Selepas mengobrol panjang dengan Kakak nya, Matthew ingin bertemu dulu dengan istrinya. Mereka sudah beberapa hari tidak bertemu karena Ia yang terlalu sibuk mengurus proyek. Sayangnya saat baru bertemu lagi malah terlibat pertikaian kecil karena Ia yang cemburu, padahal Matthew sangat rindu dengan Lauren. Saat memasuki ruang kerja Lauren, Matthew sempat menjadi perhatian beberapa orang yang menyadari kehadiran nya. Ia hanya bersikap acuh, memperhatikan sekitar mencari sang istri. Setelah menemukannya, berjalan pelan mengendap ingin mengejutkan. Benar saja saat Ia peluk leher Lauren dari belakang, tubuh perempuan itu tersentak terkejut. Kepala Lauren menoleh ke samping untuk melihat, hembusan nafas kasar keluar lewat celah bibir nya karena ternyata itu adalah suaminya. Jujur saja Lauren sempat mengira Matthias, tapi tidak mungkin kan pria itu se-nekad itu? "Matthew, aku kira siapa. Kamu belum pulang?" tanyanya seraya melepaskan tangan pria itu yang sempat memeluk leher nya. "Belum,
Kejadian se-malam dimana Matthias dan Lauren yang terciduk sedang bermesraan di dapur oleh mbok Tati membuat dua orang itu tidak bisa tenang. Lauren lah yang terlihat jelas, perempuan itu pagi ini jadi banyak diam dengan kepala menunduk. Sedangkan Matthias? Bersikap tenang dan santai, walau di dalam hati ada sedikit was-was."Selamat pagi semuanya, aku pulang!" sapa Matthew dengan suara menggema nya, membuat perhatian semua orang di meja makan teralih pada pria yang baru pulang lagi itu.Matthew terlebih dahulu menghampiri Mama nya yang selalu tersenyum hangat pada nya, menyalami tangan dan mengecup kening nya sayang. "Gimana kabar Mama selama aku gak pulang ke rumah? Baik, kan?" tanya Matthew yang selalu berlagak menjadi anak berbakti."Mama baik kok, sehat juga. Kamu memang sesibuk itu ya sampai gak pulang-pulang? Padahal jarak dari proyek ke rumah juga cuman satu jam." Mama nya sesekali melirik Lauren yang terlihat acuh dan tetap sarapan. Sebenarnya yang Ia pikirkan menantu nya itu
Ada perasaan mengganjal di hati Lauren setelah kejadian tadi di meja makan. Hatinya merasa tidak nyaman saat mertuanya meminta Matthias untuk segera menikah. Apakah Ia cemburu dan merasa tidak rela? Jika pun begitu, berarti Lauren memang sudah jatuh hati pada Kakak Iparnya itu."Lauren, kenapa diam saja dari tadi?" tanya Matthias seraya mengusap telapak tangan wanita itu yang berada di atas pangkuan. Membuat Lauren yang dari tadi menatap keluar kaca mobil pun beralih menjadi kepadanya. "Kalau kamu kepikiran perkataan Mama tadi, jangan dianggap serius, abaikan saja," lanjut nya.Ternyata pria itu sangat peka, membuat Lauren sedikit malu karena perasaannya tidak bisa disembunyikan. Lauren lalu berusaha tersenyum. "Tapi kata Mama ada benar nya juga, sudah waktunya Kakak menikah," ucap nya dengan tidak ikhlas."Ya sudah kalau begitu, jadi kapan kamu mau menikah dengan saya?"Kedua bola mata Lauren terbelak mendengar itu, Ia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri sanking salah tingkah nya
Dengan terpaksa Matthias pun melepaskan bibir nya dari Lauren, terlihat benang saliva keduanya yang tertaut menandakan sudah lama mereka berciuman. Dengan malas, mereka pun melirik ke arah pintu, dimana Matthew yang berdiri di sana dengan ekspresi wajah garang nya. "Dasar tidak sopan, sudah berapa kali kan saya bilang jika di kantor harus bersikap profesional!" ujar Matthias dengan suara tegas nya. Namun sepertinya perkataannya yang santai itu mampu membuat Matthew semakin menyulut emosi. Dengan langkah tergesa Matthew berjalan mendekati dua orang di sofa itu, bahkan mereka belum berganti posisi sedikit pun membuat nya frustasi karena merasa sedang di permainkan. Matthew lalu menarik tangan Lauren, hingga membuat wanita itu beranjak dari pangkuan Matthias seraya mengeluh kesakitan. "Dasar istri durhaka, apa-apaan kamu Lauren hah?!" cerca Matthew dengan nafas memburu nya. Melihat lipstik merah di bibir istrinya sampai belepotan karena ulah Kakak nya sendiri, membuat dada nya panas.
