Archie baru saja turun dari pesawat dan langsung pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi Selena. Dia berjalan dengan tergesa-gesa di koridor rumah sakit, hingga langkah terhenti saat melihat kedua orangtuanya juga ada di sana.“Mati aku!” Archie memejamkan mata, kemudian memutar langkah untuk menghindari kedua orangtuanya.Claira yang sedang memalingkan wajah, melihat sosok putra keduanya yang sedang memutar badan. Wanita itu langsung berdiri dan meneriaki nama putranya itu.“Archie!” Sean dan Alex langsung memandang ke arah Claira melihat, mereka melihat pemegang nama termuda di keluarga Sayaka itu di koridor rumah sakit.Archie memejamkan mata sekilas seraya mendesis pelan, lantas memutar badan lagi dan kini tersenyum lebar ke arah tiga keluarganya. Akhirnya dengan terpaksa Archie berjalan mendekat ke arah keluarganya itu, dia menggaruk kepala tidak gatal berulang kali.Claira senang melihat putranya itu akhirnya pulang, tapi kemudian merasa kesal karena pastinya Archie langsung
Evelia keluar dari ruangan Selena, tampaknya sang putri enggan bicara lagi dengannya. Dia melihat Archie yang ternyata juga di sana, membuat Evelia langsung menghampiri putra kedua keluarga Sayaka itu. “Pulang kapan?” tanya Evelia. Archie langsung membungkuk memberi hormat. “Baru saja dan langsung ke sini,” jawab Archie. Saat Evelia berbincang dengan Archie, Alex menatap pintu kamar Selena, sebelum kemudian memilih untuk masuk dan melihat kondisi gadis itu. Alex melihat Selena yang berbaring dengan posisi miring menghadap ke jendela. Dia mendekat tapi tidak bersuara, hanya terdengar derap langkah kaki yang menggema di ruangan itu. “Jika kamu datang untuk membujukku menikah, maka lupakan saja!” Sepertinya Selena tahu siapa yang masuk ke ruangannya. “Kenapa semalam tidak jantungku saja yang tertembak,” ucap gadis itu lagi dengan suara sedikit gemetar. Alex tahu jika gadis itu pasti menangis, karena itulah berbaring memandang ke arah jendela. “Apa baik bicara seperti itu?” tanya Al
“Bagaimana kondisi Selena?”Lukas Steward—ayah Selena, berada di mobil bersama Evelia dan kedua orangtua Alex.“Kondisinya baik, meski terkena luka tembak di bahu,” jawab Evelia.Sean yang duduk di belakang kemudi, melirik Lukas yang duduk di sebelahnya.“Kamu yakin dengan keputusan untuk menjodohkannya?” tanya Sean, menoleh sekilas ke Lukas.Lukas melirik ke spion, melihat sang istri yang duduk di belakang dengan wajah cemas.“Yakin, karena itu yang terbaik,” jawab Lukas mantap.**Archie keluar dari kamar Selena, melihat sang kakak yang duduk di kursi selasar panjang di koridor rumah sakit. Dia pun berjalan mendekat, hingga kemudian ikut duduk di samping sang kakak.“Apa dia sudah tenang?” tanya Alex, melirik sang adik yang baru saja duduk.“Ya, dia bilang mengantuk dan ingin tidur, karena itu aku tinggal,” jawab Archie.Alex me
