James memaku langkahnya saat melihat dua orang di halaman belakang sedang saling bercumbu. Itu membuatnya langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia tersenyum tipis malu, berfikir seolah bahwa mereka memang memiliki hubungan serius setelah melihat kejadian itu. Kemudian dia memilih untuk kembali ke ruang kerjanya dan membiarkan mereka melanjutkan apa yang sedang mereka lakukan.
Andrew bukannya menyudahi ciuman itu tapi dia malah semakin menjadi, mulutnya terbuka melumat habis bibir Alluna hingga perempuan itu kewalahan. Rasanya dia sudah sangat lama tak bercumbu dengan Tad, namun ini sungguh sangat berbeda. Bibir Alluna terasa sangat manis dan lembut seperti gulali. Alluna tak membalas ciumannya dia lebih pasif dan diam menikmati permainan bibirnya. Tangan Alluna bergerak meremas lengan kemaja Andrew yang tengah membungkuk dan mencercap bibirnya kuat. Nampak beberapa kali tangannya memukul dadanya ketika kehabisan nafas dan Andrew tak“Kenapa?” ucap Alluna setelah mendengar larangan Andrew untuk tak memiliki kekasih tanpa seijinnya.Tad yang merasa aneh dengan sikap Andrew mulai tersenyum getir.“Iya, kenapa Alluna harus meminta ijin padamu terlebih dulu? Bukankah itu haknya?” dia merasa kalau Andrew mulai bersikap aneh.Andrew menghela nafas panjang sebelum berucap.“Karena kau, masih terikat denganku?”Raut wajah Tad berubah muram, kalau pun memang mereka hanya berpura-pura seharusnya Andrew tak bersikap berlebihan seperti itu.“Tapi” sahut Alluna.“Ayahku pasti mengirim mata-mata untuk mengawasimu... jika sampai kau dekat dengan laki-laki dan dia mengetahuinya... maka, hubungan kita akan terbongkar! Jadi jika nanti kau dekat dengan seorang laki-laki... usahakan kalau kau selalu melaporkan semua kegiatanmu, apa, di mana dan sedang apa kau harus
Sebuah mobil hitam nampak berhenti di depan sebuah Mall terbesar di kota itu. Mafin keluar dari mobil kemudian berjalan ke sisi lain dan membantu Bella membuka pintunya. Ketika James berada di luar Kota maka Mafin selalu bertugas untuk menjaga Bella kemanapun perempuan itu pergi.Dia sedang menemani Bella untuk mencari bahan yang akan dibuat gaun, rancangan kemarin telah selesai dan kini siap untuk dibuat versi gaunnya.Mafin berjalan layaknya bodyguard yang selalu siap siaga menjaga Bella, dia bahkan tak pernah lupa mengingatkan Bella untuk selalu minum obat.Mereka berdua terlihat berjalan menuju sebuah toko kain yang terkenal di Mall itu. Bella nampak sesekali menoleh ke belakang mengawasi Mafin. Karena merasa canggung Bella akhirnya melangkah mundur agar langkah kakinya sejajar dengan Mafin yang ada di belakangnya.“E, Nona?” Mafin tak enak hati dan mencoba untuk menghindar lalu memilih menjauh darinya.
Alluna menggerakkan tangannya perlahan, jari jemarinya menyentuh bagian dada Andrew tepat di bagian bekas luka. Tak hanya satu ada beberapa dan itu terlihat jelas ketika Alluna menatapnya lekat.Sperti garis putih namun ada juga sebagian yang nampak menghitam.Andrew terdiam, tak ada seorang pun yang menyadari bahwa ada bekas luka di tubuhnya hanya Bella yang tahu. Bahkan Tad yang sering melihatnya bertelanjang dada pun sepertinya tak menyadari hal itu.Andrew menundukkan kepala menatap di mana tangan Alluna berada.“Ini?” Alluna tak sanggub melanjutkan ucapannya.Laki-laki itu langsung meraih tangan Alluna cepat. Membuat perempuan itu mengalihkan pandangannya ke mata Andrew.“Ini hanya bekas luka dan tidak berarti apa-apa bagiku... Alluna. Aku kedinginan bisakah kau cepat pergi dan ambilkan pakaianku?” Andrew mulai mengigil, sebenarnya dia hanya mencoba mengalihkan perhatian Alluna.“Ah yaa ampun! Maaf aku