"Hahaha apa-apaan ini? Sialan, kamu minta cerai dan lebih milih Kak Matthias?!" Matthew memang tertawa keras, tapi dari nada nya terdengar pilu bercampur amarah. Ia tidak pernah terbayang akan digugat cerai oleh istrinya. Tatapan Lauren memicing tidak suka dengan sahutan Matthew, dengan memberanikan diri Ia menggenggam sebelah tangan Matthias. "Memangnya kenapa? Kak Matthias lebih baik dari kamu. Kamu tahu? Selama kamu selingkuh, dia yang selalu temani aku dan hibur aku," ucap nya yang pasti semakin memancing emosi suaminya. Biarlah Lauren dianggap wanita murahan karena Ia pun sama selingkuh, soal perasaannya ini tidak bohong jika Ia memang lebih nyaman bersama Matthias. Memang hubungannya dengan Matthew sudah berantakan, tidak akan bisa diperbaiki. "Enggak Lauren, aku gak mau kita cerai!" tolak Matthew tegas. Dengan sigap pria itu mendekat lalu menarik Lauren hingga tautan tangan nya dengan Matthias pun terlepas. Dadanya dibuat panas melihat kontak fisik dua orang itu. "Kita bicar
"Bukan tanpa alasan aku minta berpisah dengan Matthew, dia selama ini ada hubungan gelap dengan sekertaris nya. Dan Mama tahu? Hal yang paling buat aku kecewa adalah selingkuhannya itu sampai sempat hamil. Aku--" Suara Lauren tercekat, tidak mampu lagi berkata sanking terlalu sakit. Merasakan usapan di puncak kepalanya, membuat nya kembali menatap Mama mertuanya. Senyuman tipis di bibir wanita tua itu membuat nya sedikit tenang, walau begitu tatapan sendu yang diberikan untuk nya membuat perasaan Lauren campur aduk. Ia tahu Mama mertuanya pasti sedih mengetahui hal ini. "Enggak Mah, Lauren bohong. Aku.. Oke aku ngaku emang selingkuh dengan Anne, tapi aku akan putuskan dia sekarang dan gak akan pernah lagi berhubungan dengan dia," suara Matthew di belakang kembali terdengar, tidak ada lelah nya untuk membela diri. "Aku gak mau cerai Lauren, tolong kasih aku kesempatan!"Perhatian Alisya yang dari tadi hanya terfokus pada menantunya, kini beralih pada putra bungsu nya. Tatapan nya yan
Keputusan Lauren tetap bulat untuk berpisah dengan Matthew, tentu saja laki-laki yang akan menjadi mantan suaminya itu dalam waktu sebentar lagi mengamuk protes tidak setuju. Untungnya ada Matthias yang melerai, pria itu bahkan tidak segan memukul adiknya sendiri yang berusaha menyentuh Lauren. "Kakak jangan ikut campur!" sentak Matthew yang lama-lama kesal karena Kakak nya itu terus menghalangi nya dan menahan nya. Sebelah sudut bibir Matthias terlihat naik. "Sekarang Kakak bisa ikut campur karena kamu dan Lauren bukan siapa-siapa lagi. Kakak pastikan sidang perceraian kalian akan di percepat, supaya Kakak bisa secepat nya milikin Lauren sendiri," sahut nya dengan wajah kepuasan. Setelah mengatakan itu, tanpa merasa kasihan Matthias mendorong Matthew cukup kuat hingga membuat nya jatuh terduduk di lantai. Matthias lalu menaiki tangga, tujuannya sekarang menemui Lauren yang pasti berada di kamar pribadi nya. Pintu kamar nya sedikit terbuka, membuat nya mengintip sejenak untuk memas
