Share

4. Membutuhkan Donor ASI

Author: Rumaika Sally
last update Last Updated: 2023-01-14 00:37:52

"Daniel, kalau kamu sampai nekat ngasih tahu Mario, hidupku akan hancur. Gila ya kamu!" Malam itu hujan lebat di jalanan bebas hambatan. Cahaya lampu dan jalanan jadi terlihat samar. 

"Hei, tapi Marsa itu anakku. Lihat mukanya. Mirip denganku, kan? Kita juga sudah tes DNA diam-diam waktu kamu hamil. Belum cukup? Kita jujur saja. Mario mungkin marah, tapi bisa apa dia? Kamu tinggal minta cerai lalu kita menikah dan hidup bahagia bertiga. Gampang, kan?" Daniel tampak bersikeras.

"Gampang apanya, hah? Kamu sudah janji akan mengerti posisiku dan tidak akan mengganggu rumah tanggaku. Jangan macam-macam kamu! Mario tetap suamiku. Kamu nggak tahu betapa bahagianya dia dengan kelahiran Marsa! Pokoknya aku nggak mau!" Risa tak mau kalah. 

"Nggak! Nanti aku tetap mau ungkap rahasia ini ke dia!" Mario tetap teguh.

Hingga akhirnya perdebatan itu membuat mereka lupa diri. Jalanan menggila dan hilanglah fokus Daniel dalam menyetir. Tahu-tahu beberapa meter di depannya sudah ada papan peringatan soal perbaikan jalan tol.

"Daniel, awas!" 

Duar!

Bugh!

Daniel menunduk sedih mengingat momen kecelakaan itu. Perasaan bersalah menyergapnya. Ia hanya punya luka ringan di dahi dan paha karena pecahan kaca. Paling parah hanya patah di bagian lengan. Sekarang gerakan tangan kirinya agak terbatas karena gips, tapi dokter bilang ia bisa pulih nanti. 

Sedangkan Risa ...

Ah, dia tidak bangun lagi semenjak malam itu. Ada syaraf yang terjepit dan cedera berat di bagian kepala. Entah penjelasan dokter begitu rumit mengenai gejala medis itu.

***

"Daniel? Daniel? Kamu melamun? Atau masih pusing?" tanya Mario sembari melambaikan tangannya di depan wajah Daniel. Sejak tadi, pria itu sudah mengajak Daniel bicara tapi tidak mendapatkan balasan darinya.

Suara milik Mario berhasil menyadarkan Daniel dari lamunannya. Wajahnya tampak gugup. Ia memegangi kepalanya yang masih diperban sambil meringis. "Oh, maaf. Maaf. Saya tidak fokus. Tadi bilang apa?" 

"Oh, saya cuma nanya apa mungkin kamu punya kerabat atau saudara yang sedang menyusui? Marsa butuh donor ASI," ucap Mario dengan wajah sedih.

"Hah? Apa? Bagaimana?" Daniel tampak bingung. Mendengar informasi soal Marsa yang merupakan anak kandungnya sendiri itu membuatnya antusias.

"Iya. Marsa ada alergi susu formula. Ada intoleransi laktosa yang memicu reaksi alergi parah. Anafilaksis atau apa begitu kata dokter. Istilah medisnya rumit. Sedang dicari alternatif lain tapi dia malah diare parah. 

Sudah beberapa hari ini berlangsung. Saya cemas. Awalnya dia minum ASI, kan. Tapi semenjak Risa koma, stok ASI yang dia tampung kalau-kalau ditinggal ke kantor habis. Padahal Risa cukup rajin dulu mengumpulkan stok karena ingin cepat kembali ke kantor.

Risa bilang ada projek penting yang harus dia sendiri yang menangani. Benar, kan? Padahal saya sudah bilang untuk cuti full. Tapi kamu tahu sendiri betapa ambisiusnya Risa dengan karirnya. Itulah kenapa kemarin saya izinkan waktu dia bilang mau ke luar kota sehari buat cek proyek." Mario makin murung menjelaskan kondisi bayinya.

