Isamu Zelina adalah seorang wanita yang tertarik pada banyak hal. Ia memiliki keingintahuan yang besar. Kelebihannya yang paling menonjol adalah ia pandai menganalisa sesuatu dan dengan itu ia bisa memuaskan keingintahuannya.
Sejak awal Isamu membuat beberapa akun dengan menyembunyikan identitasnya. Dengan akun itu ia bisa berhubungan dengan siapa saja, berkenalan dengan banyak orang, dan melakukan banyak hal.
Menyembunyikan identitas dapat membuat Isamu tenang. Ia tidak ingin menarik perhatian, tidak ingin kehidupan pribadinya dikomentari, meski ia sering melakukan hal yang sama pada orang lain.
“Dengan skandal seperti ini berharap mendapat perhatian, rendahan!” decak Isamu kesal.
Beberapa kali Isamu mengulas berita mengenai skandal artis. Melalui analisa cerdasnya ia bisa mengungkap bahwa skandal yang sedang terjadi hanya untuk menaikkan pamor, promosi film, sampai pengalihan isu. Ulasan Isamu dibagikan berkali-kali, dikutip banyak orang. Akhirnya pertemanannya semakin banyak dan jumlah pengikutnya semakin membludak.
Menemukan hal yang bisa dilakukan, memanfaatkan potensinya, Isamu Zelina merasa sangat bersemangat. Ia merasa telah menemukan dunianya, menemukan arti keberadaannya. Bisa melakukan apa yang disukai tanpa terikat oleh siapa pun benar-benar menyenangkan.
“Apa-apa ini!”
“Enggak tahu malu!”
“Penipu!”
“Dari latarnya saja sudah ketahuan kalau itu editan.”
“Keterlaluan!”
Isamu sering kali mengomel saat melihat berita atau membaca artikel yang lewat di Berandanya. Karena tidak suka dan merasa tidak masuk akal, biasanya Isamu akan membuat ulasan. Sebagian berisi pendapat pribadi dan sebagian lagi hasil analisa data yang ia punya.
Artikel dan kehidupan orang lain yang Isamu ulas mulai dari selebgram, penyanyi, artis, aktor, sampai pejabat pemerintah setingkat DPR. Isamu juga pernah mengungkap perselingkuhan seorang pemain sinetron dengan seorang kepala daerah.
Entahlah, akhir-akhir ini perselingkuhan menjadi begitu populer. Mungkin karena terlalu banyak kebebasan dalam bermedia sosial, sehingga segala hal bisa menjadi pembahasan, lebih tersorot, dan bisa dikonsumsi siapa saja.
Analisa Isamu saat itu benar-benar menjadi sumber berita besar. Viral.
Semua bermula ketika seorang pengikut Isamu di salah satu media sosial mengirimkan sebuah foto melalui DM. Secara singkat si pengirim menuliskan situasinya. Karena tidak memiliki kesibukan yang menguras banyak waktu, Isamu bisa dengan serius meneliti masalah itu.
Ketika analisanya dilempar untuk konsumsi publik disertai bukti foto-foto yang di zoom, juga riwayat postingan, jagat dunia maya menjadi heboh. Pembahasannya berulangkali masuk trending. Dengan adanya lampiran bukti, klarifikasi dan penyangkalan menjadi tidak berarti. Netizen menghujat, memperolok, dan mempermalukan yang wanita. Sementara pangkat yang pria dicopot dengan tidak hormat.
‘Rasakan!’
‘Mereka pantas dihukum!’
‘Pasangan enggak tahu malu!’
Meski pasangan selingkuh telah mendapat hukuman, para pengguna media sosial beramai-ramai memenuhi kolom komentar. Mereka terus menumpahkan amarah dan ketidaksukaan mereka. Tanpa kenal waktu, tanpa kenal tempat.
Setelah puas menghakimi, semua lambat-laun mereda, terganti oleh hal-hal viral lainnya, dilupakan, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
Ada dua pihak yang terkena dampak besar viralnya perselingkuhan itu. Pertama yang bersangkutan, kedua akun milik Isamu.
Akun milik Isamu yang diberi nama Analisamu semakin dikenal. Kenaikan jumlah pengikutnya begitu signifikan. Akunnya telah terverifikasi dan mendapat centang biru. Analisamu mendapat perhatian besar. Beberapa kali analisanya dijadikan acuan dalam membuat berita. Sering kali dikutip. Isamu sangat berpuas diri dengan pekerjaannya.
