Beranda / Romansa / Istri Abangku / 31. Tidur Membawa Rejeki

Share

31. Tidur Membawa Rejeki

Penulis: Diganti Mawaddah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kamal tertidur dengan posisi meringkuk di atas tikar lipat yang ia bawa. Orang yang berlalu-lalang pun merasa iba dengan keadaan lelaki itu, sehingga cangkir cup teh yang sudah ia habiskan isinya, kini berganti dengan uang koin dan ada juga uang lembaran. Ya, pengunjung bandara mengira bahwa Kamal adalah gelandangan, sehingga mereka memberikan sedikit dari rejeki mereka untuk lelaki yang kini masih saja meringkuk di sana.

"Mas, bangun! Duh, jangan mengemis di sini! Hei, bangun!" bentak seorang petugas keamanan yang membangunkan Kamal dengan tegas. Lelaki yang sedang tidur meringkuk itu pun tersentak, dan langsung terduduk sambil mengucek kedua matanya.

"Eh, Ca. Muka lu berubah garang? Kok kumisan?" tanya Kamal yang masih belum juga tersadar dengan keadaan. Dia masih mengira bahwa lelaki di depannya adalah Ica.

"Lu di Jerman operasi kelamin, Ca?"

Plak!

Pundak Kamal dipukul dengan topi oleh petugas keamanan itu.

"Buka matanya, Mas. Siapa Ica? Lihat nih! Nama saya Anwar, bukan Ica. Pinda
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Abangku   32. Pendekatan Calon Mertua

    "Mal, itu bukan air mateng, cuma hangat doang. Jangan dimakan nanti sakit perut," ujar Ica memperingatkan. Wanita itu mencoba merampas pop mi dari tangan Kamal, tetapi lelaki itu mengelak cepat."Kalau pengen mah bilang aja,Ca. Pop mi gue jangan lu pitnah," timpal Kamal dengan langkah cepat meninggalkan Ica yang tertawa geli."Bukan fitnah, tapi emang itu bukan air mateng." Ica mengikuti langkah Kamal yang berhenti di dekat kursi. Lelaki itu duduk, kemudian menaruh cup mi di atas meja."Jangan dimakan, Mal. Jangan makan mi, makan nasi aja yuk! Bibik masak banyak makanan." Ica menarik tangan lelaki itu agar berdiri, tetapi Kamal menahan tangan Ica. Lelaki itu menggeleng dengan pelan sambil tersipu malu."Gue makan di sini aja, Ca. Kalau makan di ruang makan sama keluarga lu, gue takut gak bisa ngunyah." Kamal bersikeras tetap menolak. Tangannya meraih cup mi, lalu menyantapnya dengan penuh kenikmatan. Aroma kare yang menyeruak bersama asap yang mengepul dari sana, membuat Ica menepan l

  • Istri Abangku   33. Siapkan Tisu

    "Oh, Ica ... mm ... namanya sama dengan anak saya ya? Bisa kebetulan begini." Dokter Alan mengangguk paham."Memang Ica yang ini, Om," tunjuk Kamal pada sosok Ica yang saat ini tengah melotot padanya.Huk!Huk!Huk!"Ya Allah, Mama. Ini minumnya, Ma." Refleks Ica memberikan sang mama minum karena posisi mereka saling berhadapan. Wajah Kamal mendadak kaku, karena tak ada sahutan lain setelah ia menunjuk Ica secara blak-blakan sebagai calon istrinya. Entah dari mana datangnya? Tiba-tiba saja Kamal merasakan sedikit sesak di dadanya. Lelaki itu menyipit sekaligus mendesis karena kesakitan."Mal, lo kenapa?" kali ini semua orang menolah pada Kamal yang tengah memegang dadanya."Kayaknya jantung gue sakit, Ca. Serangan jantung ini kayaknya." Kamal semakin menunduk sembari berkeringat memegang dadanya yang sakit."Ya Allah, harusnya mama, papa, atau gue yang kena serangan jantung karena omongan lu. Kenapa jadi lu yang kena? Kan lu yang ngomong?" Ica terus saja mengomel, sedangkan papanya su

