Badra tampaknya sudah mempersiapkan kepergiannya ke Arab Saudi. Kini ia sudah banyak berubah dan menjadi pribadi yang dewasa serta lebih baik dari sebelumnya. Tujuannya ke negara itu adalah untuk menjadi TKI karena kebetulan ada lowongan pekerjaan sebagai sopir.“Semua berkas-berkas sudah selesai diurus. Lusa kamu sudah bisa berangkat.”“Terima kasih, Pak. Saya akan bekerja sebaik-baiknya di sana,” ucap Badra penuh semangat. Pagi itu ia memang mendatangi kantor penyalur tenaga kerja tempatnya mendaftar. Setelah menjalani proses yang cukup panjang akhirnya ia bisa diterima kerja di Arab Saudi. Ia mengucap syukur dan berharap kehidupannya akan lebih baik lagi mulai sekarang. Badra berniat bekerja di negara penghasil minyak itu dalam jangka panjang. Ia sudah merencanakan untuk menabung lalu membuka usaha di tanah air ketika pulang nanti. Lagipula ia tak punya niatan untuk menikah lagi karena tak dapat mengusahakan anaknya dengan Citra. Di dalam perjalanan pulang, Badra merasa lapar da
Daniel sedikit bingung kenapa Kinara menatap seperti hendak menyampaikan sesuatu padanya. Otaknya mencoba berpikir keras agar mengetahui kemungkinan alasan gadis itu. Ia mencoba memalingkan wajahnya ke arah pintu keluar, di kaca pintu rupanya tertulis jam buka dan tutup toko. “Sekarang jam 11 malam,” gumam Daniel sembari menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.Seketika itu pula, Daniel menghela napas lirih karena telah menyadari kesalahannya. Wajar saja gadis di balik meja kasir itu menatapnya. Di kaca pintu tertulis jika toko tutup pada pukul 9 malam, dan saat itu ia baru saja tiba. Itu berarti ia sudah menahan kepulangan seorang gadis selama dua jam. Dengan cepat Daniel bangkit dari kursinya dan segera membereskan bekas makanannya. Belum sempat ia merapikan semuanya, Kinara datang membantunya. “Biar saya saja, Mas,” kata Kinara sambil mengambil alih nampak yang dipegang oleh Daniel. “Gak apa-apa, Mbak. Ini sampai punya saya, biar saya saja yang bersi
Keringat di dahi Kinara mengucur sangat banyak. Rupanya tempat yang ramai itu cukup jauh juga. Langkah kakinya terhenti di depan sebuah apotek yang sudah tutup karena ka sudah kelelahan. “Minum, aku butuh minum.”Napas Kinara terengah-engah. Dengan tangan sedikit gemetar ia mencoba meraih botol minum yang ada di dalam totebag miliknya. Namun, ketika hendak ia menunduk untuk mencari botol minum, ia malah melihat ada sebuah bayangan mobil di belakangnya yang terpantul di kaca apotek. “Kayaknya dari tadi mobil itu jalannya lambat banget. Terus kenapa pas aku berhenti, dia ikut berhenti?” gumam Kinara. Sekujur tubuhnya gemetaran karena ketakutannya muncul kembali. Terlebih lagi ia pernah mendengar rumor jika di daerah tempatnya berada itu banyak sekali pelaku penculikan. Ketika melihat ke arah jam tangan, waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam. “Aduh ... gimana ini?” Kinara memejamkan kedua matanya lekat-lekat, sepertinya ia merencanakan sesuatu. Begitu membuka mata, ia pun lang