Sejauh ini Isamu tidak pernah asal-asalan membuat analisa. Ia sangat berhati-hati dan benar-benar meneliti setiap situasinya. Ia tidak ingin kredibilitasnya diragukan, tidak ingin sembarangan. Jika ia tidak yakin dengan analisanya, ia tidak akan mempublikasikannya. Jika ia ragu, ia akan mengulang dari awal dan meneliti kembali analisanya.
Isamu Zelina memiliki jumlah kesabaran yang sangat banyak. Ia tidak perlu terburu-buru dalam melakukan apa pun. Karena Isamu melakukan hal yang ia sukai untuk dirinya sendiri, untuk menyalurkan hobinya dalam menganalisa, bukan untuk orang lain. Ia tidak memulai dengan membangun harapan setinggi langit. Cukup ia sendiri yang merasa puas.
“Eh, akun Analisamu bikin ulasan lagi!”
“Kamu pengikut akun itu? Aku juga.”
Isamu sering kali mendengar orang-orang membicarakan Analisamu atau artikel yang diulasnya jika berada di tempat umum. Jika sudah seperti itu, ia hanya akan senyum-senyum. Merasa bangga dan semakin mengagumi diri sendiri.
Isamu sengaja menambahkan kata MU di belakang kata ANALISA agar saat huruf per huruf dipereteli, ada kata yang bisa disambung dan membentuk namanya. Isamu, Anal-Isamu. Sama sekali tidak akan ada yang menyangka.
Jika diteliti, sebenarnya tidak hanya nama Isamu yang terbentuk. Ada nama Ana atau Lisa. Seperti nama Ana atau Lisa, bagi orang lain nama Isamu terkesan hanya nama yang kebetulan terangkai. Padahal Isamu sengaja menambahkan kata MU agar namanya dapat terbentuk.
Akun Analisamu sendiri tidak selalu berisi ulasan mengenai sebuah analisa. Isamu memang suka menganalisa, tapi jika semua hal dianalisa, waktunya tidak akan cukup untuk melakukan hal lain. Akun Analisamu juga berisi hal-hal ringan seperti interaksi normal dengan para pengikut, lelucon sehari-hari, update informasi, sampai ikut memviralkan apa yang sedang banyak orang bahas.
Di antara banyak orang di media sosial, tentu saja tidak sedikit yang membenci akun Analisamu. Selain orang-orang yang pernah menjadi korban, beberapa pengguna media sosial juga beranggapan bahwa Analisamu adalah penebar aib orang lain. Adminnya mencari popularitas dengan cara menyebarkan keburukan orang lain dan membuat mereka dibenci.
‘Segitunya, ya cari uang.’
‘Hidup memang berat, jadi jangan sampai membuat hidup orang lain juga berat. Dosanya besar!’
Beberapa kali akun Analisamu pernah dibekukan, pernah juga ada yang mencoba mencurinya. Satu kali akunnya tiba-tiba hilang. Karena akun Analisamu sangat terkenal, mendapat banyak dukungan, mencari pengikut lagi setelah akunnya hilang tidaklah sulit. Hal-hal seperti itu sama sekali tidak mempengaruhi Isamu. Yang perlu dilakukan hanya meningkatkan keamanan, berhati-hati, tidak asal mengunjungi website tidak jelas, dan tidak sembarang mengeklik lampiran yang dikirimkan padanya.
Meski kepopuleran akun Analisamu setara dengan artis papan atas paling terkenal, Isamu sama sekali tidak tertarik untuk membongkar identitasnya. Ia suka ketika orang-orang mulai sok tahu dan asal menebak. Ia suka melihat beberapa orang mulai menganalisa identitasnya ke arah yang salah. Ia suka melihat orang lain terlihat bodoh. Ia suka menjadi misterius dan hanya bersembunyi di balik layar. Ia suka mengamati.
Beberapa kali Isamu pernah mendapat tawaran untuk membuka identitasnya di depan publik. Ia pernah hendak diundang untuk datang ke sebuah acara televisi. Isamu menolak semua itu meski bayaran yang ditawarkan tidak sedikit. Yang Isamu butuhkan bukan uang. Toh, selama ini ia tidak pernah merasa kekurangan uang.