  • Istri Abangku   34. Rencana Bu Rani

    Puluhan orang, bahkan ratusan orang berbaris rapi di sepanjang Gang Mawar, mereka diminta oleh Pak RT untuk mengambil uang takziah yang sudah terlanjur mereka berikan pada Bu Rani. Satu per satu berbaris antre mengambil uangnya kembali, dengan sarat jujur. Berapa yang mereka letakkan di baskom, itulah yang mereka minta kembali pada Bu Rani.Wajah wanita paruh baya itu masam, karena total uang takziah yang dikembalikan, lebih dari yang ia terima. Bahkan ia terpaksa mengambil beberapa lembar lagi uang merah dari amplop pemberian Alex, untuk dikembalikan pada warga. Kamal yang bertanggung jawab atas ini semua, memiliki tugas untuk menukar uang merah sebanyak lima ratus ribu, menjadi uang pecahan sepuluh ribu dan lima ribu.Jika sudah seperti ini, siapa yang mau disalahkan? Kamal yang terlalu cerdas, atau ibunya yang belum cerdas? Tenda yang telah dipasangkan pun kini sudah dibuka kembali, beberapa petugas malah meminta upah lelah karena telah memasang serta membongkar tenda dengan percum

  • Istri Abangku   35. Menakuti Susan dan Alex

    "Gimana sih kamu punya darah, Sayang? Bulan lalu darah rendah, bulan ini darah tinggi, bulan kemarin lagi, kurang darah. Gimana mau operasi kalau darah kamu galau gitu?" Alex masih duduk di kursi tunggu apotek rumah sakit. Di sampingnya ada Susan yang berwajah masam karena gagal lagi untuk operasi. Ia pun sebenarnya ingin sekali kutil tyrex ini segera dioperasi, namun apalah daya. Kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk melakukan operasi, walau hanya operasi kecil."Aku juga gak mau begini, Mas," sahutnya sambil menunduk. "Seandainya bisa aku sendiri yang cabut, pasti akan aku cabut, Mas," lanjut Susan lagi dengan suara bergetar menahan tangis."Sayang, itu kutil, bukan rumput. Gimana nyabutnya? Udah deh, nanti jadi penyakit yang lain!" Alex menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sambil melipat tangan di dada, sedangkan Susan masih saja cemberut.Tak lama kemudian, nomor antrean resep milik Susan muncul di layar khusus farmasi, Alex bangun dari duduknya, lalu berjalan untuk

  • Istri Abangku   36. Pekerjaan Baru

    Sungguh sial, Kamal tak bisa membuka ikatan simpul mati di kedua pahanya. Dengan susah payah dan penuh penderitaan, Kamal menggotong ibunya bak karung beras sambil melompat.BughBughBughSuara hentakan kaki Kamal yang menjejak tanah berumput di samping tembok rumah Alex, disertai bunyi benturan wajah Bu Rani pada punggung Kamal terdengar sangat nyaring. Lelaki itu semakin ketakutan, saat pintu rumah Alex yang sepertinya akan segera terbuka.Secepat kilat Kamal menaruh begitu saja ibunya yang pingsan menyamping, seperti posisi karung beras. Untunglah motor yang dipinjam Kamal adalah motor matic, sehingga ia tak perlu mengangkang untuk naik ke atas motor."Wey! Siapa itu?!"BreemBreemKamal menekan gas dengan kecepatan penuh. Sungguh ia merasa berdosa dengan tubuh sang ibu yang terombang-ambing di jok belakang. Hampir saja ia ketahuan oleh Alex jika tidak segera pergi dari sana.Setelah merasa cukup jauh dari rumah kakaknya, Kamal memutuskan untuk berhenti di sebuah masjid di dalam k

  • Istri Abangku   37. Siapa Herman?

    Kamal mengendarai motornya pelan masuk ke gang demi gang untuk menjajakan produk panci milik CV tempat ia bekerja saat ini. Penat, lelah, dan pegal pipi karena terus saja berbicara saat melakukan promosi sama sekali tidak membuatnya patah semangat atau mengeluh.Ditolak, sering. Diabaikan apalagi. Namun ia tetap berusaha. Tak pantas rasanya mengeluh, saat kita masih melihat ada orang yang berada di pinggir jalan dalam keadaan fisik tidak sempurna, sedangkan kita masih kuat dengan keadaan tubuh sempurna untuk mencari rejeki.Berangkat pagi pulang petang demi mendapatkan upah lima puluh ribu per hari dari kantor. Jika panci ada yang laku terjual, maka ia akan mendapatkan bonus seratus ribu per panci yang laku. Untuk gaji bulanan masih sangat kecil. Hanya satu juta saja, maka dari itu ia harus berusaha agar panci yang ia jajakan ada yang membeli.Seperti siang ini. Belum ada sama sekali kumpulan ibu-ibu yang membeli pancinya. Setiap sudut gang tikus dan masuk ke jalan buntu sudah ia lak