Daniel merasakan gelombang panik itu ikut menyerangnya. Marsa sakit? Butuh donor ASI? Tapi semudah itukah mendapatkannya?

Daniel mencoba mengingat siapa kerabatnya atau temannya atau anak buahnya di kantor yang sedang menyusui juga. Ah, tidak ada.

"Kata dokter harus donor ASI?" Daniel bertanya lagi.

Mario mengangguk. Ia tampak sedih. Disandarkannya punggungnya pada sandaran kursi tempat mereka duduk itu.

"Ya, kalau keadaannya tidak membaik. Dia di ruang rawat bayi. Diawasi dan dipantau khusus oleh tim dokter. Mereka bilang ada beberapa kasus serupa tapi dampaknya tidak separah Marsa.

Anak itu diare hebat. Ada bengkak di sekitar bibir dan mengalami susah nafas beberapa kali. Hampir copot jantungku waktu tahu responnya begitu saat pengasuhnya memberi susu non ASI.

Semenjak itu dia di rumah sakit terus. Berat badannya makin menyusut. Tiap ponselku bunyi jantungku mau lepas. Takut ada kabar buruk dari rumah sakit ini atau rumah sakit khusus anak tempat Marsa dirawat." Mario berkata pelan.

Daniel makin merasa bersalah. Tidak mungkin ia mengatakan rahasianya di momen ini. Mario bisa sangat terpukul dan menonjoknya. Atau mungkin sekalian memenjarakannya karena kasus perselingkuhan. Ya walaupun dalam hal ini Risa ikut kena imbas laporan juga.

Tapi namanya orang gelap mata dan marah siapa yang tahu. Selama ini Mario kan tahunya rumah tangganya baik-baik saja. Risa istrinya yang setia berkarir dengan sibuk tapi tetap menjadi istri yang sempurna di matanya.

"Saya carikan. Saya bantu carikan pendonor ASI." Daniel tampak langsung berdiri dari duduknya. Ia tak sanggup bertahan lebih lama lagi di percakapan ini. 

Mario adalah pria yang terlalu baik. Dan Daniel merasa tak bisa jujur di hadapan pria itu. Daniel merasa jahat. Sangat jahat. Tapi mau bagaimana? Kesalahan malam itu membuat situasi ini begitu rumit.

Mario tampak tersenyum dan mengangguk ke arah Daniel. Ia kelihatan begitu bersyukur Daniel punya niat baik untuk membantunya.

***

"Maaf, Sus. Jadi kotor dan basah," ucap Lisa sambil menyerahkan kembali jubah khusus pembesuk pasien itu ke arah sang perawat. Wajahnya kelihatan tak enak hati.

Mario yang menjemputnya tak sengaja menguping percakapan itu.

"Oh, nggak papa, Mbak. Nanti juga dibuang, kok. Memang hanya sekali pakai agar steril karena di dalam itu pasien khusus. Oh, ya. Mbak sedang menyusui, ya?" Sang perawat tampak mengajak mengobrol.

Lisa sedang melepas alas kaki khusus di kakinya. Ia tersenyum sambil mengangguk ke arah perawat itu.

"Beruntung sekali air susunya melimpah. Dulu saya sempat jaga di rumah sakit ibu dan anak. Banyak ibu yang terpaksa tidak bisa menyusu bayinya karena ASI-nya tidak mau keluar.

Oh, ya. Mbak lupa bawa breastpad ya? Mau saya mintakan ke teman saya di nurse station? Biar nggak rembes ke baju." Sang perawat rupanya sangat ramah.

Lisa menyerahkan alas kaki khusus itu. "Rembes karena tidak diminum, Sus. Anak saya meninggal kemarin. Sakit dan nyeri rasanya." 

