"Kak, Reina kenapa senyum-senyum?" tanya Zia setelah menutup pintu. Melihat Reina yang sedang berjalan mundar-mandir.
"Colon tunangan kamu udah dateng," jawab Reina tersenyum. Lalu duduk di kasur.
"Terus ... " ucap Zia bingngung.
"Dia ganteng banget tau, calon tunangan kamu itu benar-benar perfect."
"Kalau kaka jadi kamu, kaka lebih baik langsung menikah. Dari pada harus tunangan," ujar Reina tersenyum.
"Jadi dia udah datang, kak?" tanya Zia.
"Iya." mengagukan kepala.
"Tunggu dulu. Kok kamu belum ganti baju?" tanya Reina.
"Emangnya harus ya, kak," ujar Zia.
"Kamu ada-ada aja. Sekarang cepet ganti baju kamu, biar calon suami kamu terpukau melihat kamu."
"Apa perlu kaka bantu kamu dandan," sahut Reina.
"Nggak perlu, kak! Zia bisa sendiri," lanjut Zia tersenyum.
"Oh ya udah kaka tunggu di luar, ya!" ucap Reina dan membuka pintu.
"Tunggu, kak!" Reina menoleh kearahnya.
"Acara tunangannya selesai makan ma
"Gue yang lihat duluan!" teriak Zia sembari berdiri."Oh, ya udah," kata Fabio tersenyum lalu memberikan gelas yang tadi ia minum kepada Zia, dengan keadaan kosong.Plak!"Maksud lo apa!" bentak Zia, setelah memukul kuat meja makan.Semua orang yang berada di meja makan melihat kearah Lazia, sejak Lazia bertingkai dengan Fabio. Luna, ibunda Fabio. Benar-benar ilfil di buat Lazia, tapi tidak dengan Yuda ayah Fabio, dia hanya tersenyum dan tertawa melihat tingkah laku dari Lazia."Zia," ucap Sopandi."Lo itu emang cowo aneh!""Gue benar-benar benci sama lo.""Zia," ucap Sopandi menaikan intonasi suaranya. Tapi Zia pura-pura tidak mendengar."Kenapa cowo kaya lo harus ada di dunia ini," caci Lazia kepada Fabio. Fabio hanya bisa tersenyum membalas semua cacian Lazia."Cukup!" sahut Luna emosi dengan cepat sembari berdiri."Fabio ayo kita pulang! Bunda udah nggak tahan." Lazia kembali duduk dengan senyum miring di wajahnya
"Tapi, kenapa tadi Zia bilang kalau kamu itu pacarnya?" tanya Reina."Gue juga nggak tau. Yang pasti kedatangan gue ke sini itu, cuma mau ngajarin Lazia buat belajar kimia," jawab Dicky."Gawat ... ketahuan deh," batin Zia sembari menggigit bibir bagian bawah."Jadi kamu bukan pacarnya Zia," kata Reina pelan."Iya." ucap Dicky dengan nada datar lalu berjalan ke mobilnya.Setelah Lazia melihat Dicky telah pergi dari jendela. Lazia langsung berlari menuju kamarnya dan menutup rapat pintu kamarnya."Gapapa deh ketahuan, yang penting gue nggak jadi tunangan sama cowo aneh itu," gumam Lazia senang lalu duduk di kasirnya."Tapi, waktu gue bilang Dicky itu pacar gue. Fabio kaya sedih gitu. Kenapa gue jadi mikirin dia? Hah, mending gue tidur, mimpi indah."Besok paginya, Lazia merasakan hal aneh dengan Sopandi ayahnya. Lazia sudah 10 kali memanggil ayahnya yang sedang duduk di kursi teras rumah. Namun Sopandi tetap saja diam, Lazia menghampiri
