Danita berusaha untuk mencari orang-orang yang bisa diajak berbicara perihal masalah yang terjadi, tapi sayangnya dia tidak tahu bagian marketing. Hanya manajer marketing yang bisa diajak bicara, tapi tidak mungkin dengan pakaiannya yang sebagai seorang OG. Akhirnya Danita pun memilih untuk menelepon Amarudin. Hanya dengan cara ini dia bisa mendapatkan informasi apa pun perihal yang terjadi di divisi marketing dan kaitannya dengan Siska.Wanita paruh baya itu pusing memikirkannya. Ternyata banyak sekali masalah yang mungkin saja tidak diketahui oleh Darren. Wajar saja, sih, dalam perusahaan besar pasti ada orang-orang yang tidak setia. Bahkan mungkin melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang akan berujung fatal.Dia pun memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. Mungkin saja ada sesuatu yang bisa didapatkan dengan cara dirinya yang menyamar. Sementara itu, Amar masih berusaha untuk mencari tahu apa pun yang pernah terjadi dengan Siska dan Andri. Jangan sampai dia yang lebih dulu mendapatk
"Lo jangan bercanda dong, Alika! Bikin gue takut aja. Lo tahu sendiri, kan? Amar itu sempat ngancam gue, karena gue menolaknya. Gue takut kalau mungkin Amar juga menyatakan perasaan sama Siska, terus berujung seperti ini," ungkap Aluna, jadi ketakutan sendiri. Alika juga bingung harus mengatakan seperti apa, karena dia belum tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi, sampai Siska tiba-tiba saja menjadi babak telur oleh Amar. "Kalau masalah itu, gue juga nggak tahu, sih. Karena gue belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hanya saja, kepala marketing itu marah-marah sama bawahannya sebab belum menemukan bukti kalau Amar itu memukuli Siska. Ini aneh kan? Dan katanya kejadian ini saat pesta pernikahan semalam," ujar Alika, membuat Aluna terdiam. Dia jadi ingat kalau semalam dia tidak mendapati Amar di mana-mana, mungkin karena terlalu banyak tamu jadi yang dilihat hanyalah orang-orang terdepan, yang belakang dia tidak melihatnya. Saat Darren mengitari tamu-tamu bersamanya pun hanya seba
"Hah! Seminggu? Bukankah kata Bapak kita akan di sana itu cuma 1 sampai 2 hari? Bapak bahkan menjamin kalau saya tidak akan lama-lama di rumah Bapak. Tapi kenapa tiba-tiba saja jadi seminggu?" tanya Aluna kaget.Saat Darren tiba-tiba saja datang ke kamar dan mengatakan kalau dirinya harus kembali ke kantor. Bukan itu yang membuatnya kaget, tapi Darren mengultimatum kalau dia dan Aluna harus tinggal di rumah Danita, kurang lebih satu minggu. Jelas saja semua keputusan Darren itu dadakan dan membuat Aluna ketar-ketir. Bagaimana bisa dia satu minggu bersama mertua? Bahkan baru bertemu di hari pernikahan saja. Pemikiran buruk lainnya itu bersarang di benak. Bagaimana kalau misalkan wanita itu tidak suka kepadanya? Sementara sikap Danita sewaktu di pesta pernikahan hanyalah sebuah kamuflase dan akting saja, agar orang-orang tidak berpikiran buruk kepada keluarga Darren. "Harus bagaimana lagi? Aku mendapat panggilan dadakan dari Amarudin, karena ada sebuah masalah besar yang harus kuseles