Kata-kata itu lirih tapi terdengar oleh Mario di yang sedang duduk menunggu. Lisa tidak tahu kalau pria itu duduk di sana. Jadi ia tidak malu untuk membicarakan masalah macam ini pada sang perawat.

"Astaga. Maaf, Mbak. Ya ampun. Maaf sekali lagi. Baiknya dipompa biar tidak ada pembengkakan. Yang sabar ya, Mbak." Wajah sang suster langsung merasa bersalah.

Dalam keadaan begini Lisa masih bisa tersenyum dan menjawab tidak apa-apa. 

Ia pamit pada sang perawat dan terkejut begitu mendapati Mario yang ternyata sudah duduk di depan. Posisinya tadi terhalang partisi ruangan. Ia terlihat salah tingkah karena menyadari pasti Mario mendengar percakapannya dengan perawat itu.

"Jika Lisa punya ASI yang melimpah, dan Marsa membutuhkan donor ASI, apakah mungkin..."

Related chapters

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   5. Permintaan Tolong

    "Jika Lisa punya ASI yang melimpah, dan Marsa membutuhkan donor ASI, apakah mungkin jika Lisa membantunya menjadi ibu susu untuk Marsa?" Mario terus memikirkan hal itu ketika Lisa masih sibuk berurusan dengan suster di Rumah Sakit. Jika memang Lisa menjadi ibu susu untuk anaknya, Mario tidak perlu bersusah payah untuk bergantung kepada Daniel demi mencarikan donor ASI untuk Marsa. Suasana canggung meliputi Risa dan Mario. Mario tampak menelan ludahnya dengan susah payah. Ia lalu berdiri dari duduknya. "Kamu sudah selesai, Lisa? Kalau sudah, ayo kita ke mobil." Mario berkata dengan terbata. Lisa hanya mengangguk lalu berjalan perlahan hingga langkah mereka sejajar. Mario tampak melirik beberapa kali ke arah adik iparnya itu. Pria itu sudah mengambil keputusan, setidaknya dia harus membicarakan hal ini kepada si adik ipar. Namun, ia bingung bagaimana membuka obrolan ini. Ia tahu Lisa adalah wanita baik hati. Mengingat Marsa adalah keponakan dari Lisa, apakah mungkin jika Lisa menol

    Last Updated : 2023-01-14
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   6. Jawaban Lisa

    "Apakah kamu ingin membantuku mendonorkanASI untuk anakku?" Permintaan Mario membuat manik mata Lisamembesar. Saat ini, memang dia memiliki ASI yang melimpah. Namun, dia merasatakut pandangan orang lain terhadapnya. Jika dia membantu Mario, apa yang akanorang-orang sekitarnya katakan? "Kenapa-- kenapa harus aku, Mas?"tanya Lisa sembari menatap Mario nanar. "Saya tak sengaja mendengar pembicaraanmudengan suster di rumah sakit, oleh karena itu saya tahu kamu punya apa yangdibutuhkan Marsa." Dada Mario kini berdegup kencang. Dia tahu,Lisa pasti merasa segan karena hubungan kompleks ketiganya. Seandainyamenemukan donor ASI untuk sang anak itu mudah, dia jelas tidak akan memintabantuan dari adik iparnya sendiri. "Mas, bukannya aku ingin menolakmu. Tapi,bagaimana dengan Kak Risa? Aku takut kalau ke depannya--" "Lisa, kumohon, bantulah aku. Berdasarkananalisa dokter, sulit bagi Risa untuk bangun kembali dalam beberapa waktu dekatmengingat kondisinya saat ini." potong Mar

    Last Updated : 2023-02-08
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   7. Penagih Utang

