Pagi ini kami semua melepas kepulangan Teh Siti ke Bogor, mobil yang ditumpangi Teh Siti perlahan menjauh meninggalkan rumah Ibu. Setelah itu Bapak, Bang Zaki dan Kang Jaya suami Teh Ira pamit untuk pergi kerja masing-masing. Dirumah hanya tinggal aku, Ibu dan Teh Ira. Ibu hari ini gak ikut keladang. Anak-anak Teh Ira sudah berangkat ke sekolah diantar Kang Jaya tadi pagi . "Dewi..Dewi..ajarin Teteh main pesbuk sinih. "Teh Ira menarik lenganku hingga aku nyaris jatuh, membawaku duduk di kursi ruang tamu Ibu."Appaan sih Teh, narik-narik. Dewi mau nyuci baju , nanti aja kalo Dewi udah selesai semua pekerjaan rumah. Nanti Dewi buatin Facebook, Instagram, WhatsApp semua yang Teteh minta nanti Dewi buatin deh. Dewi ajarin juga cara mainya." Ucapku panjang lebar. Ibu melihat kami terheran-heran."Loh, emang Ira punya hp baru? Kapan belinya?"Tanya Ibu pada kami."Ini HP dikasih Siti Bu, kan Siti hp nya banyak. "Ucap Teh Ira sambil mencoba mengutak-atik layar hp berukuran 5 inch itu."D
Aku melanjutkan kegiatanku mencuci baju hingga selesai. Kemudian merendamnya sebentar dengan pewangi . Menunggu pewangi ini meresap dibaju-baju yang telah kucuci, aku menyambi mencuci piring bekas sarapan tadi. Setelah cuci piring selesai, aku mengambil baju yang kurendam untuk segera aku jemur. Sesekali aku melihat Teh Ira, dia ngos -ngosan ngepel lantai .hihii.Lumayan, hari ini ada assiten gratisan. Aku tertawa lagi dalam hati. "Semangat Teh, abis ini jangan lupa siram taneman ya. Dewi mau jemur baju dulu. " Ucapku pada Teh Ira yang lagi asyik ngepel lantai dapur, aku melewatinya saat hendak mengambil hanger yang kusimpan diruang khusus setrika samping dapur. Teh Ira hanya menjawab dengan anggukan , keringatnya mengalir deras dari pelipisnya. Kulihat Teh Ira mengelapnya dengan lengan daster panjangnya."Abis ini nimbang ya Teh, turun berapa kilo tuh BB nya. Heheheh" . Ucapku ngeledek sambil berlalu.Teh Ira hanya melotot. Aku hanya terkekeh melihatnya. Kugantung satu persatu h
POV Ira.Pagi ini, adiku Siti akan kembali ke kota tempat tinggalnya, Bogor. Setelah 3 hari singgah di rumah Ibu . Kami semua melepas kepulangan Siti, setiap tahun Siti dan suaminya biasa mengunjungi Ibu 2-3 kali. Setiap kali datang, Siti selalu memberiku kenang-kenangan, bukan memberi tapi lebih tepatnya aku yang minta. Ya karena kulihat Siti itu orang kaya jadi wajar dong aku kan kakaknya.Apapun yang aku minta Siti selalu memberikan, karena aku adalah kakak satu-satunya. Dari baju, jilbab, make up, tas, parfum apapun yang kuminta Siti selalu kasih, dan kali ini aku meminta handphone milik Iqbal ,ya karena handphone itu hanya digunakan untuk main game. Aku ingin sekali punya fesbuk seperti Lilis tetanggaku, dia saja yang hanya tukang sayur bisa eksis setiap hari berfoto ria dan mempostingnya di dunia Maya. Hari ini, aku minta diajari main fesbuk pada Dewi, adik Iparku . Dewi bersedia mengajariku main fesbuk dengan syarat aku membantunya membereskan rumah. Sedangkan Dewi mencuci
