Share

Chapter 3 - Resah

Author: Nabila Irawan
last update Last Updated: 2022-09-13 22:28:13

Malam hari akan menjadi saat-saat paling dingin nan sunyi untuk Gina. Tak terkecuali juga malam ini; malam di mana ia akan menyambut detik-detik peringatan hari kelahirannya ke dunia ini 24 tahun silam. Hari di mana telah terlahir sesosok bayi cantik yang mungil, yang tidak akan ada seorang pun yang menyangka bahwa nasib dari bayi tersebut tidak akan sesuai dengan doa-doa dan harapan-harapan yang mereka panjatkan dulu.

Bahkan dalam menyambut hari spesial tersebut, ia hanya sendirian. Terduduk dalam sepi di salah satu kursi meja makan dengan sepotong kue dan lilin yang terhidang di atas meja di hadapannya.

Sementara waktu terus berjalan, Gina hanya termenung. Memikirkan banyaknya kejadian yang telah dialaminya selama ini. Tak ia sangka, 24 tahun terasa begitu singkat. Meski ada beberapa saat ketika ia merasa waktu berjalan dengan sangat lambat.

Contohnya, ketika Endra selalu memberikan tatapan tajam dan dingin padanya. Ia benci saat-saat seperti itu dan ingin segera mempercepat waktu untuk beberapa saat ke depan.

“Gina, apapun yang saat ini kamu miliki itu adalah hakmu. Apapun yang ingin kamu miliki itu adalah proses berjuangmu. Jadi, jangan pernah menyerah dan jangan pernah berhenti bersyukur atas segala karunia yang telah didapat. Selamat ulang tahun, Gina Kairen. Semoga Tuhan selalu melimpahi kamu dengan kasih sayang dan kesabaran tanpa batas,” gumamnya pelan.

Tepat jam 12 malam lebih satu detik, Gina meniup lilinnya dengan satu kali tiupan. Bersamaan dengan itu, ia juga melihat sosok yang berdiri di dekat tangga paling atas, tengah menatapnya tanpa eskpresi yang berarti.

Jadi, ketika keinginannya sudah terpenuhi, Gina segera membenahi lilin dan kue tersebut untuk kembali dimasukannya ke dalam lemari es. Ia akan memakannya esok hari ketika ingin.

Dan sekarang, sudah saatnya untuk beristirahat. Tubuhnya sangat lelah, hampir menyetarai rasa lelah dalam pikiran yang setiap hari selalu menghampirinya. Semoga saja, esok hari akan menjadi lebih baik dari hari ini.

Setidaknya, itu yang ada di pikirannya sebelum ia kembali melihat Endra dengan eskpresi yang masih sama seperti tadi; terkesan acuh dan tidak peduli.

***

“Nggak apa, nggak usah sungkan. Makasih sudah dikembalikan sesuai janji kamu. Nanti aku langsung sampaikan ke mas Endra.”

Perbincangan pagi hari di telpon itu cukup menjadi penyemangat Gina dalam memulai harinya. Salah seorang temannya yang juga teman Endra sudah mengembalikan pinjaman yang ia beri satu bulan lalu, dan ia akan mengembalikan uang itu pada Endra karena itu memang uang Endra di luar nafkah bulanannya.

Gina sendiri baru selesai memasak untuk sarapan. Seperti biasa, ia akan menunggu Endra di meja makan untuk makan bersama. Namun, ketika lelaki itu turun dan langsung menuju pintu, Gina segera melangkah cepat untuk menghampiri suaminya.

“Mas…”

Endra tidak menoleh, ia sibuk dengan panggilannya dengan seseorang di sebrang sana.

“Baik, terima kasih. Akan segera saya hubungi kembali. Selamat pagi.”

Dengan sabar Gina menunggu. Hingga saat ponsel itu sudah menjauh dari telinga Endra, dengan semangat ia berkata, “kamu nggak sarapan dulu, mas?”

“Nggak.”

Mendengar itu Gina hanya bisa tersenyum miris. Sementara Endra terus melangkahkan kakinya menuju garasi yang telah terbuka untuk mengambil mobilnya.

Namun, lagi-lagi Gina bersuara, “Kinanti sudah bayar pinjamannya, mas. Aku langsung transfer ke rekening kamu, ya?”