  • Istri Abangku   38. Rencana Melamar

    Kamal sadar dari pingsan, setelah dioleskan minyak kayu putih di hidungnya oleh Bu Rani. Beberapa kali mengerjapkan mata, mencoba untuk memulihkan kesadaran sepenuhnya. Samar Kamal melihat wajah khawatir sang ibu dan seorang pria yang baru saja mengatakan hal yang paling mengerikan dalam hidupnya. Dia saja belum ada yang mau. Padahal gagah, tampan, soleh, dan baik. Namun, kenapa yang lebih dahulu laris adalah para lelaki dan wanita berbau tanah?Sekali lagi Kamal menoleh pada ibu dan adik almarhum ayahnya. Lalu dengan sedikit merasakan nyeri di kepalanya, Kamal mencoba duduk. "Bu, anaknya pingsan jangan cuma dilihatin aja. Bagi minum, Bu," rengek Kamal dengan leher yang terasa begitu kering."Eh, iya. Gue ampe lupa, Mal. Habisnya, itu gue daritadi merhatiin hidung lu, agak kotor, Mal. Dibersihinlah!" ujar Bu Rani sambil berjalan menuju dapur. Kamal hanya bisa menyeringai sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sesaat kemudian, ia menoleh pada lelaki yang bernama Herman. Lalu deng

  • Istri Abangku   39. Hari yang Dinantikan

    Kamal, Bu Rani, dan Om Herman sudah berada di dalam mal. Mereka tengah memilih cincin cantik untuk diberikan pada Ica sore ini. Banyak pilihan cantik-cantik hingga membingungkan Kamal dan ibunya. Om Herman sampai menggeleng-gelengkan kepala memperhatikan Kamal dan ibunya yang kebingungan memilih aneka cincin."Semua bagus, Yang," puji Bu Rani menatap takjub etalase berisi emas."Pilih cincin juga buat Ibu," ucap Om Herman lagi sambil merangkul pundak calon istrinya. Kamal hanya bisa memutar bola mata malasnya melihat kedekatan sang ibu dengan lelaki tua yang bernama Herman. Canda-tawa dari sepasang calon pengantin uzur membuat dirinya jengah. Kamal memilih menjauh, sambil melihat-lihat etalase yang lain."Om, kalau melamar itu harus bawa cincin emangnya?" tanya Kamal pada Om Herman. Semua yang ada di sana termasuk tiga orang pelayan toko ikut menertawakan pertanyaan Kamal."Iya, Mal. Namanya juga melamar wanita, ya kudu bawa cincin. Masa bawa kentut doang," sahut Om Herman sambil terg

Bab terbaru

  • Istri Abangku   42. Pertemuan

    "Ica, kamu mau ke mana, Sayang?" tanya Bu Miranti saat anak perempuannya yang sudah berada di meja makan, pukul setengah tujuh pagi, dan masih memakai kaus santai. Bu Miranti semakin keheranan, saat mendapati koper berukuran sedang, tergeletak manis di samping anaknya. "Ca, Mama tanya, mau ke mana? Mau keluar kota? Ke mana?" cecar Bu Miranti tak sabar. Wanita paruh baya itu menarik kursi makan, persis di samping Ica."Annisa!" "Eh, iya Mama Sayang. Ica mau ke Amerika," jawabnya santai sambil terus mengunyah mi goreng buatan bibik. Mata Bu Miranti membulat sempurna."Amerika? Mau ngapain? Kerja? Kok dadakan?" cecar Bu Miranti dengan sangat kaget. Amerika? Dia saja belum pernah ke sana. "Mau cari jodoh, Ma. Boleh'kan?" senyum Ica melebar. Bu Miranti tak mampu menjawab jika itu alasannya, karena dia sendiri memang menginginkan anak perempuannya segera menikah."Memangnya Made in Indonesia sudah tidak ada?" Ica tergelak mendengar pertanyaan dari mamanya. Wanita itu menggeleng kuat, lal

  • Istri Abangku   41. Los Angeles

    Selamat membaca.Kamal tidak tahu harus bicara apa pada Ali;kakak dari Ica. Lelaki itu terus saja bercerita tentang kisah adiknya, yang selama beberapa tahun ini gonta-ganti dijodohkan dengan lelaki pilihan mama dan papanya, tetapi tak kunjung ada yang cocok.Berkali-kali wanita itu mencoba, tetapi tak juga menemuka pria yang bisa membuatnya berdebar sekaligus tertawa. Rata-rata, lelaki yang dijodohkan dengannya karena memandang status kedokteran yang dimiliki sang papa dan juga gelar hukum yang dimiliki Ica. Tak pernah ada lelaki yang benar-benar menerima Ica apa adanya, sejak ia menyandang status janda.Ada yang orang tuanya tidak setuju. Ada yang lelakinya yang gak asik. Ada juga lelaki yang matre, dan masih banyak tipe lelaki lainnya yang tak berhasil mendekati Ica. Betapa pun orang tua mengusahakannya, tetapi tetap saja Ica menjomblo di usia 26 enam menjelang dua puluh tujuh tahun.Kamal merasa sedih mendengar nasib yang dialami oleh Ica. Bagaimanapun sebenarnya wanita itu adalah