Sejak kejadian flek yang menimpa Citra tempo hari membuat Sakti memutuskan untuk bangun lebih awal dari istrinya. Hal ini disebabkan karena ia tidak mau membuat Citra kelelahan. Sebelum bangkit dari tempat tidur, Sakti melihat Citra di sampingnya yang masih pulas tertidur. Senyum mengembang di wajahnya saat mendapati wajah polos wanita itu serta mendengar dengkuran halusnya. Jemari Sakti mengelus rambut milik Citra dengan lembut, berharap sentuhannya itu membuat istrinya lebih terlelap. Ibu hamil memang memerlukan waktu tidur yang banyak. Dengan hati-hati Sakti bangkit dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membasuh diri. Setelahnya ia akan membuat susu cokelat dan meletakkannya di atas nakas agar begitu bangun Citra langung bisa meminumnya. “Kamu sudah bangun rupanya.” Senyum Sakti mengembang hingga memamerkan deretan giginya yang terawat begitu masuk kembali ke kamar. Pria itu membawa segelas susu. “Apa tidurmu nyenyak, Sayang?” Sa
"Ayo, fokus Agnes... atau bekerjaanmu akan berantakan," gumam Agnes pada dirinya sendiri.Bukan apa-apa, tapisedari tadi Agnes tidak bisa berkonsentrasi bekerja. Entah sudah berapa kali ia menekan tombol backspace di keyboard untuk menghapus kesalahannya dalam membuat dan mencocokkan jadwal pertemuan Sakti dengan beberapa koleganya. Kalau ketahuan Sakti, pria itu pasti marah dan menganggapnya karyawan yang teledor. Tidak fokusnya Agnes dalam bekerja tentu ada sebabnya. Sejak tadi, bahkan sejak ia datang ke kantor dan duduk di kursi kerjanya, Agnes ingin sekali makan asinan buah salak. Semuanya bermula saat ia tidak sengaja menemukan postingan video seseorang yang memakan asinan tersebut di internet ketika berangkat ke kantor. Saking inginnya, Agnes sudah bisa merasakan bagaimana perpaduan rasa manis, asam, asin sekaligus pedas menyatu di ujung lidahnya. Sensasi menyegarkan ketika menyeruput kuah asinan tersebut membuat air liurnya hampir saja menetes jika Agnes tidak buru-buru m
Di setiap tempat kerja, pasti memiliki satu orang yang dianggap biang gosip. Entah, karena Agnes dan Panji sedang kurang beruntung, mereka berdua tanpa sadar terpergok oleh dua orang karyawan lainnya saat berada di atas rooftoop. Alhasil, gosip tentang mereka berdua pun langsung menyebarkan hanya sekali kedip saja. Orang-orang di perusahaan, bahkan dari divisi lain pun mendengar gosip Agnes dan Panji. Terdengar suara ketukan ujung sepatu seorang perempuan. Dari pertama ia keluar dari ruangan, perempuan itu sudah tidak sabar ingin bertemu Panji. Ia adalah salah satu orang yang mendengar gosip Agnes dan Panji. Seketika darah di dalam tubuhnya melaju naik, di atas kepalanya seolah keluar dua tanduk bak banteng yang akan menyerang siapa saja yang membawa kain warna merah. "Mona, kamu mau ke mana?" tegur seorang rekan Mona ketika mereka berdua berpapasan. Tidak seperti biasa, Mona yang selalu ramah kepada siapa saja, hari itu Mona menekuk wajahnya. Bahkan tersenyum saja tidak mau. Mona
Panji hampir menjatuhkan rahang kala mendengar pengakuan dari Mona—yang menurutnya sangat mengejutkan. Selama ini Panji menganggap Mona sebagai teman kuliah, rekan bekerja di perusahaan yang sama walau beda Divisi. Panji membutuhkan waktu agak lama untuk menelaah pengakuan Mona. Antara percaya dan tidak, Panji bertanya sekali lagi. "Aku tidak salah dengar kan, Mona?" tanya Panji ingin memastikan. "Atau kamu sedang mabuk, sampai tidak sadar dengan kata-kata kamu sendiri?" lanjut Panji dilanda bingung. Mona tertawa kecil. "Mana ada mabuk di sore hari, Panji. Tentu aku mengatakannya dengan kesadaran yang penuh." "Sejak kapan kamu mulai menyukaiku? Jujur saja, aku tidak percaya." Panji menggeleng kecil. Mona menggerakkan kepalanya. "Mm, sudah sejak lama. Tapi aku baru berani bicara sekarang setelah munculnya gosip murahan itu." Panji memang terkejut mendengar pengakuan Mona. Namun ia sosok pria yang tahu diri, sangat mencintai Agnes, istrinya. Tidak mungkin ia menerima perasaan Mon