Decakan keluar dari mulut Endra. Melihat Gina yang berusaha menyamai langkah lebarnya membuat ia sedikit risih.

“Mas-“

“APA LAGI?!” tanya Endra kesal. Ia menghentikan langkahnya sembari menatap Gina dengan dahi berkerut dan sorot mata meminta jawaban.

Gina terkejut karena Endra membentaknya tiba-tiba. Jadi ia hanya diam, menatap wajah Endra yang kaku dan menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan suaminya. Padahal, bentakan seperti itu adalah makanan sehari-hari yang tidak lagi asing untuknya. Namun entah kenapa semenjak hamil, hatinya menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung.

Tanpa banyak bicara, Gina berbalik arah, melangkah menuju pintu dan segera masuk ke dalamnya. Di saat-saat seperti ini, perasaannya yang sedang sensitif tidak akan mampu untuk diajak berkompromi. Jadi ia lebih memilih menghindar daripada harus memaksakan usahanya dalam rangka membangun hubungan yang lebih baik dengan sang suami.

Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke kamar, merebahkan tubuh beratnya ke atas kasur dan menutup semua tubuhnya menggunakan selimut.

Gina tidak menangis. Sudah ia bilang bahwa hal seperti itu adalah makanan sehari-harinya. Jadi ia hanya akan sedikit merenung sembari mengusap perut besarnya, membisikan kalimat-kalimat penenang untuk si jabang bayi yang mungkin ikut terkejut karena bentakan sang ayah.

“Maafkan ibu, ya, sayang.”

***

Lagi-lagi Endra merasa gelisah setelah beberapa saat yang lalu telah berbuat seperti itu pada Gina. Sungguh, sebelumnya ia tidak pernah merasa seperti ini. Semuanya berubah ketika ia memberikan surat cerai pada Gina yang harus ditandatangani, yang bahkan sampai saat ini surat itu masih ada di tangan sang sitri dan belum jelas apakah akan disetujui atau tidak.

Setelah menimang beberapa saat, Endra yang tidak ingin bekerja dengan keadaan seperti itu merasa harus mengalah dengan kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia hanya ingin memastikan keadaan Gina, dan akan berpura-pura mengambil berkasnya yang tertinggal untuk menutupi rasa malu kalau-kalau perempuan itu tahu Endra kembali masuk ke dalam rumah hanya untuk melihatnya.

Sayangnya, keberadaan perempuan itu tidak Endra jumpai di tempat yang seharusnya. Hanya ada dua piring nasi dan dua piring lauk yang masih terlihat utuh di atas meja makan. Jadi ia kembali melangkahkan kakinya menuju tempat yang sangat mungkin tengah ditempati oleh sang istri; kamar tidur.

Ketika Endra sampai di sana, Endra berusaha untuk mengendap-ngendap agar keberadaannya tidak akan disadari Gina. Bagusnya, pintu kamar itu sedikit terbuka, memungkinkannya untuk menengok apa yang sekiranya tengah istrinya lakukan.

“Maafkan ibu, ya, sayang.”

Sayup-sayup kalimat itu menyapa gendang pendengaran Endra. Cukup jelas meski seperti teredam oleh sesuatu.

“Maafkan ibu atas semua ketidaknyamanan kamu selama ini. Maafkan ibu juga karena banyak keinginan kamu yang nggak bisa ibu penuhi.”

Hening sesaat, Endra masih mendengarkan, hingga-

“Bahkan hal sederhana seperti usapan tangan ayahmu saja nggak bisa ibu penuhi. Maaf, ya, nak.”

Sesuatu yang tajam seolah menikam jantung Endra secara tiba-tiba. Kalimat yang baru diucapkan Gina sangat mengganggu kenyamanan hatinya.

“Tapi usapan tangan ibu juga sama hangatnya, kan, sayang? Nggak apa-apa, ya. Semoga nanti kamu tumbuh menjadi manusia yang berjiwa lapang dan berhati besar. Kamu anak ibu. Satu-satunya yang ibu punya setelah mungkin nanti ayahmu nggak akan lagi bersama kita.”

Endra? Ia terdiam seribu bahasa.