"Silahkan masuk, Nona," kata Matthias setelah membukakan pintu apartemen nya. Lauren hanya memberikan senyuman tipis pada pria itu, hatinya dibuat semakin membaik melihat sikap Matthias yang dari tadi memperlakukannya dengan baik.Siapa perempuan yang tidak baper coba?Saat lampu apartemen di nyalakan, membuat Lauren pun bisa melihat jelas suasana di sana. Apartemen nya seperti dugaannya, luas dan mewah. Tentu saja karena gedung ini menjadi salah satu tempat termahal di Jakarta, bagi Matthias yang seorang CEO harga nya pasti tidak lah seberapa."Anggap saja apartemen ini sekarang jadi milik kamu, kamu bisa lakuin apapun di sini," kata Matthias setelah menyimpan koper di kamar utama. Ia lalu menjelaskan beberapa hal dan mengenalkan juga ruangan-ruangan, khawatir Lauren tidak tahu. "Sayangnya gak ada stok makanan di kulkas, besok aku akan minta seseorang belanja."Kepala Lauren menggeleng menolak. "Enggak papa, biar aku sendiri aja yang belanja. Aku mau bilang makasih banyak untuk semua
"Selamat Pak Matthias, bayinya jenis kelamin laki-laki. Tampan dan sehat," ujar Dokter Lina yang sedang menggendong bayi nya yang sudah di bersihkan dan diselimuti kain hangat. Dengan hati-hati Dokter Lina mengalihkan gendongan bayi itu darinya menjadi ke pangkuan Matthias. Melihat pria itu yang terlihat kikuk dan takut-takut, membuat nya tersenyum geli. Seperti biasa, suami dari para pasien nya selalu bereaksi seperti itu. Setelah memastikan bayi itu di gendongan orang tuanya, Ia dan suster pun memutuskan keluar memberikan waktu. Tatapan Matthias terlihat dalam pada bayi di pangkuan nya, matanya masih terpejam tapi tidak tidur karena terus menggeliat kecil. "Hei, em kenalkan aku Papa kamu," bisik nya memperkenalkan diri, membuat Lauren yang mendengar nya terkekeh kecil. Ternyata suaminya itu masih kikuk, lucu sekali. "Sayang kemarilah, aku juga mau lihat baby," panggil Lauren seraya melambaikan tangan nya, dan Matthias pun mendekati ranjang. Sedikit merendahkan tubuh nya supaya i
Setelah Matthew diperiksa lebih lanjut, ternyata benar jika psikis adiknya itu sedikit terganggu. Dokter yang menangani nya mengatakan semua terjadi karena pria itu yang terlalu stress memikirkan banyak hal, dan yang paling utama adalah luka batin nya yang ditinggalkan orang tercinta. Akhirnya Matthias pun memutuskan mengobati adiknya itu di luar negeri, dengan persetujuan Mama nya juga."Aku gak nyangka Matthew akan sampai begini, tapi kenapa? Aku jadi ngerasa orang jahat karena sudah buat dia begitu, apa kita terlalu berlebihan?" gumam Lauren membunuh keheningan di dalam mobil. Mereka di perjalanan pulang dari bandara, telah mengantar Matthew ke Singapura.Matthias menghela nafas nya pelan, lalu menggenggam tangan istrinya membuat perhatian wanita itu yang dari tadi tertuju keluar menjadi ke arah nya. "Tidak berlebihan kok, hukuman itu memang pantas dia dapatkan. Sekarang dia baru merasakan menyesal, sedangkan dulu menyiakan kamu," ujar nya.Memang benar sih yang dikatakan Matthias,
Selama Lauren di sekap di tempat tinggal Matthew, pria itu memang tidak bertindak kejam atau menyakiti nya. Malahan sikap Matthew sangat perhatian dan memperlakukan nya dengan baik, memberikan apapun yang Lauren inginkan kecuali permintaannya untuk pulang. Lauren terus berdoa di dalam hati semoga suaminya bisa segera menemukan nya.Brak! "Matthew sialan, kamu dimana? Dimana Lauren hah? Dasar bajingan, kurang ajar!"Suara keributan di luar kamar membuat tidur nyaman Lauren terganggu. Suasana kamar yang