Alex dan beberapa orang tampak berada di mobil yang kini sedang melesat ke suatu tempat di pinggiran kota. Mereka pergi dengan satu mobil lain, satu mobil berisi lima orang yang sekarang sudah berpakaian serba hitam.“Seharusnya kamu tidak perlu ikut,” ucap salah satu pria yang berada di satu mobil dengan Alex.Alex mengusap bodi pistol yang dipegangnya, kemudian membalas, “Aku ingin meluapkan kemarahanku sendiri.”Pria yang duduk di sebelah Alex memilih diam, jika putra Sean Sayaka itu sudah berucap demikian, maka tidak akan ada yang bisa membantahnya lagi.Mobil mereka pun hampir sampai di pinggiran kota, di mana ada sebuah bangunan tua yang memiliki penerangan sangat minim. Sang sopir mematikan lampu utama mobil, kemudian agak jauh dari gerbang masuk gedung itu.Semua yang berada di mobil langsung menggunakan penutup wajah, termasuk juga Alex. Mereka keluar kemudian berjalan ke arah gerbang utama agar bisa masuk ke gedung
Di sudut kota Paris, di sebuah rumah mewah dengan halaman yang begitu luas dan pagar tembok tinggi mengelilingi area rumah mewah itu. Seorang pria tampak menggenggam erat ponsel di mana baru saja ada sebuah panggilan yang baru diterimanya.“Sialan!” teriak pria itu kesal sambil membanting ponsel ke lantai, membuat benda pipih itu menghantam lantai sangat keras, sampai pada akhirnya hancur dan berserakan di lantai.Dada pria itu naik turun tak terkendali, amarah tengah membuncah setelah bicara dengan seseorang di seberang panggilan. Sorot matanya memperlihatkan kilatan-kilatan yang siap menyambar, kedua telapak tangan mengepal di samping tubuh begitu kuat hingga kuku-kuku tampak memucat.Pria bermata kehijauan dengan rambut cokelat muda itu, mengingat setiap ucapan pria dari seberang panggilan.“Jangan hanya berani kepada wanita. Apa yang aku lakukan sekarang hanyalah sebuah peringatan, tampaknya barang di gudang ini hanya secuil dari harta yang kamu punya, jadi jika aku membakarnya, t
Sudah seminggu sejak Selena keluar dari rumah sakit. Dia benar-benar menepati janji untuk tidak keluar rumah secara diam-diam. Selama seminggu ini Selena habiskan hanya untuk berdiam diri di kamar, atau duduk di kursi yang terdapat di balkon kamar sambil menatap langit dan menikmati embusan angin yang menerpa.Seperti sore ini. Selena sedang duduk dengan kedua kaki di atas kursi, dia sedang memangku seekor anjing berjenis Corgi yang memiliki bulu coklat muda sedikit putih di bagian dada. Selena menatap senja yang berwarna jingga, satu tangan terus mengusap kepala hingga badan anjing kecil yang ada dipangkuannya itu.“Lexi, apa aku harus merasa sehampa ini?” Selena bicara dengan anjing kecilnya yang memang diberi nama Lexi. Anjing itu sudah menemaninya sejak dua tahun lalu, anjing itu adalah hadiah ulang tahun terakhir dari Alex, karena setelah meninggalnya Nathan, Selena tidak pernah mau merayakan atau menerima hadiah dihari ulangtahunnya.Anjing kecil itu hanya mengeluarkan suara kec
Archie duduk di ruang keluarga sambil bermain ponsel, sedangkan Sean dan Claira menyaksikan berita yang sedang ditayangkan salah satu channel berita.“Kenapa kakakmu belum pulang?” tanya Claira menoleh Archie yang sedang duduk bermain ponsel.“Biasa, sedang membujuk Princess biar tidak marah,” jawab Archie santai. Tatapannya terus tertuju pada layar ponsel.Alex memang menginap di rumah Sean selama Archie tidak keluar kota atau negeri. Claira memang menginginkan mereka berkumpul jika Archie tidak dinas jauh.“Memangnya kenapa Selena marah ke kakakmu?” tanya Claira penasaran.“Tidak tahu,” jawab Archie. “Lagian, Alex sendiri yang selalu bersikap dingin kepada Selena. Kalau sekarang dia marah, bukankah wajar,” imbuh Archie. Dia menurunkan ponsel yang dipegang dan memandang ibunya.Claira menghela napas pelan, sifat putranya memang seperti itu. Sifat dingin Sean menurun ke Alex, sedang