    Jantung Lisa berdebar tak karuan saat Mario membimbingnya memasuki ruangan khusus yang merupakan ruang rawat Marsa, bayi malang itu. Sementara itu ponselnya yang meraung-raung minta diangkat tertinggal di mobil. '3 panggilan tak terjawab dari Aryo.' Mario tampak menyadari kegugupan adik iparnya itu. Dilihatnya tangan Lisa tampak gemetar dan gelisah. Sebagai seorang lelaki yang sangat memahami perasaan perempuan, Mario juga tak ingin dianggap kejam. Membawa ibu yang baru kehilangan bayinya untuk menyusui bayi lain adalah hal yang tak mudah. Lisa menghentikan langkahnya. Ia menatap Mario dengan ragu. Di lorong yang dingin dan ber-AC itu, dahinya justru berkeringat. "Sekali lagi saya bukannya tidak berempati pada kematian bayi kamu. Saya juga lancang karena nggak izin suami kamu. Tapi ..." "Aku yakin, Mas. Aku mau jadi donor. Ayo masuk." Lisa langsung memotong ucapan Mario begitu pria itu menyebut-nyebut soal suami. Mario menarik nafas lega. Ia mengangguk lalu mendorong pintu den

    Last Updated : 2023-02-09
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   8. Aryo Menunggu

    Potongan pesan di ponsel Lisa itu sungguh mengganggu perasaan Mario. Adik iparnya itu ternyata punya utang? Nasib apa yang sebenarnya Lisa tanggung setahun belakangan ini? Apa hidupnya menderita di luar sana? Mario menarik nafas panjang. Alisnya berkerut dan tangannya jadi gemetar. Bisa ingat bagaimana ia sudah mencoba memperjuangkan Lisa agar hubungan persaudaraannya dengan Risa alias istrinya tidak terputus begitu saja. Walaupun dijelaskan bagaimanapun juga kalau semuanya salah paham, tapi Risa tak peduli. Mungkin sudah lelah dengan adiknya karena merasa dikhianati. Jadilah Risa tak pernah mencari Lisa. Risa tak peduli kemana adiknya itu pergi. Bahkan semua akses untuk menghubunginya diblokir sepihak oleh Risa. Tring! Satu pesan masuk lagi ke notifikasi ponsel itu, membuat layarnya berkedip-kedip. Mario menoleh ke belakang, ke arah celah kaca di pintu tertutup itu. Ia lihat Lisa masih sibuk dengan suster. Ah, aman. Mario dengan jiwa detektifnya langsung menggerakkan tangann

    Last Updated : 2023-02-10
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   9. Kenalkan Aku Pada Suamimu

    Di dalam mobilnya, Mario membisu. Banyak sekali yang ingin Mario tanyakan. Isi kepalanya berkecamuk, tapi mulutnya terkunci. "Sini aja, Mas. Mobilnya nggak bisa masuk lebih ke dalam lagi. Aku jalan kaki aja." Lisa menunjuk ke arah ruko tutup dengan halaman agak luas untuk parkir mobil atau sekedar putar balik. Mario mengangguk. Sambil mencari posisi parkir yang enak, ia terus memutar isi otaknya. Merangkai percakapan imajiner di kepala dengan Lisa. Bagaimana cara mengulik Lisa yang tertutup begini. Mobil sudah berhenti, Mario sudah mematikan mesin mobilnya. Lisa juga sudah mulai melepas sabuk pengamannya, tanda ia akan segera turun. Gawat! Ia harus segera bertindak! Mario lalu ikut cepat-cepat melepas sabuk pengamannya juga dan dengan spontan ia menahan tangan Lisa yang sudah bergerak hendak membuka pintu. "Lisa, tunggu!" Mario bicara lalu segera melepas tangannya dari lengan Lisa. Lisa menoleh. Ia tak berkata satu patah kata pun, tapi dari ekspresi wajahnya ia tampak seolah me

    Last Updated : 2023-02-11
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   10. Pukulan Pot Bunga

