Share

Bab 17 Berpisah

Penulis: Miss han
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-15 22:42:03

Pagi itu, aroma nasi goreng dari dapur membuat Rania tersenyum. Ia berdiri di depan cermin, mengeringkan rambut dan memastikan tak ada bekas sisa-sisa semalam di tubuhnya. setelah malam yang luar biasa intens itu kehidupan tidak akan lagi sama seperti beberapa bulan itu. Pagi itu ia akan memantapkan diri untuk sepenuhnya menjadi istri yang baik untuk Aidan.

Di ruang makan, terdengar suara sendok beradu dengan piring dan celoteh ceria Mama dan Papa Aidan. Kakek Bima pun sudah duduk di meja makan, suara batuknya khas terdengar sama. Ia tahu para orang tua itu pasti sedang membicarakan dirinya dan Aidan karena tadi pagi kakek tergesa-gesa masuk ke kamar dan mendapati pemandangan yang membuat keduanya malu.

“Ran, kamu udah rapi?” Aidan muncul dari kamar mandi, rambutnya masih basah. Ia mengenakan kaus hitam dan celana bahan abu-abu berjalan ke arah lemari.

Rania terdiam menatapnya sebentar, lalu buru-buru memalingkan wajah. “Iya. Kamu juga?”

Pagi yang masih canggung untuk keduanya. Lalu A
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 18 Pura-pura?

    Suasana kantor terasa lebih tenang ketika Rania melangkah masuk menjelang siang. Ia sudah izin sebelumnya pada HRD untuk masuk agak siang karena harus mengantar orang tua Aidan pulang ke rumah mereka. Meski perjalanan melelahkan, Rania merasa hatinya tenang. Tawa mama, lelucon papa, dan nasihat dari kakek masih terngiang di benaknya. Keluarga Aidan memang hangat. Terlebih lagi Aidan berubah sejak semalam, tetapi ada sedikit keraguan.“Apa perilaku seseorang bisa berubah dalam waktu semalam?” Kalimat itu yang terus berputar di kepalanya. Namun, ia berusaha untuk yakin pada suaminya karena tempatnya bersandar saat ini hanya Aidan dan keluarganya.“Siang, Mbak Rania,” sapa resepsionis sambil tersenyum.“Siang juga,” jawab Rania sambil menekan tombol lift. Begitu pintu terbuka, ia masuk dan menyandarkan tubuhnya di dinding kaca itu. Sejenak ia menatap pantulan wajahnya di dinding lift. Seulas senyum ia simpul.“Aku pasti bisa membuat Aidan jatuh cinta

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 19 Bertanya

    Langit malam sudah menggantungkan gemintang ketika Rania turun dari ojek online di depan sebuah mini market. Pikirannya penat, dan yang terlintas hanya satu, ingin cepat-cepat pulang dan memasak untuk Aidan. Ia sempat membayangkan mereka akan duduk berdua di meja makan, berbincang tentang hari yang melelahkan sambil menyuapi suaminya dengan sup buatan sendiri.“Pak tunggu sebentar, ya, saya mau belanja dulu. Nanti saya kasih tip, kok,” pinta Rania pada driver ojek online yang tersenyum ramah padanya.Namun, sesaat setelah menyerahkan helm pada pengemudi yang sabar menunggu, langkahnya terhenti. Pandangannya tertuju pada sebuah mobil hitam yang dikenal. Mobil Aidan. Jantungnya mendadak berdegup kencang, terlebih saat ia melihat mobil itu berbelok ke hotel seberang tempatnya berada. Dari balik pagar dedaunan yang pihak hotel itu buat agar terlihat estetik tampak samar-samar pria berbaju putih keluar dari mobil. Rania mengenal postur itu, saat ia mengamati cukup lama ia semakin yakin ji

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 20 Sakit

    Pagi itu, tubuh Rania terasa ringan, tetapi kepalanya berdenyut pelan seperti ada beban yang menimpanya. Sejak kepergian Aidan ke luar negeri, ia sulit tidur. Malam-malamnya dihabiskan dengan mengerjakan laporan atau menonton film, sambil ditemani bergelas-gelas kopi. Ia merasa seharusnya tidak perlu terluka jika malam itu menolak ajakan Aidan. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Aidan telah berbohong padanya. Di hati pria itu belum ada dirinya.Beberapa hari lalu, saat melintasi hotel tempat dimana ia memergoki Aidan dan Larissa, ia kembali melihat sosok yang mirip Aidan. Rasanya tidak mungkin ia salah lihat dia kali pria yang mirip Aidan. Ia yakin pria itu suaminya yang saat ini pamit ke luar negeri. Rania memandangi wajahnya di cermin. Wajah yang mulai terlihat tirus dengan mata sayu, dan bibirnya pucat. Ia menyibak rambutnya, mencoba merapikan diri sebelum berangkat kerja. Tidak ada kesegaran di wajahnya meski ia telah memulas dengan make up sekalipun. Namun, ia mencoba untuk tetap

