Beranda / Rumah Tangga / Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku / 9. Kenalkan Aku Pada Suamimu

Share

9. Kenalkan Aku Pada Suamimu

Penulis: Rumaika Sally
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-11 23:08:44

Di dalam mobilnya, Mario membisu. Banyak sekali yang ingin Mario tanyakan. Isi kepalanya berkecamuk, tapi mulutnya terkunci.

"Sini aja, Mas. Mobilnya nggak bisa masuk lebih ke dalam lagi. Aku jalan kaki aja." Lisa menunjuk ke arah ruko tutup dengan halaman agak luas untuk parkir mobil atau sekedar putar balik.

Mario mengangguk. Sambil mencari posisi parkir yang enak, ia terus memutar isi otaknya. Merangkai percakapan imajiner di kepala dengan Lisa. Bagaimana cara mengulik Lisa yang tertutup begini.

Mobil sudah berhenti, Mario sudah mematikan mesin mobilnya. Lisa juga sudah mulai melepas sabuk pengamannya, tanda ia akan segera turun.

Gawat! Ia harus segera bertindak!

Mario lalu ikut cepat-cepat melepas sabuk pengamannya juga dan dengan spontan ia menahan tangan Lisa yang sudah bergerak hendak membuka pintu.

"Lisa, tunggu!" Mario bicara lalu segera melepas tangannya dari lengan Lisa.

Lisa menoleh. Ia tak berkata satu patah kata pun, tapi dari ekspresi wajahnya ia tampak seolah menunggu Mario menyampaikan sesuatu.

"Oke. Jadi, aku sudah bilang terima kasih untuk bantuanmu berkali-kali sejak tadi tapi biar aku ulang. Aku yakin suster dan dokter tadi sudah bilang kalau Marsa membutuhkan batuan kamu setidaknya sampai..." Mario tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

"Sampai dia 6 bulan dan tubuhnya siap mencerna makanan selain susu. Oke, iya. Aku tahu. Aku juga sudah kasih nomorku sama suster. Tadi diminta. Aku akan datang kalau dibutuhkan. Mas Mario nggak perlu sungkan.

Aku juga sudah membuat stok tadi untuk beberapa hari kebutuhan ASI Marsa. Jadi tenang aja, Mas. Aku tetap bantu Marsa sampai anak itu pulih dan membaik." Lisa berkata dengan panjang lebar.

Mario menelan ludahnya dan menunduk. Oke, Lisa sudah menyampaikan poin-poin penting yang perlu mereka bicarakan.

Tapi masalahnya ada poin lain di kepala Mario yang bingung untuk ia tanyakan.

"Siapa Aryo?"

"Kenapa kamu punya utang?"

"Utangmu berapa?"

"Siapa suami kamu?"

Tapi bibir Mario justru terkunci rapat. Ia kini mengangkat wajahnya dan menatap Lisa dengan gugup.

Oke. Beranikan dirimu, Mario! Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

"Oke. Terima kasih sudah mau direpotkan, Lisa. Mmm, alangkah baiknya aku ikut kamu turun dan minta izin suami kamu secara langsung soal ini. Bagaimanapun ke depannya kamu perlu ke rumah sakit dan itu mengganggu waktu kamu, kan? Biar aku temui dia." Mario langsung to the point.

Air muka Lisa langsung berubah. Ia menjadi murung dan terlihat tidak nyaman. Sejak di rumah sakit tadi ia sudah menghindari topik soal ini. Tak disangka Mario mengungkit lagi.

"Ng--nggak perlu, Mas. Nanti aku yang bilang ke dia." Lisa mengelak.

Mario menatap mata bening itu. Sungguh, firasatnya seolah mengatakan kalau Lisa ini berhohong. Tapi bagaimana caranya agar ia jujur?

"Kenapa? Dia belum pulang kerja? Aku tungguin di sini. Nggak papa, kok." Mario bersikeras. Ia ingin tahu seperti apa respon Lisa kalau didesak.

"Nggak, Mas. Nggak usah! Pokoknya aku jamin semua aman ke depannya kalau aku harus ke rumah sakit untuk keperluan ASI Marsa." Lisa merasa makin terpojok.

Mario rupanya belum ingin menyerah. Ia makin yakin Lisa membohonginya karena responnya jadi panik begini.