Sore ini, ada undangan akikah anak pak Ustadz. Ibu mewakilkanya padaku,tentu saja Teh Ira juga turut hadir dalam undangan ini. Aku sudah bersiap-siap , memakai gamis terusan warna hitam dengan hiasan bordir benang emas dibagian dada dan pergelangan tangan, aku mengenakan jilbab segi empat warna mocca yang kurasa cocok aku padu padankan dengan gamisku. Kuraih sendal berbentuk selop dari rak sepatu, ah melihat jajaran sendalku ada yang membuat hatiku sebel seketika. Melihat sendal merk batu ku yang putus dipakai Teh Ira waktu itu. Walau kini sendalnya sudah di perbaiki oleh Bapak , tapi tetap saja sendalnya tak kembali seperti semula. Hengghhh aku mendengus.Nampaknya, didepan sudah ada Wak Enin dan Wak Zenab yang sudah menungguku. Kami memang janjian untuk pergi bersama. "Ih,, Dewi geulis pisan atuh . " Ujar Wak Zenab memuji penampilanku. "Iya nih, menantu Bu Dedeh cantik pisan ." Wak Enin menimpali. Aku hanya tersenyum tersipu malu. "Wak, kita tunggu Teh Ira bentar ya. Tadi ka
POV IraSore ini ada undangan dirumah Pak Ustadz, undangan aqiqah kelahiran anak keduanya. Tentu saja aku bersemangat untuk hadir, hiyaaa aku mau tunjukan ke orang-orang kalo Ira sekarang punya hp canggih. "Kang bagi duit donk, buat ngamplop ke rumah pak Ustadz. "Pintaku pada Kang Jaya yang baru saja pulang bekerja, dan sedang menikmati secangkir kopi dengan sebatang rokok menyala disela jarinya . "Emang hari ini undangannya?, Nih. Amplopin semua. " Kang Jaya menyerahkan selembar uang pecahan limapuluh ribu rupiah. Aku segera menyautnya dan berlalu ke kamar akan segera memasukannya dalam amplop. Kulirik Kang Jaya dari pintu kamar, ah dia sedang asyik melepas lelahnya." Enak saja , giliran kondangan aja amplopnya harus gede, kemarin aku minta duit untuk beli paket data gak dikasih. Huh dasar Kang Jaya ini, kalau untuk orang lain royal. Untuk istri sendiri pelit. Liat aja, emangnya aku ini bisa di bodoh-bodohin apa. Hemmm." Aku menggerutu sendiri seraya memasukan uang pecahan duap
Sepulang dari rumah pak Ustadz , Teh Ira memintaku untuk menemani beli kartu dan paket data. "Dew, nanti mampir ke konter ya. Anterin Teteh beli kartu sama paket data . " Ajaknya seraya mendekat kepadaku. "Boleh aja nanti Dewi temenin ya. " Ucapku datar. "Tapi nanti ajarin Teteh main fesbuk ya sesuai janji kamu kemarin. " Ucap Teh Ira lagi,menagih janjinya padaku. "Ashiaaaap. " Seruku menirukan gaya Atta Halilintar. "Beli di konter depan aja Teh. " Lanjutku. "Wak Enin sama Wak Zenab duluan aja ya. Dewi mau Anter Teh Ira beli kartu dikonter depan. "Ucapku pada Wak Enin dan Wak Zenab."Ohh yaa sok atuh, kalau begitu Uwak duluan ya Dew. "Ucap Wak Zenab berpamit padaku dan Teh Ira. "Iya Wak. ''Setelah Wak Zenab dan Wak Enin berlalu, aku dan Teh Ira belok ke konter yang dituju. "Kang, kalo kartu perdana sama berikut paket datanya ada. ? " Tanyaku pada Kang Agus si empunya konter. "Ada Dew. Mau kartu apa ?" "Teh, mau kartu apa?" Tanyaku lirih membisik pada Teh Ira.''Yang kaya pun
Jam dinding sudah menunjukan pukul 17.15. Sebentar lagi Bang Zaki dan Bapak pulang. Kubiarkan Teh Ira yang masih menangis , didepan meja makan. Lebih baik aku siap-siap menyambut Bang Zaki. Aku segera mengganti pakaian dengan home dress yang biasa ku kenakan sehari-hari. Idan dan Iis masih bermain diruang TV. Terdengar suara Kang Jaya dari luar. "Idan, Iis , mana Emak kamu?. Kondangan kok lama banget. Bapak laper ini belum makan. " Tanya Kang Jaya pada kedua anaknya. Dari nada bicaranya, sepertinya Kang Jaya kesal sama Teh Ira. "Emak nangis Pak, didapur. " Jawab Iis. Kang Jaya langsung menemui Teh Ira yang kini tangisnya mulai pelan.''Heh. Kenapa kamu nangis disini? Pergi kondangan bukanya masak dulu, malah ninggalin lauk sisa tadi pagi. Mau dikasih makan apa suami kamu ini Ra?'' Tanya Kang Jaya pada Teh Ira dengan nada kesal yang tak menghiraukan tangisnya. Tanganya meraih gelas diatas rak kecil,menuangkannya air putih dan meminumnya hingga tandas. Yang ditanya tak menjawab
