Alex meminta salah satu anak buahnya untuk mengemudikan mobil agar bisa segera memberi pertolongan pada Selena, sedangkan yang lain mengurus mobil Alex dan pemotor yang entah bagaimana nasibnya di tangan anak buah putra Sean Sayaka itu.
Alex memeluk Selena, satu tangan menekan kain yang digunakan untuk menutup luka tembak di bahu gadis itu, ditatapnya Selena yang masih sadar tapi memejamkan mata seraya merintih menahan sakit.
“Bertahanlah,” bisik Alex dengan terus menekan luka di bahu Selena agar tak semakin mengeluarkan darah.
“Hubungi Albert, minta dia siapkan tempat untuk Selena!” perintah Alex kepada anak buahnya yang sedang menyetir.
Anak buah Alex mengangguk, lantas segera melakukan apa yang diperintahkan oleh pria itu.
Mobil yang membawa Selena melesat ke sebuah rumah sakit yang tak terlalu besar di kota itu. Rumah sakit milik teman orangtua Alex, di mana salah satu dokter di sana adalah teman Alex juga.
Begitu
Di negara belahan dunia lain. Gadis bernama Sheena yang baru saja ditemui dan membuat Archie penasaran, tampak berjalan membawa sekarung buah ke salah satu pedagang langganan yang biasa membeli hasil kebunnya.“Sheena. Aku pikir kamu tidak datang.” Pedagang wanita berumur paruh bayar itu tersenyum hangat melihat kedatangan Sheena.Gadis bernama Sheena itu tersenyum, kemudian meletakkan karung berisi buah masuk ke toko kecil milik wanita paruh baya itu. Dia terlambat datang karena tadi dihadang oleh Archie yang hanya ingin mengetahui namanya.“Ada kendala tadi di jalan, sehingga sedikit terlambat,” ucap Sheena menjelaskan.“Apa Whalle kabur lagi?” tanya wanita paruh baya itu menatap Sheena.Sheena tersenyum dan menjawab, “Bukan, tapi ada masalah lain yang menghambat.” Tentu saja yang dimaksud olehnya adalah Archie, mengganggu perjalannya menuju pasar di kota kecil itu, hanya karena sebuah nama.
Selena mulai menggerakkan kelopak mata setelah beberapa jam tertidur. Dia merasa bibirnya begitu kelu untuk bicara, kelopak mata terasa berat untuk dibuka, hingga akhirnya dia terus mencoba memaksa agar bisa terbuka lebar.Selena merasa kepalanya begitu berat, hingga saat menggerakkan tangan kanan merasa bahunya begitu sakit.“Akh!” Selena memekik, lantas urung menggerakkan tangan. Meringis karena tangannya begitu sakit.Alex terbangun saat mendengar suara Selena. Dia sejak semalam tertidur dengan posisi duduk di kursi sebelah ranjang. Alex langsung berdiri begitu melihat pergerakan dari Selena, kini berada di samping ranjang untuk menanyakan kondisi gadis itu.“Bagaimana perasaanmu? Akan aku panggilkan perawat.” Alex pun menekan tombol untuk memanggil perawat yang berjaga. Kemudian kembali memperhatikan Selena yang menahan sakit.Selena belum menjawab pertanyaan Alex, kelopak mata belum bisa terbuka sempurna untuk melihat w
“Baik Bibi. Bibi jangan cemas, aku akan menjaga dia dengan baik, setidaknya sampai Paman pulang.”Alex berdiri di dekat jendela, satu tangan memegang ponsel yang menempel di telinga. Dia sedang bicara dengan Evelia, karena wanita itu menghubungi untuk menanyakan keberadaan Selena yang malam tadi kabur lagi. Dalam hal ini Alex tidak bisa berbohong akan kondisi dan hal yang menimpa Selena, karena Evelia sendiri tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, hingga membuat Alex berpikir untuk jujur agar wanita itu tidak semakin cemas.“Bibi percaya padamu, Lex. Tolong jaga dia untuk sementara,” pinta Evelia dari seberang panggilan.“Tentu.” Panggilan itu pun berakhir, Alex menatap layar ponsel di mana nama Evelia tampak di layar.Alex kemudian menoleh Selena yang duduk di ranjang menatap dirinya, gadis itu tampak menunggu Alex memberitahu apa saja yang dibicarakan dengan Evelia.“Mommy bilang apa?” tanya Selen
Evelia pergi ke rumah orangtua Alex ketika matahari sudah menampakkan diri di ufuk timur. Dia merasa cemas akan hal yang menimpa putrinya, Evelia tidak ingin terjadi sesuatu kepada gadisnya.“Ada apa? Kenapa kamu datang sepagi ini dan tampak begitu cemas?” tanya Claira—Ibu Alex saat melihat Evelia sudah duduk di ruang tamu dan menunggu.Claira dan Sean masih tidur saat pelayan rumah mengetuk pintu dan menyampaikan jika Evelia datang.Sean pun terkejut dan duduk bersama istrinya untuk mendengar maksud kedatangan Evelia ke sana.Evelia menatap Claira dan Sean bergantian, sungguh tidak tahu harus memulai dari mana untuk bicara. Dia tidak memiliki siapa-siapa selain orangtua Alex, sebab itulah Evelia pasti akan datang ke rumah itu jika ada masalah.“Ini tentang Selena,” ucap Evelia.Claira dan Sean saling tatap, sebelum kemudian memandang Evelia bersamaan.“Ada apa dengan Selena?” tanya Sean penas