"Oke. Kalau gitu kasih nomor handphone-nya. Biar aku hubungi dia nanti dan aku perkenalkan diriku. Bagaimanapun kamu adik iparku. Dia pun juga adik iparku, kan? Sudah sepatutnya aku bicara baik-baik." Mario merasa Lisa sudah di ujung tanduk. Mau alasan apa lagi ia.

Hening.

Lisa kehilangan kata-kata. Dahinya yang mulus itu mulai memunculkan keringat-keringat dingin tanda gelisah.

Mario terus menatap mata Lisa yang kini menghindar darinya. Ia berharap Lisa mau terbuka. Ia ingin Lisa jujur tanpa menutup-nutupi apapun lagi kepadanya.

"Aku... . Aku nggak hafal nomor suamiku. Ponselku juga kayaknya mati, Mas. Batrenya habis. Nanti aku minta nomor Mas dari suster Ami, terus aku hubungi Mas." Lisa tampak sudah tak ada lagi pembelaan dan alasan.

Mario tak menyahut satu katapun, tapi tangannya segera mengambil dompetnya dan mengeluarkan kartu namanya.

"Ini. Ada nomor pribadiku, nomor kantor yang langsung tersambung ke sekretarisku. Ada alamat kantorku juga. Di belakang ada alamat baruku di kota ini. Aku tulis tangan. Kalau ada apa-apa atau butuh bantuan, kamu tahu harus cari aku dimana." Mario meletakkan kartu namanya di tangan Lisa.

Lisa menggenggam kartu itu dan menatap mata Mario dalam-dalam. Perasaannya sedikit tersentil.

Dari nada bicara Mario, Lisa tahu kalau kakak iparnya itu mencemaskannya. Tapi ada perasaan lain di hatinya yang merasa diremehkan.

Mario pasti tahu ia selalu merepotkan orang lain, ia selalu butuh bantuan, tidak bisa apa-apa sendiri, tidak mandiri seperti Risa-kakaknya.

Perasaan itu melukai harga diri Lisa. Ia kabur dari rumah sungguhan bukan karena sakit hati diusir kakaknya, tapi ada perasaan ingin membuktikan diri kalau ia mampu bertahan sendiri. Walau kenyataannya hidupnya malah kacau.

"Mas, terima kasih tawarannya. Tapi aku baik-baik saja dan tidak butuh bantuan siapapun. Permisi. Aku pulang dulu. Terima kasih sudah mengantar." Lisa dengan raut wajahnya yang berubah itu langsung membuka pintu mobil dan berjalan dengan cepat masuk ke gang yang lebih sempit.

Mario tak menyangka Lisa akan bereaksi separah ini atas kata-katanya yang ia anggap biasa saja itu.

Ia meninju setir mobilnya sendiri dengan gemas. Ah, ternyata ia terlalu cepat bertindak sehingga Lisa beraksi begini, batinnya dalam hati.

***

Lisa mengusap air matanya sambil berjalan menuju pintu rumah kontrakannya di gang sempit itu.

Ia tak mau dibantu siapapun. Ia tak mau merepotkan siapapun. Apalagi anggota keluarganya.

Kalau ia sampai minta tolong Mario, Risa pasti akan makin mengatainya anak manja merepotkan setelah bangun dari koma. Sudah cukup ia dikatai begitu oleh kakaknya sedari kecil.

Lisa mengusap air matanya lagi sambil berjalan cepat, hingga tak menyadari Aryo sudah berdiri menghadangnya di depan pintu.

"Dari mana kamu? Aku telpon puluhan kali tapi nggak diangkat!" Suara Aryo terdengar intimidatif dan mengancam.

Bab terkait

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   10. Pukulan Pot Bunga

    Lisa pucat pasi. Ia tak tahu kalau sejak tadi Aryo menunggunya. "Jawab! Kenapa telponku nggak diangkat. Kamu mau kabur? Ingat perjanjian kita. KTP kamu masih aku bawa. Aku juga punya foto terlarangmu. Mau semua aku sebar?" Aryo mengancam dengan membabi buta. Mungkin karena pengaruh minuman memabukkan itu juga yang membuat emosinya makin naik. Lisa merasa terpojok. Ia yang dari tadi sibuk menangis itu mendadak mengering air matanya. "Aryo, tenang dulu. Ponselku mati. Aku habis dari rumah sakit ngurusin dokumen kematian bayiku. Please kamu lebih ngertiin aku, Yo. Dulu janjinya kan dua bulan setelah selesai melahirkan aku akan siap nebus hutang." Lisa mencoba bernegosiasi. Aryo adalah pria paling menjengkelkan dan manipulatif yang pernah Lisa kenal. Tapi mau bagaimana. Lisa mau tak mau berurusan dengannya karena butuh. Karena ia tidak tahu lagi mau berhutang ke siapa. Aryo yang berdiri dengan sempoyongan itu akhirnya kembali duduk di sofa rusak. Ia tertawa dengan sengau. "Dua bulan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-12
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   11. Dua Pria, Satu Wanita