    Lisa pucat pasi. Ia tak tahu kalau sejak tadi Aryo menunggunya. "Jawab! Kenapa telponku nggak diangkat. Kamu mau kabur? Ingat perjanjian kita. KTP kamu masih aku bawa. Aku juga punya foto terlarangmu. Mau semua aku sebar?" Aryo mengancam dengan membabi buta. Mungkin karena pengaruh minuman memabukkan itu juga yang membuat emosinya makin naik. Lisa merasa terpojok. Ia yang dari tadi sibuk menangis itu mendadak mengering air matanya. "Aryo, tenang dulu. Ponselku mati. Aku habis dari rumah sakit ngurusin dokumen kematian bayiku. Please kamu lebih ngertiin aku, Yo. Dulu janjinya kan dua bulan setelah selesai melahirkan aku akan siap nebus hutang." Lisa mencoba bernegosiasi. Aryo adalah pria paling menjengkelkan dan manipulatif yang pernah Lisa kenal. Tapi mau bagaimana. Lisa mau tak mau berurusan dengannya karena butuh. Karena ia tidak tahu lagi mau berhutang ke siapa. Aryo yang berdiri dengan sempoyongan itu akhirnya kembali duduk di sofa rusak. Ia tertawa dengan sengau. "Dua bulan

    Last Updated : 2023-02-12
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   11. Dua Pria, Satu Wanita

    "Biar aku pergi menyusul bayiku. Biar hidupku berakhir dengan tragis. Masa laluku terlalu gelap dan aku tak pantas lagi menjadi seorang ibu. Biar! Biar hidupku berakhir di tangan Aryo! Biar!" Lisa memejamkan mata sambil meratap dalam hati. Lisa merasa pikirannya kosong. Kepalanya hening. Ia sudah memasrahkan hidupnya yang kelam dan menyedihkan ini pada nasib. Lisa bahkan lupa kalau sekarang ada bayi kecil yang membutuhkan dirinya. Membutuhkan cairan berharga dalam tubuhnya untuk bertahan hidup. Marsa. Ya, Marsa membutuhkannya. Tapi Lisa terlalu lelah menanggung banyak hal setahun ini. Marsa yang baru ia ketahui keberadaannya dan ia gendong hari ini ternyata belum cukup membuatnya bertahan atau melawan. Lisa justru makin pasrah dan menyerah. Pyar! Pot semen berukuran sedang yang berisi bunga mawar peninggalan penghuni lama kontrakan itu hancur di lantai. Tanahnya berhamburan. Lisa mendengar suara itu tapi anehnya kepalanya tidak terasa sakit. Kenapa ini? Apa Sang Pemilik Kehidup

    Last Updated : 2023-02-13
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   12. Segepok Uang

    Mario menyangka Aryo suaminya. Ah, apa ia iyakan saja. Toh tadi ia sudah berakting dan menyebut Aryo dengan panggilan Mas. Lisa mulai berpikir. Ya, biarlah begini. Kalau Mario menyangka Aryo adalah suaminya, maka ia tak perlu mengarang cerita dan menjelaskan soal suaminya yang sebenarnya tak ia punya. Masak ia akan menceritakan soal Bisma yang kabur setelah menghamilinya? Jangan! Mario tak boleh tahu. Biar begini saja. Biar Mario percaya pada sangkaannya sendiri. Aryo itu suaminya. "Y--ya. Dia suamiku. Udahlah, Mas. Kamu cuma datang di saat yang salah dan mengira dia jahat. Kami cuma bertengkar biasa karena sama-sama sedih habis kehilangan bayi. Biasanya juga begini, kok. Besok juga baikan." Lisa mencari-cari alasan. Mukanya ia atur supaya kelihatan santai dan tampak tak berhohong. Mario menatap wajah gadis yang sempat ditaksirnya dulu itu dengan tatapan menyerah. Oke, Lisa tak apa-apa walau beberapa menit yang lalu suaminya hampir memukul kepalanya dengan pot semen. Oke! Ini buka