Archie pergi ke tempat Selena di hari berikutnya. Dia masih tidak percaya jika Selena setuju menerima perjodohan yang selama ini ditentang. Mobil Archie sudah sampai di halaman rumah Selena, dia langsung turun dan berjalan menuju pintu utama rumah besar itu.“Sore Bibi!” sapa Archie saat melihat Evelia di ruang tamu.Evelia langsung menoleh saat mendengar suara Archie, hingga wanita paruh baya itu tersenyum lebar saat melihat kedatangan putra temannya itu.“Sore Archie, mau ketemu Selena?” tanya Evelia langsung berdiri untuk menyambut pria itu.“Ya,” jawab pria itu. “Apa dia di kamar?” tanya Archie sopan.“Ya, dia di kamar. Memangnya dia bisa ke mana lagi,” jawab Evelia dengan nada candaan.Archie tertawa kecil menanggapi jawaban candaan Evelia, kemudian meminta izin untuk naik ke atas.Di kamar. Selena duduk di balkon seperti biasa, tapi kali ini dia berharap pria virus yang
Lima tahun kemudian.“Alex.” Suara itu terdengar begitu berat karena napas yang tersengal.Selena memeluk erat tubuh pria yang sangat dicintai dan menikahinya sejak lima tahun lalu itu. Napasnya terengah saat tubuhnya terus dipacu dan membuat gairahnya semakin memuncak untuk menuntuk dibebaskan.Alex tengah memacu tubuh sang istri yang berada di bawah kungkungannya, peluh bermanik di wajah dan seluruh tubuh, napasnya memburu hingga dada naik turun tak beraturan.Suara desahan terdengar begitu merdu mengiringi kegiatan mereka, Selena yang selalu bersikap aktif saat bercinta, mampu membuat Alex bergairah dan mencapai klimaksnya.Sentakkan itu terasa penuh di rongga yang sudah basah akan cairan, membuat sang empu pemilik rongga mendongak karena penuh dan sesak yang terasa.Lima belas menit berlalu mereka melakukan penyatuan, hingga gelombang besar datang dan menggulung mereka, meluapkan hasrat yang menggunung dan membebaskan mereka dari cengkraman gairah.Selena menatap wajah lelah suami
Carly terlihat baru saja keluar dari sebuah hotel setelah menghadiri sebuah pesta, ketika baru saja masuk mobil yang terparkir, mata pistol langsung menempel di pelipisnya.Carly tampak terkejut, lantas melirik ke samping di mana ada seseorang yang ternyata duduk di sana dan mengarahkan pistol ke keningnya.“Sudah kuduga itu kamu,” ucap Carly dengan senyum tipis di wajah.“Terkejut aku masih hidup?” Alex bersiap menarik pelatuk.“Tidak, untuk apa aku terkejut.” Carly terlihat begitu santai meski kini ada pistol yang siap memuntahkan timah panas ke kepalanya.Alex menyeringai, tidak menyangka jika Carly bisa terlihat begitu tenang setelah semua perbuatan yang dilakukannya. Alex sudah mendapatkan informasi jika orang-orang yang menyerangnya adalah anak buah Carly, membuatnya juga murka karena anak buah Carly juga telah menyerang Sheena.“Setelah semua yang kamu perbuat, tampaknya aku tidak bisa berdiam