    "Biar aku pergi menyusul bayiku. Biar hidupku berakhir dengan tragis. Masa laluku terlalu gelap dan aku tak pantas lagi menjadi seorang ibu. Biar! Biar hidupku berakhir di tangan Aryo! Biar!" Lisa memejamkan mata sambil meratap dalam hati. Lisa merasa pikirannya kosong. Kepalanya hening. Ia sudah memasrahkan hidupnya yang kelam dan menyedihkan ini pada nasib. Lisa bahkan lupa kalau sekarang ada bayi kecil yang membutuhkan dirinya. Membutuhkan cairan berharga dalam tubuhnya untuk bertahan hidup. Marsa. Ya, Marsa membutuhkannya. Tapi Lisa terlalu lelah menanggung banyak hal setahun ini. Marsa yang baru ia ketahui keberadaannya dan ia gendong hari ini ternyata belum cukup membuatnya bertahan atau melawan. Lisa justru makin pasrah dan menyerah. Pyar! Pot semen berukuran sedang yang berisi bunga mawar peninggalan penghuni lama kontrakan itu hancur di lantai. Tanahnya berhamburan. Lisa mendengar suara itu tapi anehnya kepalanya tidak terasa sakit. Kenapa ini? Apa Sang Pemilik Kehidup

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   12. Segepok Uang

    Mario menyangka Aryo suaminya. Ah, apa ia iyakan saja. Toh tadi ia sudah berakting dan menyebut Aryo dengan panggilan Mas. Lisa mulai berpikir. Ya, biarlah begini. Kalau Mario menyangka Aryo adalah suaminya, maka ia tak perlu mengarang cerita dan menjelaskan soal suaminya yang sebenarnya tak ia punya. Masak ia akan menceritakan soal Bisma yang kabur setelah menghamilinya? Jangan! Mario tak boleh tahu. Biar begini saja. Biar Mario percaya pada sangkaannya sendiri. Aryo itu suaminya. "Y--ya. Dia suamiku. Udahlah, Mas. Kamu cuma datang di saat yang salah dan mengira dia jahat. Kami cuma bertengkar biasa karena sama-sama sedih habis kehilangan bayi. Biasanya juga begini, kok. Besok juga baikan." Lisa mencari-cari alasan. Mukanya ia atur supaya kelihatan santai dan tampak tak berhohong. Mario menatap wajah gadis yang sempat ditaksirnya dulu itu dengan tatapan menyerah. Oke, Lisa tak apa-apa walau beberapa menit yang lalu suaminya hampir memukul kepalanya dengan pot semen. Oke! Ini buka

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   13. Rencana Lisa

    Lisa memejamkan mata. Suara dengkuran Aryo masih menjadi suara latar belakang di kepalanya. Ia mencoba untuk menghiraukan itu. Lisa mencoba mengingat kemanakah tas itu seharian ini selain ia bawa ke rumah sakit. Ah, tas itu kan sempat berada di mobil Mario dan Mario sempat mengambilnya karena ia sendiri yang memintanya ketika hendak mengurus dokumen donor untuk Marsa. "Hah! Pasti Mas Mario yang menaruh uang ini!" Lisa tersadar. Ia lalu mengeluarkan semua uang itu, termasuk uang yang sebelumnya memang sudah berada di dompetnya. Sungguh kontras. Uang berwarna merah dan terlihat mulus karena baru keluar dari bank itu ia tumpuk tinggi. Dan uang miliknya tampak lusuh ia sandingkan di sampingnya. Jelas uang itu lusuh karena uang pecahan kecil biasanya sudah terpegang dari tangan ke tangan. Lisa menelan ludahnya dan menutup mulutnya dengan tangan. Perhatiannya lalu kembali ke arah ponselnya. Ia tidak sempat membuka benda itu dari tadi dan benda itu ada di tas yang sama dengan dompetnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   14. Negosiasi Hutang