***

Related chapters

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 4 - Safira

    Padatnya rutinitas di ibukota pada pagi hari menjadi salah satu kendala yang cukup serius bagi beberapa orang. Salah satunya adalah Endra. Beberapa kali terjebak macet di beberapa titik yang berbeda membuat waktunya harus terbuang percuma dan mengorbankan janjinya yang sudah ia buat kemarin siang bersama sang client.“Iya, Pak. Sudah saya sampaikan kepada beliau bahwa anda kemungkinan akan terlambat karena terjebak macet. Beliau maklum dan merasa tidak keberatan jika harus menunggu sedikit lebih lama.”Helaan napas lega langsung saja terdengar. “Syukur kalau begitu. Saya pastikan akan sampai dalam 15 menit.”“Baik, Pak. Saya sampaikan kembali kepada beliau.”“Terima kasih, Ji.”“Dengan senang hati, pak.”Endra menutup panggilannya dan kembali fokus pada jalanan. Jika bukan karena terlalu banyak merenung setelah mendengar ucapan Gina, ia tidak akan terlambat pergi ke kantor. Juga, sebenarnya ia sedikit menyesal dengan pilihannya untuk kembali masuk ke dalam rumah. Sebab kini pikiran da

    Last Updated : 2022-09-13
  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 5 - Kejutan Kecil

    “Kamu sudah makan, sayang? Maaf, ya, tadi pagi aku buru-buru jadi nggak sempat sarapan bareng kamu.”Gina yang tadinya berpikir bahwa ia hanya tinggal bersandiwara seperti biasa, kini menjadi sedikit canggung dan sulit mengontrol diri. Pasalnya Safira masih duduk tak jauh darinya, sembari memilah berkas yang tadi dipegang oleh Endra.“Oh, em, i-iya mas nggak apa-apa. I-ini aku bawa makanannya ke sini biar kita bisa makan sama-sama.”“Wah, kalau gini sih ngerepotin.”“Nggak kok, mas.”“Makasih, ya, sayangku.”Mata Gina sudah memerah ketika Endra yang duduk di sampingnya tiba-tiba mengecup keningnya dengan lembut. Disaksikan oleh Irma dan Safira, ini adalah kecupan pertamanya dari Endra.“Setelah ini, kalau mau ada pertemuan pagi-pagi ya bangunnya harus lebih pagi juga. Mag kamu kan sudah parah, kalau sampai asam lambungnya naik pas lagi ketemu client gimana?”Tabiat seorang ibu memang sering mengomeli anaknya, namun Endra sendiri adalah tipe anak yang justru menikmati omelan tersebut.

    Last Updated : 2022-09-13
  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 6 - Amarah yang Meledak

    “Kenapa, Mas? Ada masalah di kantor?”Hari di mana Endra mengantarkan Gina pulang sampai ke rumah sudah satu minggu yang lalu, dan semenjak itu pula perlakuan Endra kembali kasar dan dingin padanya.Seperti malam ini. Lelaki itu pulang dengan wajah merah menahan amarah. Hal ini membuat Gina sebenarnya enggan untuk bertanya, namun ia juga tidak nyaman jika harus diam dan membiarkan Endra dalam keadaan yang seperti itu.“Mas-““Kamu tahu, kan, kalau kamu ini hanya benalu? Cukup dengan statusmu yang seperti itu, jangan buat aku semakin muak sama kamu.”“Tapi aku khawatir, aku takut kamu ada masalah dan-““Masalahku itu kamu, Sialan! Sampai kapanpun selama kamu masih ada di sini, masalahku nggak akan pernah hilang dan justru makin bertambah!”Ada banyak perasaan yang Gina rasakan setiap kali Endra berteriak dan memakinya tanpa alasan, salah satunya adalah perasaan tertekan yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya.“Berapa kali aku bilang, cukup urusi urusanmu dan jangan ingin tahu uru

    Last Updated : 2022-10-07
  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 7 - Sedikit Khawatir

