Beranda / Thriller / Invitasi / 069. Bangunan yang Ditinggalkan.

Share

069. Bangunan yang Ditinggalkan.

Penulis: NurNur
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-26 20:00:00

Mika mempercepat langkahnya. Sesekali ia melihat ke belakang, sesekali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sesuatu yang ada di tangan kanannya ia dekap erat.

“Taksi!” Mika memberhentikan taksi yang lewat di depannya. Ia memperhatikan lagi sekelilingnya sebelum naik. Memastikan tidak ada yang terlihat mengikutinya.

“Kita mau ke mana, Mbak?”

“Ke tempat ini!” Mika menunjukkan lokasi yang Adien kirimkan melalui via WhatsApp.

Kurang dari lima menit lagi sebelum waktu yang Adien janjikan untuk bertemu. Mika jelas akan sampai terlambat. Ia semakin tidak tenang. Mika lebih sering melihat ke belakang, lebih sering memperhatikan waktu.

“Pak, bisa lebih cepat?”

“Baik, Mbak.” Sopir menaikkan laju kendaraannya. Melintasi jalan yang tidak begitu padat.

Mika berhenti di sebuah halte seperti yang diinstruksikan dalam pesan. Ia kemudian
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Invitasi   070. Panggung Pertunjukan.

    Dalam video game, setelah pemain berhasil mengumpulkan undangan, memecahkan kasus, dan menyelesaikan misi, undangan yang ia kumpulkan akan membawanya ke dunia yang berbeda. Sama sekali tidak disebutkan mengenai apa pun yang berhubungan dengan organisasi. Hanya saja, ada sebuah lambang mirip dengan huruf kapital ksi dalam alfabet Yunani dengan posisi garis tengah vertikal. “Ayo, masuk! Kita lanjutkan di dalam.” Adien membuka pintu dan mempersilakan Mika masuk lebih dulu. Begitu Mika masuk, Adien menyusul, pintu kemudian tertutup. “Di mana sakelar lampunya?” Mika meraba-raba langkahnya. Ruangan gulita, tertutup rapat. Sama sekali tidak ada celah untuk cahaya dari luar diam-diam menyelinap masuk. Begitu mata Mika telah terbiasa dalam gelap, ia bisa merasakan bahwa ruangan adalah sebuah tempat yang lapang, tanpa dinding penyekat. Di tempat Mika berdiri, ia merasakan langkah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Invitasi   071. Jebakan.

    Rencana telah selesai dibuat, duplikasi undangan pun sedang dikerjakan. Hanya saja tidak disangka untuk membuat undangan yang sama persis membutuhkan waktu yang cukup lama. "Sejadinya saja. Bukankah hanya untuk formalitas?" ucap Mika. "Enggak!" tegas Kyra. "Datang dengan membawa undangan palsu saja sudah berisiko. Sekarang kamu mau pergi dengan undangan yang belum selesai dikerjakan?" "Tapi waktunya mepet." "Tunggu sebentar lagi," kata Kyra. "Adien yang memanggilmu, dia yang butuh kamu datang. Jadi Adien enggak akan pergi hanya karena kamu terlambat beberapa menit. Dia pasti akan menunggu." "Kyra benar," Razan menimpali. "Lebih baik berhati-hati untuk mencegah hal yang tidak diinginkan." Dua lawan satu, Mika tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut. Lagi pula ekspresi Kyra telah menunjukkan dengan tegas tidak ada lagi tawar-menawar. Akhirnya Mika menghabiskan waktunya untuk menunggu dengan gelisah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30
  • Invitasi   072. Keputusan Mika.

    Selagi Mika bertahan dari serangan demi serangan yang Adien lancarkan, sebuah ledakan kembali terdengar. Akibatnya Mika lengah dan kulit lengan atasnya robek. Adien masih terus menyerang. Mengayunkan pisau di tangannya dengan ganas. Sama sekali tidak memberi waktu pada Mika untuk merasa terkejut. Langkahnya cepat, memburu, jelas niatnya adalah membunuh. Di sisi lain Mika belum membuat keputusan. Ia hanya tahu harus bertahan, harus tetap hidup. Tapi bertahan dengan cara menghindar bukan jalan keluar. Dari segi fisik Mika jelas lebih unggul. Tapi kegilaan Adien saat ini dan kenekatannya dalam bertindak, membuat Mika terintimidasi. Jika mengikuti alur permainan artinya Mika harus siap melukai orang lain. Harus siap menanggung risikonya. "Mau sampai kapan kamu menghindar?! Kamu enggak mau segera keluar dan mengumpulkan potongan tubuh teman-temanmu?!" Adien memprovokasi. Langkah Adien yang cepat terus menyudutkan Mika sampai akhirnya Mika ter

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Invitasi   073. Merasakan yang Adien Rasakan.