Aluna diam melihat rumah yang begitu megah dan mewah. Ini seperti bukan rumah lagi, melainkan istana yang sering dia lihat di kartun-kartun bertemakan kerajaan. "Ini rumah Bapak?" tanya Aluna agak ragu, membuat Darren tersenyum miring. "Bukan, ini rumah orang tuaku." Aluna mendengkus kesal. "Ya, saya tahu, Pak. Maksudnya sama saja. Bapak tinggal jawab pertanyaan saya, apa susahnya, sih?" Padahal, hari ini baru saja mengagumi kemewahan gedung di depannya, tapi pria ini malah membuyarkan semua itu. "Ya, beda saja dong. Kalau aku membawamu ke sini, berarti ini tempat yang akan kamu tinggali. Bagaimana, sih? Katanya kamu cerdas," timpal Darren, membuat Aluna menahan napas. Sepertinya dia tidak bisa lagi berbicara panjang lebar dengan pria di sampingnya ini, tidak akan pernah berubah. Pria itu selalu saja memperpanjang masalah dan mempermasalahkan apa pun perihal kecil. "Baiklah, Pak. Kalau begitu, daripada kita berdebat, bagaimana kalau kita ke dalam saja? Masalahnya saya kepanasan
"Aluna, aku harus cepat pergi ke kantor sekarang. Jadi, bisa kan kamu tinggal di sini sendiri? Lagian ada banyak maid di sini. Kalau kamu butuh apa-apa, tinggal bilang saja," ucap Darren sembari menuruni anak tangga, membuat Aluna terkesiap. Gadis itu langsung menarik lengan Darren, membuat sang pria menoleh. Untuk pertama kalinya Aluna berani menyentuh bagian tubuh sang pria, itu pun tangan. "Ada apa?" tanya Darren, dengan cepat Aluna melepaskan genggamannya. Tampak gugup dan juga khawatir. "Begini, Pak. Apa tidak sebaiknya saya berangkat saja dengan Bapak? Rasanya rumah sebesar ini terlalu mewah untuk saya. Saya juga tidak terbiasa dengan suasana seperti ini," ujar Aluna, karena dia benar-benar tidak mau ditinggal sendiri. Jujur, karena saat ini Aluna sangat membutuhkan sang pria. Kalau misalkan tiba-tiba mertuanya datang dan menanyai banyak hal, takut Aluna salah ucap. "Ya Tuhan. Aku kan sudah bilang, diam di sini. Bagaimana nanti tanggapan karyawanku kalau misalkan membawa is
"Aku ingin masak," cetus Aluna, tiba-tiba saja membuat maid yang ada di sana kaget. Karena jarang sekali keluarga ini masak di dapur. Bahkan Danita hanya sesekali jika sedang tidak sibuk, tetapi sekarang menantu dari keluarga kaya ini mau memasak. Maid itu jadi bingung sendiri, sebab sebelumnya Darren tidak mengatakan kalau Aluna boleh masak di dapur. "Nona, yakin mau masak di dapur? Bagaimana kalau nantinya terluka?" tanya sang maid, membuat Aluna terperangah. Dia benar-benar kaget dengan sikap yang ditunjukkan oleh orang itu. Sang maid kira kalau Aluna itu anak kecil yang apa-apa harus dipantau dan tidak bisa menjaga diri sendiri.Belum juga satu hari Aluna sudah merasakan kalau pergerakannya tidak bisa bebas. Gadis itu pun menghela napas panjang, berusaha untuk tenang. Sepertinya dia harus terbiasa dengan semua yang ada di sini, termasuk perilaku-perilaku maid kepadanya. Namun, gadis itu juga harus berusaha memperjelas kalau dirinya bukan nyonya besar yang harus dilayani terus-
"Saya bawa makan siang buat Bapak. Kebetulan tadi habis masak opor ayam," ucap Aluna, sembari menyodorkan rantang yang dibawa. Mendengar itu, Darren langsung berdiri dengan wajah marah. "Kenapa kamu masak?! Apakah Ibu yang menyuruhmu atau siapa yang menyuruhmu masak?!" tanya Darren dengan nada tinggi, yang membuat Aluna kaget bukan main. Ekspresi gadis itu yang berusaha terlihat ceria dari tadi pun langsung berubah ketakutan. Dia merasa kalau yang dikatakannya itu tidak ada yang salah, tetapi kenapa tiba-tiba saja Darren marah seperti ini? Benar-benar di luar dugaan dan membuat Aluna terheran-heran. "Saya, saya masak sendiri, Pak. Tidak ada yang menyuruh saya. Saya juga belum bertemu dengan orang tua Bapak." Mendengar itu Darren langsung mengusap kasar rambutnya, sembari memejamkan mata. Sang pria berkacak pinggang, lalu melipat tangan di depan dada. "Harusnya kamu tidak usah masak! Yang tugas masak itu maid di sana. Nanti kalau misalkan kita pindah ke apartemen pun, kamu tidak