“Kenapa Agnes tiba-tiba marah dan minta cerai? Apa salahku?”Panji terlihat mondar-mandir setelah memasuki rumahnya. Mau berpikir sekeras apa pun, ia tak dapat menemukan alasan istrinya itu sangat marah padanya sampai meminta cerai. Mungkinkah Agnes bersikap begitu karena bawaan sedang hamil? Begitu pikirnya. Namun, perceraian sepertinya sudah berlebihan. “Pasti Agnes pulang ke rumah orang tuanya,” tebak Panji. Saat ini memang kemungkinan tersebut yang paling kuat. Tak mau membuang waktu, Panji pun langsung berlari menuju ke mobilnya untuk menyusul Agnes. Perasaannya campur aduk sebab hari ini benar-benar aneh. Belum sempat ia mencerna kejadian saat Mona menyatakan cinta padanya, sekarang istrinya malah minta cerai tanpa alasan yang jelas. Panji menyetir mobilnya dengan perasaan kacau. Ia bahkan tidak menyadari jika laju kendaraannya sudah melewati ambang batas aman. Beruntung kondisi jalanan tidak terlalu macet karena ia sengaja mengambil jalur alternatif agar cepat sampai di ruma
Sejak kepergian Daniel ke Belanda, dunia Kinara masih berputar seperti biasa, seolah eksistensi pria itu di dalam hidupnya tidak pernah ada. Meskipun begitu, Kinara tidak menampik kalau di sudut hati yang paling dalam ia merasa kosong dan kehilangan. “Kamu lembur lagi?” Salah seorang teman kerja Kinara menyemburnya dengan pertanyaan itu begitu mendapati Kinara tengah memasang hair cap di ruang ganti pegawai. Semua pegawai yang bekerja di toko kue ini wajib mengenakan pelindung kepala untuk menjaga higine dan steril kue yang dijual. “Iya, karena aku gak punya kegiatan penting di rumah. Daripada mati bosan karena rebahan terus, aku pikir lebih baik dipake kerja aja,” jawab Kinara sambil memamerkan senyum lima jarinya. Teman kerja yang umurnya setahun lebih tua dari Kinara itu hanya bisa geleng-geleng kepala takjub dengan dedikasi Kinara untuk toko kue ini. “Kalau punya waktu libur itu dipakai untuk istirahat jangan kerja saja,” sarannya wanita itu lagi. “Istirahatku cukup, kok,”
"Ini melelahkan, tapi aku tak keberatan untuk melakukannya karena aku tetap menyukai momen ini," gumam Sakti sembari menatap teduh baby Kanigara yang terlelap dengan bibir yang terus bergerak seperti sedang menyusu. Itu terlihat menggemaskan. Bayi mungkil itu sepertinya tengah bermimpi minum ASI.Menjadi seorang Ayah dari dua orang anak membuat Sakti semakin dewasa, setelah mendapatkan putri cantik seperti Ginata kini keluarga kecilnya semakin lengkap dengan kehadiran Kanigara. Sekarang dia dan juga Citra resmi menjadi orang tua dari dua anak, anak laki-laki dan perempuan. Sudah sangat lengkap.Setiap hari hati Sakti selalu diselimuti dengan rasa bahagia, setiap kali melihat perkembangan Ginata membuatnya merasa lega karena berhasil melihat tumbuh kembang putri kecilnya itu, selain itu Kanigara juga tidak lepas dari perhatiannya. Bayi kecil itu selalu berhasil membuat energinya penuh setiap kali melihat geliatan kecilnya.Seperti halnya malam ini, Sakti masih saja terjaga sambil meman