"assalamualaikum, " Bang Zaki masuk dan mengucapkan salam." Waalaikumussalam." Jawabku dan Ibu berbarengan.Aku segera menyambut kepulangan suamiku. Sementara Bapak masuk dari pintu belakang dan langsung menuju ke kamar mandi."Mau mandi, atau makan dulu Bang. ?" Tanyaku pada Bang Zaki. "Mandi dulu aja Neng, lengket nih badan rasanya. Udah mau Maghrib juga. '' jawab Bang Zaki seraya mengibas-ngibaskan bajunya. "Eh, Idan dan Iis. Udah sore masih disini. Mau minep tempat Nenek?" Tanya suamiku pada kedua ponakanya. "Iya, Idan sama Iis malam ini tidur sama Nenek dulu ya. Udah sana siap-siap ambil wudhu abis ini kemushola bareng Kakek ya. Tunggu Kakek , masih mandi. " Ucap Ibu pada Idan dan Iis, kemudian Ibu berlalu untuk menyiapkan sarung dan baju Koko Bapak. Idan dan Iis menunggu bapak diruang TV ***Setelah sholat Maghrib, seperti biasa Bapak selalu melambatkan untuk pulang kerumah. Sekedar ngobrol dengan jamaa'ah lainya atau kadang memperlama bacaan dzikir. Bang Zaki pun belum
"Bang, besok Ibu mau ke Bogor, katanya kerumah adiknya Bapak." Ucapku pada Bang Zaki memberitahu."Oh, kerumah Bik Amnah. Iya tadi Bapak kasih tau ke Abang sewaktu pulang dari Mushola. ""Bang, besok Neng boleh ikut ke kios gak? Kan Bapak sama Ibu besok gak ada. Neng ikut Abang ya." Pintaku pada Bang Zaki. Selama menikah, aku memang belum pernah ikut ke kios suamiku, aku lebih senang dirumah apalagi kalau ada Ibu. Tapi kali ini Ibu gak ada, dari pada nanti ada gara-gara sama Teh Ira lagi, lebih baik aku ikut Bang Zaki. "Hp siapa .?" Tanya Bang Zaki menunjuk Hp yang kugenggam. "Oh, ini HP Teh Ira. Mau Neng kasihkan besok. Kan Ibu mau ke Bogor. Biarlah Teh Ira bersenang hati dulu. " Jawabku seraya meletakan Hp diatas meja riasku. ***Pagi jam 06.00 tadi, Ibu dan Bapak sudah pergi dijemput travel. Idan dan Iis pulang kerumah setelah Bapak dan Ibu pergi tadi. Sekarang tinggal aku dan Bang Zaki dirumah, akupun segera siap-siap ke dapur untuk masak sarapan. "Neng, gak usah masak. Nant
POV IraKang Jaya terus menyeret ku untuk pulang kerumah. Aku malu ,dilihat para tetangga disepanjang jalan dari rumah Ibu. Sial si Dewi itu, dasar Ipar kurang ajar. Kenapa gak kasih tau aku kalau untuk registrasi kartu itu harus pakai KK , kalau tau begitu kan aku siapkan dari awal. Kalau kaya gini kan aku jadi ketauan kalau aku baru saja korupsi uang kondangan. Ah dasar, awas kamu ya Dew, tunggu pembalasanku. Lagian, aku kan gak salah . Kemarin aku minta uang baik-baik pada Kang Jaya, dia gak kasih. Ya terpaksa aku harus korupsi. Huh dasar suami pelit.Sampai rumah, Kang Jaya terus memarahiku, mungkin rasa lapar karena belum makan membuat emosinya semakin naik. "Jangan salahkan Ira Kang, apa Akang selama Ini kasih Ira uang selain Uang belanja.?" Ucapku pada Kang Jaya dengan nada penuh emosi. Aku meremas ujung bajuku dengan rasa geram. Selama ini, Kang Jaya memang pelit padaku, hanya menjatah 25.000/ Hari. Mana cukuplah."Kamu kenapa jadi nuntut begini Ra. ? Dulu Akang mempercaya