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 21 Kembali

    Selama dua hari Rania dirawat, Reza hampir selalu ada. Ia tidak hanya memindahkan ruang kerjanya ke ruangan Rania, Ia merawat dengan telaten. Mulai dari membawakan bubur, mengganti air minum, bahkan membacakan novel yang sengaja ia beli untuk menemani Rania. Reza teringat kenangan mereka dulu saat masih sama-sama mengambil kelas memasak. Setiap akhir pekan ia selalu mengajak Rania ke perpustakaan atau ke taman untuk membaca. Mereka terbiasa membagi earphone dan saling menceritakan apa yang mereka baca. Rania tertawa kecil saat Reza dengan sengaja membacakan bagian konyol, suaranya berubah-ubah menirukan karakter tokoh. Mirip seorang ayah yang mendongeng untuk mengantar putrinya tidur. Setidaknya itu yang ia lihat di televisi, karena kasih sayang ayah pun ia tidak tahu rasanya seperti apa, selain kasih sayang ayah dan kakek mertuanya yang baru dirasakan.“Aku masih ingat kamu dulu paling semangat pas bikin pasta, tapi sausnya rasanya aneh,” goda Reza sambil menyeruput kopi kaleng dari

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 22 Kejujuran yang Menyakitkan

    Rania menatap Aidan yang masih tertidur, lalu perlahan turun dari tempat tidur. Ia berjalan ke dapur, menyalakan teko listrik, dan mempersiapkan dua cangkir teh. Jemarinya sedikit gemetar, bukan karena udara pagi, tetapi karena hatinya penuh dengan pertanyaan yang menumpuk sejak kemarin.Beberapa menit kemudian, langkah kaki terdengar menuruni anak tangga. Aidan muncul di ambang pintu dapur, masih dengan rambut acak-acakan dan wajah terlihat lelah.“Kok, enggak bangunin aku?”“Kamu pulas banget tidurnya.” Rania berusaha tersenyum menyambut suaminya yang menarik kursi di hadapan. Aidan mengangguk. “Iya. Capek banget.”“Kapan sampainya?” tanya Rania pelan, berusaha bersikap biasa.“Semalam.”“Kamu mau teh?”“Mau,” jawab Aidan singkat. Mereka duduk dalam diam beberapa saat, hanya suara detik jam dinding dan hiruk pikuk samar dari luar rumah mulai terdengar.“Kamu nginap di mana aja selama i

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 23 Suara Sumbang

    Sejak percakapan terakhir di kantor itu, segalanya berubah. Reza tak lagi mencari-cari alasan untuk menemuinya. Tak ada lagi pesan-pesan singkat yang menanyakan kabarnya setelah jam kantor. Ia kembali jadi atasan yang profesional, hanya kadang matanya tidak tahan untuk tidak memperhatikan Rania dari balik jendela ruangan. Namun, yang lebih menyakitkan dari itu, seluruh ruangan pun ikut menarik jarak.Entah dari mana gosip itu bermula, tetapi bisik-bisik yang tadinya hanya muncul saat Rania tidak hadir kini mulai terdengar jelas bahkan saat ia duduk di meja kerjanya. Tatapan sinis, senyum palsu, dan cara mereka diam ketika ia lewat, semua seperti paku kecil yang perlahan mengikis ketenangan.Rania duduk di kursinya, mencoba fokus pada laporan mingguan yang diminta Reza, dengan catatan super singkat di email: "Harap diserahkan Jumat siang. Terima kasih." Tanpa salam pembuka. Tanpa basa-basi.Tangannya bergerak di atas keyboard, tetapi pikirannya melanglang kemana-mana.Hari ini sudah h

