Part 89Menjadi JandaDi kamar yang dulunya milik Yogi itu Silvi terbangun dari pingsannya, dia harus terima bahwa dirinya kini menjadi seorang janda. Saat dia benar-benar mencintai mantan suaminya yang ternyata juga mencintainya, dia harus rela dan ikhlaskan kepergiannya untuk selamanya. Air mata tiada henti menggenangi pipinya, terasa hampa kini hidupnya tanpa Yogi di sisinya. Dia merasa menyesal tiada tara, karena mengingat dia tidak tahu dan tidak menyadari Betapa besarnya cinta Yogi terhadap dirinya namun Yogi tidak pernah mengutarakannya. "Bagaimana nasib putraku tanpa ayahnya?" Bisik Silvi dalam tengah-tengah air mata yang deras membasahi pipinya. Dipeluknya bantal di atas ranjang Yogi itu, kini dia harus merelakan Viyo menjadi seorang yatim karena ayahnya kini sudah tiada di dunia ini."Vi, pulang yuk?" Ajak Bu Teti. Silvi tidak menjawab nama kepalanya mengangguk beberapa kali meski matanya terlihat kosong saat mengangguk itu. Silvi berdiri, dibantu oleh bu Teti, kemudia
Part 90Kebaikan Yogi Seminggu berselang dari kematian Yogi, Silvi mengemas pakaian Yogi. Ia bermaksud hendak mensedekahkan barang-barang yang masih terpakai, karena dia merasa di rumah mantan mertuanya itu tidak ada anak laki-laki maka Silvi meminta pakaian Yogi di sumbangkan ke panti asuhan atau ke pesantren agar bermanfaat. Semua setuju dengan ide Silvi. "Nak, kamu nggak usah pergi, Mama nggak keberatan kalau kamu tetap tinggal di sini." Ucap ibunda Yogi.Setelah kepergian Yogi, ibunda Yogi merasa bahwa Silvi dan Viyo adalah satu-satunya kenangan yang Yogi titipkan. Lagipula di rumahnya itu dia tak memiliki menantu perempuan. "Aku harus pergi, Mah, aku tidak bisa tinggal selamanya dengan mama, sekarang statusku bukan memantu mama lagi, maaf." jawab Silvi sambil berkemas. Dalam hatinya ia bergumam, “Rasanya canggung bila tinggal di rumah mertua sedangkan suaminya sudah tiada,” Silvi terus saja membereskan pakaian Yogi untuk di berikan kerpada yang lebih membutuhkan."Ya sudah, na
part 91 Om Penunjuk JalanMalam ini Bu Teti dan Pak Rahmat berangkat ibadah haji, Silvi bersiap untuk mengantarkan mereka ke Alun-alun kota, bis yang hendak memberangkatkan jemaah haji sudah siap di sana. Orang tua Silvi itu sudah sejak dari tadi meneteskan air mata karena bahagia akan berjumpa dengan sang khalik di tanah yang suci, mereka memegang kopernya masing-masing. "Udah siap, Bu?" Tanya Silvi tersenyum.Bu Teti mengangguk, tangannya memegang koper dan siap berangkat menuju Alun-alun. Dengan spontan Bu Teti memeluk Silvi penuh dengan kesedihan."Jika ibu meninggal di sana, kamu harus do'akan ibu ya!" Ucap ibu Teti sambil memeluk Silvi. "Hus, ibu jangan ngomong gitu, insya Allah niatkan ibadah, apapun yang terjadi Allah pasti membantu ibu, semoga dimudahkan dan tidak ada halangan dan rintangan di sana," jawab Silvi. begitupun dengan Pak Rahmat air matanya terus saja mengalir sejak di rumahnya berdatangan tamu yang hendak menghantarkannya menuju tanah suci. "Ayo kita siap-