"Loh, ini bukannya sekretaris Pak Darren?" tanya seseorang membuat Aluna langsung menoleh, ternyata itu Danita yang memakai masker dengan penampilan sederhana, sama dengan OG yang sempat ditolong oleh Aluna. Aluna menelisik penampilan wanita di depannya, lalu terfokuskan kepada wajah wanita paruh baya itu. "Bukankah ini Ibu yang OG itu, kan?" tanya Aluna dengan senyum. Danita langsung menganggukkan kepala. "Ya Tuhan. Ibu, ke mana aja? Apa Ibu nggak datang ke pernikahan saya?" tanya Aluna, karena dia yakin semua orang yang ada di kantor ini sudah tahu perihal pernikahannya bersama Darren. "Oh, saya datang, Nak. Cuma saya tidak di depan, malu. Kami kan berada di belakang, jadi saya juga agak sungkan untuk maju ke depan mendekati pelaminan," ujar Danita membuat Aluna terkekeh sembari menggelengkan kepala."Ya nggak apa-apa kali, Bu. Lagian kan kita sama-sama bekerja di perusahaan Pak Darren." "Beda lah, kalau kamu sekarang sudah jadi istrinya Tuan muda. Jadi, tidak mungkin kami seb
"Lo jangan diem aja kayak gini, dong! Gue kan jadi bingung harus ngapain. Sebenarnya apa yang terjadi, sih? Kalau misal lo diam aja, ya udah deh gue pergi," ujar Alika, akhirnya kesel sendiri karena dari tadi Aluna hanya diam saja.Saat gadis itu hendak berdiri, Aluna langsung menarik tangan temannya untuk duduk."Oke, oke. Gue akan cerita," ucap Aluna membuat Alika akhirnya bisa bernapas lega. Aluna memberikan isyarat agar Alika mendekat kepadanya, lalu dengan perasaan campur aduk Aluna membisikkan sesuatu kepada gadis itu.Bola mata Alika membulat dengan mulut terperangah. "Lo beneran habis--""Sssttt!" Aluna langsung berdesis sembari menempelkan jari telunjuk ke bibir."Jangan keras-keras!" seru Aluna berusaha untuk melihat ke sekitar. Untunglah orang-orang yang sedang sibuk mengambil makan siangnya, jadi hanya sebagian yang menoleh lalu kembali ke aktivitas semula. Alika masih tampak syok, tapi dia tetap tenang dan mengikuti semua yang diminta oleh temannya. "Sudah jangan dis
Karyawan itu sudah keluar untuk tanda tangan, tetapi Aluna masih enggan untuk masuk ke ruangan Darren. Gadis itu merutuki diri. Kenapa juga harus satu lingkup ruangan dan hanya disekat tembok kecil yang terbuat dari kayu itu? Sama saja bohong!Dia benar-benar harus bisa bertemu dengan Darren. Sementara saat ini tangan dan tubuhnya terasa dingin. Jantung juga berdetak dengan sangat kencang, karena benaknya tiba-tiba saja teringat dengan kejadian tadi. Gadis itu sampai memukul-mukul kepalanya sendiri."Apa sih yang sudah aku lakukan tadi?! Ngapain juga aku ciuman sama Pak Darren?" gumamnya dengan perasaan yang sangat malu. Sungguh, ini pertama baginya. Walaupun memang Darren adalah suami Aluna, tetapi mereka sudah berjanji untuk tidak saling menyentuh. Ini benar-benar membuat dirinya kikuk sekali.Untungnya saat dia merasa kacau, tiba-tiba saja bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Aluna pergi ke kantin. Dia sama sekali tidak masuk ke dalam untuk membereskan beberapa berkas. Sekarang ya