Sakti membantu Citra untuk duduk di atas kursi roda. Hari ini tepat hari kepulangan Citra ke rumah. Tentu saja Kanigara ikut serta. Sesampainya di rumah, Mbok segera membantu Citra menggendong bayinya. Kepulangan Citra disambut hangat oleh orang-orang di sekitarnya. "Kanigara hobi sekali tidur, ya?" gumam Citra mengelus pipi bayinya. "Ayo dong, bangun. Mama kan pengin ajak Kanigara mengobrol," kata Citra. "Biarkan saja Kanigara tidur, Sayang," kata Sakti. "Sekarang, giliran kamu istirahat yang cukup. Kan di rumah lebih banyak yang membantu mengurus putra kita." Citra mendongak, "Tapi aku lebih suka bersama Kanigara, Andhika. Bisa tidak, dia tidur di kasur kita? Jangan di box." "Tidak," jawab Sakti. "Aku malah khawatir dia terluka. Bagaimana kalau kamu tidak sengaja menindihnya saat tidur?" goda Sakti. Citra mendelik. "Mana mungkin!" Sakti terkekeh. Ia mencubit pipi Citra gemas. Ia meraih Citra, membawa istrinya menuju ke dalam pelukannya yang erat sekaligus hangat. "Jangan bil
"Kenapa, Pak? Bu Citra kenapa?" tanya Mbok ikut panik. "Coba lihat Citra di kamar, Mbok! Dia mengeluh sakit perut," jawab Sakti. Lantas keduanya sama-sama pergi ke kamar untuk melihat kondisi Citra. "Pak, air ketuban Bu Citra sudah pecah. Cepat, bawa Bu Citra ke rumah sakit sekarang!" seru Mbok. Mendengar itu, kedua mata Sakti pun terbelalak sempurna."Pak Hasan!" teriak Sakti. Tanpa membuang waktu lama, Dia berlari keluar sambil terus memanggil supir pribadinya itu. Sedangkan Mbok menemani Citra di kamar. Sakti berlari seperti orang gila ketika memanggil sang supir. Beruntung, Pak Hasan ada di tempat sedang memanaskan mobilnya. Pak Hasan mendengar suara besar Sakti. Ia lantas menatap kemunculan Sakti di depan pintu rumah dengan setelan tidur yang masih melekat. "Lho, Pak Sakti," sapa Pak Hasan. "Ada apa teriak-teriak, Pak? Pak Sakti belum mau siap-siap ke kantor?" tanyanya. Sakti sempat kesusahan bicara karena terlalu panik. "Siapkan mobil sekarang, Pak Hasan. Istri saya ...
"Aduh," ringis Citra ketika menggerakkan kedua kakinya di atas ranjang. Sakti yang mendengar ringisan Citra, lantas menolehkan wajahnya pada istrinya itu. "Kamu kenapa, Sayang? Ada yang sakit?" Tentu saja Sakti tidak tinggal diam, pria itu berjalan mendekat ke arah ranjang, merangkak naik lalu duduk di sebelah istrinya untuk melihat keadaan sang istri lebih dekat dan memastikan apa kiranya penyebab ringis kesakitan itu.Mendengar itu, Citra pun menunjuk kakinya dengan dagunya. Sakti mengikutinya, lantas bertanya, "Kaki kamu sakit, Sayang? Mau aku pijit?" Ia malah menawari. Padahal yang dimaksud Citra bukan itu. Citra agak kesal melihat reaksi Sakti yang menurutnya kurang peka. "Bukan itu yang aku maksud, Andhika," tuturnya agar menurunkan kekesalannya. "Coba kamu lihat dulu. Kaki aku sekarang kelihatan besar banget!" Sakti mengangguk kecil. Ia sekarang paham apa maksud Citra. Ternyata Citra tadi menunjukkan ke Sakti, kalau kakinya bengkak. "Terus kenapa sih, Sayang? Apa sekarang
Daniel baru saja menyelesaikan semua pekerjaan kantornya, laki-laki itu segera membereskan semua barang-barangnya dan bergegas untuk pulang. "Tumben kayak buru-buru gitu?" komentar teman Daniel yang ada di sebelahnya.Mendengar pertanyaan itu membuat Daniel menoleh sebentar, lalu tangannya sibuk memasukkan laptopnya ke dalam tas. "Iya, nih. Lagi pengen cepet pulang aja," jawabnya.Temannya itu pun hanya menanggapinya dengan anggukan sebanyak tiga kali."Duluan ya, Bro!" seru Daniel sambil menepuk pundak temannya itu seklias, lalu melenggang pergi begitu saja.Sebenarnya Daniel tidak benar-benar langsung pulang ke rumah, sudah satu minggu ini dia rutin datang ke toko kue milik Citra. Awalnya dia datang karena Kinara pernah menyuruhnya untuk mampir, tapi sekarang seperti sudah menjadi tutinitas baru bagi Daniel setelah pulang kantor.Menurutnya, toko kue Citra terasa sangat nyaman dan membuatnya betah berlama-lama di sana. Selain itu, Daniel juga memiliki maksud lain, yaitu memastikan