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 24 Mulai Terbiasa

    Hampir dua minggu Aidan belum juga pulang. Ia pernah pulang di hari kesembilan hanya untuk berganti pakaian dan melihat Rania, setelah itu ia pergi kembali. Bahkan pulangnya tidak sampai tiga puluh menit. Pagi itu, Rania duduk di meja makan seorang diri. Ia sudah terbiasa makan sendiri. Namun, hari ini piring nasi goreng buatannya masih utuh, hanya disentuh beberapa suap. Ia melirik ponsel, tidak ada pesan dari Aidan. Hanya notifikasi pekerjaan dan satu panggilan tak terjawab dari nomor tidak dikenal malam tadi. Mungkin salah sambung, pikirnya.“Katanya mau jadi suami yang baik, tapi begini …” gumam Rania. Ia hanya menatap tampilan foto profil WhatsApp Aidan yang hanya menampilkan foto langit senja berlatar gedung-gedung.Sementara itu, di sebuah apartemen mewah di daerah pusat kota, Aidan baru saja selesai mengenakan kemeja putihnya. Larissa menatapnya dengan penuh senyum sambil duduk di sofa. Matanya masih terlihat lelah. Ia memperbaiki daster satin bir

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 25 Dingin

    Rania sedikit terperanjat. Di balik kaca pintu utama kantor, Aidan berdiri dengan payung hitam di tangan. Rambutnya masih basah oleh gerimis. Ia mengenakan kemeja merah marun dan celana hitam formal, seperti biasa. Wajahnya datar, nyaris tanpa ekspresi. Rania berdiri pelan dan menghampiri, tanpa berkata apa-apa."Ayo pulang," ucap Aidan singkat.Rania mengangguk. Ia mengikuti langkah Aidan keluar tanpa banyak bertanya. Aidan memayungi mereka berdua. Hujan makin deras, tetapi keduanya hanya diam menyusuri trotoar menuju parkiran.Dari balik lift yang baru terbuka, Reza melangkah keluar bersama sahabat-sahabatnya yang sedang datang berkunjung. Ia refleks menoleh saat melihat sosok Rania berjalan berdua dengan Aidan di luar gedung yang hanya dipisahkan dengan dinding kaca yang cukup tebal."Kayaknya itu tim kamu, kan?" tanya Reza sambil menunjuk ke arah Rania dan Aidan."Kayaknya gue kenal laki-laki yang pegang payung deh. Mirip kayak Aidan anak Pak Bima, pewaris Bima Grup," ujar pria di

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19

Bab terbaru

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 31 Curiga

    “Maaf, harusnya aku enggak biarin dia di sini,” gumam Rania.Aidan hanya menggeleng. “Bukan salah kamu! Dia aja yang kegatelan!”Ponsel Aidan tiba-tiba bergetar. Ia mengangkatnya dan menjauh sebentar. Tidak lama setelah menerima panggilan itua, ia kembali dengan tegang.“Aku baru dapet kabar dari orangku,” ucapnya sambil menatap Rania.Rania menatapnya bingung. “Kabar apa?”“Orang yang ngikutin kita malam itu, ternyata orang itu juga yang nabrak kamu.”Rania membelalak. “Serius?”Aidan mengangguk pelan. “Aku udah minta orangku urus semuanya. Kita akan tahu siapa yang nyuruh dia.”Rania menggenggam selimut erat. Ketakutan mulai mengalir ke dalam dirinya, hidupnya yang dulu aman-aman saja meski penuh derita, berubah dalam sekejap setelah menikah. Aidan menghampiri Rania dan mengecup keningnya.“Semua akan membaik,” ucapnya pelan.****Mobil hitam itu melaju cepat di lorong sempit pinggiran kota, melewati gang-gang kecil sebelum akhirnya berhenti di sebuah rumah tua yang tampak kosong. N

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 30 Rekan Kerja

    Pemandangan pagi Rania sudah beberapa hari ini adalah Aidan yang fokus dengan laptop dan tumpukan berkasnya. Ia menikmati dalam diam dan kepura-puraan. Aidan yang kacamatanya turun sedikit menoleh ke arah Rania yang curi-curi pandang. “Kenapa?”Belum sempat Rania menjawab, pintu ruang perawatan diketuk pelan.“Itu …” ucap Rania pelan sambil menunjuk ke arah pintu dengan dagu. Aidan menoleh sejenak dan tidak lama pintu pun terbuka menampilkan seorang wanita muda dengan blouse biru dan celana panjang hitam berdiri membeku di ambang pintu.“Permisi. Rania?” sapa perempuan itu hati-hati.“Tia?” Rania mendelik dan menatap Aidan bergantian dengan Tia. “Kamu ngapain?”Tia melirik sekeliling ruangan dengan takjub. “Astaga, ini kamar rumah sakit? Kirain kamar hotel bintang lima.”Ia berjalan cepat ke arah ranjang. “Kamu gimana kondisinya? Jujur aku tadi hampir enggak percaya kalau kamu dirawat di ruangan ini. Gila mewah banget,” cerocos Tia seperti kereta api.Rania hanya tersenyum canggung.