part 92AzamNamaku Viyo Om, ayo temui ibu guru aku, dia baik sekali kok," ajak Viyo sambil menarik tangan laki-laki itu. Silvi yang sudah menunggu Viho dari tadi di kelas sudah khawatir, takut anaknya kenapa-napa. Saat dia melihat anaknya datang memegang tangan seorang laki-laki bertubuh tinggi dia merasa lega putrinya telah kembali ke lingkungan sekolah, namun dia sangat heran siapa laki-laki yang dipegangnya itu. Saat Vito mendekat bersama laki-laki itu Silvi kaget tiada terkira, jantungnya berdegup kencang matanya membelalak terheran-heran. "Azam?" Tanya Silvi seraya berbisik. "Kenapa Azam bisa memegang tangan Viyo?" Dalam hatinya ia ber yuu?" Tanya kaget."Ka-kamu kok bisa bareng-bareng sama Viyo? Tanya Silvi. "Mama, tadi aku kesasar, ini Om penunjuk jalan yang baik hati, dia menunjukkan jalan kembali ke sekolah," ucap Viyo sambil memeluk ibunya. Seketika Silvi terkesima dengan kkehadiranAzam di sekolah SD tempat Viyo belajar.Dia pamit kepada ibu guru dan segera membawa pu
Part 93Mendekati Viyo"Mama, Om penunjuk jalan baik ya," ucap Viyo sebelum tidur. Silvi sedikit terkejut dengan pertanyaan anaknya itu, tak biasanya memuji seseorang. "Iya," jawab Silvi sambil tersenyum. Dalam hati ia bergumam, "Mungkinkah bisa dia menjadi ayahmu, Nak, ah tidak tidak, itu adalah hal yang tidak mungkin, Aku tidak akan menghianati cinta sejatiku.""Mama, kalau Papa baru aku kayak gimana ya wajahnya? apa sama dengan wajah Papa yang sekarang sudah di surga?" Tanya Viyo lagi. "Emangnya Viyo mau Papa baru gitu?" Silvi bertanya balik kepada anaknya. "Mau, mau, tapi harus baik kayak om penunjuk jalan ya, Mama," jawab Viyo tersenyum. "Tereret teteet, tereret teteet," suara ponsel Silvi berbunyi, pertanda ada video call yang masuk. "Nenek?" Ucap Silvi spontan setelah melihat layar ponselnya."Hai Nenek," ucap Viyo gembira. "Assalamualaikum cucu nenek! Apa kabarnya? Tadi sekolah enggak?" Tanya Bu Teti di tanah suci. "Sekolah nenek, tadi itu aku kesasar tapi ada yang nolo
Part 94 nopDiakah? "Sedang apa ya ayah dan Ibu di tanah suci?" bisik Silvi dalam hati.Ada Rindu yang menyelinap dalam hati Silvi sudah hampir sebulan bu Teti melaksanakan ibadah haji di tanah suci. "Semoga saja mereka dimudahkan dalam segala hal dan bisa pulang dengan selamat dan sehat membawa haji yang mabrur dan mabrurah, amin." ucap Silvi. ia kemudian mengambil sapu dan beres-beres di rumah, selama ini ia tidak pernah menyuruh pembantu meskipun dia sudah menjadi Rektor manajer. Tak terasa waktu pulang sekolah Viyo telah tiba, entah kenapa Silvi ingin berdandan meski hatinya belumlah tahu apa alasan dia menghias diri, entahlah mungkin dia hanya ingin menyenangkan Azam yang sebentar lagi akan ditemuinya bersama putranya. Silvi mengebakan gamis terbaik dan selaras dengan kerudung lebarnya, memakai riasan ala kadarnya agar wajahnya tak terlihat pucat. Terlihat dari kejauhan anak-anak berhamburan keluar dari gerbang sekolah, di antara kerumunan anak-anak itu Silvi melihat putrany
