang disodorkan Brianna lewat ponselnya.Di berita tertulis jelas tentang terseretnya Tn. Freddo di kasus korupsi negara. Lalu yang paling meresahkan adalah Yayasan Pengayoman Herme yang dituduh menadah hasil korupsi.Sial dua kali! Kenapa Yayasan Pengayoman Herme bisa terlibat? Atau ... yang sialnya adalah kenapa Moreno menjadi wakil direktur Yayasan tersebut?Beberapa minggu lalu, saat Moreno baru diangkat menjadi wakil direktur Yayasan Pengayoman Herme, Milka merasa dia ada untungnya bisa mengenal Tn. Freddo.Namun sekarang, yang Milka rasakan hanyalah tanda tanya. Apakah kebaikan Tn. Freddo pada Moreno hanya karena upah baginya yang sudah melayani pria itu sebagai wanita simpanan?Ataukah ... justru Tn. Freddo sudah mengatur semua ini? Jika iya, pantaslah Tn. Freddo berbaik hati pada Moreno, memberikannya jabatan tanpa b
Kicau burung di pagi hari dengan udara yang sejuk menggigit kulit merupakan perpaduan indah untuk dinikmati.Savanah menyukai cuaca ini walaupun sinar mentari hanya berupa gurat-gurat tipis.Dengan segelas teh hijaunya yang mengepul panas, Savanah menutupi bahunya dengan selendang berbahan katun sementara dirinya menonton sang suami berolahraga.Gerakan ilmu bela diri Storm di luar pemikiran Savanah. Heran rasanya bagaimana tubuh sebesar itu bisa bergerak gesit seperti ini.Storm berputar-putar cepat dengan kaki menendang ke berbagai arah. Tak hanya itu, tangannya pun sibuk memainkan tongkat di genggamannya, memutar, menusuk, tapi juga menarik dengan cepat.Hiruk pikuk isu perselingkuhan Milka sudah mulai meredam. Berita skandal korupsi yang mengenai Moreno serta Milka pun sudah menyurut. Mereka berdua sudah diproses di meja hijau dan mulai menjalani hukuman masing-masing.Dengan situasi seperti ini Savanah merasa sangat bersyukur. Pada akhirnya semua memanen apa yang ditanam masing-ma
Berobat pulang pergi dalam beberapa bulan, Savanah mengalami kemajuan yang pesat.Storm sebagai suami pun sudah berlaku seperti polisi. Dia terus memantau perkembangan Savanah. Bahkan setiap hari tidak pernah lupa mengingatkan dan mengawasi Savanah untuk meminum obatnya dan membantu terapi mandiri di rumah.Tiga bulan berlalu, Savanah sudah mulai bisa berbicara dengan kecepatan pelan dengan pelafalan yang sudah sangat jelas.Siang ini, mereka mendarat kembali untuk ke sekian kalinya setelah selesai berobat di Pennsylvania.Begitu ponsel diaktifkan, nama Brianna muncul di layar.“Ya?” Savanah menjawab panggilan masuk temannya itu.“Sav! Oh, syukurlah, kau sudah mendarat? Aku- begini ... ad- ada sedikit masalah terjadi di cafe. Bisa kau ke sini?”“Ada masalah apa memangnya?”“Err, hanya masalah kecil, tapi aku tidak bisa menanganinya. Kau harus datang sendiri, Sav.”“Masalah apa yang seperti itu? Kalau masalah kecil harusnya kau bisa menanganinya sendiri. Tidak boleh manja.”“Sungguh, S
Ketika mereka tiba di rumah dan telah tiba di kamar, Storm meminta Savanah untuk menutup matanya.“Sebentar saja,” pintanya dengan senyum misterius.Savanah ikut tersenyum, karena dia pun memiliki sesuatu yang lebih tak terpikirkan oleh suaminya itu.“Aku bertanya-tanya kapan dan di mana kau menyembunyikan hadiah untukku,” ucap Savanah begitu dia memejamkan matanya.“Selama di rumah, tidak pernah melihatmu mengendap-endap. Selama berobat juga tidak pernah melihatmu belanja sendirian. Bagaimana kau mempersiapkannya?”Savanah tidak bisa melihat, tapi dia merasakan kecupan di pelipisnya.“Kalau kau mengetahui semua itu, ini bukan lagi surprise,” kata Storm seraya menuju lemari pakaian.Tak berapa lama, dia pun meminta Savanah membuka mata.Terlihat Storm menempatkan kedua tangannya di belakang tubuhnya.“Aku ... ehm, sebenarnya aku kurang mengerti bagaimana seleramu. Jadi ... semoga suka.”Savanah semakin penasaran seiring tiap langkah yang diambil Storm mendekat padanya.Saat tiba di ha