Jika identitasnya benar-benar dibongkar, orang-orang yang pernah menjadi korban analisanya dan orang-orang yang sejak awal tidak menyukai kepopuleran akunnya akan mulai mencari-cari kesalahannya. Mereka akan mulai menggali masa lalunya, akan mulai mencari-cari hal buruk dari jejak digitalnya. Isamu tidak ingin ketenangannya diusik. Ia memang pengecut, tapi ia suka menjadi pengecut yang bisa membuat orang lain menjadi pecundang.
“Sayang, kamu tahu artis yang baru naik daun itu? Kayaknya dia lagi delusi, deh. Masa bikin postingan begini.” Isamu yang sebelumnya bersandar manja pada kekasihnya, berbalik dan memperlihatkan apa yang baru saja ia baca di ponselnya.
“Hah, orang delusi bisa jadi artis juga?!”
Ekspresi pura-pura terkejut yang Zay tunjukkan benar-benar menggelitik. Selalu bisa mengundang gelak tawa. Zay yang humoris selalu bisa memperbaiki suasana hati Isamu saat buruk. Kehadiran kekasihnya itu adalah penyeimbang untuk kepribadian Isamu yang lebih sering serius.
Yang tahu siapa orang di balik akun Analisamu hanya dua orang. Isamu sendiri dan kekasihnya. Isamu selalu terbuka pada kekasihnya. Isamu memberitahukan apa yang ia kerjakan dan selalu mendapat dukungan. Kekasihnya tidak pernah membatasi dan memberi aturan yang menyebalkan. Isamu sangat beruntung dengan hidupnya dan segala hal yang ia miliki. Beberapa hari lalu kekasihnya melamar. Rencananya mereka akan menikah dalam waktu dekat.
Isamu mengenal Jovita Fabella melalui akun Analisamu. Sebenarnya tanpa sadar, Analisamu ikut menaikkan kepopuleran Jovita Fabella karena ikut memposting videonya. Sebenarnya tujuan Isamu bukan untuk mempopulerkan Jovita, justru sebaliknya.
Seperti banyak orang yang tidak suka dengan isi video yang Jovita unggah, Isamu juga sama. Ia bahkan berharap para pengikut Analisamu menyerang akun Jovita, membuat wanita itu menulis permintaan maaf, dan menghapus video yang ia unggah. Sayangnya niatnya tidak berjalan sesuai yang diinginkan.
Di luar dugaan, Jovita Fabella cukup tidak tahu malu dan memiliki mental yang tangguh. Dengan jumlah pengikut yang luar biasa banyak, video Jovita viral dengan cepat. Wajah Jovita pun mulai dikenal banyak orang. Isamu semakin merasa tidak suka.
“Bilang aja kamu-kamu semua yang enggak suka itu iri! Kalau kalian bangga dengan hidup susah dan enggak punya apa-apa, ya sudah. Jangan resek sama yang hidupnya senang!”
Beberapa kali Analisamu mengulas video Jovita dan ketidaksukaan terhadap isinya. Isamu tidak suka pada orang-orang yang senang mencari sensasi. Tidak suka pada cara pikir yang dangkal seperti itu. Sayangnya emosi pribadi Isamu pada Jovita yang ia tuangkan dalam Analisamu justru semakin membuat Jovita terkenal. Pada tahap ini Isamu sadar ia telah salah langkah.
Kesalahan Isamu tidak bisa ia perbaiki tapi ia yakin kepopuleran Jovita Fabella hanya sesaat. Karena selain sensasi, wanita itu tidak memiliki apa pun dalam otaknya.
Isamu Zelina merasa hidupnya tenang dan baik-baik saja sampai sebuah pesan yang dialamatkan padanya masuk. Awalnya isi pesan terasa normal, hanya berupa undangan untuk hadir ke sebuah acara televisi yang baru akan digarap. Isamu mengabaikannya, tapi pesan yang masuk selanjutnya membawa-bawa identitas aslinya. Isamu benar-benar terkejut, tidak menyangka.
“Bagaimana kabar Analisamu? Beberapa kali kena hack apa keamanannya sudah ditingkatkan?”
“Siapa?” Isamu membalas dengan cepat.
Tidak ada balasan.