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 29 Aidan Aneh

    “Reza?” bentak Aidan. Seketika ia melangkah cepat, menarik bahu Reza dan mendorong pria itu menjauh dari Rania.Reza terpental sedikit ke belakang. “Aidan?!”“Lo ngapain cium-cium istri gue?” Suara Aidan tajam, penuh amarah.“Istri? Bukannya sepupu?” balas Reza pura-pura tidak tahu.“Dia istri gue. Nyonya Aidan!”Reza tertawa mencibir, berpura-pura tidak percaya.Rania menjerit kecil, “Stop! Tolong, kalian jangan berantem di sini. Aku pusing!”Aidan mendekat ke ranjang, merogoh saku untuk mengambil sapu tangan. Ia segera mengelap dahi istrinya yang tadi dicium Reza. “Kamu enggak apa-apa?”Rania mengangguk, masih tertegun dengan situasi ini.Aidan menatap Reza tajam. “Keluar dari sini. Sekarang!”Reza tidak bergeming. “Aku akan tetap di sini. Aku bosnya Rania.”Aidan hendak memukul Reza, tetapi mendengar Rania merintih, niat itu diurungkan. “Kamu ingat siapa yang nabrak?”

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 28 Cemas

    Suasana kantor pagi itu masih ramai oleh karyawan yang baru datang. Di ruangan lantai tiga, Reza duduk di ruangannya dengan mata terpaku ke layar laptop. Ia tengah menyiapkan materi presentasi untuk rapat penting siang nanti. Di luar ruangannya, Tia dan beberapa karyawan lain bergerombol dengan suasana sedikit panik. Wajah-wajah mereka terlihat serius. Reza mendongak saat samar-samar mendengar nama Rania disebut.“Iya tadi dari Mbak Ratna. Mbak Ratna ada di TKP, langsung dibawa ke RS,” ucap Tia ke temannya.Langkah Reza terhenti. Ia langsung bangkit dari kursinya dan membuka pintu.“Tia, ulangi. Siapa yang kecelakaan?” tanyanya cepat.Tia kaget melihat Reza berdiri di hadapannya. “R-Rania, Pak. Tadi katanya ojek yang ditumpanginya diserempet mobil di persimpangan. Saya dengar dari Mbak Ratna.”“Ratna HR kita? Dia kata siapa?”“Mbak Ratna ada di TKP, Pak.”Lalu tanpa pikir panjang Reza segera merogoh HP yan

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 27 Sakit?

    Rania merebahkan diri di samping Aidan. Matanya masih menatap langit-langit kamar yang temaram.“Kamu takut?” tanya Aidan tiba-tiba.“Enggak. Kenapa aku harus takut?”Aidan menoleh, ia penasaran tentang sikap Rania yang lebih tenang dari terakhir kali mereka bertemu.“Kamu kenapa?” tanya Aidan lirih saat Rania hendak memejamkan mata.“Hah?” Reflek Rania segera membuka mata dan memiringkan tubuhnya menghadap Aidan.“Aku? kenapa?” tanya Rania cepat dan penuh rasa penasaran.“Ah, enggak. Aku hanya penasaran kamu malam ini kenapa?”“Iya, maksudnya aku kenapa apanya?”“Ah, sudahlah. Tidur sana!”“Ck …” decak Rania. “Aneh!” Ia menarik selimut dan menutupi hingga ujung kepala. Aidan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.Aidan duduk di ujung ranjang dengan tubuh yang lelah, tetapi otaknya terus bekerja mencoba menganalisis apa yang terjadi malam itu dan siapa dalangnya. Ponselnya terus menampilkan feed dari kamera pengawas. Sesekali ia menoleh ke arah Rania yang sudah tertidur dengan n