    Aryo mengguncang-guncang tubuh Lisa sambil memasang wajah kesal. Lisa menggosok-gosok matanya dan menata rambutnya sekenanya dengan pita rambut di sampingnya. Ia mencoba untuk tetap tenang. Menghadapi Aryo ini cukup tricky sebenarnya. Aryo tampak baru saja mencuci muka. Wajahnya terlihat segar. Pasti efek minuman memabukkan itu sudah hilang sepenuhnya dari tubuhnya. Jadi sekarang waktunya mengetes apakah ia ingat apa saja yang terjadi semalam. "Aku lapar, Lis." Aryo menggaruk-garuk perutnya. "Nggak ada makanan di sini, Aryo. Kamu nggak nanya kenapa kamu bisa tidur di sini? Kamu nggak ingat malam tadi kamu ngapain aja?" Lisa mulai mencoba meraba keadaan. Sungguh ia berharap Aryo lupa seperti biasanya. Aryo menggaruk-garuk kepalanya. Pria bertato itu tidak terlalu kelihatan semenyeramkan semalam kalau keadaanya sedang normal. Mabuk membuatnya berubah menjadi monster. Lisa pun pada awalnya mengenal Aryo dengan baik dari Bisma. Bisma dan Aryo berteman dulu, setidaknya sampai Bisma k

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   15. Tamu Tak Diundang

    Lisa menatap langit-langit rumah kontrakan yang berjamur karena sering bocor itu. Ia berusaha mencari-cari alasan. Kalau bisa Aryo tak usah tahu soal kakak iparnya alias Mario. Aryo itu licik. Mario mudah iba. Lisa tak mau Aryo memanfaatkan Mario untuk urusan uang. Diminta uang berapapun pasti Mario akan memberi. Lisa tak mau dibantu terang-terangan! Tidak lagi! 5 juta ini saja sudah terpaksa ia terima karena ia buntu. Sisa hutang puluhan juta itu biar jadi urusannya sendiri saja. "Lisa! Jawab, dong! Jangan-jangan kamu sudah mulai 'kerja' tapi nggak mau aku urusin, ya. Kenapa? Nggak percaya? Takut uangnya aku potong banyak? Wah! Aku udah bantu kamu sama Bisma sejak lama tapi kam..." "Yo! Enggak! Enggak, Yo! Ah, udahlah. Aku nggak begitu." Lisa memotong. Ia benci kalau Aryo sudah mulai banyak omong. Tapi ia pun kehilangan kata-kata juga untuk menjelaskan. Ini terlalu rumit. "Terus apa?" Aryo makin memojokkannya. Lisa terdiam. Mau mengarang cerita apa. Aryo ini tak mudah dibohongi

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   16. Kunjungan Mendadak

    Di sudut ruangan yang sempit itu Lisa merapat ke arah Aryo yang sedang bersembunyi. Mereka berbisik-bisik panik. "Dia yang kasih aku uang. Yang 4 juta kukasih ke kamu tadi. Dia kakak iparku. Namanya Mario, suaminya kak Risa. Ingat kan Bisma pernah cerita soal dia?" Lisa berbisik. "Hah?" Saraf-saraf otak Aryo rupanya masih belum terkoneksi dengan maksimal karena baru bangun tidur, tapi setelah beberapa detik tampak berpikir akhirnya ia mengangguk-angguk. Ya. Ia ingat. Risa adalah kakak Lisa satu-satunya yang mengusirnya dari rumah. "Kok dia ngasih kamu uang? Kakak kamu udah nggak marah lagi?" Aryo yang bau nafasnya masih tercium sedikit alkohol itu terheran. Ah, posisi yang tak mengenakkan karena mereka harus saling berbisik dan berdekatan begini. Lisa sedikit memundurkan tubuhnya karena bau nafas Aryo itu terasa ingin membuatnya mual. Tapi Aryo rupanya cuek saja. Mana peduli ia. "Keponakan aku butuh donor ASI. Kakakku koma. Mas Mario nggak tahu selama aku kabur aku kemana aja, k