    "Menyerah saja. Kamu tidak akan bisa mengalahkanku." Mika telah kembali menemukan kepercayaan dirinya. Ia tahu tidak akan mudah dikalahkan. Setelah bergulat selama tiga puluh menit, baik Mika ataupun Adien mengambil jeda untuk beristirahat. Nafas naik turun tidak beraturan, peluh membasahi leher, sementara kening berkerut dalam menahan sakit. Mika dan Adien sama-sama kelelahan. Tenaga telah terkuas dalam jumlah banyak. Rasa sakit dari luka iris yang belum sembuh, kembali terbuka karena banyak digunakan bergerak. Otot di sekitar luka dipaksa bekerja keras menghasilkan kekuatan. Tetes darah yang tersebar di lantai menandakan tidak hanya Mika yang terluka, di sisi Adien pun sama. "Menyerah?" Adien tersenyum mengejek. "Sepertinya kamu terlalu berlebihan menilai diri sendiri." Darah di pipi Adien kembali menitik. Adien terluka di pipi, namun tidak dalam. Ia berhasil menghindar di saat yang tepat hingga dapat mengurangi kedalaman luka. Juga

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04
  • Invitasi   074. Kartu AS Adien.

    "Kamu gila, ya!" jerit Mika murka. Seandainya Mika tidak menyadari rencana Adien dan terlambat menarik pisaunya menjauh, jelas yang akan terjadi sangat berbahaya. Meski mempertaruhkan nyawanya sendiri, Adien sama sekali tidak ragu bertindak. "Sudah kubilang aku berbeda denganmu." Adien segera memanfaatkan kesempatan untuk lepas dari bekukan Mika. "Apa yang mau kulakukan, itu yang kulakukan. Dengan sikapmu yang selalu ragu-ragu seperti ini kamu pikir bisa mendapatkan sesuatu? Bisa menebak akhir permainan ini?" "Terima kasih atas nasihatmu tapi ragu-ragu lebih baik dibanding salah langkah," sungut Mika. "Membosankan!" desis Adien. Adien mengambil pisau baru dan kembali memulai serangan. Sejak awal selalu Adien yang agresif. Selalu ia yang berinisiatif menyerang lebih dulu. Semangatnya sama sekali tidak turun meski Mika lebih mendominasi. Menyadari semangat Adien yang tidak pantang menyerah, semakin Mika tidak ingi

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • Invitasi   075. Yuta.

    Laisa telah menemukan target yang ia cari. Yuta, pemuda berusia 21 tahun, tinggi 180 senti, dengan tubuh kurus. Di luar dugaan, tidak sulit menemukan pemuda itu. Ketika beraksi di dunia maya, Yuta menggunakan komputer di sebuah warnet 24 jam. Laisa telah bertanya pada pemilik warnet dan Yuta memang sering datang bahkan menginap saat malam. Harusnya target yang Laisa cari memang Yuta, tapi pemuda itu terlihat biasa. Sama sekali tidak ada yang spesial. Yuta tidak memiliki banyak teman dan lebih sering terlihat sendiri. Kesibukannya hanya kuliah dan bekerja paruh waktu. Awalnya Laisa ingin bertindak, segera menyelesaikan misinya dan pulang. Tapi tiba-tiba saja ia teringat pesan Mika. Tidak boleh ceroboh, tidak boleh terburu-buru. Laisa kemudian menahan diri. Memilih untuk mengawasi pemuda itu. Barang kali ada sesuatu yang bisa ia dapat. “Cola onegai![1],” kata Laisa sembari menyerahkan uang receh terakhirnya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Invitasi   076. Perdebatan.