"korupsi bagaimana .?"Tanya Bang Zaki padaku, nampak serius sekali wajah suamiku ini. "Jadi ceritanya Kang Jaya ngasih uang limapuluh ribu untuk kondangan kerumah pak Ustadz, eh uang nya dituker sama uang duapuluh ribuan. Nah uang dari Kang Jaya itulah yang dipake buat beli kartu sama paket data tadi. "Jelasku panjang lebar pada Bang Zaki.Bang Zaki tak menanggapai, hanya menarik nafas dan membuangnya kasar. "Neng kasihan deh Bang, sama Teh Ira. "Ujarku.Bang Zaki masih tetap tak menanggapi. Entah kenapalah suamiku ini.?Kudengar Ibu mengetuk pintu, segera aku membukanya. "Nih Dew, HP nya. "Kata ibu seraya menyerahkan hp padaku. Kemudian Ibu melangkah kembali keruang TV."Udah bu ngobrolnya ?"Tanyaku pada Ibu, kemudian mengikuti Ibu duduk diruang TV kubiarkan Bang Zaki menyelesaikan pekerjaannya dikamar. "Udah . Teteh Siti cuma kangen aja, padahal baru beberapa hari kemarin ketemu. " Ucap Ibu, tanganya memencet tombol remote TV dan menggantinya dengan acara lain, sinetron kesayang
"assalamualaikum, " Bang Zaki masuk dan mengucapkan salam." Waalaikumussalam." Jawabku dan Ibu berbarengan.Aku segera menyambut kepulangan suamiku. Sementara Bapak masuk dari pintu belakang dan langsung menuju ke kamar mandi."Mau mandi, atau makan dulu Bang. ?" Tanyaku pada Bang Zaki. "Mandi dulu aja Neng, lengket nih badan rasanya. Udah mau Maghrib juga. '' jawab Bang Zaki seraya mengibas-ngibaskan bajunya. "Eh, Idan dan Iis. Udah sore masih disini. Mau minep tempat Nenek?" Tanya suamiku pada kedua ponakanya. "Iya, Idan sama Iis malam ini tidur sama Nenek dulu ya. Udah sana siap-siap ambil wudhu abis ini kemushola bareng Kakek ya. Tunggu Kakek , masih mandi. " Ucap Ibu pada Idan dan Iis, kemudian Ibu berlalu untuk menyiapkan sarung dan baju Koko Bapak. Idan dan Iis menunggu bapak diruang TV ***Setelah sholat Maghrib, seperti biasa Bapak selalu melambatkan untuk pulang kerumah. Sekedar ngobrol dengan jamaa'ah lainya atau kadang memperlama bacaan dzikir. Bang Zaki pun belum
Jam dinding sudah menunjukan pukul 17.15. Sebentar lagi Bang Zaki dan Bapak pulang. Kubiarkan Teh Ira yang masih menangis , didepan meja makan. Lebih baik aku siap-siap menyambut Bang Zaki. Aku segera mengganti pakaian dengan home dress yang biasa ku kenakan sehari-hari. Idan dan Iis masih bermain diruang TV. Terdengar suara Kang Jaya dari luar. "Idan, Iis , mana Emak kamu?. Kondangan kok lama banget. Bapak laper ini belum makan. " Tanya Kang Jaya pada kedua anaknya. Dari nada bicaranya, sepertinya Kang Jaya kesal sama Teh Ira. "Emak nangis Pak, didapur. " Jawab Iis. Kang Jaya langsung menemui Teh Ira yang kini tangisnya mulai pelan.''Heh. Kenapa kamu nangis disini? Pergi kondangan bukanya masak dulu, malah ninggalin lauk sisa tadi pagi. Mau dikasih makan apa suami kamu ini Ra?'' Tanya Kang Jaya pada Teh Ira dengan nada kesal yang tak menghiraukan tangisnya. Tanganya meraih gelas diatas rak kecil,menuangkannya air putih dan meminumnya hingga tandas. Yang ditanya tak menjawab
Sepulang dari rumah pak Ustadz , Teh Ira memintaku untuk menemani beli kartu dan paket data. "Dew, nanti mampir ke konter ya. Anterin Teteh beli kartu sama paket data . " Ajaknya seraya mendekat kepadaku. "Boleh aja nanti Dewi temenin ya. " Ucapku datar. "Tapi nanti ajarin Teteh main fesbuk ya sesuai janji kamu kemarin. " Ucap Teh Ira lagi,menagih janjinya padaku. "Ashiaaaap. " Seruku menirukan gaya Atta Halilintar. "Beli di konter depan aja Teh. " Lanjutku. "Wak Enin sama Wak Zenab duluan aja ya. Dewi mau Anter Teh Ira beli kartu dikonter depan. "Ucapku pada Wak Enin dan Wak Zenab."Ohh yaa sok atuh, kalau begitu Uwak duluan ya Dew. "Ucap Wak Zenab berpamit padaku dan Teh Ira. "Iya Wak. ''Setelah Wak Zenab dan Wak Enin berlalu, aku dan Teh Ira belok ke konter yang dituju. "Kang, kalo kartu perdana sama berikut paket datanya ada. ? " Tanyaku pada Kang Agus si empunya konter. "Ada Dew. Mau kartu apa ?" "Teh, mau kartu apa?" Tanyaku lirih membisik pada Teh Ira.''Yang kaya pun