Pernah ada sebuah impian, di mana dalam sebuah ingatan itu terpatri indah akan sebuah janji yang belum pasti akan ditepati. Meski hanya setitik, dia masih berharap jika janji itu benar, bahwa tangan yang dulu selalu menggenggamnya itu akan membawa dan menuntun ke sebuah altar juga impian yang indah.“Kapan aku berjanji akan menikahimu?” tanya Alex yang memang tidak ingat jika pernah mengucapkan janji kepada Selena.“Kamu lupa atau pura-pura lupa!” sembur Selena kesal.“Lupa,” ucap Alex dengan jujurnya.Selena geram karena Alex berkata lupa, sedangkan dia berharap pria itu hanya pura-pura lupa.“Musim dingin, di bawah pohon natal. Aku bertanya, apa kamu mau menikahiku karena itu impianku, lalu kamu menjawab jika akan menikahiku jika sudah dewasa. Kamu bahkan berjanji takkan lupa. Nyatanya malah kamu tidak menikahiku, tapi terus bermain-main dengan banyak wanita!” gerutu Selena begitu selesai mengingatk
Selena duduk bersandar head board sambil menatap Evelia. Wanita yang sudah melahirkannya itu sejak tadi hanya diam dan tidak mengucapkan satu kata pun.“Mom marah denganku?” tanya Selena, mencoba melihat tatapan Evelia yang tertunduk .Evelia menarik napas panjang, lantas mengembuskan perlahan. Dia menatap Selena yang sejak tadi sudah memandang.“Mom and Dad, sudah memutuskan untuk menjodohkanmu, menikahkanmu secepat mungkin,” ujar Evelia menyampaikan hal yang seharusnya akan disampaikan jika sang suami sudah pulang. Namun, kejadian yang dialami Selena membuat Evelia berpikir untuk memberitahu terlebih dahulu agar Selena mengerti.Selena terkejut dengan kedua bola mata membulat lebar, menatap Evelia dengan rasa tidak percaya karena akan dijodohkan.“Aku tidak mau menikah karena perjodohan!” tolak Selena dengan suara begitu keras, bahkan suaranya menggema hingga keluar ruangan.Di luar ruangan Alex dan yang lain langsung menatap ke arah pintu kamar gadis itu, ketiganya hanya bisa diam
Archie baru saja turun dari pesawat dan langsung pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi Selena. Dia berjalan dengan tergesa-gesa di koridor rumah sakit, hingga langkah terhenti saat melihat kedua orangtuanya juga ada di sana.“Mati aku!” Archie memejamkan mata, kemudian memutar langkah untuk menghindari kedua orangtuanya.Claira yang sedang memalingkan wajah, melihat sosok putra keduanya yang sedang memutar badan. Wanita itu langsung berdiri dan meneriaki nama putranya itu.“Archie!” Sean dan Alex langsung memandang ke arah Claira melihat, mereka melihat pemegang nama termuda di keluarga Sayaka itu di koridor rumah sakit.Archie memejamkan mata sekilas seraya mendesis pelan, lantas memutar badan lagi dan kini tersenyum lebar ke arah tiga keluarganya. Akhirnya dengan terpaksa Archie berjalan mendekat ke arah keluarganya itu, dia menggaruk kepala tidak gatal berulang kali.Claira senang melihat putranya itu akhirnya pulang, tapi kemudian merasa kesal karena pastinya Archie langsung
Evelia keluar dari ruangan Selena, tampaknya sang putri enggan bicara lagi dengannya. Dia melihat Archie yang ternyata juga di sana, membuat Evelia langsung menghampiri putra kedua keluarga Sayaka itu. “Pulang kapan?” tanya Evelia. Archie langsung membungkuk memberi hormat. “Baru saja dan langsung ke sini,” jawab Archie. Saat Evelia berbincang dengan Archie, Alex menatap pintu kamar Selena, sebelum kemudian memilih untuk masuk dan melihat kondisi gadis itu. Alex melihat Selena yang berbaring dengan posisi miring menghadap ke jendela. Dia mendekat tapi tidak bersuara, hanya terdengar derap langkah kaki yang menggema di ruangan itu. “Jika kamu datang untuk membujukku menikah, maka lupakan saja!” Sepertinya Selena tahu siapa yang masuk ke ruangannya. “Kenapa semalam tidak jantungku saja yang tertembak,” ucap gadis itu lagi dengan suara sedikit gemetar. Alex tahu jika gadis itu pasti menangis, karena itulah berbaring memandang ke arah jendela. “Apa baik bicara seperti itu?” tanya Al