    Pagi ini terasa ada yang berbeda. Endra tidak mencium aroma masakan yang biasanya selalu menguar hingga ke setiap penjuru rumah. Ia juga tidak mendengar adanya pergerakan atau tanda-tanda seseorang sedang memasak di dapur. Pun, meja makan yang biasanya sudah terisi kini masih dalam keadaan kosong. Aneh, tapi Endra tidak ingin ambil pusing dan memutuskan untuk segera pergi ke kantor.“Heh, calon pengantin ngapain di sini pagi-pagi buta begini?”Daffa yang memang sudah menunggu Endra di dalam lobi langsung berdiri dan menepuk bahu Endra dengan sedikit keras. “Gue butuh bantuan lo.”***“Lo yakin dia yang bawa kabur uangnya?”“Iya, dia. Gue udah lapor polisi tapi belum juga ada perkembangan apa-apa.” Daffa mengacak-acak rambutnya dengan jengah. “Gue baru tahu dari lo kalau ternyata dia tunangannya Safira.”“Siapa namanya?”“Apa?”“Manusia ini. Siapa namanya?”“Andika.”Mungkin, Endra harus memberitahu Safira perihal ini. Bagaimana pun, jika terjadi sesuatu pada Andika, nama Safira akan i

    Last Updated : 2022-10-07
  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 8 - Perhatian Pertama

    Di kamarnya, tubuh Gina mendadak lemas dan ia jatuh terduduk di atas tempat tidurnya. Tak lama kemudian Endra datang dengan tergesa-gesa, wajahnya terlihat sedikit panik cenderung penasaran.“Kenapa?”Kata itu keluar begitu saja dari mulut Endra ketika ia melihat pecahan gelas di bawah kaki Gina.Sementara yang ditanyai hanya menatap Endra dengan heran, kemudian dengan polos berkata, “tadi ada cicak di dekat nakas. Aku kaget, jadi gelasnya nggak sengaja kesenggol.”Andai kloset di kamar mandi bisa menghanyutkan manusia, mungkin Endra akan bergegas ke kamar mandi dan menghanyutkan tubuhnya sendiri di sana. Sekarang, di mana ia harus menyembunyikan wajahnya?“Kamu… kenapa, Mas?”Pertanyaan itu tidak Endra hiraukan. Ia melihat pecahan kaca yang sedikit tergenangi air, lalu kembali menatap Gina dengan wajah yang kembali dingin. “Kamu bisa bereskan?”Gina melihat pecahan itu sekilas kemudian mengangguk. “Bisa, Mas.”Akhirnya tanpa menunggu lama lagi Endra keluar dari kamar itu, kembali ber

    Last Updated : 2022-10-07
  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 9 - Babak Belur

    Keterdiaman Endra membuat Gina yakin bahwa sang suami amat sangat membencinya. Mungkin hal itu pula yang menyebabkan Endra tidak pernah bersikap seperti suami kebanyakan pada umumnya.“Nggak apa, Mas, nggak usah-““Kamu cinta aku?”Diberi pertanyaan seperti itu Gina mengangguk dengan antusias. Tak terhitung lagi seberapa besar ia mencintai dan menyayangi Endra, bahkan semenjak mereka baru beberapa kali bertemu.Namun perkataan Endra selanjutnya membuat Gina terhempas dari awan yang membawanya terbang, membuatnya terjatuh dengan keras menuju dasar jurang yang curam nan dalam.“Kalau begitu, seharusnya dulu kamu ikhlaskan aku untuk bersama dengan pilihanku. Bukan malah memohon kepada kedua orang tuaku dengan mengungkit perbuatan baik yang sudah orang tua mu lakukan terhadap keluargaku. Aku tahu, kamu hanya sendiri tanpa sanak saudara setelah kehilangan orang tua dan kakakmu, tapi bukan berarti kamu bisa bersikap seenaknya tanpa memikirkan orang lain.” Endra melepaskan tangan Gina yang s

    Last Updated : 2022-10-07
  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 10 - Untuk Safira?