    Last Updated : 2023-02-13

Latest chapter

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   86. Jalan Pulang

    Mama Aryo tampak menatap putranya dengan wajah sedih. Ia tahu hidup putranya pasti tidak baik-baik saja selama kabur di luar sana. Tapi mungkin ia masih terlalu terkejut begitu tahu ternyata Aryo separah ini. "Siapa, Yo?" Perempuan tua itu menatap putranya yang sedang mengecek ponsel. Aryo diam saja. Ia hanya menatap mamanya dengan tatapan terkejut. Kemudian ia menoleh lagi ke arah ponselnya. [[ "Test!" ]] Lalu dua menit kemudian saat mungkin Bisma tahu nomor Aryo masih aktif, Bisma langsung mengirim pesan singkat lagi. [[ "Aryo, ini Bisma." ]] Lalu belum sempat kekagetan Aryo hilang, Bisma tiba-tiba saja sudah menelpon. "Ma. Bisma nelpon, Ma." Aryo langsung menatap mamanya lagi. Sungguh sejak pulang ke rumah lagi, pria bertato dan berwajah seram itu tampak seperti menjadi anak mami. "Angkat, Yo. Angkat." Mama Aryo malah yang lebih antusias. Aryo menatap ponselnya dengan ragu. "Tapi aku mau ngomong apa, Ma? Dia pasti nanyain Lisa. Dia pasti nyari Lisa. Dia minta aku jaga

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   85. Pesan dari Nomor Tak Dikenal

    Aryo menatap sosok itu. Sahabat semasa sekolah, teman sesama pelariannya saat diusir dari rumah, sekaligus orang yang ingin ia maki-maki saat ia kabur menghilang. "Iya, kan? Itu Bisma bukan, sih? Ternyata dia jago nyanyi juga. Eh, dia lolos loh. Berarti di tayangan minggu dia ada lagi." Mama Aryo berkata dengan antusias. Ya, sejak lumpuh karena stroke, satu-satunya hiburan mamanya adalah menyaksikkan acara televisi. Dan Aryo selalu mendampinginya karena semua orang di rumah ini sibuk bekerja. Aryo tahan kupingnya. Ia tak peduli disindir pengangguran numpang tidur dan makan. Ia pulang karena mamanya. Itu saja. "Yo? Aryo? Kamu kenapa? Kok kayak ketakutan gitu?" Mama Aryo menoleh. Dengan tangannya yang sedikit tremor dan sulit digerakkan, perempuan tua itu berusaha menepuk pundak putranya. Aryo menoleh dan berusaha bersikap biasa saja. Padahal dalam hati ia sangat syok. "Nggak papa kok, Ma." Aryo menjawab singkat. "Aryo, bukannya kamu pernah cerita ya. Waktu kamu kabur dari rumah

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   84. Kemunculan Bisma

    Mbak Asti sampai mematikan setrikanya. Ia berjalan menghampiri nyonya rumahnya yang tampak syok menatap layar televisi. "Bu Lisa?" Mbak Asti mengguncang pelan tangan Lisa. Lisa terhenyak. Ia lalu menoleh dan tersadar. Milena yang ia abaikan di gendongannya ia peluk. "I--iya, Mbak. Aku, a--aku ke luar dulu, ya. Mau ambil minum buat Milena." Lisa beralasan lalu ia kabur pergi. Mbak Asti tampak bingung. Ia menyalakan kembali setrikanya sambil melihat ke layar televisi. "Perasaan nggak ada yang aneh di TV. Kenapa bu Lisa lihatin TV sampai sebegitunya?" Mbak Asti menggumam bingung. Oh, andai Mbak Asti tahu. Lisa menangis karena kekasih yang dulu kabur dari tanggung jawabnya itu muncul lagi di televisi sebagai peserta audisi pencarian bakat dan memperkenalkan diri sebagai pria lajang. Lisa mengusap air matanya yang menetes. Milena si bayi polos menatapnya dengan mata beningnya itu. Tangan mungilnya meraba pipi Lisa yang penuh air mata. Lisa menatap Milena dengan senyuman tapi matany