Selena terus menatap wajah Alex, sungguh tidak menyangka dirinya masih diberi kesempatan melihat pria itu lagi.Mereka kini berada di kamar berdua karena Alex ingin istirahat, Archie dan kedua orangtua Alex pun membiarkan Selena masih di sana bersama Alex.“Kamu tahu betapa cemasnya aku saat tahu kamu hilang.” Selena menggenggam telapak tangan Alex erat seolah tidak ingin melepasnya.“Maaf, karena semuanya terjadi begitu cepat,” ucap Alex yang merasa bersalah karena semua orang mencemaskan dirinya.Selena tersenyum hangat, tatapannya tertuju ke genggaman tangan Alex.Alex sendiri tidak pernah melihat senyum sehangat dan setenang itu dari Selena, terakhir kali adalah sebelum Nathan meninggal.“Lex, apa kamu benar-benar akan menikahiku? Aku tahu ini bukan waktu yang pas, tapi aku hanya ingin memastikan,” ucap Selena sambil memandang Alex.Alex terlihat gusar, di satu sisi dirinya sudah berjanji ke orangtua Selena dan orangtuanya jika akan menikahi Selena, tapi di sisi lain dirinya juga
Pria itu menarik Sheena dari bawah ranjang meski Sheena terus memberontak.“Tutup pintunya!” perintah pria itu kepada temannya yang berjaga di pintu.Pintu itu tertutup, hingga pria yang ternyata adalah pemburu Alex yang menginginkan Sheena, kini tersenyum melihat wajah ketakutan Sheena.Pria itu melempar tubuh Sheena di ranjang, sebelum kemudian mengukung tubuh wanita itu dengan kedua tangan Sheena yang ditahan di atas kepala.“Lepas!” Sheena terus memberontak tapi semua sia-sia.Pria itu menyeringai, puas saat melihat wajah ketakutan Sheena serta pemberontakan gadis itu.“Kamu tidak mau aku ajak baik-baik, jadi jangan salahkan aku jika memaksamu,” ucap pria itu masih dengan seringai jahatnya.“Dasar bajingan! Lepaskan aku!” umpat Sheena terus memberontak.“Lepas? Boleh, tapi setelah aku terpuaskan,” ujar pria itu lantas menarik paksa pakaian bagian atas milik Sheena.Sheena sangat terkejut, kini tubuh bagian atasnya terbuka dan memperlihatkan kulit mulusnya, serta ada bekas merah ke
Selena berdiri dengan wajah gusar dan tatapan penuh kecemasan. Ditatapnya landasan pacu di hadapannya itu dengan hati penuh kegelisahan. Menanti seseorang yang sangat dicintainya, menunggu rasa rindu dan kekhawatiran itu dilepas ke sang pemilik hati.Hingga pesawat pribadi terlihat mulai turun di landasan pacu bandaran itu. Selena menegakkan badan, begitu juga dengan Archie dan yang lainnya. Mereka menunggu kedatangan Alex.Saat pesawat itu mendarat, serta tangga mulai dipasang dan pintu terbuka. Selena menatap cemas serta berharap jika keinginannya untuk bertemu Alex terkabul. Ketika sosok yang ingin dilihatnya tampak keluar dari pesawat dan kini menuruni anak tangga.Archie juga kedua orangtuanya terlihat begitu lega melihat Alex yang akhirnya kembali, mereka tersenyum penuh rasa haru karena masih diberi kesempatan melihat pria itu.Selena ingin menangis tapi juga merasa bahagia, hingga gadis itu berlari dengan kencang, menghampiri Alex yang baru saja menginjakkan kaki di aspal.Sel
Selena masih termangu di kamarnya, waktu menunjukkan tengah malam tapi dia tidak bisa tidur karena terus memikirkan Alex. Buliran kristal bening terus luruh, Selena benar-benar tidak akan bisa hidup tanpa Alex. Dia menyesal karena tidak melihat wajah pria itu sebelum Alex menghilang.“Alex, jangan sampai terjadi sesuatu denganmu.” Selena mengusap pipi yang basah dengan air mata.Saat kekalutan melanda, ponsel Selena berdering dan terpampang nama Archie di sana. Gadis itu buru-buru menjawab karena berharap ada berita baik tentang Alex.“Archie, apa kamu menemukan Alex?” tanya Selena begitu menjawab panggilan itu.“Ya, Alex selamat. Sekarang dia dalam penjemputan dan setelah itu akan langsung pulang untuk berkumpul dengan kita,” jawab Archie dari seberang panggilan.Darah Selena mendesir mendengar kabar itu, air mata semakin tumpah karena rasa bahagia akan kelegaan yang sedang dirasakan. Doanya sepanjang malam tidak sia-sia karena akhirnya Alex ditemukan dalam kondisi selamat.“Kapan di