    Begitu Laisa turun dari pesawat, ia segera lepas landas menuju rumah sakit tempat Mika di rawat. Laisa berlari dengan panik. Menabrak orang lewat, nyaris terbentur brankar, dan hampir jatuh tersandung kaki sendiri. Begitu sampai di kamar rawat, sepupu yang tengah ia khawatirkan setengah mati sedang tertawa. Ada Kyra dan Razan yang menemani. Mendapati Mika sama sekali tidak menyesal membuat dirinya sendiri terluka, membuat Laisa semakin sebal. "Laisa, kamu sudah pulang," sapa Razan. Laisa tidak membalas. Ekspresinya yang tidak ramah membuat keadaan mendadak hening. Mereka tahu Laisa marah. "Bukannya kamu menyuruhku agar berhati-hati? Bukannya kamu menyuruhku agar jangan ceroboh? Lalu bagaimana denganmu? Kenapa saat aku berhati-hati justru kamu yang bersikap ceroboh?!" "Laisa ..." "Jangan memotong!" Laisa beralih pada Razan yang menginterupsi. Seketika itu juga Razan kembali merapatkan bibirnya. "Iya,

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-11
  • Invitasi   077. Pemain Lain (?)

    "Masuk!" Laisa muncul dari balik pintu dan berbicara dengan satu kata kemudian menghilang. Kyra dan Razan yang menunggu di kursi lorong saling bertukar pandangan, kemudian tersenyum. Keduanya beranjak masuk. Laisa duduk dengan malas di kursi samping ranjang. Ia mengupas buah tapi bukan untuk Mika melainkan untuk dirinya makan sendiri. Begitu Razan dan Kyra masuk, jangankan melirik, Laisa berpura-pura tidak tahu. Ia memasang wajah datar dan tetap fokus pada apel yang ia kupas. "Tanganmu masih nyeri?" tanya Kyra. Ia duduk di tepi ranjang sebelah kanan. “Sudah lebih baik.” Laisa melirik dari sudut matanya. Memperhatikan setiap hal yang Kyra lakukan. "Apel ini saya belikan untuk Mika karena dia sakit. Tapi sekarang kenapa justru Laisa yang makan?" Razan mencoba menggoda Laisa. Berusaha mengembalikan suasana hati Laisa yang belum membaik. "Cerewet! Memangnya Mika bisa menghabiskan semuanya sek

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-12

Bab terbaru

  • Invitasi   101. Selesai (?)

    Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari dua jam, sampailah Mika dan Laisa di sebuah rumah sakit yang terletak di pinggir kota. Kyra dirawat di sana. Dua hari yang lalu Kyra ditemukan di pesisir pantai dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sudut bibirnya pecah dan memar di mana-mana. Nelayan yang menemukannya kemudian membawanya ke rumah sakit."Halo!" Laisa menyalami seorang pria yang telah menunggunya di lobi rumah sakit."Halo, saya orang yang menghubungi Anda." Pria itu balas menyalami Laisa. Juga bersalaman dengan Mika. "Orang yang akan kita temui ada di ruang rawat lantai tiga," tambahnya menjelaskan."Apa dia benar orang yang kita cari?" Mika meminta kepastian.Kyra menghilang selama lebih dari tiga bulan. Selama itu, Mika beberapa kali mendapat petunjuk. Petunjuk palsu yang berakhir pada kekecewaan. Kali ini, meski harapan sama tingginya seperti yang lalu-lalu, ia tetap tidak ingin merasa lebih kecewa."Bisa saya pastikan dia be

  • Invitasi   100. Disembunyikan dari Publik

    “Mika tidak perlu tahu dari mana Ayah bisa mendapatkan dokumen itu. Mika hanya perlu tahu bahwa yang tertulis di sana adalah benar,” tegas Ayah. Sembari menatap anaknya dengan tatapan ingin dimengerti, Ayah melanjutkan, "Setelah ini Mika tidak perlu khawatir. Segalanya akan segera selesai."Mika menatap ayahnya dengan tatapan menyelidik. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan dan lebih banyak lagi yang tidak ia mengerti. Tapi, apa Ayah akan memberi jawaban?"Bagaimana dengan Kyra? Bagaimana dengan keselamatannya?" Setidaknya Mika harus mengetahui sesuatu yang juga penting.Ayah terdiam sesaat. Setelah semua yang terjadi, tidak ada yang bisa menjamin apa yang selanjutnya akan terjadi. Mereka tidak tahu bagaimana kemampuan musuh yang saat ini dihadapi. Mereka tidak bisa menghitung peluang bahwa Kyra akan baik-baik saja."Tanpa memedulikan keselamatannya Ayah membuat keputusan sendiri?" Mika terlihat kecewa."Itu pekerjaannya!" Ayah berkata p