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   83. Janji Bisma

    Layar televisi di depan Lisa masih menyala. Sementara layar televisi yang menayangkan program yang sama di depan Bisma dimatikan dengan kasar. Sang mentor melempar remote control ke sofa. Bisma duduk duduk di kursi kayu dengan kikuk. Mentornya tampak mondar-mandir dan kelihatan seperti sedang berpikir keras. "Lihat barusan? Waktu kamu audisi, cukup oke. Tapi sekarang beda. Kamu akan tampil di panggung besar. Tidak bisa kita pakaikan kamu jaket jeans lusuh ini lagi." Si mentor berkepala botak itu menjelaskan dengan berapi-api. Bisma diam saja. Ia punya mimpi jadi penyanyi, albumnya meledak, lagu-lagunya menjadi hits. Tapi baru masuk industri televisi untuk ajang pencarian bakat penyanyi begini saja mentalnya drop. "Kamu kurang, Bisma. Kurang apa ya. Kurang menjual. Tampang oke, suara oke, tapi gaya kamu kurang bad boy. Target pasar kamu cewek-cewek. Kamu nurut ajalah sama saya. Potong rambut, ubah semua. Saya akan bangun persona baru kamu. Gaya bicara kamu ini juga... Arghhh! Kur

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   82. Bisma New Idol

    Pagi itu Lisa bangun dengan hati yang lebih ceria. Ia mandi cepat-cepat dan membangunkan Milena. Rasanya melakukan aktivitas apapun di pagi ini, selalu ada Mario yang mengisi setiap jengkal pikirannya. Ya, sejak malam tadi Mario jadi punya posisi penting di hatinya selain Milena. Seperti ada kesepakatan tak tertulis. "Oke, mulai sekarang kita saling membuka diri dan membebaskan hati kita, kemana pun hendak berlabuh. Pelan-pelan." Begitulah kira-kira. Lisa menatap penuh cinta pada Milena yang terbangun dengan bibir manyunnya. Sungguh sangat lucu. "Papa katanya mau ke kantor pagi ini, Sayang. Ayo kita sapa," ucap Lisa sambil menggendong Milena keluar dari kamar. Dan benar saja, ketika ia membuka pintu Mario sudah berada di anak tangga terbawah. Pria berpakaian rapi itu menatapnya sambil tersenyum. "Selamat pagi kesayangan Papa," sapa Mario yang membuat hati Lisa sedikit tersipu. Kesayangan Papa? Siapa yang ia maksud? Ya tentu Milena, lah. Tapi entah kenapa Lisa merasa kata-kata

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   81. Meyrika dan Daniel

    Lisa membisu. Sungguh pertanyaan yang sulit. "Sorry. Pertanyaan ini mungkin membuatmu bingung. Pernikahan ini awalnya untuk pengukuhan status Milena sebagai anak kandungmu. Tapi kurasa, akhir-akhir ini..." Mario tak bisa melanjutkan kata-katanya. Lisa masih diam saja, tapi hatinya berdebar. Ia sedang menunggu. Mario ingin bilang apa? Kalau perasaannya tumbuh untuknya? Sejujurnya, Lisa juga merasakan hal yang sama. "Lis, aku tahu kamu tak nyaman soal ini. Tapi aku merasakan perasaan yang lain untukmu. Sedikit demi sedikit. Rasanya berbeda. Aku ingin kamu di sisiku bukan sebagai ibu susu Milena saja, tapi aku ingin kamu jadi istriku yang sesungguhnya." Kata-kata itu keluar dari mulut Mario dengan susah payah. Lisa menatap mata bening yang tulus itu. Mario langsung gugup ditatap seperti itu. Ia tertunduk. Ingin rasanya ia ungkapan perasaannya bertahun-tahun yang lalu. Soal Lisa yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Soal surat yang salah alamat. Lalu ketika Risa lah