Yang mengetahui pemilik akun Analisamu hanya ia dan kekasihnya, jadi siapa orang ketiga ini? Dari mana dia bisa tahu dan sejak kapan tahu? Isamu terus bertanya-tanya, menganalisa setiap langkah yang telah ia jalankan. Barangkali ia melakukan sebuah kesalahan fatal yang mengakibatkan terbongkar identitasnya. Tapi apa?
Tidak mungkin kekasihnya yang berkhianat. Satu-satunya hal yang terpikirkan adalah orang ketiga itu memiliki kemampuan, patut diwaspadai.
Ketika ada orang lain yang mengetahui identitasnya, Isamu menjadi cemas, tidak tenang. Tidak ada pilihan lain selain menyetujui tawaran untuk menghadiri undangan itu. Identitasnya tidak boleh terbongkar, ketenangannya tidak boleh terusik. Tidak boleh!
“Saya setuju bergabung, tapi saya memiliki syarat.” Isamu mengetik dengan cepat.
“Pilihan yang bagus. Aku punya kejutan lain untukmu, anggap sebagai hadiah. Orang yang tidak kamu sukai juga aku undang. Jovita Fabella.”
Balasan dari pengirim pesan masuk dengan cepat setelah Isamu mengatakan persetujuannya untuk datang. Membaca nama Jovita, Isamu menjadi antusias. Jika bisa berada dekat dengan wanita itu, ia bisa membuat artikel mengenai sifatnya yang buruk. Ia bisa merakit senjata untuk mengakhiri kepopuleran Jovita.
Sekali dayung dua pulau terlewati. Bisa mengetahui siapa orang ketiga yang mengetahui identitasnya, juga bisa mengetahui berapa banyak keburukan Jovita. Tawaran yang menguntungkan.
“Jovita Fabella ...” Isamu merasa seperti baru saja mendapat objek bagus.
Harusnya orang yang mengetahui identitas Isamu patut diwaspadai. Harusnya orang yang mengetahui ketidaksukaannya yang mendarah daging pada Jovita hanya dirinya. Isamu merasa antusias pada apa yang akan ia lakukan hingga lupa merasa waspada.
×××××
Sebelumnya semua terasa baik-baik saja. Jovita datang memenuhi undangan dengan antusias, dengan harapan besar bahwa apa yang akan terjadi nanti akan menunjang kariernya ke arah yang lebih baik.Meski orang yang pertama kali ditemuinya di tempat yang disebutkan untuk berkumpul adalah orang yang menyebalkan, orang yang suka mengatainya dari belakang, tetap tidak masalah. Selama ia mendapat keuntungan dan popularitas, ia akan menahan, mencoba bersabar. Nanti ia akan berhadapan dengan lebih banyak orang, lebih banyak kepribadian, jadi menahan diri untuk sesuatu yang lebih besar tidak masalah. Ia yakin bisa menanganinya.Satu per satu orang yang diundang mulai berkumpul. Jovita tidak mengerti alasan orang-orang itu diundang. Dari mereka tidak ada yang terkenal, tidak ada orang hebat, mereka semua terlihat biasa saja. Kata ‘kehormatan’ yang tertulis dalam undangan sepertinya hanya untuk menyanjung, tidak benar-benar mengacu pada kata ‘kehormatan&rsq
Saat semua orang telah berjalan menuju tempat parkir kendaraan yang si Bapak pengantar tunjukkan, langkah Jovita mendadak berhenti.“Aku ... enggak ingin pergi.” Jovita berbicara pada dirinya sendiri tapi orang yang berjalan di depannya dapat mendengarkan kalimatnya dengan jelas.“Enggak ingin pergi?” Rania mengulang. Langkahnya juga berhenti, semua orang ikut berhenti, termasuk langkah Bapak pengantar. “Kenapa?”“Apa ... kalian enggak merasa aneh dengan situasinya?” Jovita memberanikan diri untuk mengatakan apa yang ia pikirkan.Rania memandang berkeliling, tidak sepenuhnya mengerti apa yang Jovita maksud dengan situasi aneh. Rania bahkan menatap tamu undangan yang lain untuk membantunya mengerti situasi yang Jovita sebut dengan kata ‘aneh.’“Apa?” Rania yang masih belum mendapatkan jawaban balik bertanya.“Karena beberapa orang yang datang
“Aduh, kepalaku!” Mika bangun dan memegangi kepalanya yang terasa nyeri. “Ini ... di mana?” tanyanya entah pada siapa. Mika bangun dan segera sadar ia berada di sebuah tempat yang asing. Tiga orang yang lain juga terbaring tidak jauh dari tempatnya. Semilir yang berembus menghambur rambut hitamnya yang terurai. Aroma laut yang sedikit amis masuk ke rongga hidung. Langit yang biru, alam terbuka. Mika memutar lehernya, mengalihkan pandangannya. Mencari sesuatu yang entah apa. Mungkin penjelasan, mungkin juga sesuatu yang familier. Di belakang punggungnya hanya ada laut seluas mata memandang. Sementara di depannya terlihat hamparan pasir dan rimbunnya pepohonan. “Sudah bangun?” Isamu Zelina melangkah mendekat diikuti oleh Rania Meisy. Tampaknya mereka adalah orang-orang yang lebih dulu sadar. Pasir yang menempel di sepatu mereka menandakan keduanya telah berkeliling untuk melihat-lihat sekitar. “Sebenarnya aku sudah berusaha membangunkan ka
