Part 40Anak BosClek... Kunci rumah mewah itu dibuka oleh Firman, saat pintunya terbuka aku dilenakan oleh ruangan indah nan wangi. Perabotan rumah yang elegan berwarna necis dengan sofa empuk yang sepertinya tidak murah itu. Nyeesss....Diriku yang sedang merasa agak gerah ini seketika merasa adem saat memasuki ruangan mewah itu. Terlihat AC yang digantungi dengan pewangi ruangan itu menyala membuat ruangan ini segar. Kutatap satu persatu perabotan di ruangan itu, meja berlapis kristal dengan taplak berwarna perak selaras dengan sofa abu yang mewah itu. Piala dan piagam penghargaan yang terpampang di ruangan itu menambah kemewahan tiada terkira. “Agung Cahyana, M.M.” aku membaca salah satu piagam penghargaan. Deg…, “Sudah kuduga, ini rumah Pak Bos.” Lirihku pelan. Aku kaget saat membaca sebuah nama di piagam itu, itu adalah nama CEO di perusahaanku. Aku melihat sebuah foto keluarga berukuran besar berpakaian dengan nuansa yang sama. Pasangan paruh baya yang di apit oleh 2 pr
Part 41Wanita Jalang"Bu, tenang bu, wanita itu pasti sudah masuk neraka." Ucap Firman. Aku mengernyitkan keningku. "Apa? Masuk neraka? Sebenarnya apa yang terjadi, hingga Firman mengutuk wanita itu masuk neraka? Siapa wanita itu?" Duh, pertanyaan dalam benakku tak kunjung mereda, aku harus benar-benar menanyai Firman untuk mendapatkan penjelasan yang akurat. Aku melihat Firman memeluk wanita itu dan mengangkatnya serta mengajaknya memasuki sebuah ruangan jauh di ujung rumah ini, sepertinya Firman berusaha menenangkan hati ibunya itu. Aku menatap wanita tua yang Sedang membereskan beling-beling pecahan piring di lantai. "Maaf, apakah ibu pembantu di sini?" Tanyaku memberanikan diri. Wanita tua itu menengok ke arahku, wajahnya penuh dengan garis-garis keriput tanda perjuangan. Aku melihat perjuangan besar telah dia lalui sepertinya, menjadi seorang pembantu di usia tua seperti ini tidaklah mudah, apalagi rumahnya sebesar ini pas
Part 42Kecelakaan Sejenak aku melupakan masalahku dengan Silvi, aku kira aku saja yang mempunyai masalah berat dalam hidup ini, ternyata di sini Firman memiliki masalah keluarga yang lebih berat dariku. Aku heran kenapa selama ini raut wajahnya happy-happy saja, padahal di balik semua itu dia menyimpan berbagai kesedihan atau mungkin kekesalan terhadap ayahnya di lubuk hatinya. Bodohnya aku yang selama ini tidak pernah mengenali sosok Firman. Dialah pewaris perusahaan di mana aku bekerja, ya dia dan kakaknya. Aku menggelengkan kepala. Sembari aku bersantai aku menjadi pendengar setia untuk Firman.“Waktu itu aku baru saja lulus kuliah, di acara wisuda akbar di kampusku aku melihat ibuku datang sendirian, entah kenapa hatiku mulai curiga kepada ayahku.” kata Firman memulai ceritanya, aku hanya mengangguk dan mencoba memahami dirinya“Seperti yang kamu lihat, Yog, di ruangan ini tidak ada foto wisuda ku dengan ayah, aku hanya berdampingan dengan ibuku saja
Part 43Cinta PalsuPOV AuthorSilvi menangis tersedu di rumah yang baru beberapa bulan ia tempati itu, ia tidak menyangka rumah ini menjadi saksi hancurnya hati yang selama ini sudah retak. Suami yang sangat ia cintai benar-benar meninggalkannya hari ini, matanya yang sayu berhiaskan gerimis tak berhenti menatap sebuah foto besar di kamar miliknya, ya itu adalah foto pernikahan dirinya dengan suami tercinta, Yogi. "Kenapa, Mas? Kenapa kau tega meninggalkan aku? Kenapa kau tega menyakitiku? Kurang apa aku padamu, Mas?” Silvi merajuk.Tangan lentiknya menyentuh wajah suaminya di potret itu. Dalam balutan busana pengantin Yogi terlihat tampan dan elegan berdampingan dengan dirinya yang tak kalah segar. Ia sadar betapa ia sangat mencintai Yogi saat pertama kali ia mengucapkan janji suci di depan saksi."Sah, sah, sah," terbayang ucapan para saksi saat ia menikah dengan Yogi.Seketika tangan kanannya meraih jari manis yang berhiaskan cincin