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   17. Membuang Rasa Gengsi

    Aryo yang ceroboh itu hanya bisa nyengir. Ia tahu ia salah nama. Kenapa Lisa tidak memberitahunya soal ganti nama? Dia kan jadi refleks menyebut nama aslinya sendiri. "Arkana Dimas. Tapi nama panggilannya Dimas. Iya kan, Mas?" Lisa langsung menyelamatkan keadaan. Mario menatap curiga. Tapi perasaan itu berusaha ia tepis. Ia tak ingin berprasangka. "Y--ya. Saya Dimas. S--saya suaminya Lisa. Saya tidak melarang-larang dia, kok. Lagian kan dia membantu keponakannya sendiri. Tenang saja. Aman," ucapnya dengan tawa dibuat-buat. Sungguh kelihatan sekali kalau ia sedang berpura-pura. Lisa mencoba mengimbangi akting Aryo yang buruk itu dengan suara tawa palsunya juga. Mario yang masih berdiri di depan pintu hanya bisa ikut tersenyum sopan. Seolah ada yang mengganjal. Benarkah ini semua? Tapi kelihatannya mereka baik-baik saja. Mario hanya bisa tersenyum kecut melihat Lisa tampak bermanja pada Aryo. Akhirnya Lisa mencari-cari alasan kalau Dimas alias Aryo ingin bersiap berangkat kerja d

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14

Bab terbaru

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   86. Jalan Pulang

    Mama Aryo tampak menatap putranya dengan wajah sedih. Ia tahu hidup putranya pasti tidak baik-baik saja selama kabur di luar sana. Tapi mungkin ia masih terlalu terkejut begitu tahu ternyata Aryo separah ini. "Siapa, Yo?" Perempuan tua itu menatap putranya yang sedang mengecek ponsel. Aryo diam saja. Ia hanya menatap mamanya dengan tatapan terkejut. Kemudian ia menoleh lagi ke arah ponselnya. [[ "Test!" ]] Lalu dua menit kemudian saat mungkin Bisma tahu nomor Aryo masih aktif, Bisma langsung mengirim pesan singkat lagi. [[ "Aryo, ini Bisma." ]] Lalu belum sempat kekagetan Aryo hilang, Bisma tiba-tiba saja sudah menelpon. "Ma. Bisma nelpon, Ma." Aryo langsung menatap mamanya lagi. Sungguh sejak pulang ke rumah lagi, pria bertato dan berwajah seram itu tampak seperti menjadi anak mami. "Angkat, Yo. Angkat." Mama Aryo malah yang lebih antusias. Aryo menatap ponselnya dengan ragu. "Tapi aku mau ngomong apa, Ma? Dia pasti nanyain Lisa. Dia pasti nyari Lisa. Dia minta aku jaga

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   85. Pesan dari Nomor Tak Dikenal

    Aryo menatap sosok itu. Sahabat semasa sekolah, teman sesama pelariannya saat diusir dari rumah, sekaligus orang yang ingin ia maki-maki saat ia kabur menghilang. "Iya, kan? Itu Bisma bukan, sih? Ternyata dia jago nyanyi juga. Eh, dia lolos loh. Berarti di tayangan minggu dia ada lagi." Mama Aryo berkata dengan antusias. Ya, sejak lumpuh karena stroke, satu-satunya hiburan mamanya adalah menyaksikkan acara televisi. Dan Aryo selalu mendampinginya karena semua orang di rumah ini sibuk bekerja. Aryo tahan kupingnya. Ia tak peduli disindir pengangguran numpang tidur dan makan. Ia pulang karena mamanya. Itu saja. "Yo? Aryo? Kamu kenapa? Kok kayak ketakutan gitu?" Mama Aryo menoleh. Dengan tangannya yang sedikit tremor dan sulit digerakkan, perempuan tua itu berusaha menepuk pundak putranya. Aryo menoleh dan berusaha bersikap biasa saja. Padahal dalam hati ia sangat syok. "Nggak papa kok, Ma." Aryo menjawab singkat. "Aryo, bukannya kamu pernah cerita ya. Waktu kamu kabur dari rumah