Sepeninggalnya Danita, Darren hanya bisa terduduk lemah di kursi kebesarannya. Ada raut kekesalan sebab ternyata Danita sudah mengetahui semua yang terjadi kepada Aluna.Kalau masalah Aluna itu sih hal yang wajar. Tetapi bagaimana dia bisa mengaudit semua divisi dalam waktu 1 minggu? Sementara Darren tidak tahu siapa saja yang berkhianat kepadanya. Melihat itu Aluna pun mendekat. Saat ini dia harus berperan sebagai seorang istri yang baik, membimbing dan menemani Darren melewati semua ini. Walaupun agak canggung. Aluna menepuk pundak Darren, membuat pria itu menoleh dengan tatapan bingung. "Kalau misalkan Bapak butuh bantuan saya, saya akan lakukan itu," ungkap Aluna membuat Darren menautkan kedua alisnya."Maksud kamu apa?" "Iya, masalah audit itu. Kalau misalkan Bapak butuh bantuan, nanti saya dengan Alika akan mencoba mencari tahu siapa saja yang bermasalah di kantor ini," terang Aluna membuat Darren membulatkan mata tak percaya. "Ini beneran kamu, Aluna?" "Maksud Bapak?"Dar
"Nggak usah, Bu. Nggak usah lakukan apa-apa. Lagian Siska udah keluar dari perusahaan ini Pak, eh Mas Darren sudah memecatnya," ujar Aluna membuat Darren menoleh.Pria itu merasa tersentak saat Aluna tiba-tiba saja panggilan dengan kata Mas. Gadis itu sama sekali tidak canggung jika di depan Danita, tetapi kenapa di belakang semua orang Aluna selalu memanggilnya Pak? Alasannya tua. Ini benar-benar membuat Darren kesal. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau sampai menyakiti Aluna, bisa-bisa Danita juga melakukan hal yang sama kepadanya. Mungkin membuat Darren sengsara. Itu yang dipikirkan sang pria. "Tapi, itu tidak cukup, Sayang. Siska itu sudah keterlaluan, sampai menjambak kamu. Kalau misalkan dia menjambak harusnya kamu juga menjambaknya." Danita membuat Aluna terperangah sembari mengerjapkan mata. Dia tidak menyangka kalau wanita elegan seperti ini menyuruhnya balas dendam yang sama.Hanya saja Aluna tidak berpikir demikian."Tidak usah lah, Bu. Lagian menurutku ini
"Ibu!" seru Darren dan Aluna saat mengetahui kalau Danita datang.Wanita paruh baya itu memakai baju branded, penampilan bak seorang konglomerat. Benar-benar elegan. Dia sengaja tidak menyamar dan ingin memastikan terlebih dahulu apakah benar kalau Siska sudah keluar dari perusahaan ini. Sebab dia mendapat kabar dari Amarudin kalau Siska langsung dikeluarkan setelah menyakiti Aluna."Ibu, ngapain di sini?" tanya Darren. Dia berdiri menghampiri Danita, begitupun dengan Aluna.Gadis itu langsung menyalami sang wanita paruh baya, membuat Danita tersenyum. Benar-benar perilaku yang menyejukkan hati. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Danita tiba-tiba saja kepada Aluna, membuat gadis itu menautkan kedua alis. Darren terdiam keheranan. Dia melihat pada kedua wanita berbeda usia tersebut. "Memang kenapa dengan Aluna?" Pertanyaan Darren yang salah membuat Danita langsung mendelik dengan tatapan marah. "Kenapa kamu bilang? Kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi kepada menantu Ibu di sini, k
Raka semakin menggila. Dia bertanya kepada orang-orang yang tiba-tiba saja berkumpul mengelilingi pria itu. Dia seperti seseorang yang kemalingan sesuatu, sampai rasanya begitu menyakitkan. Tak tahu kalau ternyata anak yang begitu dicintainya menghilang tanpa jejak. Di saat keadaan kacau seperti ini, mata Raka menangkap sosok Bu Murni. Ya, tentu saja hanya wanita paruh baya itu yang sangat dekat kepada mantan istrinya. Tanpa diduga Raka langsung menghampiri Bu Murni. Membuat semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka kepada dua orang itu. "Bu, Ibu tahu tidak ke mana Lusi dan Alia? Kenapa rumah ini tiba-tiba saja jadi kontrakan dan dikunci? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka tampak frustrasi.Melihat itu, Bu Murni begitu kasihan. Tampak sekali kalau Raka putus asa dan sangat sedih. Tetapi, dia sudah janji kepada Lusi tidak akan memberitahukan ke mana wanita itu pergi. Karena kalau tidak, maka bahaya mungkin saja menyertai Lusi dan Alia. Apalagi Bu Murni tahu kejadian sa