Hari itu, ibunya Milka mengunjungi Milka di penjara.Milka tersedu sedan meminta agar ibunya berusaha super duper keras untuk membebaskannya dari sana.[Aku tidak tahan lagi di sini, Mom! Tidak tahan!]Dia ingin histeris, sayangnya suara merdunya tak bisa keluar.Milka hanya bisa mengetik di ponsel ibunya dan membiarkan ponsel menyuarakan apa yang ingin dia katakan.Frustrasi melandanya karena suara ponsel hanyalah datar dan tanpa emosi. Sedangkan emosi dalam dirinya sangatlah besar. Sekiranya mampu menghancurkan gedung ini jika dia keluarkan.“Sabarlah, Sayang. Tahun demi tahun akan terlewati begitu saja. Tanpa kau sadari, waktumu di penjara sudah usai.” Merlyn berusaha menghibur.Namun Milka terperangah geram. Matanya nyalang menatap ibu kandungnya itu sambil kedua tangannya memegang perutnya yang mulai membuncit.Saat keputusan pengadilan, Milka ternyata sudah mulai mengandung. Sayangnya, mau bagaimana pun pihak pengadilan tidak memberi keringanan sekalipun pengacaranya menggunakan
Savanah memeluk Storm dari belakang, mengalungkan lengannya di leher Storm, lalu berbisik lembut, “Redakan amarahmu. Langit sudah gelap, tidak baik menahan marah sampai esok hari.Kita akan membekali Sky, River, dan Aspen dengan pembelajaran bahwa jika ayahmu mendekati mereka lagi, lalu mengajak pergi bersama, mereka harus pastikan bahwa kita berdua ikut, atau setidaknya diberitahu.”Selesai berbisik, Savanah menciumi tengkuk pria itu agar amarahnya sedikit teralihkan.Benar saja, Storm mulai meletakkan ponselnya lalu memanjangkan lengannya ke arah belakang dan merangkul leher Savanah. Dia lalu membawa sang istri ke depan dan kini posisi Savanah yang didekapnya dari belakang.Seakan hasrat sudah mengambil alih, kini giliran Storm yang menciumi tengkuk Savanah setelah dia menyampirkan rambut panjang Savanah ke bahu kiri sang istri.Leher putih, mulus, dan jenjang itu begitu menggoda, membuat kemarahannya pun sedikit mereda digantikan hasrat yang mengembang apalagi rasa frustrasinya tad
Savanah menatap Braxton yang menjawab tanpa rasa bersalah sama sekali. Pria itu malah terkesan menikmati kekesalan dan kekhawatiran Savanah.Tidak tahukah dia bahwa Savanah begitu khawatir pada River sampai-sampai dia tidak nafsu makan, bahkan tidak mengingat bagaimana Sky dan Aspen makan malam tadi. Apakah mereka makan dengan benar, dengan cukup? Atau malah mereka hanya memainkan makanan mereka?Andai bisa, Savanah rasanya ingin meninggalkan Braxton tanpa kata sama sekali dan langsung membawa anak-anak dan keluarganya masuk. Biarkan saja dia merasa tidak dianggap.Tapi ada ayah dan ibunya yang turut mendelik tajam pada Braxton. Hanya saja pria itu seakan tidak menganggap kekesalan mereka semua dengan serius. Braxton malah membiarkan wajahnya terlihat senang seperti tak ada rasa bersalah pada Savanah dan yang lainnya.Dia menunjuk sekotak hadiah besar yang dipegang River.“Kakek kenapa mengajak River jalan-jalan tidak izin dulu dengan mommy dan daddy? Asal kakek tahu, Mommy dan Daddy