Setelah Dewi berkata seperti itu. Tiba-tiba handphonenya berdering. Dewi mengakatnya, dan ternyata itu dari ibunya. Yang bilang, kalau ayah Dewi lagi sakit parah. Dewi langsung memutuskan untuk meminta izin pulang ke ruang guru."Jadi lo mau pulang?" tanya Zia."Iya, ni! Bokap gue lagi sakit. Lo nggak apa-apa 'kan pulang sendiri," jawan Dewi. Dan Zia membalasnya dengan anggukan kepala."Ya udah gue pergi dulu, ya! Dah." ujar Dewi dan berlari pergi.Kini Lazia hanya sendiri. Lazia melihat sekitarnya, yang di mana semua murid makan bersama dan bahagia. Lazia hanya bisa diam, sampai ia memutuskan untuk pergi ke kelas.Pulang sekolah tiba. Lazia berhenti di depan gerbang sekolahnya, menunggu taxi lewat. Sampai Lazia melihat Fabio keluar dari sekolah menggunakan motor besarnya di sertai teriakan siswi padanya."I love you Fabio!" teriak beberapa siswi sembari melambaikan tangan ke arah Fabio."Dasar nora." gumam Zia kesal.Awan mulai gelap,
"Kayanya kaki lo keseleo. Lo tunggu bentar di sini," ujar Fabio."Ingat! Tunggu. Lo jangan kemana-mana." dan berjalan pergi.Lazia duduk menunggu Fabio datang. Sampai tak berapa lama, Lazia mendengar suara motor. Dan ternyata itu adala Fabio."Motor lo. Lo letangin di mana? Apa jangan-jangan dari tadi itu lo ngamatin gue, ya," ucap Lazia.Fabio turun dari motor dan berkata. "Tadi motor gue kempes, terus gue bawa ke bengkel.""Lagian siapa juga yang mau ngamatin lo.""Kayanya dia nggak bohong," batin Zia. Dan Fabio memngulurkan tanganya ke arah Lazia."Pegang tangan gue, bukannya di lihatin kaya gitu," ujar Fabio."Iya." sahut Zia dengan nada datar.Lazia memegang uluran tangan Fabio. Fabio pun langsung menuntunnya perlahan menuju motornya. Langkah demi langkah Lazia, Fabio amati mana tau Lazia mulai merasakan kesakitan."Pelan-pelan." kata Fabio.Dan Lazia tiba di motor itu. Fabio juga perlahan menuntun Lazia untuk na
"Oh ... waktu lo tunangan sama Fabio," ucap Dicky."Iya," kata Zia tersenyum."Jadi lo mau, gue maafin lo?" tanya Dicky tersenyum."Iya. Maafin gue," jawab Zia."Ok gue maafin lo. Tapi dengan satu syrat," ujar Dicky."Apa," sahut Zia tersenyum."Lo. Harus jadi pacar gue," ucap Dicky sembari melihat Zia."Pacar?" tanya Zia kebingungan."Maksud gue itu, pacar bohongan," jawab Dicky malu lalu melihat kembali ke depan."Oh ... ok." kata Zia.Akhirnya Lazia tiba di rumah Dicky. Rumah yang besar, serta tanaman bunga di sekelilingnya. Berjalan masuk ke dalam bersama Dicky. Dicky membawa Lazia menuju meja makan yang di sana sudah ada kedua orang tua Dicky."Katanya ulang tahun. Tapi, kok nggak rame," batin Zia. Lalu duduk di kursi tak jauh dari kedua orang tua Dicky."Lo tunggu di sini, ya! Gue mau ganti baju." ujar Dicky lalu berjalan pergi."Nama kamu siapa cantik?"Tanya wanita paruh baya. W
Lalu Lazia menangis di dada Fabio, seperti sedang memeluknya. Menangis dengan kuat, berharap Fabio dengar dan bangun dari tidurnya."Lo nangis."Suara yang membuat Lazia kaget dan berhenti menangis. Lazia melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Siapa juga yang nangis!" cela Zia sebai melap air matan dengan tangannya."Udah, nggak bohong sama gue," ucap Fabio tersenyum."Nggak," kata Zia sembari memajukan bibirnya."Ya udah," balas Fabio."Oh iya, ngapain lo ke sini? Bukannya lo sekolah sekarang.""Gu-gue ... " jawab Zia terbata-bata. Sembari memikirkan kalimat apa yang selanjutnya ingin ia katakan."Gue apa," lanjut Fabio tersenyum."Ok! Gue ke sini, karena gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo jadi kaya gini," kata Zia dengan nada sedih."Maafin gue, ya!""Seharusnya lo nggak usah minta maaf Zia. Karena gue nggak pernah bisa marah sama lo. Gue di ciptain di dunia, buat