Sebelum pergi mencari tempat yang bisa digunakan untuk beristirahat, Mika mengambil selendangnya dalam koper. Selain selendang, ia juga mengambil lipstik yang rencananya akan digunakan untuk menulis.“Stop, stop!” Rania tiba-tiba memekik histeris, membuat yang lain terkejut. “Lipstik mahal jangan digunakan untuk itu! Gunakan punyaku saja.” Rania mengeluarkan lipstik batang miliknya yang sudah tidak berbentuk dan hampir habis.“Ya ampun! Dia yang melakukan kenapa aku yang malu.” Jovita mengalihkan pandangannya, tidak sanggup melihat tingkah Rania yang terlalu udik.Rania tidak peduli. Ia tetap menyodorkan lipstik miliknya. Kali ini sedikit memaksa. Menggunakan lipstik mahal bukan pada tempatnya berarti menyia-nyiakan esensi dari bahan-bahan terbaik yang sudah dengan susah payah dikomposisikan. Benar-benar menyia-nyiakan sumber daya.Mika mengibaskan tangannya, “Barangku, terserah ingin kuapakan!” tegasnya.
“Permisi!” Isamu mengetuk pintu. Vila merupakan bangunan tingkat dua. Bagian halaman cukup luas dengan pagar rendah. Pagar hanya dikunci seadanya sehingga bisa dijangkau dan dibuka dengan mudah. Halamannya yang luas dipenuhi dengan dedaunan kering yang berjatuhan. Tidak terlihat ada lumut meski beberapa hari lalu hujan masih sering turun. Dinding bagian samping dan setengah bagian belakang merupakan dinding kaca namun tertutup gorden dari dalam. Rania sudah mencari celah untuk bisa mengintip tapi semua bagian tertutup rapat oleh gorden. Di bagian belakang bangunan ada kerukan yang mungkin rencananya akan dijadikan kolam renang namun kini hanya ditumbuhi ilalang liar. Rumput tumbuh lebih tinggi dan lebat. Belalang dan berbagai macam serangga melompat bergantian. “Permisi, apa ada orang?!” teriak Isamu lagi. Isamu dan Mika berdiri di depan pintu, Rania berkeliling bangunan, sementara Jovita, Adien, dan Tami berdiri sedikit lebih jauh dari
Adien sedang memasak untuk makan malam di dapur ketika Rania dan Tami turun bersamaan. Keduanya telah kembali segar setelah cukup istirahat dan mandi.“Masak apa?” Tami duduk di bagian depan meja dapur. Rania melakukan hal yang sama.“Moodku belum kembali jadi aku hanya masak masakan sederhana. Yang penting bisa menghilangkan rasa lapar.” Adien mematikan salah satu kompor dan memindahkan panci yang berisi sayur. “Aku enggak tahu selera kalian, tapi aku masak dalam jumlah yang cukup jika ada yang mau bergabung.”“Itu cukup.” Tami mendekat ke arah Adien. “Ada yang bisa aku bantu?” tanyanya menawarkan diri.Adien melihat sekelilingnya sebelum menjawab, “Tolong angkat ikannya!” katanya setelah melihat kompor yang lain.“Kalau aku enggak pernah memilih-milih makanan. Apa yang ada, itu yang dimakan,” Rania ikut menimpali.“Aku bisa makan apa pun asal ada samb
Setelah makan malam selesai dan bersih-bersih tuntas, Adien membuat teh dan memotong beberapa buah untuk dinikmati bersama. Mereka berkumpul di ruang depan. “Masih belum ada sinyal juga?” Jovita mengangkat ponselnya tinggi-tinggi. “Staf acaranya masih belum ada yang datang juga?” Tami mondar-mandir di depan pintu yang terbuka. Kembali merasa cemas. Hening. Masing-masing orang sibuk sendiri-sendiri. Ada yang memainkan ponselnya; terus-menerus memeriksa jaringan, keluar-masuk galeri foto, bermain game offline, dan apa pun yang masih bisa ponsel lakukan. Ada juga yang sibuk berpikir dan sibuk meratapi nasib. “Hidup benar-benar lucu.” Isamu memecah keheningan. “Siapa yang akan menyangka kalau di masa depan kita akan terjebak di tempat asing, bersama orang-orang enggak dikenal, dan orang yang dibenci.” Benar. Hidup benar-benar lucu. Takdir sangat pandai mempermainkan nasib seseorang. “Benar!”