  • Istri Abangku   40. Masa Depan

    4 Tahun Kemudian.Los Angeles adalah kota terpadat di negara bagian California, dan kota kedua terpadat di Amerika Serikat setelah New York City, dan terletak di Calofornia selatan. Kota ini merupakan titik utama wilayah statistik metropolitan Los Angeles-Long Beach-Santa Ana, dan wilayah Los Angeles raya.Dijuluki City of Angels, Los Angeles adalah pusat dunia bisnis, perdagangan internasional, hiburan, budaya, media, mode, ilmu pengetahuan, olah raga, teknonologi dan pendidikan terdepan.Silicon Valley merupakan kawasan yang dipenuhi kantor perusahaan yang bergerak di bidang internet, digital, dan sejenisnya. Artherton terbilang sangat dekat dari kantor pusat Facebook.Jangan heran kalau kawasan Artherton menjadi wilayah favorit para petinggi Apple, Yahoo, Google, Hewlett-Packard, dan lainnya. Mereka tak perlu berkendara jauh untuk mencapai kantor. Untuk itulah Artherton menjadi kawasan dengan kode pos termahal di Amerika Serikat.Satu hal yang paling mengejutkan seorang Kamal di aw

  • Istri Abangku   39. Hari yang Dinantikan

    Kamal, Bu Rani, dan Om Herman sudah berada di dalam mal. Mereka tengah memilih cincin cantik untuk diberikan pada Ica sore ini. Banyak pilihan cantik-cantik hingga membingungkan Kamal dan ibunya. Om Herman sampai menggeleng-gelengkan kepala memperhatikan Kamal dan ibunya yang kebingungan memilih aneka cincin."Semua bagus, Yang," puji Bu Rani menatap takjub etalase berisi emas."Pilih cincin juga buat Ibu," ucap Om Herman lagi sambil merangkul pundak calon istrinya. Kamal hanya bisa memutar bola mata malasnya melihat kedekatan sang ibu dengan lelaki tua yang bernama Herman. Canda-tawa dari sepasang calon pengantin uzur membuat dirinya jengah. Kamal memilih menjauh, sambil melihat-lihat etalase yang lain."Om, kalau melamar itu harus bawa cincin emangnya?" tanya Kamal pada Om Herman. Semua yang ada di sana termasuk tiga orang pelayan toko ikut menertawakan pertanyaan Kamal."Iya, Mal. Namanya juga melamar wanita, ya kudu bawa cincin. Masa bawa kentut doang," sahut Om Herman sambil terg

  • Istri Abangku   38. Rencana Melamar

    Kamal sadar dari pingsan, setelah dioleskan minyak kayu putih di hidungnya oleh Bu Rani. Beberapa kali mengerjapkan mata, mencoba untuk memulihkan kesadaran sepenuhnya. Samar Kamal melihat wajah khawatir sang ibu dan seorang pria yang baru saja mengatakan hal yang paling mengerikan dalam hidupnya. Dia saja belum ada yang mau. Padahal gagah, tampan, soleh, dan baik. Namun, kenapa yang lebih dahulu laris adalah para lelaki dan wanita berbau tanah?Sekali lagi Kamal menoleh pada ibu dan adik almarhum ayahnya. Lalu dengan sedikit merasakan nyeri di kepalanya, Kamal mencoba duduk. "Bu, anaknya pingsan jangan cuma dilihatin aja. Bagi minum, Bu," rengek Kamal dengan leher yang terasa begitu kering."Eh, iya. Gue ampe lupa, Mal. Habisnya, itu gue daritadi merhatiin hidung lu, agak kotor, Mal. Dibersihinlah!" ujar Bu Rani sambil berjalan menuju dapur. Kamal hanya bisa menyeringai sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sesaat kemudian, ia menoleh pada lelaki yang bernama Herman. Lalu deng

  • Istri Abangku   37. Siapa Herman?

