"Baik, Nona,"sahut suara di seberang."Tapi, Nona, apakah Nona yakin Nona sudah siap melakukan ini?"tanya suara itu cemas."Aku sudah menunda terlalu lama, Randy,"jawab Clara, tak sedikit pun terdengar ragu."Baiklah jika memang Nona yakin tentang itu. Saya akan menyiapkannya untuk Nona, sesuai dengan perintah Nona,"ucap pria itu."Sampai bertemu sebentar lagi kalau begitu,"pamit Clara sebelum menutup teleponnya.Clara melempar ponselnya ke atas tempat tidurnya, lalu mengambil laptopnya. Ia membuka file yang disimpannya rapidengan password yang tidak diketahui siapa pun. Bahkan siapa pun yang melihat file itu pasti mengira itu hanyalah file sampah.Kenyataannya, seluruh hasil penyelidikan Clara dan berbagai laporan yang didapatnya dari orang bayarannya, tersimpan rapidi folder itu. Clara menggabungkan bukti-bukti yang baru dengan yang lama, tak dapat menahan senyum puasnya demi melihathasil kerja kerasnya selama ini. Setelah menutup kembali file itu, Clara berbaring di atas tempat
Clara mendengus geli." Mereka baik. Aku senang kau memiliki teman-teman seperti mereka. Mereka menjagamu seperti seorang adik, dan itu membuatku tenang, " katanya.Louis mengerang." Mereka selalu berusaha membuatku menderita," keluhnya seraya menggandeng Clara keluar dari kamar itu dan turun untuk bergabung dengan yang lain di ruangmakan.Merasakan tangan Clara aman dalam genggamannya seperti ini, Louis merasa begitu tenang. Clara tidak akan pergike manapun tanpanya, dan Louis akan menjaganya. Tatapan mata Aeronlah yang akhirnya membawa Louis kembali pada kenyataan. Louis memberikan gelengan singkat sehingga hanya Aeron yang tahu. Dan ketegangan Aeron tampaknya menular dengan cepat, mendorong Louis untukberkata." Aku akan menjaganya, Aeron." Aeron menatap Louis tajam."Apa kau sudah memikirkan segalanya, Louis?"tanya Aeron dengan nada dingin."Apa kau sudah memikirkan tentang… Alex?"Meskipun Clara sudah berkata bahwa dia tidak akan campur tangan tentang Alex, tapi tetap saja,
Clara mengangkat tangan, mengalah."Baiklah, terserah kalian saja jika kalian ingin mengambil cara sulit,"katanya."Asalkan bisa memastikan kau aman, sesulit apapun caranya, akan kulakukan,"Louis berkata penuh keyakinan.Clara memutar bola mata."Baiklah kalau begitu. Jadi, tugas kalian hanyalah memastikan para pengawal tidak menyadari kehadiran kita. Kalian harus berbaur dengan para undangan, mengobrol dengan para tamu dan jangan sampai merekatahu siapa kalian sebenarnya. Dan tolong, apapun yang terjadi, jangan membuat keributan di sana,"katanya."Apa kau pikir kami akan diam saja jika sampai sesuatu terjadi padamu?"galak Louis."Sudah kubilang, aku akan baik-baik saja. Jika kau berkeras ingin mengawasiku, kau boleh melakukannya. Tapi aku tidak akan memaafkanmu jika kau mengacaukan rencanaku,"sengit Clara.Louis dan Clara saling menatap, enggan mengalah satu sama lain."Aku akan pergi ke ruang kerjanya bersamamu," Louis berkata."Kalau begitu, kau harus tetap tinggal di rumah,"balas
"Jika kau datang hanya untuk membuatku semakin marah, sebaiknya kau segera keluar sebelum aku menghajarmu,"desis Louis.Aeron menghela napas berat."Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Karena itulah, kau harus berpikir dengan kepala dingin. Atau kalian berdua akan terbunuh,"Aeron mengingatkan.Louis mengatupkan rahangnya rapat. Tapi kata-kata terakhir Aeron barusan dirasanya ada benarnya. Maka Louis memejamkan mata dan menarik napas dalam untuk menenangkan diri. Clara akan baik-baik saja, Clara akan baik-baik saja, Louis terus berkata untuk menenangkan dirinya sendiri."Apakah kau sedang menenangkan diri dengan mengatakan Clara akan baik-baik saja" tanya Aeron, membuat mata Louis terbuka."Aku tidak meneriakkannya, kan?"Louis balik bertanya.Aeron tersenyum kecil seraya menggeleng."Karena aku pernah berada di posisimu,"jawabnya.Louis mengerutkan kening."Dengan Sherly?"tanya Louis.Aeron mengangguk."Dia sama keras kepalanya dengan Clara. Karena itu, aku harus selalu menggunakan akal