Part 44Arman yang AnehCekrek... Silvi terpaksa harus tersenyum menerima satu ikat bunga mawar putih di tangannya, senyum yang ia torehkan hanya untuk menghargai sang pengirim paket karena Silvi belum tahu bunga itu dari siapa. "Udah, Mbak, makasi ya!" Ucap pengemudi ojol pembawa paket itu. Silvi merasa senang saat pengemudi ojol itu tersenyum bahagia. "Sama-sama, Pak.” jawab Silvi dengan ramah. Kepalanya mengangguk tanda hormat, ia kahawatir bapak-bapak ojol itu lebih tua usianya daripada usianya. Silvi menutup kembali pintu rumah yang terbuka, memperhatikan seikat bunga itu. Ia berharap ada sebuah kartu nama yang memberinya petunjuk siapa pengirimnya. Benar, satu buah kartu nama kecil berwarna merah jambu tertanam di antara batang bunga mawar itu, tangan lentiknya meraih kartu kecil bertuliskan sebuah kalimat indah untuknya."Meski aku kecewa padamu, aku berharap bunga ini adalah kiriman darimu, Mas.” ucap Silvi menutup mata seraya meng
Part 45Cinta MonyetPOV SILVI“Bismillah...,” ucapku pelan. Kulangkahkan kakiku menuju rumah Allah dekat kediaman ibuku, udah satu minggu aku tinggal di rumah ibuku sejak Yogi menceraikanku. Tak ada kontak sama sekali aku tidak tahu dan tidak mau tahu Yogi pulang ke rumah atau tidak, yang kurasakan adalah sakit dan perih dalam hati saat kubayangkan Diamlah melangkahkan kaki bersama laki-laki itu. Gamis biru tua bersanding dengan kerudung lebar biru muda khas ukhti-ukhti aku kenakan dengan nyaman. Manset tangan yang bolong jempolnyapun aku pakai di kedua tanganku. Tak lupa kaos kaki berjempol juga ku kenakan menutup rapat kakiku, ya, aku hendak mengikuti acara pengajian ibu-ibu yang biasa dilaksanakan di kampungku, aku sadar bahwa aku harus menutup diriku karena saat ini aku dalam masa iddah."Sepertinya badanku makin kurus," Lirihku saat aku lihat bayang-bayang ku di kaca jendela rumah ibu. ringan rasanya langkah kaki ini, berat badanku akhir-a
Part 46Lelaki Berdasi, MengejutkanKeesokan harinya aku mendengar kabar bahwa Andri telah berkelahi dengan Hendra. "Gawat, Vi, Si Andri babak belur gara-gara kamu Vi, hhh… hhh…,” kata Ema dengan nafas ngos-ngosan, ia berlari menghampiriku. Aku yang sedang menyapu halaman rumahku mengernitkan kening.“Gawat apanya sih, Ma? Kalau ngomong tuh yang jelas, jangan sepotong-potong gitu.” Tanyaku heran. Aku melanjutkan pekerjaanku menyapu halaman dengan santai, kulihat Ema menarik nafas panjang dan mulai berbicara.“Kamu tahu kan, si Andri suka sama kamu? dan kamu juga tahu kan, si Hendra juga sama suka sama kamu.” ucap Ema terburu-buru.“Teruuuus?” Jawabku dengan wajah yang datar.“Kamu ini Vi, belum ngerti juga, kayak yang belum cukup umur aja.” Ledek Ema. “Ya elah,” mataku melirik sinis. “Mereka berkelahi ngerebutin kamu tahu! ish... sok polos banget sih,” ucap Ema geram. "Astagfirullooh, masa iya, Ma?" Aku kaget. "Dimana, di m
Part 47 Lamaran tak Terduga"Saya ingin melamar putri ibu,” ucap lelaki berdasi setelah di persilahkan masuk ke ruang tamu. “APA?” mata bu Teti membelalak. “Melamar putri saya?” bu Teti kaget dan balik bertanya. “Iya, Bu,” jawab lelaki itu. “Anda ini siapa? kok tiba-tiba datang melamar putri saya? Putri saya masih bersuami loh…,” hardik Bu Teti.“Hmmm. Tidak Bu, saya tahu putri anda sudah menjadi janda,” ucap lelaki itu lantang. “Jadi saya berniat untuk melamar putri ibu menjadi istri saya.” lanjut lelaki itu dengan percaya diri. “Jangan ngaco ya, putriku baru seminggu bercerai, itu pun belum diproses oleh pengadilan. jadi mohon maaf lamaran anda SAYA TOLAK.” Jawab Bu Teti dengan keras hingga para tetangga yang lewat dan hendak menuju masjid dibuatnya heran. “Apa benar Silvi itu sudah jadi janda?”“Pantesan saja dia betah di rumah ibunya. Ternyarta cerai toh?” Celoteh mulut-mulit usil mengusik hati bu Teti. “Apa Bu?
Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Silvi kini dipenuhi dengan kesedihan, menghadapi situasi duka yang sangat menyedihkan saat upacara pemakaman ayahnya berlangsung. Dalam suasana yang hening dan penuh duka, Silvi mencoba menahan air mata yang mengalir deras di pipinya. Rasa kehilangan yang mendalam dan kekosongan yang dirasakannya begitu menghantamnya, membuat hatinya hancur dan terasa sangat berat."Pak..., " jerit bu Teti. ia jatuh tak sadarkan diri. "Bu, bu," warga membantu tubuh bu Teti yang terjatuh lemas ke tanah. Bu Teti, juga berada dalam keadaan yang sangat rapuh. Saat jasad suaminya disemayamkan dalam liang lahat terakhir, ia tidak mampu menahan emosi yang membanjiri dirinya. Beban kesedihan yang begitu besar membuatnya pingsan tak lama setelah upacara dimulai. Keadaan ini semakin memperdalam kepedihan Silvi dan menggambarkan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh keluarga mereka.Saat jasad pak Rahmat dimasukkan ke dalam liang lahat, suasana menjadi semakin hening. Suara tangis pecah dari antara kerab
Silvi, seorang ibu yang penuh kasih, kini mengalami perubahan drastis dalam sikap dan kehati-hatiannya sejak kasus penculikan terhadap putrinya, Zahra, beberapa hari yang lalu. Kejadian tragis ini telah mengguncang kehidupan Silvi secara mendalam membangkitkan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.Sebelum kasus penculikan terjadi, Silvi mungkin memiliki kehidupan yang relatif normal seperti ibu-ibu lainnya. Namun, setelah insiden tersebut, semua perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Zahra. Ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari putrinya yang berusia 7 bulan tersebut, khawatir bahwa bahaya mungkin mengancamnya kapan saja."Wanita itu berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti anak-anaku.Silvi tidak lagi merasa aman dalam lingkungan sekitarnya. Setiap gerakan, suara, atau kehadiran orang asing menjadi fokus perhatiannya. Ia berusaha melindungi Zahra dan Viyo dengan segala cara yang ia bisa, memastikan keamanan putra putrinya menjadi prioritas utama dalam
Silvi kini penuh kekhawatiran dan kecemasan, ia merasa curiga pada Zena, seorang teman lama yang diyakininya telah menculik putrinya, Zahra. Curiga tersebut timbul karena ada beberapa kejadian yang mencurigakan dan petunjuk yang mengarah pada Zena. Meskipun saat kejadian tidak memiliki bukti yang konkrit, Silvi merasa yakin bahwa Zena adalah dalang di balik hilangnya Zahra.Kelegaan dan syukur memenuhi hati Silvi saat mengetahui bahwa Zahra, yang pada saat itu berusia 7 bulan, berhasil diselamatkan dan tidak terluka. Namun, rasa marah dan kebingungan tak terhindarkan saat mengetahui alasan di balik perbuatan Zena."Kenapa, ya, Zena tega melakukan ini pada putriku?" tanya Silvi termenung. sore itu Azam sudah pulang dan baru selesai mandi. "Maafkan aku, Vi," ucap Azam. "Maaf untuk apa, Mas?" tanya Silvi heran. Azam, suami Silvi, mengungkapkan kepada Silvi bahwa Zena melakukan perbuatan tersebut karena dendam yang tak terungkap. Azam menceritakan bahwa Zena sebenarnya telah mencintai
Zena adalah seorang wanita yang memiliki dendam pada Azam karena telah menolak cintanya dulu sebelum menikahi Silvi ia berniat buruk dan melakukan penculikan terhadap Zahra, seorang bayi berusia 7 bulan. "Awas kalian, aku pasti akan menghancurkan rumah tangga kalian! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia! " bisik Zena yang sedang memata-matai keluarga Azam. Kejadian itu terjadi di taman yang terletak dekat komplek perumahan, saat itu Silvi sedang pergi ke toilet. Pada saat itu, Zahra seharusnya dijaga oleh ayahnya, Azam, Namun, dalam kejadian yang tidak terduga, Azam malah berlari mendekati Viyo yang sedang bermain bola. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada Zena untuk menculik Zahra tanpa diketahui. Dengan niat buruk yang dimilikinya, Zena mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencananya.Zena melarikan diri dari taman dengan Zahra dalam pelukannya, menjauh dari area perumahan. Tujuan Zena dalam menculik Zahra adalah agar Azam dan Silvi bersedih, dapat disimpulk