Lalu Lazia menangis di dada Fabio, seperti sedang memeluknya. Menangis dengan kuat, berharap Fabio dengar dan bangun dari tidurnya."Lo nangis."Suara yang membuat Lazia kaget dan berhenti menangis. Lazia melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Siapa juga yang nangis!" cela Zia sebai melap air matan dengan tangannya."Udah, nggak bohong sama gue," ucap Fabio tersenyum."Nggak," kata Zia sembari memajukan bibirnya."Ya udah," balas Fabio."Oh iya, ngapain lo ke sini? Bukannya lo sekolah sekarang.""Gu-gue ... " jawab Zia terbata-bata. Sembari memikirkan kalimat apa yang selanjutnya ingin ia katakan."Gue apa," lanjut Fabio tersenyum."Ok! Gue ke sini, karena gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo jadi kaya gini," kata Zia dengan nada sedih."Maafin gue, ya!""Seharusnya lo nggak usah minta maaf Zia. Karena gue nggak pernah bisa marah sama lo. Gue di ciptain di
"Gue bosen Zia ... gue pengen pulang!" rengek Fabio."Iya nanti, setelah lo sembuh," sahut Zia."Seharusnya na, Fabio itu nggak usah datang ke taman. Karena anak om pasti cuma mau ngerjain na, Fabio," sambung Sopandi tersenyum. Lalu melihat ke arah Zia."Nggak ayah! Zia beneran lupa, kalau Zia punga janji sama Fabio," cela Zia. Kemudian melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Kenapa lo senyum?""Emangnya kenapa?" tanya Fabio tersenyum."Om, Fabio nggak boleh senyum ya, om?""Boleh kok dan itu hanya untuk Zia seorang," kekeh Sopandi."Ayah ... " ketus Zia lalu melihat ke arah Fabio. Fabio hanya membalasnya dengan menaikan kedua alisnya sembari tersenyum."Na, Fabio udah makan?" tanya Sopandi."Belum om," jawab Fabio."Kenapa belum? Ini udah hampir jam dua loh. Kenapa belum makan juga," ujar Sopandi."Soalnya makanannya nggak enak om, rasanya hambar," sahut Fabio tersenyum."Berarti orang kaya lo itu,
"Zia gue minta maaf, Zia!" ujar Fabio dengan nada tinggi dan Lazia berhenti sembari menangis tersedu-sedu."Gimanapun gue harus pergi.""Kenapa Fabio, Kenapa," lirih Zia dengan air mata yang tak kunjung berhenti."Di saat cinta datang dan lo harus pergi! Apa kita tidak bisa mencobanya terlebih dahulu? Setelah itu lo bebas mau pergi atau nggak.""Zia, hapus air mata lo. Lo jangan tangisi pria seperti gue," kata Fabio dengan nada dingin."Jika memang kita berjodoh, pasti Tuhan akan mempertemukan kita kembali dengan cara apapun.""Please Fabio jangan pergi," lirih Zia."Gue nyakin setelah nanti gue pergi. Lo pasti mendapatkan pria yang jauh lebih segalanya dari gue. Karena bagaimanapun gue harus pergi," kata Fabio yang membuat air mata Zia menetes cepat."Gue cuma pengen lo! Gue nggak mau yang lain Fabio, jadi please lo jangan pergi," pinta Zia."Kalau begitu, berikan alasan. Agar gue tetap bisa bertahan di sini," ujar Fabi