Satu malam mampu menyatukan dua insan yang awalnya tidak kenal. Mereka melakukannya atas dasar suka, bukan cinta yang biasa diharapkan oleh orang. Mungkin tidak bagi Sheena, dia benar-benar jatuh hati kepada Alex sejak pandangan pertama.“Aku sudah menghubungi nomor yang kamu minta, dia akan mengirimkan helikopter di tempat yang sudah aku minta,” ujar Sheena saat dirinya masih berada di dalam pelukan Alex.“Ikutlah denganku, Shee.” Alex mengecup pucuk kepala Sheena setelah selesai bicara.Keduanya berbaring di atas jerami yang tertutup kain, Sheena menatap Alex yang terus memandangnya.“Aku tidak bisa, Lex. Mungkin tidak untuk saat ini,” ucap Sheena. Banyak hal yang membuatnya tidak bisa meninggalkan desa itu.“Tapi kamu akan lebih aman ikut denganku, Shee.” Alex cemas jika sampai pria yang memburunya, kembali mendatangi Sheena.“Jika aku tiba-tiba pergi, warga di sini akan curiga, padahal mereka sudah mati-matian membelaku. Mungkin akan lebih baik jika kamu keluar dulu dari desa ini
“Kamu baik-baik saja? Maaf sudah melibatkanmu sampai seperti ini.” Alex menatap Sheena yang baru saja datang dan membawakan makanan untuknya.Sheena tersenyum menanggapi ucapan Alex. Memilih meletakkan nampan yang dibawa di atas tumpukan jerami, sebelum kemudian duduk berhadapan dengan pria yang ditolongnya itu.“Tidak apa-apa, aku baik-baik saja.” Sheena mengusap hidung yang terasa berair. “Bukankah aku sudah bilang jika akan menanggung semua resiko karena telah menolongmu. Mungkin ini adalah salah satu bukti jika aku serius.”Sheena tersenyum getir saat mengingat kejadian yang menimpanya, tapi jelas dia tidak menyalahkan Alex atas semua kejadian hari ini.Alex menatap Sheena begitu dalam, bertanya-tanya kenapa Sheena sangat melidunginya, sedangkan mereka saja baru bertemu dan kenal secara tidak sengaja.Sheena mengangkat teko untuk menuangkan minum ke cangkir, tapi pergerakan tangan terhenti karena Alex menahan tangannya. Gadis itu pun menoleh dan memandang Alex yang sudah menatapny
“Menyingkir dariku!” Sheena berusaha mendorong tubuh pria itu yang ada di hadapannya agar bisa pergi.Namun, pria itu mempertahankan posisinya berdiri, bahkan kini memegang kedua pergelangan tangan Sheena lantas menaikkan ke atas kepala gadis itu, merapatkan di daun pintu kemudian menguncinya dengan satu tangan. Lutut pria itu pun bertumpu di daun pintu, berada tepat di antara kedua kaki Sheena hingga membuat gadis itu tak berkutik.“Kamu sangat menarik dengan terus melawanku.”Pria itu menyeringai melihat Sheena yang tidak bisa melawan lagi.“Brengsek sialan! Enyahlah dari hadapanku!” Sheena sampai meludah ke wajah pria itu karena geram.Alex ternyata bersembunyi di jerami tepat belakang Whalle, dia melihat bagaimana pria itu memperlakukan Sheena. Ingin keluar dan menolong, tapi Whalle menghadang papan yang ada di depan jerami, sehingga Alex tidak bisa keluar.Pria tadi tersenyum getir diludahi Sheena, tapi mungkin pria itu gila karena mengusap ludah itu dari wajahnya, kemudian menji