    Kamal mengendarai motornya pelan masuk ke gang demi gang untuk menjajakan produk panci milik CV tempat ia bekerja saat ini. Penat, lelah, dan pegal pipi karena terus saja berbicara saat melakukan promosi sama sekali tidak membuatnya patah semangat atau mengeluh.Ditolak, sering. Diabaikan apalagi. Namun ia tetap berusaha. Tak pantas rasanya mengeluh, saat kita masih melihat ada orang yang berada di pinggir jalan dalam keadaan fisik tidak sempurna, sedangkan kita masih kuat dengan keadaan tubuh sempurna untuk mencari rejeki.Berangkat pagi pulang petang demi mendapatkan upah lima puluh ribu per hari dari kantor. Jika panci ada yang laku terjual, maka ia akan mendapatkan bonus seratus ribu per panci yang laku. Untuk gaji bulanan masih sangat kecil. Hanya satu juta saja, maka dari itu ia harus berusaha agar panci yang ia jajakan ada yang membeli.Seperti siang ini. Belum ada sama sekali kumpulan ibu-ibu yang membeli pancinya. Setiap sudut gang tikus dan masuk ke jalan buntu sudah ia lak

  • Istri Abangku   36. Pekerjaan Baru

    Sungguh sial, Kamal tak bisa membuka ikatan simpul mati di kedua pahanya. Dengan susah payah dan penuh penderitaan, Kamal menggotong ibunya bak karung beras sambil melompat.BughBughBughSuara hentakan kaki Kamal yang menjejak tanah berumput di samping tembok rumah Alex, disertai bunyi benturan wajah Bu Rani pada punggung Kamal terdengar sangat nyaring. Lelaki itu semakin ketakutan, saat pintu rumah Alex yang sepertinya akan segera terbuka.Secepat kilat Kamal menaruh begitu saja ibunya yang pingsan menyamping, seperti posisi karung beras. Untunglah motor yang dipinjam Kamal adalah motor matic, sehingga ia tak perlu mengangkang untuk naik ke atas motor."Wey! Siapa itu?!"BreemBreemKamal menekan gas dengan kecepatan penuh. Sungguh ia merasa berdosa dengan tubuh sang ibu yang terombang-ambing di jok belakang. Hampir saja ia ketahuan oleh Alex jika tidak segera pergi dari sana.Setelah merasa cukup jauh dari rumah kakaknya, Kamal memutuskan untuk berhenti di sebuah masjid di dalam k

  • Istri Abangku   35. Menakuti Susan dan Alex

    "Gimana sih kamu punya darah, Sayang? Bulan lalu darah rendah, bulan ini darah tinggi, bulan kemarin lagi, kurang darah. Gimana mau operasi kalau darah kamu galau gitu?" Alex masih duduk di kursi tunggu apotek rumah sakit. Di sampingnya ada Susan yang berwajah masam karena gagal lagi untuk operasi. Ia pun sebenarnya ingin sekali kutil tyrex ini segera dioperasi, namun apalah daya. Kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk melakukan operasi, walau hanya operasi kecil."Aku juga gak mau begini, Mas," sahutnya sambil menunduk. "Seandainya bisa aku sendiri yang cabut, pasti akan aku cabut, Mas," lanjut Susan lagi dengan suara bergetar menahan tangis."Sayang, itu kutil, bukan rumput. Gimana nyabutnya? Udah deh, nanti jadi penyakit yang lain!" Alex menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sambil melipat tangan di dada, sedangkan Susan masih saja cemberut.Tak lama kemudian, nomor antrean resep milik Susan muncul di layar khusus farmasi, Alex bangun dari duduknya, lalu berjalan untuk

  • Istri Abangku   34. Rencana Bu Rani

    Puluhan orang, bahkan ratusan orang berbaris rapi di sepanjang Gang Mawar, mereka diminta oleh Pak RT untuk mengambil uang takziah yang sudah terlanjur mereka berikan pada Bu Rani. Satu per satu berbaris antre mengambil uangnya kembali, dengan sarat jujur. Berapa yang mereka letakkan di baskom, itulah yang mereka minta kembali pada Bu Rani.Wajah wanita paruh baya itu masam, karena total uang takziah yang dikembalikan, lebih dari yang ia terima. Bahkan ia terpaksa mengambil beberapa lembar lagi uang merah dari amplop pemberian Alex, untuk dikembalikan pada warga. Kamal yang bertanggung jawab atas ini semua, memiliki tugas untuk menukar uang merah sebanyak lima ratus ribu, menjadi uang pecahan sepuluh ribu dan lima ribu.Jika sudah seperti ini, siapa yang mau disalahkan? Kamal yang terlalu cerdas, atau ibunya yang belum cerdas? Tenda yang telah dipasangkan pun kini sudah dibuka kembali, beberapa petugas malah meminta upah lelah karena telah memasang serta membongkar tenda dengan percum

DMCA.com Protection Status