"Freyaaa! Darah siapa ini?" Salma histeris melihat banyak tetes darah yang masih basah saat ia masuk kamar. "Suud! Jangan teriak-teriak, Sal! Itu darahku," jawab Freya. "What? Itu darah …" "Bukan dong bestie … ini tangan aku kena pisau." Freya meniup-niup jarinya sambil membungkusnya pakai kerudung yang ia pakai. Salma segera mencarikan obat merah dan perban untuk sahabatnya. Ia sangat tidak tega melihat darah Freya yang sudah banyak ke kerudungnya. Ternyata, ia terkena pisau karena mendengar percakapan Salma dengan abah dan ummi. Sebenarnya, saat ini Freya mencintai gus Barra. Saat mendengar bahwa gus Barra akan menikah, pastinya ada rasa sesak di dada. Kebetulan, ia sedang mengupas mangga, jadilah terkena jari tangannya. "Frey, mata kamu mengabarkan kalau nggak sedih menahan sakit terkena pisau. Ada apa sebenarnya?" tanya Salma. "Mmm, nggak Sal. Aku nggak apa-apa," jawab Freya. "Aku mengenalmu, Frey! Dan ini tidak satu hari dua hari. Ada apa?" ucap Salma. "Iya deh cerita. Ak
"Apa ini?" tanya Freya. "Baca saja dan lakukan." "Frey, bantu untuk meyakinkan Salma mau menerima pernikahan. Kasihan dianya kalau diambang kebingungan. Kamu kan anak pesantren. Pasti tahu dong tentang membahagiakan orang tua. Apa kamu juga tidak kasihan melihat Salma masih seperti terbebani?" Freya mengangguk sendiri. Kali ini Fariz memang benar. Ia mencoba bicara dengan Salma setelah Fariz juga bicara terlebih dahulu. "Sal, sini!" teriak Fariz. "Apa? Sudah mau masuk," ucap Salma. "Sebentar aja Sal," ucap Freya. "Sal, aku tahu kamu berusaha santai. Tapi jiwa kamu nggak bisa bohong. Kamu pasti terselip pikiran perjodohan. Terima aja, kita belajar bersama. Kamu boleh benci dengan sikap burukku, tapi tidak dengan orang nya, kan?" "Saatnya ujian jam pertama dimulai. Kling … kling …" Hanya diam yang ada setelah mendengar ucapan Fariz. Salma telah mendengar pengajuan yang berada di pihak papanya dari berbagai penjuru. Tinggal Freya yang belum mengusulkan untuk menerima pernikahan.
"Aku tidak bisa mengajar ala pesantren dengan mengajar langsung di depan mata materi-materi layaknya ustadz ustadzah." "Lalu?" tanya Salma. "Istriku yang mengurusi hal itu. Aku lewat musik aja deh," jawab gus Barra. "Hah? Begitu toh. Masya Allah. Terus siapa istrinya?" tanya Salma. Ternyata masih sama seperti kebiasaan gus Barra. Ia merilis beberapa lagu sebagai cara dakwahnya. Memang saat itu ia sudah punya lebih dari lima lagu yang banyak disukai dari berbagai kalangan. Bisa dibilang, dia itu artisnya yayasan Al Jabbar. Freya semakin perih saja mendengar percakapan itu. Move on secepatnya, ternyata tidak gampang untuk Freya. "Kamu kenal kok dengan calon istriku itu, bahkan sering bersama dia." Gus Barra membuat Salma dan Freya melotot Kesedihan Freya hilang seketika. Freya dan Salma saling pandang. Salma curiga yang dimaksud ialah sahabatnya sendiri yaitu Freya. "Tapi, aku cuma dekat banget kan sama Freya, apa artinya …" "Itu kan yang banget, tapi nggak mungkin kalau teman d
"Memang sepahammu bagaimana?" tanya Salma. "Kan, kalau konteks aku sama gus Barra itu, aku mencintai dia. Lalu, dia baru saja memberi lampu hijau tapi langsung dipadamin. Berarti kamu mencintai Fariz dong aslinya," jawab Freya. "Ish, Freya salah tangkap! Bukan begitu Frey, maksudku itu seperti Fariz yang biasanya dia meledek gitu. Jujur, aku belum punya rasa sama dia," ucap Salma. "Hehe … kirain. Tapi tetap mau nikah?" "Iya. Hati dalamku bilang, sok saat udah nikah pasti bisa kok mencintai Fariz." Salma mengucap dengan malu sebenarnya. Freya berdehem keras melihat Salma jadi salting sendiri. Mereka segera masuk ruang ujian kembali yang mana masih tetap ditunggu Fariz. Hari dan jam tersebut, merupakan waktu terakhirnya Fariz untuk mengawasi ujian di sekolah Salma. Sebenarnya Fariz sangat anti dengan wanita. Dalam arti, ia sangat selektif dalam menaruh rasa pada wanita. Salma datang setelah sekian lama ada wanita yang cocok dengan Fariz lalu melepas. Setuju untuk menikahi Salma pu