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   80. Di Bawah Rembulan

    Mario lalu turun dari panggung. Entah kenapa semua undangan bertepuk tangan dengan meriah. Sebagian dari mereka mungkin merasa tersindir karena ucapan Mario begitu menohok. Dan sebagian lainnya merasa puas karena menganggap Mario keren. Ia dengan berani mengakui pernikahan keduanya dan membela istrinya yang terus digunjingkan dengan tuduhan yang tidak-tidak. Harus diakui, Mario sangat gentelmen. Daniel menarik nafas panjang. Ia tak menyangka Mario akan seberani ini mengungkap rumah tanggannya. Ya mungkin memang benar ia lelah digosipkan. Tapi soal anaknya dengan Risa yang diadopsi dan sekarang ia merawat anak tirinya dari Lisa cukup mengejutkan juga. Mendengar fakta itu diungkapkan ke publik membuat Daniel makin yakin. Mario tidak bohong. Harapannya untuk memeluk putrinya lagi pupus sudah. Dulu ia pikir ia tetap bisa menyayangi anak itu dari jauh. Melihatnya di rumah Mario. Oh, ternyata tidak. Lamunan Daniel dan kesedihannya langsung hilang ketika Meyrika menyentuh pundaknya. Da

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   79. Presdir Pengganti

    Mario mengucapkan sepatah dua patah kata di atas panggung. Lisa tampak menatapnya dengan bangga di belakangnya. Ia berdiri di samping Pak Gunadi. Mario tahu hal ini akan segera terjadi. Pak Gunadi sudah mengisyaratkan kalau suatu hari nanti ia akan menyerahkan tanggung jawab perusahaan sepenuhnya padanya. Tapi Mario tidak menduga Pak Gunadi akan mengumumkannya secara resmi malam ini. Oh, begitu cepat. Ia pikir akan setahun atau dua tahun lagi. Mungkin lelaki tua itu sudah lelah dan ingin beristirahat saja, mengingat kondisi kesehatannya menurun sangat jauh dari tahun ke tahun. "Istriku meninggal karena kanker. Hal itu membuatku sadar, kalau berapapun harta yang kita punya tidak akan bisa membeli nyawa. Tapi untuk memperpanjang dan membeli sedikit waktu, masih bisa. Aku tahu kamu tidak obsesif untuk soal harta, Mario. Kita dibesarkan oleh keluarga angkat. Kita sama-sama anak yang terbuang. Kamu juga mulai dari nol. Kamu tahu cara menghargai proses. Jangan kecewakan saja. Kamu suda

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   78. Rasa Iri Luar Biasa

    Setelah Daniel bilang "iya" pada ajakan menginap di tempatnya, wanita bergaun putih itu tak henti-hentinya tersenyum. Daniel bisa merasakan energi Meyrika yang makin bertambah. Apalagi ketika menggandeng dan memperkenalkannya pada teman-temannya di pesta. "Mey, soal menginap, apa kau yakin?" Daniel berbisik saat tubuh mereka merapat saat menikmati musik. Mey menatapnya dengan bingung. "Ya, aku yakin. Kenapa? Tenanglah, aku tinggal sendiri. Aku sudah 35, Daniel. Orang tuaku tak akan ikut campur. Mereka di luar negeri." Daniel tampak makin bingung. Sejujurnya ia panik sekarang. Ketika bilang iya tadi, ia hanya spontan saja. Mengiyakan ajakan menginap tentu sudah jelas arah dan tujuannya kemana. Mereka sudah sama-sama dewasa. Toh dulu kurang liar apa kehidupan percintaan Daniel dengan Risa yang sudah bersuami. "Mey, sejak kecelakaan dan kondisiku begini, aku tak pernah lagi..." "Sttt!" Mey meletakkan telunjuknya di bibir Daniel lalu ia tersenyum. Daniel membeku. Ia tahu Mey seriu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status