Storm marah. Dia pun mengajak Savanah dan anak-anak untuk segera pulang. Perjalanan yang tadinya terasa menyenangkan dengan berjalan santai bersama, kini terasa terlalu panjang seakan tak berujung.“Mommy, kenapa dengan River? Bukankah kata Mommy, kakek Braxton adalah ayahnya daddy? Mungkin saja Kakek Braxton sedang bermain bersama River.”Celotehan Sky membuat Storm terperangah. Savanah pun ikut kehilangan kata-katanya.Mereka berpandangan dan merasa sulit untuk menjelaskan pada Sky.Sudah jelas Savanah tidak ingin menjelekkan Braxton di depan anak-anak mereka. Biar bagaimanapun Braxton adalah ayahnya Storm. Tidak baik jika dia menjelekkannya di hadapan anak-anaknya.Dan sekalipun Storm tidak peduli jika sifat asli ayahnya dikuak di depan anak-anaknya, dia tetap tidak menyalahkan Savanah. Storm menghormati keputusan Savanah untuk tetap menjaga image ayahnya.Storm juga mengerti jika dari sudut pandang anak-anak, mereka masih sep
“Hei!” seru Braxton menyapa Sky dengan senyum ramah.Pria itu mengambilkan bola yang menggelinding lalu memberikannya pada Sky.“Kakek? Terima kasih.” Sky mengambil bola yang disodorkan.Braxton pun mengangguk senang dengan mata berbinar-binar.Sky lalu berbalik hendak kembali, tapi dia berhenti sejenak lalu berbalik lgi menghadap Braxton.“Kakek ... ayahnya daddyku, bukan?” tanyanya dengan polos.Hanya pertanyaan sederhana tapi Braxton terharu. Ternyata Storm masih menceritakan jati dirinya dengan benar pada anak-anaknya.“Iya, aku kakekmu.”Sky lalu tersenyum padanya dan merentangkan tangan. Braxton terkesiap melihatnya dan segera membungkukkan tubuh agar bisa dipeluk Sky.“Aku senang karena masih memiliki kakek. Jadi sekarang, kakekku ada dua. Kakek Zach dan kakek.”Braxton begitu tersentuh sampai-sampai air matanya menetes. Hatinya kembali berat ketika Sky melepaskan pelukan mereka.“Dah, Kakek. Aku mau bermain lagi.” Sky melambaikan tangan dan berlari pergi.Bergeming di tempatny
Siang yang santai, Storm mengajak anak-anak dan Savanah untuk berjalan-jalan santai sedikit jauh dari rumah. Mereka melwati pohon-pohon dengan daun yang sudah berubah beberapa warna, yang juga berguguran di jalanan.Warna kuning, merah, lalu coklat, menjadi dominan di pepohonan, menggantikan daun hijau yang menghias musim panas yang lalu.Suhu udara juga turun cukup banyak di musim gugur ini sehingga berjalan di siang hari adalah waktu yang tepat. Lagipula, siang hari menjadi lebih pendek, dan langit menggelap di sore hari.Storm merangkul Savanah yang perutnya kini sudah cukup besar. Jaket dan syal melingkupi tubuh Savanah yang kini seahri-hari mengenakan dress longgar demi kenyamanan perut besarnya. Storm sendiri hanya mengenakan sweater lengan panjang yang tidak terlalu tebal serta celana jeansnya yang berwarna biru muda, kesukaannya.Sky berjalan di depan mereka mendorong sebuah stroller yang akan ditempati Aspen jika bocah itu lelah.“Di ujung sana ada taman bermain, Daddy. Boleh
Miranda masih mengingat jelas bagaimana wajah Scilla saat muda, saat dia berhasil merayu Braxton untuk menikahinya dan mengusir Scilla dari rumah ini.Scilla sangat cantik dengan pembawaannya yang tenang dan bersahaja. Miranda selalu cemburu melihat Scilla yang tak pernah terlihat patah hatinya sekalipun Braxton telah jelas-jelas memperkenalkan dirinya pada Scilla.Wanita itu bagaikan putri raja yang begitu agung dan terhormat, yang hanya menatap dalam diam bagaikan air tenang yang menghanyutkan.“Aku akan menikahinya, karena dia sekarang mengandung anakku,” kata Braxton waktu itu.Raut wajah Scilla tidak berubah ketika mendengar kata-kata Braxton kala itu. Dia dengan diam berdiri dan menatap datar pada Braxton lalu Miranda.“Baiklah kalau kau ingin menikahinya, aku akan menceraikanmu.”Bahkan Miranda sangat kesal karena Braxton terus membahas kalimat Scilla waktu itu. Dia yang menceraikan Braxton, bukan dia meminta diceraikan. Hah, wanita sombong!Lebih sombong lagi karena permintaann