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 26 Penguntit

    Di dalam mobil, hujan masih turun rintik-rintik. Wiper bekerja konstan, membelah tetes-tetes air di kaca depan. Aidan menyetir tanpa suara. Di sebelahnya, Rania juga tidak membuka pembicaraan. Ia masih menatap ke luar jendela, seolah pemandangan malam dan jalanan basah lebih menarik daripada percakapan yang sulit ditebak arahnya.Sampai tiba-tiba, Aidan tersadar sesuatu. Ia melirik ke spion tengah. Dahinya berkerut, sebuah sedan hitam tampak melaju stabil di belakang mereka. Lampunya redup, jarak yang tercipta pun cukup jauh dan tidak mencolok, tetapi kecepatannya cukup konsisten untuk menimbulkan curiga. Ia bolak-balik melirik spion samping. Mobil itu masih mengikuti.“Rania,” ucapnya pelan.Rania menoleh. “Ya?”“Kamu bawa HP?”“Bawa.” Rania mengeluarkan ponselnya dari tas.“Matikan lokasinya. Tolong matikan juga lokasi di HP-ku.” Tangan Aidan terulur dan menyerahkan HP yang sejak tadi diletakkan di laci mobil.

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 25 Dingin

    Rania sedikit terperanjat. Di balik kaca pintu utama kantor, Aidan berdiri dengan payung hitam di tangan. Rambutnya masih basah oleh gerimis. Ia mengenakan kemeja merah marun dan celana hitam formal, seperti biasa. Wajahnya datar, nyaris tanpa ekspresi. Rania berdiri pelan dan menghampiri, tanpa berkata apa-apa."Ayo pulang," ucap Aidan singkat.Rania mengangguk. Ia mengikuti langkah Aidan keluar tanpa banyak bertanya. Aidan memayungi mereka berdua. Hujan makin deras, tetapi keduanya hanya diam menyusuri trotoar menuju parkiran.Dari balik lift yang baru terbuka, Reza melangkah keluar bersama sahabat-sahabatnya yang sedang datang berkunjung. Ia refleks menoleh saat melihat sosok Rania berjalan berdua dengan Aidan di luar gedung yang hanya dipisahkan dengan dinding kaca yang cukup tebal."Kayaknya itu tim kamu, kan?" tanya Reza sambil menunjuk ke arah Rania dan Aidan."Kayaknya gue kenal laki-laki yang pegang payung deh. Mirip kayak Aidan anak Pak Bima, pewaris Bima Grup," ujar pria di

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 24 Mulai Terbiasa

    Hampir dua minggu Aidan belum juga pulang. Ia pernah pulang di hari kesembilan hanya untuk berganti pakaian dan melihat Rania, setelah itu ia pergi kembali. Bahkan pulangnya tidak sampai tiga puluh menit. Pagi itu, Rania duduk di meja makan seorang diri. Ia sudah terbiasa makan sendiri. Namun, hari ini piring nasi goreng buatannya masih utuh, hanya disentuh beberapa suap. Ia melirik ponsel, tidak ada pesan dari Aidan. Hanya notifikasi pekerjaan dan satu panggilan tak terjawab dari nomor tidak dikenal malam tadi. Mungkin salah sambung, pikirnya.“Katanya mau jadi suami yang baik, tapi begini …” gumam Rania. Ia hanya menatap tampilan foto profil WhatsApp Aidan yang hanya menampilkan foto langit senja berlatar gedung-gedung.Sementara itu, di sebuah apartemen mewah di daerah pusat kota, Aidan baru saja selesai mengenakan kemeja putihnya. Larissa menatapnya dengan penuh senyum sambil duduk di sofa. Matanya masih terlihat lelah. Ia memperbaiki daster satin bir

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 23 Suara Sumbang

    Sejak percakapan terakhir di kantor itu, segalanya berubah. Reza tak lagi mencari-cari alasan untuk menemuinya. Tak ada lagi pesan-pesan singkat yang menanyakan kabarnya setelah jam kantor. Ia kembali jadi atasan yang profesional, hanya kadang matanya tidak tahan untuk tidak memperhatikan Rania dari balik jendela ruangan. Namun, yang lebih menyakitkan dari itu, seluruh ruangan pun ikut menarik jarak.Entah dari mana gosip itu bermula, tetapi bisik-bisik yang tadinya hanya muncul saat Rania tidak hadir kini mulai terdengar jelas bahkan saat ia duduk di meja kerjanya. Tatapan sinis, senyum palsu, dan cara mereka diam ketika ia lewat, semua seperti paku kecil yang perlahan mengikis ketenangan.Rania duduk di kursinya, mencoba fokus pada laporan mingguan yang diminta Reza, dengan catatan super singkat di email: "Harap diserahkan Jumat siang. Terima kasih." Tanpa salam pembuka. Tanpa basa-basi.Tangannya bergerak di atas keyboard, tetapi pikirannya melanglang kemana-mana.Hari ini sudah h

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status