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   84. Kemunculan Bisma

    Mbak Asti sampai mematikan setrikanya. Ia berjalan menghampiri nyonya rumahnya yang tampak syok menatap layar televisi. "Bu Lisa?" Mbak Asti mengguncang pelan tangan Lisa. Lisa terhenyak. Ia lalu menoleh dan tersadar. Milena yang ia abaikan di gendongannya ia peluk. "I--iya, Mbak. Aku, a--aku ke luar dulu, ya. Mau ambil minum buat Milena." Lisa beralasan lalu ia kabur pergi. Mbak Asti tampak bingung. Ia menyalakan kembali setrikanya sambil melihat ke layar televisi. "Perasaan nggak ada yang aneh di TV. Kenapa bu Lisa lihatin TV sampai sebegitunya?" Mbak Asti menggumam bingung. Oh, andai Mbak Asti tahu. Lisa menangis karena kekasih yang dulu kabur dari tanggung jawabnya itu muncul lagi di televisi sebagai peserta audisi pencarian bakat dan memperkenalkan diri sebagai pria lajang. Lisa mengusap air matanya yang menetes. Milena si bayi polos menatapnya dengan mata beningnya itu. Tangan mungilnya meraba pipi Lisa yang penuh air mata. Lisa menatap Milena dengan senyuman tapi matany

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   83. Janji Bisma

    Layar televisi di depan Lisa masih menyala. Sementara layar televisi yang menayangkan program yang sama di depan Bisma dimatikan dengan kasar. Sang mentor melempar remote control ke sofa. Bisma duduk duduk di kursi kayu dengan kikuk. Mentornya tampak mondar-mandir dan kelihatan seperti sedang berpikir keras. "Lihat barusan? Waktu kamu audisi, cukup oke. Tapi sekarang beda. Kamu akan tampil di panggung besar. Tidak bisa kita pakaikan kamu jaket jeans lusuh ini lagi." Si mentor berkepala botak itu menjelaskan dengan berapi-api. Bisma diam saja. Ia punya mimpi jadi penyanyi, albumnya meledak, lagu-lagunya menjadi hits. Tapi baru masuk industri televisi untuk ajang pencarian bakat penyanyi begini saja mentalnya drop. "Kamu kurang, Bisma. Kurang apa ya. Kurang menjual. Tampang oke, suara oke, tapi gaya kamu kurang bad boy. Target pasar kamu cewek-cewek. Kamu nurut ajalah sama saya. Potong rambut, ubah semua. Saya akan bangun persona baru kamu. Gaya bicara kamu ini juga... Arghhh! Kur

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   82. Bisma New Idol

    Pagi itu Lisa bangun dengan hati yang lebih ceria. Ia mandi cepat-cepat dan membangunkan Milena. Rasanya melakukan aktivitas apapun di pagi ini, selalu ada Mario yang mengisi setiap jengkal pikirannya. Ya, sejak malam tadi Mario jadi punya posisi penting di hatinya selain Milena. Seperti ada kesepakatan tak tertulis. "Oke, mulai sekarang kita saling membuka diri dan membebaskan hati kita, kemana pun hendak berlabuh. Pelan-pelan." Begitulah kira-kira. Lisa menatap penuh cinta pada Milena yang terbangun dengan bibir manyunnya. Sungguh sangat lucu. "Papa katanya mau ke kantor pagi ini, Sayang. Ayo kita sapa," ucap Lisa sambil menggendong Milena keluar dari kamar. Dan benar saja, ketika ia membuka pintu Mario sudah berada di anak tangga terbawah. Pria berpakaian rapi itu menatapnya sambil tersenyum. "Selamat pagi kesayangan Papa," sapa Mario yang membuat hati Lisa sedikit tersipu. Kesayangan Papa? Siapa yang ia maksud? Ya tentu Milena, lah. Tapi entah kenapa Lisa merasa kata-kata

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   81. Meyrika dan Daniel

    Lisa membisu. Sungguh pertanyaan yang sulit. "Sorry. Pertanyaan ini mungkin membuatmu bingung. Pernikahan ini awalnya untuk pengukuhan status Milena sebagai anak kandungmu. Tapi kurasa, akhir-akhir ini..." Mario tak bisa melanjutkan kata-katanya. Lisa masih diam saja, tapi hatinya berdebar. Ia sedang menunggu. Mario ingin bilang apa? Kalau perasaannya tumbuh untuknya? Sejujurnya, Lisa juga merasakan hal yang sama. "Lis, aku tahu kamu tak nyaman soal ini. Tapi aku merasakan perasaan yang lain untukmu. Sedikit demi sedikit. Rasanya berbeda. Aku ingin kamu di sisiku bukan sebagai ibu susu Milena saja, tapi aku ingin kamu jadi istriku yang sesungguhnya." Kata-kata itu keluar dari mulut Mario dengan susah payah. Lisa menatap mata bening yang tulus itu. Mario langsung gugup ditatap seperti itu. Ia tertunduk. Ingin rasanya ia ungkapan perasaannya bertahun-tahun yang lalu. Soal Lisa yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Soal surat yang salah alamat. Lalu ketika Risa lah