“Rania Meisy, tidak ada yang ingin kamu jelaskan?” Mika mengulang pertanyaannya.Semua mata masih menatap Rania lekat. Beberapa dari mereka menatap menghakimi, sisanya ingin tahu dan menuntut penjelasan. Jika tuduhan Mika benar, seharusnya ada alasan tidak biasa yang melatarbelakangi tindakan Rania.“Apa? Kenapa aku?” Rania yang tidak mengerti maksud Mika balik bertanya.“Saat kamu bertanya di mana kamar Isamu, aku menyebutkan kamar nomor 4. Tapi nomor 4 yang kamu pilih adalah kamar di seberang nomor 2. Itu aneh. Karena siapa pun pasti akan menghitung berurutan dari yang paling depan, tidak menghitung zig-zag seperti yang kamu lakukan,” jelas Mika. “Caramu menghitung seperti kamu tahu urutan nomor kamar yang benar. Yang sesuai dengan papan nomor yang seharusnya menggantung di pintu.”Rania mengerutkan keningnya “Itu bukan alasan,” kilahnya “Aku memang terbiasa menghitung seperti itu karena
Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari dua jam, sampailah Mika dan Laisa di sebuah rumah sakit yang terletak di pinggir kota. Kyra dirawat di sana. Dua hari yang lalu Kyra ditemukan di pesisir pantai dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sudut bibirnya pecah dan memar di mana-mana. Nelayan yang menemukannya kemudian membawanya ke rumah sakit."Halo!" Laisa menyalami seorang pria yang telah menunggunya di lobi rumah sakit."Halo, saya orang yang menghubungi Anda." Pria itu balas menyalami Laisa. Juga bersalaman dengan Mika. "Orang yang akan kita temui ada di ruang rawat lantai tiga," tambahnya menjelaskan."Apa dia benar orang yang kita cari?" Mika meminta kepastian.Kyra menghilang selama lebih dari tiga bulan. Selama itu, Mika beberapa kali mendapat petunjuk. Petunjuk palsu yang berakhir pada kekecewaan. Kali ini, meski harapan sama tingginya seperti yang lalu-lalu, ia tetap tidak ingin merasa lebih kecewa."Bisa saya pastikan dia be
“Mika tidak perlu tahu dari mana Ayah bisa mendapatkan dokumen itu. Mika hanya perlu tahu bahwa yang tertulis di sana adalah benar,” tegas Ayah. Sembari menatap anaknya dengan tatapan ingin dimengerti, Ayah melanjutkan, "Setelah ini Mika tidak perlu khawatir. Segalanya akan segera selesai."Mika menatap ayahnya dengan tatapan menyelidik. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan dan lebih banyak lagi yang tidak ia mengerti. Tapi, apa Ayah akan memberi jawaban?"Bagaimana dengan Kyra? Bagaimana dengan keselamatannya?" Setidaknya Mika harus mengetahui sesuatu yang juga penting.Ayah terdiam sesaat. Setelah semua yang terjadi, tidak ada yang bisa menjamin apa yang selanjutnya akan terjadi. Mereka tidak tahu bagaimana kemampuan musuh yang saat ini dihadapi. Mereka tidak bisa menghitung peluang bahwa Kyra akan baik-baik saja."Tanpa memedulikan keselamatannya Ayah membuat keputusan sendiri?" Mika terlihat kecewa."Itu pekerjaannya!" Ayah berkata p
Saat ini Kyra menghilang, Zay juga ikut menghilang. Sementara Mika yang masih diliputi ketidaktahuan nyaris frustrasi. Mika sama sekali tidak habis pikir apa yang sebenarnya ada di benak Kyra. Awalnya Mika pikir setelah mengunjungi Zay, ia setidaknya akan mendapatkan sedikit titik terang. Namun ia terlambat selangkah. Zay telah pergi. Pada akhirnya tidak ada yang Mika dapatkan. Mika sedang merenungkan semua yang telah ia alami hingga detik ini. Ada firasat buruk yang menjalari kepalanya setiap kali memikirkan Kyra. Sudah banyak orang dikorbankan dalam permainan. Kini yang ada di pikiran Mika hanya menyelamatkan Kyra dan mengakhiri semua. Ketika masih sibuk dengan pikiran-pikirannya, Mika mendengar suara dari balkon. Suara-suara yang mencurigakan namun sama sekali tidak membuat Mika panik. Ia duduk dengan tenang sembari menunggu. "Akhirnya datang juga." Mika menunjukkan ekspresi kebosanan.