"Apa pentingnya ini buat lo," jawab Boby menatap sinis Zia. "Ini penting banget buat gue bob," kata Zia dengan nada sedih. "Pentingnya mana dia dengan Dicky?" tanya Boby cepat. "Gue emang suka sama Dicky, tapi itu dulu! Sebelum gue bertemu dengan dia, dia yang membuat hari-hari ku jadi berwarna," jawab Zia dengan mata berkaca-kaca. "Bob, please! Di mana Fabio sekarang." "Zia kayanya udah benar-benar mulai jatuh cinta sama Fabio, tapi kenapa dia baru sadar sekarang," batin Boby. "Kenapa lo diem Boby, ayo jawab di mana Fabio sekarang," ucap Zia dengan nada sedih. "Please!" Boby menghela nafas panjang lalu berjalan pergi masuk ke dalam kelas, "Lo bisa datang lagi sepulang sekolah dan gue akan kasih tau semuanya sama lo." Jam pulang pun terdengar. Saat Boby satu langkah dari pintu kelasnya, tiba-tiba salah satu temannya memanggil dan menunjuk ke arah belakang Boby. Saat Boby berbalik ia kaget, melihat Zia sedang jon
Malam berganti pagi. Hari ini Lazia benar-benar semangat, terlihat dari senyum lebarnya kepada Sopandi yang sedang berada di meja makan. Lazia mengambil beberapa roti lalu memakannya dengan senyum menggoda. Sopandi kaget kebingungan melihat tingkah laku putri bungsunya itu. Apa lagi pada hari senin ini, Lazia tampil lebih cantik."Ayah gimana Lazia, cantik nggak?" tanya Zia tersenyum."Kamu ke sekolah, ka!" ucap Sopandi menaikan sedikit intonasi suaranya."Iya-iya, lah ayah ... mau kemana lagi," kata Zia tersenyum."Baguslah," sahut Sopandi lemas."Bagaimana dinermu dengan Dicky tadi malam. Apa semuanya baik-baik saja?""Semuanya baik ayah, lancar!" jawab Zia tersenyum lalu memakan rotinya. Mendengar itu Sopandi hanya menghela nafasnya panjang.Bim, bim!"Dewi udah datang, Zia pergi dulu ya, ayah!" kata sembari menyalim tangan Sopandi.Di perjalanannya menuju sekolah, Lazia menceritakan Dicky kepada Dewi. Tentang kejadia
Setelah Fabio pergi mengejar Lazia, kini giliran Dicky untuk mengejarnya. Mereka joging di daerah komplek rumah Lazia, di sana ada sebuah taman besar yang biasa di pakai untuk lari pagi. Fabio dan Dicky berada di belakang Lazia, mengikuti semua gerakan Lazia, seperti peregangan dan pemanasan. Lazia hanya diam melihat mereka berdua, berharap salah satu dari mereka pulang. Setelah satu jam joging, Lazia merasa lelah dan beristirahat di sebuah kursi panjang yang berada di taman itu. Fabio dan Dicky langsung berlari menuju Lazia, sembari membawa botol minuman dingin. "Zia, lo pasti cape bangetkan!" ucap Fabio tersenyum sembari mengulurkan botol minuman. "Mendingan yang gue aja Zia," ujar Dicky tersenyum, lalu mengulurkan botol minumannya. "Mending yang gue aja Zia! Ini langsung gue ambil dari pabriknya," kata Fabio, lalu melihat sinis ke arah Dicky. "Lo jangan bohong, ya
"Enak 'kan," kata Dicky tersenyum."Iya, enak," balas Zia."Tapi ada sisa makanan di mulut lo!" ujar Dicky kemudian mengambil tisu yang ada di meja itu.Mengulurkan tangannya ke arah mulut Zia. Membersihkan sisa makanan yang bersarak di pinggiran mulut Zia. Dengan lembut dan penuh perasaan."Sebenarnya hati gue milih siapa? Kenapa perasaan ini beda dengan Fabio," batin Zia sembari melihat Dicky yang masih membersihkan mulutnya."Udah dong, malu di lihagin orang," ujar Zia tersenyum."Iya," sahut Dicky tersenyum."Oh iya Zia, nanti malam lo ada kegiatan nggak?""Kayanya nggak ada, si! Emangnya kenapa?" tanya Zia. Lalu meminum jus yang ada di mejanya."Gue mau ajak lo jalan-jalan. Yah ... sekedar liburanlah, besokan hari minggu," jawab Dicky."Boleh," ucap Zia tersenyum."Kalau gitu gue pulang dulu, ya! Gue mau siap-siap. Ingat nanti malam kita jalan," ujar Dicky."Iya ... " sahut Zia tersenyum."By." balas