ditempatinya gelap, tapi Lauren masih bisa melihat jelas jam di dinding yang sekarang menunjukkan pukul empat pagi. Mendengar keributan di luar semakin keras, membuatnya memutuskan beranjak untuk mengecek.Saat Lauren membuka pintu kamar, Ia dikejutkan melihat beberapa orang di ruang utama. Tidak, lebih tepat nya dua orang yang sedang berkelahi di tengah. Melihat jika salah satunya adalah suaminya, membuat Lauren bergegas mendekat untuk memisahi. Tetapi seorang pria berbadan besar langs
Perlahan kelopak mata Lauren terbuka, menunjukkan bola mata kecoklatan nya yang indah. Ringisan pelan terdengar dari bibir nya merasakan pusing yang sangat di kepala. Saat menyadari sesuatu, repleks tangannya menyentuh perut nya dan bernafas lega karena masih besar dan Ia tidak merasakan sakit di sana. Dengan perlahan Lauren mendudukan tubuh nya, memperhatikan kamar yang dominan sekali dengan warna hitam. Sudah dapat dipastikan ini bukan di rumah nya, jadi kemana Matthew membawanya? Lauren ingat kejadian sebelum Ia pingsan, tidak menyangka mantan suaminya akan bertindak se-nekad ini. Bukankah sangat berlebihan? Ceklek! "Oh kamu sudah bangun? Kebetulan banget, aku bawain kamu makan siang," sapa Matthew yang masuk ke dalam kamar nya seraya membawa nampan. Senyuman cerah terlihat di bibir pria itu, berbeda sekali ekspresi nya dengan saat di rumah Lauren. Melihat pria itu mendekat, membuat Lauren bersikut sedikit menjauh memberikan jarak. Bagaimana pun Ia harus tetap hati-hati. "Kamu
Rumah mewah dengan gaya khas Eropa menjadi hadiah pernikahan yang Matthias berikan untuk sang istri. Lauren dibuat terkagum sendiri dan langsung suka, apalagi halaman nya sangat luas membuatnya sudah membayangkan akan membuat taman bunga yang beragam. Selang sebulan setelah keduanya resmi menjadi pasutri, Lauren langsung hamil. Matthias yang dari awal memang sudah posesif, kini sudah semakin meningkat menjadi protektif dan memerintahkan pada pelayan di rumah menjaga istrinya itu selama dirinya bekerja. "Kok wajahnya cemberut gitu hm? Semangat dong, kan mau berangkat keluar kota," tanya Lauren bingung memperhatikan ekspresi wajah suaminya pagi ini. Ia sedang memasangkan dasi, sudah menjadi kebiasaan. Helaan nafas panjang keluar lewat celah bibir Matthias, tangannya lalu memeluk pinggang ramping Lauren menarik nya agar menempel di tubuh nya. "Gimana aku gak sedih sayang mau ninggalin kamu? Gak tahu kenapa, perasaan aku gak enak," jawab nya dengan sorot mata dalam. "Hei jangan ngomon
"Bagaimana para saksi, sah?" tanya si penghulu setelah Matthias mengucap ijab kabul nya dengan lantang dalam satu tarikan nafas.Semua orang di ruangan itu yang menyaksikan pun langsung mengangguk menjawab sah, setelah itu si penghulu pun langsung membacakan doa untuk pasangan pengantin baru itu, membuat kelegaan terasa di hati semua orang. Apalagi pada Lauren dan Matthias. Akhirnya keduanya bersama dalam ikatan yang sah, setelah ini tidak ada lagi yang bisa memisahkan."Silahkan memasangkan cincin ke pasangannya masing-masing," kata penghulu itu setelah selesai membacakan doa.Lauren dan Matthias pun duduk menghadap satu sama lain, tersenyum malu-malu saat pandangan bertemu. Para fotografer dan para tamu pun ikut mengabadikan moment menyoroti adegan romantis itu, terlihat senyuman di bibir semua orang juga tanda mereka ikut senang. Setelah pasangan pengantin itu selesai memakaikan cincin, Matthias pun tidak lupa mengecup kening istrinya membuat keluarganya bersorak menggoda."Mas ih