"Sekarang bagaimana?" Laisa bertanya kepada Mika ketika mereka telah berada di halte. "Ke tempat Kyra tinggal," jawab Mika singkat. "Mika masih mengkhawatirkan anak itu?" Bagi Laisa, selain Kyra masih ada banyak hal yang patut dikhawatirkan. Salah satunya adalah kesehatan Mika sendiri. Mika tidak menanggapi. Ia telah membuat keputusan dan apa pun yang Laisa katakan tidak akan bisa mengubahnya. "Bukankah harusnya Mika pulang dulu agar Ibu enggak khawatir." Meski Mika tidak meminta, Laisa tetap memberi alternatif pilihan. Mika menggeleng tegas. "Kalau sudah pulang enggak akan mudah untuk ke luar lagi."Benar, Laisa membatin. Ibu Mika pasti tidak akan dengan mudah memberi izin bagi putri kesayangannya ke luar dan berkeliaran di jalan. Ditambah lagi apa yang akhir-akhir ini baru menimpa Mika.Laisa menghela napas. Sebenarnya Laisa tahu ia tidak akan bisa mengubah apa yang telah Mika putuskan, tapi setidaknya ia telah me
"Apa dia?" Laisa menunjukkan foto seseorang di layar ponselnya. Ia ingin wanita yang berbicara dengannya mengidentifikasi wajah yang ia tunjukkan. Wanita yang berbicara dengan Laisa memperhatikan lekat foto yang ditunjukkan. Keningnya berkerut dalam saat mencoba mengingat. "Saya enggak lihat jelas wajahnya tapi dari ciri-ciri persis orang ini." "Siapa?" Mika yang penasaran, mengintip ponsel Laisa dan hasilnya cukup mengejutkan. "Kenapa? Kenapa Kyra?"Mika sungguh tidak menyangka Laisa akan menunjukkan foto Kyra. Tidak alasan Kyra dicurigai. Juga, tidak ada alasan bagi Laisa menemui Zay tengah malam. Kecuali ..."Kyra mempunyai petunjuk yang enggak kita ketahui?" Laisa berbicara seolah tahu apa yang sedang Mika pikirkan.Mika tidak menyahut ataupun membalas. Ia tidak tahu jawabannya. Tidak tahu apa yang tengah Kyra pikirkan. Juga tidak tahu apa yang wanita itu rencanakan. Ia hanya percaya bahwa Kyra tidak akan mengkhianatinya.Apa yang ingin ditanyakan telah ditanyakan dan apa yang p
"Mika yakin mau keluar dari rumah sakit?" tanya Laisa untuk ke sekian kalinya. Mika juga mengangguk untuk ke sekian kalinya. Laisa membantu berkemas tapi ia terus bertanya tentang ini dan itu. Laisa tidak bisa tidak khawatir. Terlebih, karena pembicaraan semalam sama sekali tidak menyenangkan. Setelah pembicaraan semalam, Mika lebih banyak diam. Ada kemarahan, perasaan kecewa, dan sorot mata penuh kekhawatiran. Laisa tahu persis rasanya. Bahkan sampai detik ini, ia tidak ingin percaya. Dadanya masih terasa sesak. "Bagaimana dengan Ibu Mika? Bagaimana dengan kesehatan Mika?" Laisa tidak berhenti bertanya. "Sudah seperti ini, aku tidak bisa hanya berbaring di rumah sakit." Mika bicara tanpa menatap lawan bicaranya. Ia menghentikan aktivitasnya. Laisa ikut berhenti. Kemudian menghela napas. "Aku akan menghubungi orang tuaku. Jangan khawatir!" tambah Mika. "Kalau begitu aku akan mengurus administrasinya." Laisa menawarkan bantuan dan berlari ke luar ruangan. Begitu Laisa pergi,