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   80. Di Bawah Rembulan

    Mario lalu turun dari panggung. Entah kenapa semua undangan bertepuk tangan dengan meriah. Sebagian dari mereka mungkin merasa tersindir karena ucapan Mario begitu menohok. Dan sebagian lainnya merasa puas karena menganggap Mario keren. Ia dengan berani mengakui pernikahan keduanya dan membela istrinya yang terus digunjingkan dengan tuduhan yang tidak-tidak. Harus diakui, Mario sangat gentelmen. Daniel menarik nafas panjang. Ia tak menyangka Mario akan seberani ini mengungkap rumah tanggannya. Ya mungkin memang benar ia lelah digosipkan. Tapi soal anaknya dengan Risa yang diadopsi dan sekarang ia merawat anak tirinya dari Lisa cukup mengejutkan juga. Mendengar fakta itu diungkapkan ke publik membuat Daniel makin yakin. Mario tidak bohong. Harapannya untuk memeluk putrinya lagi pupus sudah. Dulu ia pikir ia tetap bisa menyayangi anak itu dari jauh. Melihatnya di rumah Mario. Oh, ternyata tidak. Lamunan Daniel dan kesedihannya langsung hilang ketika Meyrika menyentuh pundaknya. Da

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   79. Presdir Pengganti

    Mario mengucapkan sepatah dua patah kata di atas panggung. Lisa tampak menatapnya dengan bangga di belakangnya. Ia berdiri di samping Pak Gunadi. Mario tahu hal ini akan segera terjadi. Pak Gunadi sudah mengisyaratkan kalau suatu hari nanti ia akan menyerahkan tanggung jawab perusahaan sepenuhnya padanya. Tapi Mario tidak menduga Pak Gunadi akan mengumumkannya secara resmi malam ini. Oh, begitu cepat. Ia pikir akan setahun atau dua tahun lagi. Mungkin lelaki tua itu sudah lelah dan ingin beristirahat saja, mengingat kondisi kesehatannya menurun sangat jauh dari tahun ke tahun. "Istriku meninggal karena kanker. Hal itu membuatku sadar, kalau berapapun harta yang kita punya tidak akan bisa membeli nyawa. Tapi untuk memperpanjang dan membeli sedikit waktu, masih bisa. Aku tahu kamu tidak obsesif untuk soal harta, Mario. Kita dibesarkan oleh keluarga angkat. Kita sama-sama anak yang terbuang. Kamu juga mulai dari nol. Kamu tahu cara menghargai proses. Jangan kecewakan saja. Kamu suda

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   78. Rasa Iri Luar Biasa

    Setelah Daniel bilang "iya" pada ajakan menginap di tempatnya, wanita bergaun putih itu tak henti-hentinya tersenyum. Daniel bisa merasakan energi Meyrika yang makin bertambah. Apalagi ketika menggandeng dan memperkenalkannya pada teman-temannya di pesta. "Mey, soal menginap, apa kau yakin?" Daniel berbisik saat tubuh mereka merapat saat menikmati musik. Mey menatapnya dengan bingung. "Ya, aku yakin. Kenapa? Tenanglah, aku tinggal sendiri. Aku sudah 35, Daniel. Orang tuaku tak akan ikut campur. Mereka di luar negeri." Daniel tampak makin bingung. Sejujurnya ia panik sekarang. Ketika bilang iya tadi, ia hanya spontan saja. Mengiyakan ajakan menginap tentu sudah jelas arah dan tujuannya kemana. Mereka sudah sama-sama dewasa. Toh dulu kurang liar apa kehidupan percintaan Daniel dengan Risa yang sudah bersuami. "Mey, sejak kecelakaan dan kondisiku begini, aku tak pernah lagi..." "Sttt!" Mey meletakkan telunjuknya di bibir Daniel lalu ia tersenyum. Daniel membeku. Ia tahu Mey seriu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status