    “Kalau saja wajah kamu setenang ini setiap natap aku, Mas, pastinya rasa bersalah di hatiku sedikit berkurang.”Gina sudah duduk di sana selama 5 menit; di sisian tempat tidurnya sembari memandangi wajah sang suami yang terlihat begitu lelap dalam mimpinya.Namun tiba-tiba pandangannya beralih pada tangan Endra yang terkulai di sisi tubuh lelaki itu, membuat Gina memiliki pemikiran lain yang ia rasa hanya ini kesempatan satu-satunya untuk merealisasikannya dengan cepat. Jadi dengan pelan ia sentuh tangan besar itu, ia angkat perlahan dan ia bawa ke atas perut besarnya yang sudah mengeras. Rasa hangat perlahan singgah di sana, di atas baju tipis yang langsung terhubung ke permukaan kulitnya.Perlahan, ia gerakan tangan itu dengan gerakan mengusap, mencoba senatural mungkin seolah Endra yang dengan sukarela melakukannya.“Gimana, Nak? Hangat, kan, tangan Ayah?” gumamnya sambil terkekeh pelan.Di lain sisi, Endra yang hanya berpura-pura tertidur mencoba untuk menahan matanya agar tidak b

    Last Updated : 2022-10-16
  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 11 - Sepatu yang Hilang

    “Apa itu salah?”Endra malah menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lain yang membuat hati Gina semakin berdenyut sakit.Seharusnya, ia sudah terbiasa dengan itu. Safira adalah cinta pertama Endra yang masih memegang tahta tertinggi di hati lelaki itu hingga detik ini. Mustahil jika Endra akan membiarkan Safira mengalami sesuatu yang buruk di luar sana.Lain halnya dengan Gina. Mungkin jika ia mati pun, Endra hanya akan menemani jenazahnya sebagai bentuk tanggung jawab saja, bukan kehilangan.“S-semoga, Safira selalu berada dalam lindungan Tuhan,” ujarnya dengan senyum tipis yang menyimpan banyak arti. “Kamu istirahat saja di sini. Kalau ada apa-apa, aku ada di ruang tengah.”Tanpa menunggu respon dari Endra, Gina segera membereskan alat makan tadi untuk segera dicucinya. Ia juga harus menumpahkan air mata yang terlanjur menggenang di pelupuk matanya.Setelah kepergian Gina, Endra kembali mengeluarkan kedua foto tadi dari saku celananya; pas foto kecil Gina ketika menjadi mahasiswa,

    Last Updated : 2022-10-19

Latest chapter

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 44 - Ren?

    Siapapun itu, tolong tenggelamkan Gina sekarang juga.Subuh ini, ia baru keluar dari kamar mandi dekat dapur dengan handuk yang melingkar menutupi rambutnya yang basah. Kamar tidurnya tak memiliki kamar mandi dalam seperti kamar di lantai atas, jadi mau tidak mau ia harus menggunakan kamar mandi dekat dapur.Dan tanpa diduga, saat ia keluar dari sana Irma sudah berdiri di dapur dengan segelas air di tangannya. Beberapa detik mereka lalui dengan keheningan, sebelum Irma menyadari sesuatu dan ia tersenyum menggoda ke arah sang menantu.“Duh, si Endra itu kebangetan, ya. Padahal Mama sama Papa lagi nginep di sini.”Wajah Gina memerah karena malu. Ia berniat berpamitan pada Irma untuk segera kembali ke kamar, namun ucapan Irma belum berhenti. “Baru jam 3 loh, Gin. Padahal nanti aja jam 4 biar bisa langsung sholat subuh.”Gina gelagapan, ia sangat malu.“M-mama kenapa udah bangun?” tanyanya untuk mengalihkan pe

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 43 - Semoga Saja

    “Ndra, gue nggak maksud gitu, gue juga nggak tahu kalau Darren bakal –““Iya, memang semuanya salah gue kok, Daf. Lo nggak salah karena yang lo bilang itu memang faktanya.”“Ndra –““Mungkin si Darren nya aja yang terlalu sayang sama Gina sampai dia begitu. Gue nggak nyalahin lo. ini memang salah gue.”Kali ini Daffa diam dan tidak berusaha menyela. Ia merasa sangat bersalah atas kenyataan yang terjadi saat ini. Ia tidak menyangka bahwa Darren akan sejauh itu. Yang ia pikir Darren hanya akan sedikit menggertak Endra untuk memberikan sahabatnya itu pelajaran.“Lagipula ini juga jadi tantangan buat gue. Proyek itu nilainya nggak main-main. Dan kapan lagi ya kan gue dapat kesempatan buat dapatin tender itu?”Kopi hitam pekat itu Endra seruput dengan nikmat. Ia mengedarkan pandangannya pada setiap sudut café untuk menghindari sorotan kecewa di matanya. Bagaimanapun hu