  • Invitasi   099. Menghilang

    Saat ini Kyra menghilang, Zay juga ikut menghilang. Sementara Mika yang masih diliputi ketidaktahuan nyaris frustrasi. Mika sama sekali tidak habis pikir apa yang sebenarnya ada di benak Kyra. Awalnya Mika pikir setelah mengunjungi Zay, ia setidaknya akan mendapatkan sedikit titik terang. Namun ia terlambat selangkah. Zay telah pergi. Pada akhirnya tidak ada yang Mika dapatkan. Mika sedang merenungkan semua yang telah ia alami hingga detik ini. Ada firasat buruk yang menjalari kepalanya setiap kali memikirkan Kyra. Sudah banyak orang dikorbankan dalam permainan. Kini yang ada di pikiran Mika hanya menyelamatkan Kyra dan mengakhiri semua. Ketika masih sibuk dengan pikiran-pikirannya, Mika mendengar suara dari balkon. Suara-suara yang mencurigakan namun sama sekali tidak membuat Mika panik. Ia duduk dengan tenang sembari menunggu. "Akhirnya datang juga." Mika menunjukkan ekspresi kebosanan.

  • Invitasi   098. Mencari Kyra

    "Sekarang bagaimana?" Laisa bertanya kepada Mika ketika mereka telah berada di halte. "Ke tempat Kyra tinggal," jawab Mika singkat. "Mika masih mengkhawatirkan anak itu?" Bagi Laisa, selain Kyra masih ada banyak hal yang patut dikhawatirkan. Salah satunya adalah kesehatan Mika sendiri. Mika tidak menanggapi. Ia telah membuat keputusan dan apa pun yang Laisa katakan tidak akan bisa mengubahnya. "Bukankah harusnya Mika pulang dulu agar Ibu enggak khawatir." Meski Mika tidak meminta, Laisa tetap memberi alternatif pilihan. Mika menggeleng tegas. "Kalau sudah pulang enggak akan mudah untuk ke luar lagi."Benar, Laisa membatin. Ibu Mika pasti tidak akan dengan mudah memberi izin bagi putri kesayangannya ke luar dan berkeliaran di jalan. Ditambah lagi apa yang akhir-akhir ini baru menimpa Mika.Laisa menghela napas. Sebenarnya Laisa tahu ia tidak akan bisa mengubah apa yang telah Mika putuskan, tapi setidaknya ia telah me

  • Invitasi   097. Tetap di Tempatnya

    "Apa dia?" Laisa menunjukkan foto seseorang di layar ponselnya. Ia ingin wanita yang berbicara dengannya mengidentifikasi wajah yang ia tunjukkan. Wanita yang berbicara dengan Laisa memperhatikan lekat foto yang ditunjukkan. Keningnya berkerut dalam saat mencoba mengingat. "Saya enggak lihat jelas wajahnya tapi dari ciri-ciri persis orang ini." "Siapa?" Mika yang penasaran, mengintip ponsel Laisa dan hasilnya cukup mengejutkan. "Kenapa? Kenapa Kyra?"Mika sungguh tidak menyangka Laisa akan menunjukkan foto Kyra. Tidak alasan Kyra dicurigai. Juga, tidak ada alasan bagi Laisa menemui Zay tengah malam. Kecuali ..."Kyra mempunyai petunjuk yang enggak kita ketahui?" Laisa berbicara seolah tahu apa yang sedang Mika pikirkan.Mika tidak menyahut ataupun membalas. Ia tidak tahu jawabannya. Tidak tahu apa yang tengah Kyra pikirkan. Juga tidak tahu apa yang wanita itu rencanakan. Ia hanya percaya bahwa Kyra tidak akan mengkhianatinya.Apa yang ingin ditanyakan telah ditanyakan dan apa yang p

  • Invitasi   096. Rencana Menemui Seseorang

    "Mika yakin mau keluar dari rumah sakit?" tanya Laisa untuk ke sekian kalinya. Mika juga mengangguk untuk ke sekian kalinya. Laisa membantu berkemas tapi ia terus bertanya tentang ini dan itu. Laisa tidak bisa tidak khawatir. Terlebih, karena pembicaraan semalam sama sekali tidak menyenangkan. Setelah pembicaraan semalam, Mika lebih banyak diam. Ada kemarahan, perasaan kecewa, dan sorot mata penuh kekhawatiran. Laisa tahu persis rasanya. Bahkan sampai detik ini, ia tidak ingin percaya. Dadanya masih terasa sesak. "Bagaimana dengan Ibu Mika? Bagaimana dengan kesehatan Mika?" Laisa tidak berhenti bertanya. "Sudah seperti ini, aku tidak bisa hanya berbaring di rumah sakit." Mika bicara tanpa menatap lawan bicaranya. Ia menghentikan aktivitasnya. Laisa ikut berhenti. Kemudian menghela napas. "Aku akan menghubungi orang tuaku. Jangan khawatir!" tambah Mika. "Kalau begitu aku akan mengurus administrasinya." Laisa menawarkan bantuan dan berlari ke luar ruangan. Begitu Laisa pergi,