part 95Tatapan Penuh CintaAzam menatap Silvi yang berjalan melewati gerbang sekolahan usai mengantarkan Viyo ke sekolah, Azam sudah tiba terlebih dahulu di sekolah ia memandang Silvi, tatapannya penuh makna dengan senyum mempesona. “Selamat pagi Vi, “ ucap Azam lembut. “Pagi Zam,” jawab Silvi malu. Dag dig dug jantung Silvi setiap berpapasan dengan Azam. Hatinya masih ragu, ia masih bertekad mempertahankan prinsipnya untuk tidak jatuh cinta kepada siapapun dan setia kepada mendiang suaminya. Namun entah kenapa rasa yang aneh menggoyahkan prinsip yang di pegangnya kuat-kuat, menyelinap bagai angin dingin menghembus ke dalam qolbu.“Kuat, Vi, kuaaat.” Sambil memegang dada dan mata yang terpejam serta menarik nafas panjang Silviberbisik lirih pada dirinya sendiri.“Dadah, mama...,” ucap Viyo sambil melambaikan tangan berlalu menuju kelasnya.Silvi membalas dengan melambaikan tangan dan tersenyum lebar pada putra satu-satunya itu. Ema yang sejak tadi bersama dengan Silvi yang juga m
Part 96 Keajaiban Dunia"Kalau begitu ibu permisi dulu ya, nak! Sampaikan salam ibu sama ibu kamu." Ucap bu Rohimah seraya berdiri hendak pamitan. "Mmm, anu bu, ibu saya kebetulan sedang ke tanah suci, kemungkinan 10 hari lagi baru pulang ke Indonesia. Bolehkah saya memberi jawaban setelah kepulangan Ibu ke sini?" Tanya Silvi."Oh, ibu kamu sedang ibadah haji?" Tanya bu Rohimah. "Iya, bu," Jawab Silvi mengangguk. "Baiklah, gak apa-apa sayang, ibu do'akan semoga ibu kamu dilancarkan segala-galanya sehat dan selamat sampai kembali ke Indonesia," Jawab bu Rohimah. "Amiin, terimakasih bu," Balas Silvi. Bu Rohimah melangkahkan kaki pergi dari rumah Silvi dan ibunya. Silvi merasa lega pasalnya selama Bu Rohimah berada di rumah ibunya itu Silvi tidak merasa nyaman karena harus berhadapan dengan ibunya Azam yang belum diketahui karakternya. "Semoga saja Bu Rohimah orangnya baik sebaik Azam. Aku khawatir kalaupun aku memang berjodoh dengan Azam karakternya lebih buruk dari ibunda Yogi,"
Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Silvi kini dipenuhi dengan kesedihan, menghadapi situasi duka yang sangat menyedihkan saat upacara pemakaman ayahnya berlangsung. Dalam suasana yang hening dan penuh duka, Silvi mencoba menahan air mata yang mengalir deras di pipinya. Rasa kehilangan yang mendalam dan kekosongan yang dirasakannya begitu menghantamnya, membuat hatinya hancur dan terasa sangat berat."Pak..., " jerit bu Teti. ia jatuh tak sadarkan diri. "Bu, bu," warga membantu tubuh bu Teti yang terjatuh lemas ke tanah. Bu Teti, juga berada dalam keadaan yang sangat rapuh. Saat jasad suaminya disemayamkan dalam liang lahat terakhir, ia tidak mampu menahan emosi yang membanjiri dirinya. Beban kesedihan yang begitu besar membuatnya pingsan tak lama setelah upacara dimulai. Keadaan ini semakin memperdalam kepedihan Silvi dan menggambarkan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh keluarga mereka.Saat jasad pak Rahmat dimasukkan ke dalam liang lahat, suasana menjadi semakin hening. Suara tangis pecah dari antara kerab
Silvi, seorang ibu yang penuh kasih, kini mengalami perubahan drastis dalam sikap dan kehati-hatiannya sejak kasus penculikan terhadap putrinya, Zahra, beberapa hari yang lalu. Kejadian tragis ini telah mengguncang kehidupan Silvi secara mendalam membangkitkan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.Sebelum kasus penculikan terjadi, Silvi mungkin memiliki kehidupan yang relatif normal seperti ibu-ibu lainnya. Namun, setelah insiden tersebut, semua perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Zahra. Ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari putrinya yang berusia 7 bulan tersebut, khawatir bahwa bahaya mungkin mengancamnya kapan saja."Wanita itu berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti anak-anaku.Silvi tidak lagi merasa aman dalam lingkungan sekitarnya. Setiap gerakan, suara, atau kehadiran orang asing menjadi fokus perhatiannya. Ia berusaha melindungi Zahra dan Viyo dengan segala cara yang ia bisa, memastikan keamanan putra putrinya menjadi prioritas utama dalam