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 42 - Mulai Membaik

    “Secepat itu?” “Iya, secepat itu.” Endra merinding mendengarnya. Sebenarnya apa yang Gina lihat darinya sampai wanita itu merasa demikian? “Perkembangan kasusnya Andika gimana, Mas?” Mungkin Gina malu untuk terus mengungkit masa lalunya ketika mengenal Endra, jadi ia mengalihkan topik pembicaraannya. “Aku belum tahu. Itu udah bukan ranahku lagi.” Kelegaan seketika menghinggapi hati Gina. Jawaban sang suami secara tidak langsung mengatakan bahwa Endra sudah tidak ikut campur lagi dalam masalah Safira yang masih berupaya untuk membebaskan tunangannya. Keheningan melanda mereka sampai tiba-tiba suara tangis Raka terdengar dan membuat keduanya langsung terburu-buru berlari ke kamar Gina. “Kenapa? Digigit nyamuk?” tanya Endra saat Gina menggendong tubuh mungil itu. “Kan udah pakai kelambu, Mas,” jawab Gina aneh. “Kayaknya cuma haus. Popoknya masih kering.” Tanpa ragu Gina mengeluarkan payudaranya untuk menyus

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 41 - Alasan Putus

    Jarum pendek menunjukkan pukul 10 malam ketika Endra baru menapakkan kakinya di ruang tengah. Ia sudah akan beranjak menaiki tangga, namun pemandangan sang istri yang tengah tidur dengan posisi duduk bersandar pada sandaran sofa cukup menyita perhatiannya. Kebiasaan Gina timbul lagi. Wanita itu kembali menunggunya di ruang tengah ketika ia terlambat pulang. Namun kali ini ada yang berbeda dengan apa yang Endra rasakan. Terbesit rasa iba dan tak nyaman ketika ia harus membiarkan tubuh itu untuk tertidur di sana sampai pagi seperti yang biasa ia lakukan. Jadi dengan ragu, Endra menghampiri sang istri, menyimpan tas kerjanya di sofa yang lain dan berjongkok untuk sekadar menatap wajah manis yang tengah terpejam anggun. “Kalau aja hubungan kita dimulai dengan cara yang baik, mungkin nggak akan seperti ini jadinya,” gumamnya dalam hati. Baru saja Endra akan mengangkat tubuh itu, tiba-tiba mata itu terbuka dengan pelan dan mengerjap beberapa saat. Beruntung Endra hanya baru menyentuh ka

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 40 - Misteri Masa Lalu Gina

    “Gina Kairen yang dulunya anak manajemen bisnis?”“Iya, dia seangkatan sama lo.”“Bentar, bentar…” Wanita berkacamata bulat itu mengisyaratkan ia tengah berpikir. “Gina yang mantannya si Haris, kan?”“Haris siapa?”“Eh, bukan, itu cuma gosip. Yang betul itu mantannya si Renan, ya?’“Astaga, siapa lagi si Renan?”“Eh, mantan gebetan maksudnya.” Ia diam lagi. “Gina ini yang pernah pacaran sama Kak Darren, kan?”Endra menghela napas. Sepertinya kisah percintaan sang istri di masa lalu cukup menyita perhatian publik. Ia sendiri kuliah di tempat yang berbeda, jadi wajar saja ia tidak tahu bagaimana Gina saat kuliah dulu.“Iya, yang itu.”“Dulu gue nggak terlalu aktif di kampus, sih, beda sama dia yang cenderung aktif dan gampang akrab sama orang,” ujarnya sambil mengingat masa-masa kuliahn

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 39 - Rencana Pembalasan

    Malam ini Gina tengah termenung di kamarnya. Di sampingnya Raka sudah tertidur setelah minum susu formula yang syukurnya diterima baik oleh sang anak.Pembicaraannya tadi bersama Endra berujung buntu. Sebab ketika ia bertanya bagaimana bisa Daffa tahu tentang ketidakharmonisan rumah tangganya, Endra hanya diam dengan raut wajah sedikit mengeras. Dan mereka tak terlibat pembicaraan apa-apa lagi perihal itu. Endra sendiri hanya beberapa kali bertanya tentang Raka, setelah itu mereka akan kembali diam.Tiba-tiba Gina merasa haus. Jadi setelah memindahkan Raka ke tempat tidurnya dan memastikan sang anak benar-benar tertidur, ia langsung beranjak ke dapur untuk mengambil minum.Tanpa disangka, ternyata Endra ada di sana; tengah duduk seorang diri di kursi meja makan dengan segelas air yang seolah sedang ia tatapi. Di balik itu, Gina jelas tahu Endra tengah melamun. Ia sendiri tidak ingin mengganggu, jadi setelah mengambil air ia berniat untuk langsung kembali ke kama

