“Di mana aku menyimpannya, ya? Aduuuh... bagai mana ini? jangan sampai hilang bisa payah nanti!” Bella masih sibuk mencari berkas itu namun dia tak kunjung menemukannya.
Bella telah mencari di almari bahkan bifet tempat biasa dia menyimpan berkas penting. Tak lupa di laci bawah meja namun di sana juga dia tetap tak menemukannya.Huuuffttt!Bella menghela nafas panjang melegakan dadanya, dia nampak kesal dan lelah karena tak kunjung menemukan berkasnya. Tubuhnya sempat terpaku saat tiba-tiba merasa sakit di bagian kepala.Mafin yang melihatnya mulai mengkhawatirkan keadaan Bella.“Nona, Anda baik baik saja? Apa Saya perlu menbantu mencari berkasnya?” Mafin telah beranjak dari kursi dan segera menghampiri Bella.Dia langsung meraih tubuhnya menahan agar tak jatuh.“Nona, Anda tidak boleh kelelahan” ucap Mafin dengan sangat lembut dan penuh perhatian. Dia tahu benar bahwa Bella mengidap penyakit yang menyerang imun tubuhnSetelah menghabiskan sarapannya, Andrew menyempatkan diri untuk mengantar Alluna ke kampus sebelum berangkat kerja.“Stop stop stop!!” Alluna meminta Andrew menghentikan mobilnya jauh sebelum sampai di depan gerbang kampus.Andrew langsung menginjak pedal rem dan menepikan mobilnya.“Kenapa kau memintaku untuk berhenti di sini?” Andrew melihat kesekitar memastikan bahwa mereka behenti masih jauh dari tempat Alluna kuliyah.“Tidak apa-apa” ucapnya sembari melepas sabuk pengaman yang melingkar di tubuhnya.“Aku hanya tidak ingin ada yang melihat kalau kau mengantarku, takut Tad akan melihat dan salah sangka” Alluna mencoba menjelaskan maksudnya.Andrew terkekeh sinis bahkan dia tak berfikir sampai ke arah sana. “Bagaimana mungkin dia cemburu padamu! Hal itu tidak akan terjadi!"“Sebelum ak
"Apa?" Alluna terkejut mendengar permintaan Andrew.Laki-laki itu lebih terkejut dengan apa yang baru saja keluar dari mulutnya, namun sepertinya dia tak sadar ketika mengucapkan hal itu. Mungkin karena lelah sehingga Andrew tak memperhatikan apa yang dia ucapkan.Ghm!! Andrew berdehem menetralkan suasana, sempat dia merasa canggung karena tanpa sadar menahan tangan Alluna dalam genggamannya.“lupakan! Ingat kau harus kembali sebelum pukul 9!” ucapnya mengalihkan suasana.“Hah? Yang benar saja? Film dimulai pukul 8 masak iya aku harus sampai di rumah pukul 9?” Alluna merengek seperti anak remaja yang sedang meminta izin kepada orang tuanya untuk pulang malam.“Mau tidak mau kau harus ikuti aturanku! Pulang jam 9 atau kau tidak bisa pergi?” Andrew mencoba memperingatkannya, walaupun nada bicaranya terdengar lembut namun pandangannya terlihat tajam.“Ya!!!” Alluna tak mau ambi
Alluna sebenarnya masih sangat speechless dengan apa yang Andrew lakukan.Andrew hanya melirik tajam memperlihatkan bahwa dia tak suka melihat Nathan berdekatan dengan Alluna. Terlebih lagi jika mengingat kejadian beberapa hari lalu ketika Nathan mengangkat panggilan darinya ketika Andrew menghubungi Alluna, ingin sekali rasanya Andrew memukul laki-laki itu saat ini juga.Merasa aura di antara mereka berdua semakin memanas Alluna memilih pergi ikut dengan Andrew.“Kak, maaf... tapi sepertinya aku harus pergi" Alluna tak ingin terjadi hal yang tak diinginkan, maka dari itu dia memilih keluar dari bioskop dengan Andrew.Karena jika tidak Andrew pasti akan mengamuk di tempat itu.Tak ada yang bisa di lakukan Nathan jika Alluna sudah memilih pergi dengan Andrew, dia perlahan melepaskan tangan Alluna.Membiarkan perempuan itu pergi dengan Andrew.“Maaf, Kak... kita akan
“Mereka tidak bersalah, aku yang telah membuang rokok itu karena masih menyala dan banyak berkas di sekitarnya. Aku hanya takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi... maaf” Alluna menelan ludahnya dengan susah payah, dia mengumpulkan banyak keberanian untuk berucap demikian di depan Andrew.Seketika ruangan menjadi sepi, hening bersamaan dengan itu petir menyambar dan hujan pun turun. Semua mata tertuju ke Alluna yang berdiri di barisan paling ujung dari sekian banyak pelayan yang berjejer di sana.Bahkan pelayan yang semula ketakutan tak berani mengangkat wajahnya kini mereka berani menatap Alluna. Mereka semua tak menyangka kalau Alluna akan menyelamatkan mereka.Bella yang terkejut pun tak bisa berkata, dia menoleh ke arah Andrew yang berdiri di sampingnya. Laki-laki itu menatap Alluna dengan pandangan kosong. Andrew tak menyangka kalau Alluna, lah yang telah masuk ke dalam ruanga