Silvi kini penuh kekhawatiran dan kecemasan, ia merasa curiga pada Zena, seorang teman lama yang diyakininya telah menculik putrinya, Zahra. Curiga tersebut timbul karena ada beberapa kejadian yang mencurigakan dan petunjuk yang mengarah pada Zena. Meskipun saat kejadian tidak memiliki bukti yang konkrit, Silvi merasa yakin bahwa Zena adalah dalang di balik hilangnya Zahra.Kelegaan dan syukur memenuhi hati Silvi saat mengetahui bahwa Zahra, yang pada saat itu berusia 7 bulan, berhasil diselamatkan dan tidak terluka. Namun, rasa marah dan kebingungan tak terhindarkan saat mengetahui alasan di balik perbuatan Zena."Kenapa, ya, Zena tega melakukan ini pada putriku?" tanya Silvi termenung. sore itu Azam sudah pulang dan baru selesai mandi. "Maafkan aku, Vi," ucap Azam. "Maaf untuk apa, Mas?" tanya Silvi heran. Azam, suami Silvi, mengungkapkan kepada Silvi bahwa Zena melakukan perbuatan tersebut karena dendam yang tak terungkap. Azam menceritakan bahwa Zena sebenarnya telah mencintai
Zena adalah seorang wanita yang memiliki dendam pada Azam karena telah menolak cintanya dulu sebelum menikahi Silvi ia berniat buruk dan melakukan penculikan terhadap Zahra, seorang bayi berusia 7 bulan. "Awas kalian, aku pasti akan menghancurkan rumah tangga kalian! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia! " bisik Zena yang sedang memata-matai keluarga Azam. Kejadian itu terjadi di taman yang terletak dekat komplek perumahan, saat itu Silvi sedang pergi ke toilet. Pada saat itu, Zahra seharusnya dijaga oleh ayahnya, Azam, Namun, dalam kejadian yang tidak terduga, Azam malah berlari mendekati Viyo yang sedang bermain bola. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada Zena untuk menculik Zahra tanpa diketahui. Dengan niat buruk yang dimilikinya, Zena mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencananya.Zena melarikan diri dari taman dengan Zahra dalam pelukannya, menjauh dari area perumahan. Tujuan Zena dalam menculik Zahra adalah agar Azam dan Silvi bersedih, dapat disimpulk
Beberapa bulan kemudian saat usia Zahra sudah menginjak 7 bulan semua curahan kasih sayang tertumpah kan pada cucu ke dua Bu Teti ini, kakeknya Pak Rahmat sangat menyayangi cucunya terutama Zahra yang saat ini sedang lucu-lucunya. "Cucu abah cantik banget," ucap Pak Rahmat, "Siapa dulu dong, neneknya," balas bu Teti centil. "Ciluuuk..., baaa...," pak Rahmat sedang asyik bermain dengan Zahra. tiba-tiba Silvi datang menghampiri Pak Rahmat dan bu Teti. "Bu, aku pamit ya," ucap Silvi. "Lho... emang kamu mau kemana, Nak?" tanya bu Teti kaget. "Ini, mama Rohimah pengen ketemu Zahra, aku nggak lama kok, paling cuman 3 hari. mumpung sekolah Viyo lagi libur. mas Azam juga lagi libur." pinta Silvi. "Yah, cucu nenek yang cakep ini bakalan pisah sama nenek, pasti nenek bakalan kangen sama kamu." ucap Bu Teti gemas sambil memeluk cucunya. "Pergilah, Nak, bu Rohimah kan juga neneknya Zahra, sudah pasti ia juga rindu sama cucunya." kata pak Rahmat mengerti. "Makasi, Ayah." ucap Silvi sambi