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 38 - Belanja Bersama

    “Merk nya yang ini, ya?” tanya Endra sembari menunjukkan sekotak susu formula pada Gina. Gina mengambil alih kotak tersebut dan melihat-lihat tulisannya dengan detail. “Iya, yang ini.” Saat ini mereka tengah berada di supermarket. Setelah dari dokter dan mengantongi informasi mengenai susu formula yang dianjurkan sesuai dengan kondisi Raka, mereka langsung tancap gas menuju supermarket terdekat. Jangan tanyakan perasaan Gina saat ini. Jelas ia sangat bahagia karena ini adalah kali pertama mereka pergi belanja bersama. “Beli satu kotak dulu, Mas. Takutnya nggak cocok dan mubazir.” Endra memasukkan susu itu ke dalam troli dan mendorongnya sembari melihat beberapa produk yang dipajang di sana. Gina sendiri mendorong stroller Raka di depan Endra. “Gin?” Endra tiba-tiba berhenti. “Iya?” “Kamu nggak minum susu ini?” Itu susu khusus ibu menyusui. Sebenarnya Gina sempat ingin, tapi ia hampir tak punya waktu dan selalu lupa untuk membelinya. “Nggak,” jawabanya. “Kenapa?” “Aku belum

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 37 - Tidur Bersama

    Dan di sinilah mereka sekarang; berbaring di masing-masing sisian tempat tidur dengan Raka yang berada di tengah-tengah. Gina sudah tidur beberapa saat lalu dengan Raka yang sudah pulas setelah menyusu. Sementara Endra masih belum tidur, bahkan kantuknya malah hilang entah kemana. Ia hanya diam, sembari memandangi wajah Gina yang kentara oleh rasa lelah; kantung mata menghitam, jerawat yang masih memerah di atas dahi, dan bibir pucat yang belum berubah semenjak ia memberi obat. Dan Endra merasa bodoh karena tak pernah memahami hal itu lebih awal. *** Pagi hari tiba tanpa terasa. Gina terbangun dari tidurnya karena alarm yang ia pasang setiap hari. Namun di antara pagi lain yang telah ia lalui, pagi ini adalah pagi terindah yang pernah ia rasakan. Bagaimana tidak jika pemandangan anak dan suaminya yang masih tertidur pulas menjadi hal pertama yang ia lihat ketika membuka mata. Bahkan gaya tidur keduanya pun sama; dengan tangan kiri ke atas dan kaki kir

  • Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?    Chapter 36 - Disepelekan

    Apa katanya? Yang kerjaannya hanya tinggal minum susu? Air mata Gina keluar begitu saja setelah beberapa detik kalimat Endra selesai terucap. Entahlah, ia hanya merasa lelah baik luar maupun dalam. Perasaannya sedang sangat sensitif, membuatnya menjadi mudah menangis hanya karena hal-hal kecil. Terlebih ucapan Endra barusan sangat tepat menusuk jantungnya, membuatnya berdenyut sakit dan seolah tengah berdarah-darah di dalam sana. Lelah, sangat lelah. Bahkan Gina hanya mampu terisak untuk beberapa saat ke depan, mengabaikan Endra yang malah menatapnya dengan malas. Alih-alih bertanya atau menenangkan, Endra malah keluar dari kamar itu. Meninggalkan Gina yang masih tergugu dalam tangisnya di sela rasa pusing yang masih sangat ia rasakan. Jam masih menunjukkan pukul 2 pagi ketika Endra tiba-tiba terbangun dari mimpi buruknya. Ia haus dan merasa kesal karena lupa untuk mengisi air yang biasa ia letakan di atas nakas. Akhirnya ia memutuskan untuk men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status