Kegelapan semakin pekat dan malam semakin larut. Bulan berselimut awan, sedang bersembunyi dengan nyaman. Bintang tidak menyapa, tersipu oleh gemerlap kesibukan kota yang tiada henti.Laisa berusaha memejamkan matanya namun tanpa hasil. Mencoba membenamkan wajah di atas bantal pun sia-sia. Meringkuk di balik kemul juga gagal. Padahal ia merasa lelah, merasa butuh istirahat.Laisa berharap setelah bangun keesokan harinya, semuanya akan baik-baik saja. Ia berharap kemarahannya telah berkurang. Berharap rasa sakit hatinya terobati. Berharap kesedihannya hilang. Berharap kemelut dalam kepalanya lenyap.Hela napas panjang terdengar di tengah kesunyian kamar. Laisa merasa malam ini seolah tanpa akhir. Merasa genrenya berubah melankolis. Ia tidak suka. Benci pada dirinya sendiri yang seperti ini."Ah, kepalaku sakit!" keluh Laisa.Merasa tumpat oleh keheningan sekeliling yang seakan menghisapnya, Laisa memutuskan beranjak. Ia tidak boleh seperti ini terus-menerus.Laisa mengambil jaket kulit
Kyra masih menunggu. Ketika pintu dibuka dengan kasar dan seseorang melangkah ke luar, Kyra sedikit terkejut.Orang yang ke luar lebih dulu adalah Laisa. Raut wajahnya terlihat semakin tidak baik dan emosinya yang berantakan tampak begitu jelas. Ia tampak tidak baik-baik saja dan tidak mencoba berpura-pura baik-baik saja.Hasil pembicaraan bisa ditebak tidak berakhir dengan baik. Meski seperti itu, Kyra tetap penasaran. Ia mengintip ke dalam ruangan sebelum pintu akhirnya tertutup. Tampak jelas wajah putus asa Razan dan pipi kirinya yang memar kemerahan. Bayaran atas pengkhianatannya.Laisa pergi tanpa mengatakan apa pun. Kyra membuntut juga tanpa bertanya apa pun. Apa pun yang keduanya bicarakan, yang terpenting adalah bagaimana Laisa tidak goyah. Dan semua itu sudah terlihat jelas dari hasil pembicaraan yang tidak berakhir dengan baik.Laisa adalah tipe yang emosional. Bagaimana kondisi emosi dalam dirinya, telah tercermin dari tindakannya. Bahkan sebelum ia mengatakan apa pun. Tind
Razan bersikeras minta diberi waktu untuk bicara berdua dengan Laisa. Kyra sebenarnya merasa keberatan. Ia pikir, ia memiliki hak untuk mengetahui kebenaran yang Razan sembunyikan. Orang yang terlibat sejak awal adalah dirinya. Dibanding Laisa maupun Razan, Kyra memiliki alasan paling kuat untuk mengetahui segala yang bersangkutan dengan kasus.Namun, melihat dari sisi lain, apa yang terjadi antara Laisa dan Razan juga melibatkan masalah pribadi keduanya. Karena masalah umum dan pribadi tercampur aduk, dengan berat hati Kyra memberi ruang untuk keduanya bicara berdua.Kyra meninggalkan ruang karaoke dan berdiri menunggu di luar. Ia harus senantiasa siaga, agar jika sesuatu terjadi, ia bisa cepat mengambil tindakan.Membiarkan Laisa dan Razan berbicara berdua, Kyra hanya bisa meninggalkan kepercayaannya. Ia yakin Laisa tidak akan mudah terperdaya pada apa yang mungkin Razan akan tawarkan."Semoga saja." Kyra menghela napas dan berkata lirih. Tampaknya ia tidak yakin seratus persen pada