Merasa bahwa itu tidak benar Alluna menghindar menolehkan wajahnya ke samping kemudian berucap dengan gugup."Aku lupa bahwa Paman sudah menyiapkan makan malam. Dia mengajakmu untuk ikut makan malam bersama!" Aluna bergegas mempercepat langkahnya masuk ke dalam.Pipinya terlihat sangat merona dia benar-benar malu namun setidaknya hatinya merasa lega karena dia tak membiarkan Andrew melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. Karena itu hanya akan membuat Alluna berfikir kalau Andrew menaruh hati padanya dan itu tak boleh terjadi.Andrew sadar bahwa sikap penolakan Alluna sengaja dilakukan karena ingin menghindar darinya, dia kemudian menunduk merenungkan apa yang baru saja hampir dia lakukan kepada Alluna.Andrew hampir saja melakukan kesalahan untuk yang kedua kali.Tangannya bergerak memijat kecil keningnya sembari menghela nafas panjang untuk melegakan perasaannya.♡♡♡
Kebetulan di mana Alluna turun dari mobil, posisinya masih sangat jauh dari halte bus. Di sana bahkan Alluna tak menemukan taxi. Namun ketika melihat sebuah halte tak jauh di depannya dia baru teringat bahwa tas beserta kartu semuanya tertinggal di mobil Andrew.“Ya Tuhan!!! Bodoh! Bodoh!” umpatnya kepada diri sendiri.Bagaimana mau naik taxi, bahkan untuk naik bus yang tak seberapa mahalnya pun Alluna tak sanggup karena kartu khusus yang di pergunakan sebagai alat transaksi untuk membayar tiket bus pun ada di dalam tasnya.Tapi beruntungnya Alluna karena ternyata ponselnya ada di saku hoodie milik Andrew yang dia kenakan. Di dalam saku dia juga menemukan beberapa lembar uang kertas namun itu tak cukup untuk membayar tagihan taxi.Sebenarnya jarak ke rumah Andrew masih terbilang cukup jauh, namun tadi Alluna sengaja berucap bahwa kembali ke rumahnya hanya membutuhkan waktu beberapa menit karena tak ingin membuat And
Mobil yang ditumpangi Andrew berhenti di depan loby, dia langsung berlari menuju ke lift yang bergerak membawanya ke lantai di mana apartement Tad berada.Setelah pintu lift terbuka, Andrew segera berlari keluar.Tit! Tit! Tit!Andrew menekan pasword masuk pintu apartementnya, setelah pintu terbuka secara otomatis dia segera berlari masuk ke dalam.“Tad??” Andrew menuju ke kamarnya dan menemukan Tad tengah terduduk di lantai kamar mandi dengan kaki yang sudah membengkak.“Astaga! Tad?? Apa yang terjadi denganmu?” Andrew lalu menggendong dan membawanya keluar, karena dia juga mengindikasi bahwa Tad terkena demam setelah melihat wajahnya yang pucat dan memerah padam maka Andrew segera membawanya ke rumah sakit terdekat.♡♡♡Andrew berdiri di seberang ranjang menanti Dokter yang sedang memeriksa keadaan Tad. Pandangannya nampak mengawasi raut wajah Tad yang terdiam dengan ekspresi wajah datar.“Apa dia baik
“Aaaaaaaaah! Andreeew! Andreeew tolong!” teriak Alluna semakin keras ketika ponselnya terjatuh.Penguntit itu menjambak rambutnya dan menyeret Alluna sampai ke tengah jalan yang sepi.“Lepas! Ini sakit!” rambutnya dijambak kuat, wajah Alluna sampai memerah ketika menahan sakit di kepalanya.“LEPAS!!”Seketika penguntit itu melepaskan Alluna dengan kasar bahkan mendorong kepalanya hingga keningnya terbentur jalan aspal.Dug!“Aaauuu!” Alluna meringis memegangi kepalanya yang sakit. Terlihat merah memar dan sedikit bercak darah di keningnya.Laki-laki itu membungkuk dan menjambaknya lagi menarik kepala Alluna sampai tertarik kebelakang hingga dia refleks berteriak karena menahan sakit di bagian leher.“Aaaarrgghh!!”Plak!Satu tamparan keras mendarat di pipinya hingga ujung bibirnya pecah dan terdapat darah hitam mengental.
“Melihat sikapmu cemburu seperti ini... apa itu artinya kau menyukai Alluna?” tuduhnya kepada laki-laki yang berdiri mematung memunggunginya.Andrew terdiam mendengar pertanyaan Nathan yang membuatnya tak bisa berucap, tak ingin lebih lama berurusan dengannya Andrew menoleh kemudian membuat Nathan bungkam dengan satu kalimat pedas.“Itu bukan urusanmu!!!”Salah satu ujung bibirnya langsung terangkat, Nathan tersenyum sinis dan membiarkan Andrew melangkah mendekati Alluna.Laki-laki itu telah berdiri di sisi ranjang menatap wajah Alluna yang sedang terpejam. Wajahnya lusuh, terdapat beberapa memar di bagian wajahnya. Tak lama setelah itu pandangannya teralihkan ke tangan Alluna yang dibalut perban dengan sedikit warna merah darah yang timbul menembus permukaan.Andrew yakin kalau tangan Alluna terluka parah. Dia menghela nafas panjang kemudian berucap kepada Nathan yang ma
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al