Azam merasakan kebahagiaan yang tak terkatakan saat ia berjumpa dengan putri pertamanya yang baru lahir. Detik-detik tersebut memancarkan kehangatan dan cahaya dalam hati Azam, memberikan perasaan penuh kasih sayang dan kegembiraan yang meluap-luap.Ketika Azam mengadzani putrinya, air mata haru mengalir di pipinya. Setiap tetesan air mata itu merupakan ungkapan perasaan campur aduk dalam hati Azam yang begitu mendalam. Air mata tersebut adalah bukti dari kekuatan emosi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Azam merasa sangat berterima kasih kepada Silvi, ibu dari putrinya, karena telah memberikan kehidupan baru yang tak ternilai harganya. Ia merasakan rasa syukur yang tak terbatas atas hadirnya sang putri, karena kehadirannya memberikan kehidupan baru yang penuh makna bagi Azam."Terimakasih, sayang," ucap Azam seraya mengecup kening istrinya. tangannya menggenggam tangan istrinya yang masih lemas terbaring di rumah sakit. Silvi tersenyum, dia bahagia bisa memberikan kebahag
Silvi termenung sebelum pergi tidur, kehamilannya sudah memasuki usia hampir 9 bulan, ia merasa bayi dalam perutnya aktif, lama kelamaan merasakan kontraksi yang mengguncang perutnya. Tanda-tanda persalinan sudah jelas terlihat, dan waktunya untuk melahirkan semakin dekat. Namun, suaminya, Azam, sedang berada di luar kota karena pekerjaan yang tidak dapat dihindari.Dalam situasi ini, Silvi tidak merasa sendirian. Ia didampingi oleh ayah dan ibunya yang dengan segera mengambil tindakan. Meskipun hari sudah larut malam dan ada mitos yang mengatakan bahwa seorang ibu hamil tidak boleh keluar di malam hari, mereka memutuskan untuk segera pergi ke bidan terdekat.Keputusan ini dibuat demi keselamatan calon cucu mereka. Mereka menyadari bahwa mitos itu hanya cerita tanpa dasar ilmiah, dan yang terpenting adalah memastikan bahwa Silvi mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkannya saat ini. Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan menunda perjalanan ke bidan hanya karena kepercayaan tak b
Part 133Setelah meninggalkan toilet, Silvi dan Azam merasakan kelegaan saat tiba di kamar mereka. Mereka dapat merasakan betapa amannya lingkungan di sekitar mereka ketika aura mistis yang menyeramkan perlahan mulai memudar dan menghilang.Silvi, seorang wanita yang berambut panjang dan mata cerah, merasa dadanya menjadi lebih lega. Dia bisa bernapas dengan tenang, merasa bahwa ancaman yang terasa di toilet tadi telah ditinggalkannya jauh di belakang. Setiap langkah yang diambilnya kini terasa ringan, tanpa rasa takut yang menghantui.Sementara itu, Azam, seorang pria bertubuh tegap dengan senyum lebar, juga merasakan perubahan suasana yang sama di sekitarnya. Dia merasa ketegangan yang sebelumnya meliputi setiap serat ototnya perlahan-lahan mengendur. Pikirannya menjadi lebih jernih, dan ia dapat merasakan kembali kehangatan dan kenyamanan di dalam kamar.Saat mereka duduk di tempat tidur, Silvi dan Azam saling pandang dengan lega. Mereka tahu bahwa mereka telah melalui pengalaman y