Hanya selang seminggu setelah sidang perceraian nya, Lauren mulai disibukkan dengan persiapan pernikahan nya. Bagi Lauren ini terlalu cepat, tapi Matthias terus mengatakan tidak ingin berlama-lama pacaran dan mengikatnya dalam hubungan lebih sakral. Awalnya pria itu ingin menyelenggarakan pernikahan mewah, tapi setelah perbincangan panjang akhirnya hanya dihadiri orang terdekat saja. Lauren memperhatikan penampilan nya di cermin. Bibir nya mengulas senyum tipis melihat Ia malam ini sudah rapih dan cantik dengan dress formal. "Huft kenapa rasanya deg-deg an banget ya mau ketemu Mama Alisya? Dulu kayanya gak begini," gumam nya seorang diri seraya menyentuh dada nya, bisa merasakan detakan cepat di sana. Apa mungkin karena Ia akan dikenalkan sebagai calon menantu? Lucu sebenar nya, padahal dulu sudah pernah mendapat gelar itu dari orang yang sama, hanya saja kini pasangannya berbeda. Walaupun Matthias selalu meyakinkan nya jika Alisya pun tidak masalah dengan hubungan mereka, tapi teta
Satu bulan sudah berlalu, bagi Lauren beberapa hari ke belakang cukup melelahkan bagi batin dan tubuh nya. Apalagi mengurusi perceraian nya dengan Matthew, butuh banyak usaha supaya pria itu mau mendatangani surat cerai. Dan akhir nya, hari yang dinantikan nya pun datang. Hari ini Ia resmi bercerai dengan Matthew."Are you okey, honey?" tanya Matthias di sebelah nya, pria itu mungkin bisa mendengar helaan nafas berat nya tadi. Lauren pun membalas tatapan nya dengan senyuman tipis, seolah mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Lauren hanya merasa lega setelah hakim pemimpin sidang itu mengetuk palu menandakan ikatan dirinya bersama Matthew sudah terputus. Selama dirinya dalam masa penyembuhan, Matthias pun selalu setia di samping nya, membuat Lauren tidak terlalu larut dalam kesedihan.Ternyata janji pria itu benar-benar terbukti, Lauren sudah tidak ragu lagi membuka hati nya untuk Matthias.Setelah sidang berakhir, semua orang di dalam pun beranjak keluar. Siang ini cuaca terlihat ce
Saat Lauren sedang bersih-bersih apartemen, perhatiannya teralih ke arah pintu mendengar suara kode di tekan beberapa kali menandakan ada yang masuk. Benar saja, tidak lama seseorang itu masuk seraya menunjukkan kresek belanjaan nya tinggi. Lauren pun memutuskan menghentikan dahulu kegiatannya dan menghampiri Matthias. "Loh sudah bersih lagi aja apartemen nya, apa kamu yang bersihin dari tadi pagi?" tanya Matthias memperhatikan sekitar yang dulu menjadi tempat tinggal nya. Ingat sekali kemarin masih berdebu walau tidak se-kotor itu juga, sanking jarang nya Ia tempati. "Hehe iya, habisnya aku bosen rebahan terus, kan mending bersih-bersih biar nyaman," jawab Lauren dengan senyuman cerah nya. Matthias lalu memperhatikan penampilan wanita itu dalam diam. Buliran keringat terlihat di kening Lauren, menandakan lelah nya telah bekerja seharian. Pandangannya lalu turun lagi dan malah berlama-lama di dada atas Lauren yang terbuka karena menggunakan kaos cukup rendah. Tangannya gatal sekali