" kesepakatan dengannya. Dia tetap akan ikut, tapi dia tidak akan menghancurkan rencanamu. Dia akan bekerja sama. Dugaanku, dia hanya ingin memastikan Alex tidak ada di sana,Sherly memberitahu.""Alex? Memangnya, apa hubungannya Alex dengan Presdir GM itu?"Clara mengerutkan kening, penasaran."Eh, apa aku mengatakan itu?"balas Sherly, tampak sedikit gugup."Louis hanya khawatir Alex akan menyakitimu untuk menariknya keluar,"Sherly memberikan alasan."Tapi terakhir kali kami bertemu, Alex tidak melakukan apapun padaku,"sahut Clara."Dia pasti punya rencana, Clara,"sergah Sherly."Jadi menurut Aeron, sebaiknya kau urus saja Presdir GM itu sementara Louis sibuk dengan Alex. Dan omong-omong, apa saja yang diceritakan Alex padamu?"Sherly menatap Clara ingin tahu."Sejak kami pertama bertemu, Alex selalu menunjukkan perhatiannya sebagai seorang kakak pada Louis. Tapi aku tidak mengerti kenapa Louis begitu membenci Alex. Maksudku, aku tidak percaya Alex yang membunuh teman-teman Louis adalah
Clara mengangguk."Aku akan meng-copy file itu danmenggeledah isi ruangan itu secepat mungkin,"katanya."Bagus. Begitu masuk ke rumah itu, langsung pergi ke pos masing-masing, jangan menimbulkan kecurigaan dan tetap laporkan situasi padaku,"Aeron memberi perintah.Kelima orang anggotanya itu mengangguk. Clara menarik napas dalam-dalam begitu Aeron selesai memberikan perintah,peringatan, dan memastikan semua berjalan sesuai rencana mereka. Ketegangan membuat perut Clara seolah jungkirbalik. Tapi kemudian dirasakannya tangan hangat Louis menggenggam erat tangannya, memberinya ketenangan. Clara balas menggenggam tangan Louis dan bergumam,"Terima kasih.""Baiklah, sebaiknya kita pergi sekarang,"Aeron berkata setelah mengecek jam tangannya.Lalu Clara melihat pria itu menghampiri Sherly yang sedari tadi tampak tenang menunggu di sisi ruangan."Kau harus berhati-hati, dan jaga Clara dengan baik," Sherly berkata begitu Aeron sudah berdiri di hadapannya."Kami akan baik-baik saja,"Aeron m
Diam-diam Clara mendesah setelah berbicara dengan Louis. Ini akan sulit, keluh Clara. Lalu gadis itu berjalan keluar dari ruangan utama, berjalan ke arah kamar mandi, tapi kemudian berbelok di koridor sebelum kamar mandi dan naik ke atas. Clara sudah menghafal dan mempelajari seluruh denahrumah ini.Clara berusaha melangkah tenang ketika sudah berada di lantai atas. Jika ada yang menemukannya, Clara hanya perlu berkata bahwa dia tersesat. Ketika mendengar langkah kaki dari koridor di depannya, Clara bergegas menghampiri sebuah pintu dan mencoba membukanya. Clara beruntung karena ruangan itu tidak terkunci. Segera Clara masuk ke sana.Clara mendesah pelan begitu berada di dalam kamar itu, aman dari siapa pun yang nyaris menemukannya tadi. Clara menatap ruangan itu dan mengerutkan kening. Ini perpustakaan? Clara menghampiri sebuah rak besar yang ada di ruangan itu. Entah kenapa, suasana di perpustakaan ini agak sedikitberbeda.Clara memperhatikan ruangan itu dalam kegelapan. Clara men
Tidak ada jawaban, tapi terdengar beberapa saat terbatuk dengan cara yang aneh. Clara mengerang pelan."Louis?"Clara memanggil nama pria itu."Apa kau sudah berhasil membukanya?"tanya Louis.Clara memutar pisaunya sekali lagi, lalu terdengar bunyi"klik" pelan dan pintu itu berhasil terbuka begitu Clara memutar kenop dan mendorongnya pelan."Berkat pelajaran darimu, sudah,"Clara menjawab Louis."Bagus. Berhati-hatilah,"ucap Louis, sama sekali tak menyinggung tentang insiden beberapa saat lalu. Clara tersenyum haru."Terima kasih,"Clara berucap.Lalu Clara masuk ke ruangan itu, menutup pintunya perlahan, dan bergegas menghampiri meja kerja Presdir GM. Sambilmenunggu komputer menyala, Clara berjalan ke arah jendela dan melongok keluar, dilihatnya Ryan sudah berdiri di sana, tampak seolah sedang menelepon seseorang. Cara yang cerdas.Kemudian Clara kembali ke komputer tadi, melepaskan topengnya untuk mulai bekerja, dan terjebak dengan password. Clara benci teka-teki. Menurut Louis, hal
Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Vincent. Clara sudah salah paham. Clara selalu menghakimi dia. Dia menyiapkan semua ini untuknya. Air matanya menetes lembut. Segala kesungguhannya benar-benar dapat Dirasakannya. Bagaimana dia mengumpul kan bunga-bunga ini? Dibukanya kotak yang ada di meja. Isi nya adalah kue berbentuk hati dengan nama Mereka berdua. Vincent sedang mencoba menjadi romantis hari ini. Semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tahu, Vincent berusaha keras.Jadi, inilah alasan Vincent marah padanya. Dia mengharap Cepat pulang. Dia menyiapkan semua ini, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dan ketika dia datang, aku sengaja mengacuhkannya, memberi celah pada Mr. Hendy untuk memperhatikannya. Kalau aku bicara jujur, memang aku tadi menikmati waktu-waktu bersama Mr. Hendy. And I was so wrong…. kamu pasti lagi nangis bombai sekarang tadi, aku, Vincent, dan Oppa nungguin kamu pulang tapi kamu sudah di sana duluan." Vin!” Clara memanggil Vincent.Dia sedang mem bersihkan meja-meja.
Hari ini. Clara akan marah padanya sampai dia mau meminta maaf.Tidak. Clara tidak bisa menunggu selama itu. Baru dua langkah aku keluar dari restoran, Dia langsung berbalik dan mengejar Vincent yang sudah duluan berjalan ke parkiran sepeda motor.“Vincent! Kamu ini gimana, sih?” Clara mendorong tubuh Vincent dengan gemas. Clara merasa tidak puas hari ini.“Kamu ini payah! Bener-bener mengecewakan! Kamu nggak ngerti perasaanku!”“Aku harus bagaimana?” Vincent merentangkan kedua tangannya.Wajahnya menampakkan kekesalan yang sama ditunjukkannya selama makan malam tadi.“Kamu bahkan nggak ngucapin apa-apa sejak tadi!” Clara mengharap ucapan ulang tahun darinya.Dia bukan yang pertama tama, Clara tidak masalah. Tetapi setidaknya, saat dia datang Clara mengharap dia mengecup keningnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Clara benar-benar marah.Vincent menghela napas panjang. Seperti ada sebuncah kegeraman juga dalam hatinya. Clara tidak tahu apa yang membuatnya sangat marah. Clara meliha
Rencanaku berubah malam ini. Clara tidak jadi pulang ke rumah dulu, tetapi bersama teman-teman guru langsung berangkat menuju rumah makan yang Dia tunjuk. Clara sangat terbawa suasana. Tadinya Clara, Vincent, Viona, dan Dong Jun oppa akan berangkat bersama.“Clara, kamu di mana?” tanya Vincent.Clara bersama teman-teman sudah tiba di rumah makan saat Vincent meneleponnya.“Ah… ya… sorry. Clara sudah sampai. Bisa kan kamu dan Viona lansung ke sini juga? Iya. Clara nggak jadi pulang dulu. Langsung saja, ya. Clara tunggu. Bye!” ditutupnya telepon dari Vincent.Clara tidak bisa menerka apa yang dia pikirkan, tetapi seharusnya hal semacam ini tidak menjadi masalah. Clara segera menepis pikiran tentang Vincent dan kembali asyik pada teman-temannya.“Siapa?” tanya Mr. Hendy dengan sinar mata penuh keramahan.Dia orang yang sangat ceria. Clara menyukaitatapan dan senyumannya.“Oh, pacarku. Dia nanti ke sini. Juga sahabatku,” Clara mengumumkan kepada teman-temannya.“Oooh… nooo. Ternyata, Mis
