Greesel dan Adrian yang semakin berciuman dengan romantis yang seakan melupakan dunia mereka dan untung saja tidak ada orang sama sekali di sana yang ada hanya mereka berdua saja. "Adrian!" ciuman berhenti dengan mereka berdua yang sama-sama terkejut dan melihat ke arah suara tersebut yang berasal dari pintu yang ternyata itu adalah Greesel. Gracia yang sangat terkejut melihat Adrian dan Greesel berciuman sampai wajah Greesel memerah. "Bu Gracia!" lirih Greesel. "Apa yang kalian lakukan!" sentak Gracia dengan emosi. Adrian dan Greesel yang langsung berdiri. "Gracia kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Adrian. "Jika aku tidak berada di sini, maka aku tidak akan tahu apa yang kamu lakukan dan kamu menepati janji kamu dan malah berduaan bersama dengan Greesel. Apa-apaan kamu Adrian!" ucap Gracia yang terlihat bertambah emosi. Greesel yang berada di dalam situasi itu terlihat semakin bingung dan justru takut. Bukan pertama kali dia melihat Adrian dan Gracia reboot. Tetapi kali ini
Akhirnya Adrian dan Greesel sampai juga di kediaman rumah sakit dengan mereka berdua berdua langsung memasuki ruang perawatan Asti. Greesel yang langsung masuk ke dalam ruang inti perawatan Asti yang mungkin ingin melihat keadaan hati dan juga adiknya yang bisa dikatakan cukup lama dia tinggalkan karena tadi harus menyelesaikan pertengkaran suaminya dengan sang kekasih. Sementara Adrian yang ternyata tetap ada di sana dan tidak menyusul Greesel untuk masuk. Sebenarnya Adrian memang sama sekali tidak belum pernah melihat ibu Greesel, meski dia sudah beberapa kali berada di rumah sakit itu. Greesel yang masuk ke dalam melihat Vano yang tertidur duduk di samping pasti dengan wajahnya yang bertumpu pada tempat tidur. "Vano!" ucap Greesel yang membangunkan dengan begitu lembu. "Dek! bangun!" ucapnya lagi yang akhirnya Vano terbangun dengan membuka matanya. "Kakak sudah kembali," ucap Vano. "Iya. Kamu jangan tidur di sini ya. Kamu sekarang tidur di luar, biar lebih nyaman," ucap Gr
"Nona Greesel, kondisi adik Anda semakin memburuk. Kami harus melakukan operasi sumsum tulang belakang secepatnya." Ucapan dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD membuat gadis berpakaian kucel itu lemas seketika. Air mata jatuh membasahi pipinya yang tampak pucat. Sesaat yang lalu, adiknya mengalami kecelakaan hingga langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Masih jelas dalam benak Greesel bagaimana tubuh Vano—adiknya yang berusia 10 tahun—berlumuran darah dan tidak sadarkan diri."O-operasi, Dokter?" sahut Greesel terbata. Pikirannya langsung kalut. "Kalau memang operasi bisa menyelamatkan nyawa adik saya, maka lakukan saja, Dokter!” Namun, pria berjubah putih itu menggeleng samar. “Anda harus menyelesaikan biayanya terlebih dahulu, Nona.” “Biaya…” ujar Greesel membeku. Matanya yang berair mengerjap beberapa kali. “Be-berapa banyak biaya yang dibutuhkan, Dokter?" tanyanya harap-harap cemas. Ia tak memiliki banyak uang dalam tabungannya saat ini. "Untuk donor sendiri kam
"Jika memang saya bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi adik saya dengan pekerjaan yang Ibu berikan, maka saya akan bersedia melakukannya," ucap Greesel sembari melepas tangan Gracia."Baiklah,” ujar Gracia sambil tersenyum tipis. “Kalau begitu kamu ikut saya sekarang.” Greesel menganggukkan kepala tanpa banyak tanya dan mengikuti wanita yang sudah berjalan terlebih dahulu itu.Greesel dibawa ke salah satu salon dan butik mewah. Tanpa buang-buang waktu, gadis itu langsung didandani sesuai perintah Gracia, sementara ia duduk di sofa dengan kakinya yang menyilang sembari membaca majalah.Mata Greesel melihat wanita yang baru saja memberikan bantuan itu kepadanya dari bayangan cermin."Aku tidak tahu kenapa Bu Gracia memberikan pekerjaan ini kepadaku. Tetapi aku memang tidak punya pilihan lain," batin Greesel yang terlihat begitu pasrah."Sudah selesai Nona!" ucap wanita yang sejak tadi menata rambutnya. Gracia yang juga mendengar hal itu langsung melihat ke arah Greesel yang berdir