James memaku langkahnya saat melihat dua orang di halaman belakang sedang saling bercumbu. Itu membuatnya langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia tersenyum tipis malu, berfikir seolah bahwa mereka memang memiliki hubungan serius setelah melihat kejadian itu. Kemudian dia memilih untuk kembali ke ruang kerjanya dan membiarkan mereka melanjutkan apa yang sedang mereka lakukan.Andrew bukannya menyudahi ciuman itu tapi dia malah semakin menjadi, mulutnya terbuka melumat habis bibir Alluna hingga perempuan itu kewalahan. Rasanya dia sudah sangat lama tak bercumbu dengan Tad, namun ini sungguh sangat berbeda.Bibir Alluna terasa sangat manis dan lembut seperti gulali. Alluna tak membalas ciumannya dia lebih pasif dan diam menikmati permainan bibirnya.Tangan Alluna bergerak meremas lengan kemaja Andrew yang tengah membungkuk dan mencercap bibirnya kuat. Nampak beberapa kali tangannya memukul dadanya ketika kehabisan nafas dan Andrew tak
“Kenapa?” ucap Alluna setelah mendengar larangan Andrew untuk tak memiliki kekasih tanpa seijinnya.Tad yang merasa aneh dengan sikap Andrew mulai tersenyum getir.“Iya, kenapa Alluna harus meminta ijin padamu terlebih dulu? Bukankah itu haknya?” dia merasa kalau Andrew mulai bersikap aneh.Andrew menghela nafas panjang sebelum berucap.“Karena kau, masih terikat denganku?”Raut wajah Tad berubah muram, kalau pun memang mereka hanya berpura-pura seharusnya Andrew tak bersikap berlebihan seperti itu.“Tapi” sahut Alluna.“Ayahku pasti mengirim mata-mata untuk mengawasimu... jika sampai kau dekat dengan laki-laki dan dia mengetahuinya... maka, hubungan kita akan terbongkar! Jadi jika nanti kau dekat dengan seorang laki-laki... usahakan kalau kau selalu melaporkan semua kegiatanmu, apa, di mana dan sedang apa kau harus
Sebuah mobil hitam nampak berhenti di depan sebuah Mall terbesar di kota itu. Mafin keluar dari mobil kemudian berjalan ke sisi lain dan membantu Bella membuka pintunya. Ketika James berada di luar Kota maka Mafin selalu bertugas untuk menjaga Bella kemanapun perempuan itu pergi.Dia sedang menemani Bella untuk mencari bahan yang akan dibuat gaun, rancangan kemarin telah selesai dan kini siap untuk dibuat versi gaunnya.Mafin berjalan layaknya bodyguard yang selalu siap siaga menjaga Bella, dia bahkan tak pernah lupa mengingatkan Bella untuk selalu minum obat.Mereka berdua terlihat berjalan menuju sebuah toko kain yang terkenal di Mall itu. Bella nampak sesekali menoleh ke belakang mengawasi Mafin. Karena merasa canggung Bella akhirnya melangkah mundur agar langkah kakinya sejajar dengan Mafin yang ada di belakangnya.“E, Nona?” Mafin tak enak hati dan mencoba untuk menghindar lalu memilih menjauh darinya.
Alluna menggerakkan tangannya perlahan, jari jemarinya menyentuh bagian dada Andrew tepat di bagian bekas luka. Tak hanya satu ada beberapa dan itu terlihat jelas ketika Alluna menatapnya lekat.Sperti garis putih namun ada juga sebagian yang nampak menghitam.Andrew terdiam, tak ada seorang pun yang menyadari bahwa ada bekas luka di tubuhnya hanya Bella yang tahu. Bahkan Tad yang sering melihatnya bertelanjang dada pun sepertinya tak menyadari hal itu.Andrew menundukkan kepala menatap di mana tangan Alluna berada.“Ini?” Alluna tak sanggub melanjutkan ucapannya.Laki-laki itu langsung meraih tangan Alluna cepat. Membuat perempuan itu mengalihkan pandangannya ke mata Andrew.“Ini hanya bekas luka dan tidak berarti apa-apa bagiku... Alluna. Aku kedinginan bisakah kau cepat pergi dan ambilkan pakaianku?” Andrew mulai mengigil, sebenarnya dia hanya mencoba mengalihkan perhatian Alluna.“Ah yaa ampun! Maaf aku
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al