Clara menceritakan semuanya pada Viona dan dia tertawa terbahak-bahak tanpa henti. Apanya yang lucu? Namun, sepertinya dia sedang menertawakan Clara, bukan Vincent. Clara semakin cemberut.“Kamu ini aneeeeh…” seru Viona.“Kamu kan tahu cowok macam apa Vincent. Kamu jangan memaksakan apa yang membuat dia nggak nyaman. Dasar Seaaan... nggak pernah berubah,” Viona menjitak kepalanya.Mereka sedang berdiam di pinggir kolam. Setiap Kamis malam, Viona selalu mendapat voucher gratis berenang di salah satu hotel milik Dong Jun oppa. Sesekali Clara ikut bersamanya.“Dia memang bukan cowok romantis, terimalah. Jangan berkhayal suatu saat kamu akan tiba-tiba menemukan se carik kertas bertulis ”I love you” di mejamu dari Vincent. Jangan berharap dia menyanyikan lagu romantis buatmu. Jangan harap dia mengetuk pintu kamarmu tengah malam dan membawakan bunga mawar. Apalagi… hahahaha… menulis surat cinta… aha hahaha…. Ya ampun, Sean. sekarang ini zamannya sudah serba tweet. Nggak ada lagi orang yang
Hari ini Vincent libur kerja. Jadi setelah kuliah, dia menjemput Clara di tempat kerjanya yang baru dan Mereka mampir ke toko buku. Vincent suka membaca komik. Clara jadi teringat, dia ingin menunjukkan naskah novelnya pada Vincent, sampai sekarang belum juga sempat.Namun hari ini, saat melihatnya asyik dengan buku-buku komik, Clara rasa dia tidak jadi menunjukkan naskah novelnya. Dia tidak akan suka. Kalau toh dia membacanya, dia belum tentu bisa memberi masukan yang baik.Clara tidak boleh memaksakan egonya. Ditinggalkan dia berkutat di antara komik-komik sementara Clara pergi melihat-lihat novel. Mau tidak mau tangannya ini nanti pastinya akan memillih beberapa novel.“Kamu beli apa aja?” tanya Vincent sambil melihat ke tangan Clara yang membawa tiga buah novel.Kami sudah mau pulang dan hendak ke kasir.“Kamu?” Clara memperhatikan Vincent dan sekelilingnya yang tidak membawa apa-apa.“Kamu nggak beli?” tanya Clara lagi.Clara ingat semasa sekolah dulu, Dia juga mengalami saat-sa
Sudah dua hari, Clara dan Vincent tidak saling berhubungan. Mereka benar-benar butuh waktu untuk me renung. Sudah dua hari ini pula Clara melepas cincin yang diberikan Steven. Clara meletakkannya di kotak nya.Diabaikannya cincin itu beberapa lama. Diangkat ponselnya dan siap menghubungi nomor Vincent. Terdengar nada sambung di seberang sana. Tidak lama, panggilannya diangkat.“Halo,” sapa suara seorang cewek. Clara mengerut kan kening.“Ha… halo…” Clara jadi ragu sejenak.Terdengar sedikit kasak-kusuk di seberang sana lalu suara Vincent berseru,”Dari siapa? Hei…” Vincent dan si cewek seperti sedang berebut ponsel.“Hai, Clara,” sapa Vincent akhirnya.“Siapa itu?” tanyanya penuh curiga.Clara sudah berbesar hati mau menghubunginya lebih dulu, tetapi ternyata seperti ini kenyataannya. Clara berpikir yang bukan-bukan.“Desi,” jawab Vincent singkat. Dia selalu jujur.“Desi?” tentu saja Clara ingat siapa dia.“Kalian di mana?"“Di kosku. Mereka sedang bikin tugas. How are you? I really
Clara hanya diam. Hatinya sedang bergumul. Ternyata Mereka memiliki pandangan yang berbeda. Apa yang harus di lakukan? Apakah Clara egois kalau Dia mempertahankan cincin ini untuk kumiliki?“Lepaskan. Suatu hari, aku akan membelikanmu cincin yang lain. Bisakah kamu menunggu?” Vincent bicara tanpa menatapnya.Pasti dia sudah sangat jengkel. Clara menghela napas panjang. Clara memandangicincin di jemarinya.“Clara!” Vincent memanggilnya dengan nada agak keras. Untung pada saat itu Viona dan Dong Jun oppa datang.“Hai, kalian datang…” seru Viona senang.Kegirangannya memecah ketegangan di antara Clara dan Vincent. Mungkin sekarang rupa Mereka sangat pucat pasi. Clara menurunkan tangannya. Sayangnya, semua belum berakhir. Clara dan Vincent sama-sama tidak betah berada di tempat itu terlalu lama.“Kalau kamu nggak lepasin cincin itu, aku akan memukul Louis sekarang,” Vincent berbisik. Clara melebarkan mata.“Maksudmu apa?”“Aku nggak suka sama Louis. Aku ingin menonjok pria itu sekarang j