“A-apa? Kamu mengusirku?” tanya Gracia tidak percaya. "Kita belum selesai bicara, Adrian. Kita harus menyelesaikan masalah ini saat ini juga!" "Aku ingin bicara dengan dia!" tegas Adrian sekali lagi."Ya sudah bicara saja. Kenapa harus menyuruhku untuk pergi?" Greesel menelan ludah. Ia benar-benar merasa tidak berdaya karena terjebak di antara sepasang kekasih yang tak sepaham ini. Rasanya, ia ingin pergi saja. Tapi Adrian masih menahan tangannya dengan erat seolah tak akan pernah melepaskannya."Aku bilang keluarlah!" Suara Adrian terdengar menahan amarah, tatapan tajamnya tertuju pada Gracia. "Aku tidak mau! Aku tidak akan pergi sebelum kamu setuju dengan semua ini!" ujar Gracia tetap menolak dengan keras kepala. “Kamu hanya perlu—”"Aku bilang pergi!" bentak Adrian dengan suara yang menggelegar. Tidak hanya Gracia, tapi Greesel juga tersentak kaget. Suasana hening melingkupi mereka selama beberapa detik sampai akhirnya Gracia mendenguskan napas gusar."Baiklah, aku akan keluar
"A-apa?” Greesel bertanya dengan suara tercekat. Terlalu terkejut dengan ucapan Adrian. Bukankah sesaat yang lalu pria itu menolak keras untuk menikah dengannya? Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?! "Kita bicara di dalam," kata Adrian sambil lalu, masuk kembali ke dalam apartemen mewah itu. Sedangkan Greesel tetap bergeming di ambang pintu."Mau sampai kau berdiri di sana?" tegur Adrian membuat Greesel sedikit kaget.Dengan kebingungan, Greesel kembali melangkahkan kakinya mengikuti Adrian ke ruang tamu."Duduklah!" titah Adrian.Seperti robot yang patuh, Greesel pun duduk. Wajahnya tampak bingung dan juga gugup. "Tunggu di sini!" kata Adrian. Sepasang mata Greesel mengikuti kemana pria itu pergi. Adrian ternyata memasuki sebuah ruangan, meninggalkan Greesel sendirian di ruang tamu dengan perasaan gelisah. Gadis itu masih menerka-nerka apa yang akan dilakukan Adrian.Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Adrian keluar dari ruangan itu sambil membawa map berwarna biru. Ia duduk di ha
Adrian dan Greesel yang masih berada di restaurant itu. Tetapi Eyang yang sudah pamit pulang terlebih dahulu."Dengar. Semua keputusan ada padaku. Kau hanya mengikut saja dengan apa yang sudah di atur," ucap Adrian menegaskan."Ba-baik!" sahut Greesel tergagap. Berada di sekitar pria ini benar-benar membuat nyalinya menciut. Entah bagaimana ia akan bertahan selama satu tahun ke depan."Pertemuan kita sudah cukup. Selanjutnya kita akan bertemu di pernikahan, jadi jangan menimbulkan masalah apapun," tegas Adrian, gegas berdiri dari tempat duduknya hendak pergi."Tunggu!" Greesel tiba-tiba menahan tangan Adrian. Pria itu menatap tangan kecil Greesel, membuat gadis itu lekas melepaskan genggamannya."Maaf!" ucapnya kikuk."Ada apa?" tanya Adrian dengan alis mengerut. Ekspresinya masih sama dingin."Kita sudah menandatangani kontrak pernikahan itu,” ujar Greesel pelan. “A-apa aku boleh meminta uang 120 juta di awal?" tanyanya hati-hati.Dia sudah mengumpulkan keberanian yang luar biasa unt
Sampai detik berikutnya Adrian yang sudah berada di atas tubuh Greesel, menindih tubuh mungil itu yang membuat Greesel semakin gugup dan refleks memalingkan wajah ke kiri. Dia sangat tidak berani menatap Adrian yang sejak tadi memancarkan aura wajah yang sangat dingin."T- tuan mau apa?" tanya Greesel dengan terbata-bata."Cih! Pertanyaan macam apa itu!" sahut Adrian dengan mendengus kasar yang memperhatikan wajah gugup Greesel yang harus diakui memang sangat cantik."Kau jangan lupa dan pura-pura bodoh. Jika malam ini kau akan berada di bawah kekuasaan ku, bukankah tujuanku menikah dengan mu hanya untuk ini dan kau sudah mendapatkan bayaran pertamamu. Jadi sudah menjadi tugasmu untuk menjalan kewajibanmu," Adrian menjelaskan sekali lagi.Kata-kata yang terdengar dengan suara berat itu cukup membuat Greesel takut, hal ini menjadi yang pertama kali untuknya dan dia juga tidak tahu harus melakukan apa. Dia sudah mendapatkan uang, adiknya di operasi dan mereka sudah menikah. Sebenarnya