“Haaah ... kita lagi-lagi pulang hanya ada rumah yang kosong. Seharusnya tadi itu kau jangan banyak bicara. Sebelum Storm pulang, kita sebenarnya punya kesempatan untuk mengambil salah satu dari bocah itu!”Braxton duduk di salah satu sofa dengan raganya yang terlihat letih. Mendapati rumah ini yang hanya berisi beberapa pelayan saja, tanpa adanya Misty dan Moreno lagi, membuat hati Braxton merasa hampa.Biar bagaimana pun rumah ini terlalu besar untuk ditempati mereka berdua saja.Apalagi tadi dia sempat melihat sekilas isi dalam rumah Storm. Sekalipun perabot mereka biasa saja dan kebanyakan menggunakan perabot berbahan kayu, rumah Storm terlihat hangat.Bayangan anak-anak kecil duduk dan mengitari setiap sudut rumah, bermain sambil berlarian, bercekikikkan, berceloteh, bahkan bertengkar, membuat hati Braxton berkedut lebih sedih lagi. Dia ingin merasakan semua itu di rumahnya ini.Rasanya sungguh iri melihat teman-temannya yang lain memiliki kesibukan extra di masa tua mereka, yaitu
Raut wajah Storm perlahan melunak seiring menghilangnya mobil Braxton dari pandangan mereka.Pria itu menatap anak-anaknya satu demi satu.“Kalian tidak apa-apa?” tanyanya sambil memeluk Sky dan River bersamaan.“Kami tidak apa-apa. Tapi tadi itu siapa, Dad? Kenapa mereka sepertinya ingin membawa kami pergi dari sini?”Storm tidak langsung menjawab. Dia hanya memeluk erat lalu mengecup kepala dua bocah itu satu per satu. Lalu pandangannya tertuju pada Aspen yang berada dalam gendongan Savanah.Dia pun turut memeluk Aspen lalu istri tercintanya.“Mau apa mereka?” tanyanya pada Savanah saat mengurai pelukannya.“Mereka memintaku untuk mengizinkan Sky dan River menginap di rumah ayahmu. Alasannya karena dia berhak atas mereka, karena dia adalah kakek mereka. Lalu mereka juga bilang, bahwa anak-anak berhak memilih di mana mereka ingin tinggal.”Storm meradang lagi ketika mendengar penjelasan istrinya. Bagaimana bisa ayahnya dan istri ayahnya itu tiba-tiba memiliki pikiran seperti ini? Su
“Hah!” Savanah tak habis pikir dengan bagaimana Braxton dan Miranda bisa datang ke rumah mereka dan mengatakan semua itu dengan lantangnya?Padahal, jika dirunut puluhan tahun ke belakang, Braxton menelantarkan Storm. Lalu mereka telah menghina Savanah saat bisu. Ada banyak pertikaian dan mereka masih berani mengatakan hal seperti ini?Di mana urat malu mereka?“Mohon maaf, Tn. Braxton, tapi putramu mengurus anak-anaknya dengan sangat baik. Jika saat kecil Storm dibuang dari rumahmu itu benar disebut ditelantarkan. Tapi anak-anakku merasakan kehangatan di rumah kami, sudah tentu mereka tidak ditelantarkan.Mereka kami rawat dengan penuh sayang. Bagaimana bisa kau mengatakan mereka terlantar?Lagipula, asal kau tahu, Tn. Braxton, Storm telah menjadi ayah yang hebat bagi mereka. Dia selalu hadir di setiap moment hidup anak-anaknya.Setiap ulang tahun mereka, dia selalu hadir. Jangankan ulang tahun, setiap sarapan dan makan malam, Storm selalu bersama kami. Bagaimana mungkin kau dengan e