"Ya nggak tahu, aku kan nggak ngikutin Fariz, Salma cantik!" Freya gregetan pula mendengar pertanyaan Salma. "Hahaha … iya sih. Tapi, kamu tahu arahnya mungkin, jangan-jangan dia ngintip aku, berabe kan?" ucap Salma. "Ooo iya … mungkin juga. Kan, kamar mandi putra dekat parkiran. Kamu nyadar nggak Sal, dia itu mencintai kamu seratus persen," Freya malah membahas cinta. "Tahu dari mana?" tanya Salma. "Dari otakku, kamu nggak ngerasa sampai sekarang? Aku dah bilang kalau Fariz mencintai kamu tuh dari dulu, tapi kamu selalu aja ngalihin," jawab otodidak Freya. "Hhhh, itu namanya belum seratus persen bestieku yang paling imut sedunia? Otodidakmu terlalu ngawur!" Salma memonyongkan bibirnya. "Ngawur gimana? Aku juga tahu kamu, kok. Pasti kamu juga ngerasa gitu, meski tidak seratus persen, sih. Hehe …" tawa Freya. "Nah, kalau ini aku setuju. Aku tadi merasa begitu Frey. Tapi biar saja, stop-stop bahasa dia. Istighfar dulu." Salma ingin mengakhiri percakapan mengenai membahas Fariz. *
'Aduh, ngomong apa Frey?" jerit Salma dalam batin. 'Salma … keringatku keluar semua rasanya, tatapan dia mengejek sekali. Jadi malu bangeeet, kan?' batin Freya. "Hahaha … tegang sekali, sih. Ini ada undangan dari abah, tapi aku sendiri yang buat." Orang itu langsung keluar setelah memberikan undangan. Salma menerima undangan tersebut. Jantungnya sangat berdebar melihat nama yang tertera adalah Freya dan gus Barra. Ia beberapa kali mengusap matanya. "Sal, lihat undangannya! Pasti itu undangan pernikahan gus Barra. Siapa wanitanya? Cepat sini aku lihat!" desak Freya. "Eits … bau-bau bahagia. Kamu mau lihat? Beneran kamu kuat?" ledek Salma tanpa Freya sadari. "Mbak Freya, dipanggil abah," ucap salah satu santri. *** "Hmmm … yang habis lamaran," ucap Salma. "Cieee ... " "Yuhuuu Freya!" "Ehmmm … bikin iri," "Yang digojlokin siapa, yang kena siapa," Berbagai sorakan untuk Freya terlontar setelah ucapan Salma. Freya sangat bahagia, ternyata wanita yang akan dinikahi gus Barra it
"Besok lusa, bersamaan dengan pernikahan Freya dan gus Barra di pesantren," jawab papa Rohman. "Nikahnya di pesantren?" tanya kaget Fariz. ' "Kenapa? Kok heran, sih?" tanya Salma. "Mmm … nggak heran. Cuma kan… " "Nggak usah khawatir Riz, masalah perancangan gedung yang kamu idam-idamkan. Entar resepsinya kan bisa." Papa Vero paham dengan Fariz yang kaget. *** "Ma, hari ini aku mau jalan-jalan sama Freya full sehari," ucap Salma. Ia ingin menghabiskan waktu sehari khusus untuk mereka berdua. Karena besoknya, mereka akan sama-sama menikah. Freya dan Salma mengunjungi tempat favorit mereka saat liburan. Mereka tidak pergi jauh ke pantai atau tempat wisata yang lain. Tidak ada alasan mamanya Salma tidak memberikan izin. Ia juga sudah paham tempat yang akan mereka kunjungi. "Silahkan, Sayang. Mau ke MI kamu, kan? Nih, Mama kasih tambahan uang. Buat beli camilan sama pasti kamu nanti mampir warung bakso Bu Ijah." Mamanya Salma terlalu hafal. "Hehe … hafal banget ya Ma … thanks Mama
"Rahasia dong," jawab Salma. "Idih, setahun yang lalu kita ingin barengan. Udah pudar juga, kah?" tanya Freya. "Hahaha … ngikut pawang juga dong entar," ucap Salma. *** Pagi yang sangat berbeda untuk Salma. Jantungnya berdetak kencang saat acara pernikahan dimulai. Ijab qobul yang diucapkan Fariz dan gus Barra begitu lancar dan lantang. Banyak tamu undangan dari berbagai pesantren dan perusahaan. Terlebih, Fariz dan gus Barra juga memiliki banyak teman. Fariz sangat terkenal sebagai CEO ternama sedangkan gus Barra terkenal sebagai musisi muda. Gus Barra juga sering dijuluki dengan gus Musisi. Tidak hanya mempelai pria yang terkenal, melainkan juga mempelai wanitanya. Freya dan Salma sama-sama terkenal dengan berbagai bidang dakwahnya yang sering menjadi perwakilan pesantren maupun sekolah umumnya. Sesuai yang dikatakan gus Barra waktu itu. Kedua pasangan pengantin itu melewati lorong jalan ke ndalem untuk menuju tempat yang telah disediakan dan dilihat banyak tamu undangan. "Sa