  • Invitasi   095. Menanti Pagi

    Kegelapan semakin pekat dan malam semakin larut. Bulan berselimut awan, sedang bersembunyi dengan nyaman. Bintang tidak menyapa, tersipu oleh gemerlap kesibukan kota yang tiada henti.Laisa berusaha memejamkan matanya namun tanpa hasil. Mencoba membenamkan wajah di atas bantal pun sia-sia. Meringkuk di balik kemul juga gagal. Padahal ia merasa lelah, merasa butuh istirahat.Laisa berharap setelah bangun keesokan harinya, semuanya akan baik-baik saja. Ia berharap kemarahannya telah berkurang. Berharap rasa sakit hatinya terobati. Berharap kesedihannya hilang. Berharap kemelut dalam kepalanya lenyap.Hela napas panjang terdengar di tengah kesunyian kamar. Laisa merasa malam ini seolah tanpa akhir. Merasa genrenya berubah melankolis. Ia tidak suka. Benci pada dirinya sendiri yang seperti ini."Ah, kepalaku sakit!" keluh Laisa.Merasa tumpat oleh keheningan sekeliling yang seakan menghisapnya, Laisa memutuskan beranjak. Ia tidak boleh seperti ini terus-menerus.Laisa mengambil jaket kulit

  • Invitasi   094. Hasil yang Bertentangan

    Kyra masih menunggu. Ketika pintu dibuka dengan kasar dan seseorang melangkah ke luar, Kyra sedikit terkejut.Orang yang ke luar lebih dulu adalah Laisa. Raut wajahnya terlihat semakin tidak baik dan emosinya yang berantakan tampak begitu jelas. Ia tampak tidak baik-baik saja dan tidak mencoba berpura-pura baik-baik saja.Hasil pembicaraan bisa ditebak tidak berakhir dengan baik. Meski seperti itu, Kyra tetap penasaran. Ia mengintip ke dalam ruangan sebelum pintu akhirnya tertutup. Tampak jelas wajah putus asa Razan dan pipi kirinya yang memar kemerahan. Bayaran atas pengkhianatannya.Laisa pergi tanpa mengatakan apa pun. Kyra membuntut juga tanpa bertanya apa pun. Apa pun yang keduanya bicarakan, yang terpenting adalah bagaimana Laisa tidak goyah. Dan semua itu sudah terlihat jelas dari hasil pembicaraan yang tidak berakhir dengan baik.Laisa adalah tipe yang emosional. Bagaimana kondisi emosi dalam dirinya, telah tercermin dari tindakannya. Bahkan sebelum ia mengatakan apa pun. Tind

  • Invitasi   093. Drama

    Razan bersikeras minta diberi waktu untuk bicara berdua dengan Laisa. Kyra sebenarnya merasa keberatan. Ia pikir, ia memiliki hak untuk mengetahui kebenaran yang Razan sembunyikan. Orang yang terlibat sejak awal adalah dirinya. Dibanding Laisa maupun Razan, Kyra memiliki alasan paling kuat untuk mengetahui segala yang bersangkutan dengan kasus.Namun, melihat dari sisi lain, apa yang terjadi antara Laisa dan Razan juga melibatkan masalah pribadi keduanya. Karena masalah umum dan pribadi tercampur aduk, dengan berat hati Kyra memberi ruang untuk keduanya bicara berdua.Kyra meninggalkan ruang karaoke dan berdiri menunggu di luar. Ia harus senantiasa siaga, agar jika sesuatu terjadi, ia bisa cepat mengambil tindakan.Membiarkan Laisa dan Razan berbicara berdua, Kyra hanya bisa meninggalkan kepercayaannya. Ia yakin Laisa tidak akan mudah terperdaya pada apa yang mungkin Razan akan tawarkan."Semoga saja." Kyra menghela napas dan berkata lirih. Tampaknya ia tidak yakin seratus persen pada

DMCA.com Protection Status