POV IraSore ini ada undangan dirumah Pak Ustadz, undangan aqiqah kelahiran anak keduanya. Tentu saja aku bersemangat untuk hadir, hiyaaa aku mau tunjukan ke orang-orang kalo Ira sekarang punya hp canggih. "Kang bagi duit donk, buat ngamplop ke rumah pak Ustadz. "Pintaku pada Kang Jaya yang baru saja pulang bekerja, dan sedang menikmati secangkir kopi dengan sebatang rokok menyala disela jarinya . "Emang hari ini undangannya?, Nih. Amplopin semua. " Kang Jaya menyerahkan selembar uang pecahan limapuluh ribu rupiah. Aku segera menyautnya dan berlalu ke kamar akan segera memasukannya dalam amplop. Kulirik Kang Jaya dari pintu kamar, ah dia sedang asyik melepas lelahnya." Enak saja , giliran kondangan aja amplopnya harus gede, kemarin aku minta duit untuk beli paket data gak dikasih. Huh dasar Kang Jaya ini, kalau untuk orang lain royal. Untuk istri sendiri pelit. Liat aja, emangnya aku ini bisa di bodoh-bodohin apa. Hemmm." Aku menggerutu sendiri seraya memasukan uang pecahan duap
Sore ini, ada undangan akikah anak pak Ustadz. Ibu mewakilkanya padaku,tentu saja Teh Ira juga turut hadir dalam undangan ini. Aku sudah bersiap-siap , memakai gamis terusan warna hitam dengan hiasan bordir benang emas dibagian dada dan pergelangan tangan, aku mengenakan jilbab segi empat warna mocca yang kurasa cocok aku padu padankan dengan gamisku. Kuraih sendal berbentuk selop dari rak sepatu, ah melihat jajaran sendalku ada yang membuat hatiku sebel seketika. Melihat sendal merk batu ku yang putus dipakai Teh Ira waktu itu. Walau kini sendalnya sudah di perbaiki oleh Bapak , tapi tetap saja sendalnya tak kembali seperti semula. Hengghhh aku mendengus.Nampaknya, didepan sudah ada Wak Enin dan Wak Zenab yang sudah menungguku. Kami memang janjian untuk pergi bersama. "Ih,, Dewi geulis pisan atuh . " Ujar Wak Zenab memuji penampilanku. "Iya nih, menantu Bu Dedeh cantik pisan ." Wak Enin menimpali. Aku hanya tersenyum tersipu malu. "Wak, kita tunggu Teh Ira bentar ya. Tadi ka
POV Ira.Pagi ini, adiku Siti akan kembali ke kota tempat tinggalnya, Bogor. Setelah 3 hari singgah di rumah Ibu . Kami semua melepas kepulangan Siti, setiap tahun Siti dan suaminya biasa mengunjungi Ibu 2-3 kali. Setiap kali datang, Siti selalu memberiku kenang-kenangan, bukan memberi tapi lebih tepatnya aku yang minta. Ya karena kulihat Siti itu orang kaya jadi wajar dong aku kan kakaknya.Apapun yang aku minta Siti selalu memberikan, karena aku adalah kakak satu-satunya. Dari baju, jilbab, make up, tas, parfum apapun yang kuminta Siti selalu kasih, dan kali ini aku meminta handphone milik Iqbal ,ya karena handphone itu hanya digunakan untuk main game. Aku ingin sekali punya fesbuk seperti Lilis tetanggaku, dia saja yang hanya tukang sayur bisa eksis setiap hari berfoto ria dan mempostingnya di dunia Maya. Hari ini, aku minta diajari main fesbuk pada Dewi, adik Iparku . Dewi bersedia mengajariku main fesbuk dengan syarat aku membantunya membereskan rumah. Sedangkan Dewi mencuci