Siska mengepalkan kedua tangan dengan sangat erat. Dia benci dengan perkataan yang dilontarkan oleh Andri. mMeskipun memang dia tidak perawan saat melakukan hubungan itu dengan sang pria, harusnya Andri sadar diri kalau selama mereka berhubungan hanya dengan Andri lah Siska tidur. Tetapi ternyata pria itu sama sekali tidak memedulikannya dan malah mengejek wanita itu. "Iya, Mas. Memang aku akui, aku tidak perawan saat tidur denganmu. Tapi saat aku menjadi pacarmu, aku hanya melakukannya denganmu, Mas. Jadi, memang kamu yang harus bertanggung jawab!"Dari seberang sana terdengar tawa Andri yang begitu keras, membuat Siska bingung sendiri. "Itu mimpimu saja, Siska. Aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa pun yang aku lakukan! Bukankah kita sama-sama saling suka? Kecuali aku merudapaksa kamu, itu baru aku akan bertanggung jawab." Mendengarnya Siska marah besar. Dia ingin sekali menampar pria itu. Sayangnya, tidak bisa karena mereka berjauhan."Kurang ajar kamu, Mas! Kamu ben
Saat ini Siska berjalan gontai memasuki kontrakan. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini. Padahal sudah dibayar besar oleh pihak perusahaan rival dari perusahaannya Darren, tetapi pada akhirnya semua harus hancur gara-gara perseteruannya dengan Aluna. Di sini Aluna yang salah, kenapa dia yang dipecat? Mentang-mentang istri bosnya. Seharusnya Darren yang bersikap adil dan bijaksana, begitu pikir Siska. Sang wanita pun merebahkan diri di kasur sembari melihat langit-langit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, pasti sebentar lagi dirinya akan dicari oleh perusahaan yang mempekerjakan wanita itu. Entah akan dipecat atau diberikan hukuman, yang pasti Siska harus segera mengakhiri semua ini dengan cara pergi dari sini secepatnya. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Di sana ada nama Andri. Dengan cepat sang wanita menerima panggilan dari kekasihnya. "Halo, Mas. Kamu di mana? Aku tadi cari-cari kamu di kantor. Tapi, tidak ada.""Diam!" seru Andri den
Aluna terdiam sejenak. Dia berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk memberikan alasan, kenapa tidak mau memanggilnya Pak. "Sebenarnya, banyak alasannya, sih. Tapi sepertinya Bapak tidak usah tahu." "Kenapa? Kalau memang ada alasan, katakan saja." "Ya, saya takut Bapak marah dan malah menghukum saya lebih parah lagi." "Justru kalau kamu tidak mengatakannya, aku akan memberikan hukuman tiga kali lipat lebih dari sekedar mengganti panggilan." Mendengarnya Aluna terkesiap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali mengatakan apa yang dipikirkannya. "Begini, Pak. Pertama, usia Bapak itu lebih matang dari saya, jadi rasanya tidak pantas saja kalau misalkan saya memanggil Bapak dengan sebutan Mas." "Apa?!" Darren langsung berdiri, membuat Aluna terkesiap. "Jadi, menurutmu secara tidak langsung aku ini tua?"Dengan susah payah Aluna berusaha tenang. Dalam hati merutuk, tentu saja pria ini tua. 'Apa dia tidak sadar diri dengan usia