Beberapa bulan kemudian saat usia Zahra sudah menginjak 7 bulan semua curahan kasih sayang tertumpah kan pada cucu ke dua Bu Teti ini, kakeknya Pak Rahmat sangat menyayangi cucunya terutama Zahra yang saat ini sedang lucu-lucunya. "Cucu abah cantik banget," ucap Pak Rahmat, "Siapa dulu dong, neneknya," balas bu Teti centil. "Ciluuuk..., baaa...," pak Rahmat sedang asyik bermain dengan Zahra. tiba-tiba Silvi datang menghampiri Pak Rahmat dan bu Teti. "Bu, aku pamit ya," ucap Silvi. "Lho... emang kamu mau kemana, Nak?" tanya bu Teti kaget. "Ini, mama Rohimah pengen ketemu Zahra, aku nggak lama kok, paling cuman 3 hari. mumpung sekolah Viyo lagi libur. mas Azam juga lagi libur." pinta Silvi. "Yah, cucu nenek yang cakep ini bakalan pisah sama nenek, pasti nenek bakalan kangen sama kamu." ucap Bu Teti gemas sambil memeluk cucunya. "Pergilah, Nak, bu Rohimah kan juga neneknya Zahra, sudah pasti ia juga rindu sama cucunya." kata pak Rahmat mengerti. "Makasi, Ayah." ucap Silvi sambi
Azam merasakan kebahagiaan yang tak terkatakan saat ia berjumpa dengan putri pertamanya yang baru lahir. Detik-detik tersebut memancarkan kehangatan dan cahaya dalam hati Azam, memberikan perasaan penuh kasih sayang dan kegembiraan yang meluap-luap.Ketika Azam mengadzani putrinya, air mata haru mengalir di pipinya. Setiap tetesan air mata itu merupakan ungkapan perasaan campur aduk dalam hati Azam yang begitu mendalam. Air mata tersebut adalah bukti dari kekuatan emosi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Azam merasa sangat berterima kasih kepada Silvi, ibu dari putrinya, karena telah memberikan kehidupan baru yang tak ternilai harganya. Ia merasakan rasa syukur yang tak terbatas atas hadirnya sang putri, karena kehadirannya memberikan kehidupan baru yang penuh makna bagi Azam."Terimakasih, sayang," ucap Azam seraya mengecup kening istrinya. tangannya menggenggam tangan istrinya yang masih lemas terbaring di rumah sakit. Silvi tersenyum, dia bahagia bisa memberikan kebahag
Silvi termenung sebelum pergi tidur, kehamilannya sudah memasuki usia hampir 9 bulan, ia merasa bayi dalam perutnya aktif, lama kelamaan merasakan kontraksi yang mengguncang perutnya. Tanda-tanda persalinan sudah jelas terlihat, dan waktunya untuk melahirkan semakin dekat. Namun, suaminya, Azam, sedang berada di luar kota karena pekerjaan yang tidak dapat dihindari.Dalam situasi ini, Silvi tidak merasa sendirian. Ia didampingi oleh ayah dan ibunya yang dengan segera mengambil tindakan. Meskipun hari sudah larut malam dan ada mitos yang mengatakan bahwa seorang ibu hamil tidak boleh keluar di malam hari, mereka memutuskan untuk segera pergi ke bidan terdekat.Keputusan ini dibuat demi keselamatan calon cucu mereka. Mereka menyadari bahwa mitos itu hanya cerita tanpa dasar ilmiah, dan yang terpenting adalah memastikan bahwa Silvi mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkannya saat ini. Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan menunda perjalanan ke bidan hanya karena kepercayaan tak b
Part 133Setelah meninggalkan toilet, Silvi dan Azam merasakan kelegaan saat tiba di kamar mereka. Mereka dapat merasakan betapa amannya lingkungan di sekitar mereka ketika aura mistis yang menyeramkan perlahan mulai memudar dan menghilang.Silvi, seorang wanita yang berambut panjang dan mata cerah, merasa dadanya menjadi lebih lega. Dia bisa bernapas dengan tenang, merasa bahwa ancaman yang terasa di toilet tadi telah ditinggalkannya jauh di belakang. Setiap langkah yang diambilnya kini terasa ringan, tanpa rasa takut yang menghantui.Sementara itu, Azam, seorang pria bertubuh tegap dengan senyum lebar, juga merasakan perubahan suasana yang sama di sekitarnya. Dia merasa ketegangan yang sebelumnya meliputi setiap serat ototnya perlahan-lahan mengendur. Pikirannya menjadi lebih jernih, dan ia dapat merasakan kembali kehangatan dan kenyamanan di dalam kamar.Saat mereka duduk di tempat tidur, Silvi dan Azam saling pandang dengan lega. Mereka tahu bahwa mereka telah melalui pengalaman y