Aroma kopi tercium sangat harum saat Daniel menuangkan air panas yang baru saja matang dari mesin pemanas, tinggal sendirian di apartemen membuat laki-laki itu sedikit kesepian disaat malam. Setelah mengaduk dan memastikan rasa kopinya sudah sesuai dengan keinginannya, barulah Daniel membawa secangkir kopi panas itu bersamanya."Aku pikir sedikit kafein dimalam hari bisa membantu menenangkan pikiran," gumamnya. Laki-laki itu berjalan ke arah balkon, seperti sudah menjadi rutinitas malam harinya untuk duduk di balkon sambil menikmati udara malam. Apalagi saat ini pikirannya dipenuhi oleh banyak hal, jadi balkon adalah tempat yang pas baginya untuk merilekskan semuanya.Saat menggser pintu penghubung ke balkon, Daniel langsung disambut dengan angin malam yang cukup kencang malam ini. Saat dia mendongak untuk melihat keadaan langit, benar saja malam ini sedikit mendung. Jadi malam ini tidak ada bintang dan bulan yang akan menemaninya. Daniel pun menaruh secangkir kopi panasnya di atas m
Sakti tiba di rumah sekitar pukul delapan malam. Ia harus lembur mengerjakan beberapa dokumen penting yang harus selesai dan mendapatkan persetujuannya. Di jam segini, Citra pasti tengah berada di kamar sedang menunggunya. “Apa semuanya baik-baik saja seharian ini, mbok?” tanya Sakti kepada asisten rumah tangganya. Ia sudah selesai mandi dan makan malam. Kini, ia tengah membuatkan susu cokelat untuk Citra. Ini adalah aktivitas rutin Sakti setiap malam. Baginya, ini salah satu cara untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada istri dan anak. “Iya, pak,” balas wanita paruh baya yang sudah cukup lama bekerja dengan keluarga Sakti. “Apa Citra mengeluh sakit?” Sakti tahu betul kalau istrinya itu pintar menutupi rasa sakitnya karena tidak ingin membuat dirinya khawatir dan kepikiran ketika bekerja. Maka dari itu Sakti menyuruh asisten rumah tangga di sini untuk memberikan semua informasi dan perkembangan mengenai Citra sekecil apa pun untuknya. “Tidak, pak. Hari ini ibu Citra sibuk
Di sela-sela mendengarkan perkembangan toko kuenya lewat penuturan Kinara, Citra tidak sengaja melihat Daniel yang tampak diam saja sejak kedatangan Kinara tadi. Awalnya Citra ingin meminta maaf karena kedatangan Daniel ke sini sedikit terganggu akibat Citra mementingkan pekerjaan daripada menimpali pria itu yang baru saja datang. Namun, niatnya berubah saat menyadari diamnya Daniel justru karena Kinara. Ia pun mengerling jahil. “Ekhmmm ….” Citra pura-pura terbatuk. Di balik buku laporannya, ia mencolek lengan Daniel yang duduk tidak jauh darinya. Citra mengulum senyum saat mendapati Daniel yang terperangah. Wajah pria itu merah dan salah tingkah yang membuat Citra ingin tertawa dan meledek Daniel karena terang-terangan menatap Kinara dalam waktu yang cukup lama.Sayangnya, Citra tidak ingin melakukan itu, sebab ia tidak mau nantinya baik Daniel dan Kinara sama-sama malu karena hal tersebut. “Sakti lagi di kantor ya?” tanya Daniel berusaha untuk mengalihkan keadaan setelah tertang