"Gue bosen Zia ... gue pengen pulang!" rengek Fabio."Iya nanti, setelah lo sembuh," sahut Zia."Seharusnya na, Fabio itu nggak usah datang ke taman. Karena anak om pasti cuma mau ngerjain na, Fabio," sambung Sopandi tersenyum. Lalu melihat ke arah Zia."Nggak ayah! Zia beneran lupa, kalau Zia punga janji sama Fabio," cela Zia. Kemudian melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Kenapa lo senyum?""Emangnya kenapa?" tanya Fabio tersenyum."Om, Fabio nggak boleh senyum ya, om?""Boleh kok dan itu hanya untuk Zia seorang," kekeh Sopandi."Ayah ... " ketus Zia lalu melihat ke arah Fabio. Fabio hanya membalasnya dengan menaikan kedua alisnya sembari tersenyum."Na, Fabio udah makan?" tanya Sopandi."Belum om," jawab Fabio."Kenapa belum? Ini udah hampir jam dua loh. Kenapa belum makan juga," ujar Sopandi."Soalnya makanannya nggak enak om, rasanya hambar," sahut Fabio tersenyum."Berarti orang kaya lo itu,
Lalu Lazia menangis di dada Fabio, seperti sedang memeluknya. Menangis dengan kuat, berharap Fabio dengar dan bangun dari tidurnya."Lo nangis."Suara yang membuat Lazia kaget dan berhenti menangis. Lazia melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Siapa juga yang nangis!" cela Zia sebai melap air matan dengan tangannya."Udah, nggak bohong sama gue," ucap Fabio tersenyum."Nggak," kata Zia sembari memajukan bibirnya."Ya udah," balas Fabio."Oh iya, ngapain lo ke sini? Bukannya lo sekolah sekarang.""Gu-gue ... " jawab Zia terbata-bata. Sembari memikirkan kalimat apa yang selanjutnya ingin ia katakan."Gue apa," lanjut Fabio tersenyum."Ok! Gue ke sini, karena gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo jadi kaya gini," kata Zia dengan nada sedih."Maafin gue, ya!""Seharusnya lo nggak usah minta maaf Zia. Karena gue nggak pernah bisa marah sama lo. Gue di ciptain di
Lalu Lazia menangis di dada Fabio, seperti sedang memeluknya. Menangis dengan kuat, berharap Fabio dengar dan bangun dari tidurnya."Lo nangis."Suara yang membuat Lazia kaget dan berhenti menangis. Lazia melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Siapa juga yang nangis!" cela Zia sebai melap air matan dengan tangannya."Udah, nggak bohong sama gue," ucap Fabio tersenyum."Nggak," kata Zia sembari memajukan bibirnya."Ya udah," balas Fabio."Oh iya, ngapain lo ke sini? Bukannya lo sekolah sekarang.""Gu-gue ... " jawab Zia terbata-bata. Sembari memikirkan kalimat apa yang selanjutnya ingin ia katakan."Gue apa," lanjut Fabio tersenyum."Ok! Gue ke sini, karena gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo jadi kaya gini," kata Zia dengan nada sedih."Maafin gue, ya!""Seharusnya lo nggak usah minta maaf Zia. Karena gue nggak pernah bisa marah sama lo. Gue di ciptain di dunia, buat
"Oh ... waktu lo tunangan sama Fabio," ucap Dicky."Iya," kata Zia tersenyum."Jadi lo mau, gue maafin lo?" tanya Dicky tersenyum."Iya. Maafin gue," jawab Zia."Ok gue maafin lo. Tapi dengan satu syrat," ujar Dicky."Apa," sahut Zia tersenyum."Lo. Harus jadi pacar gue," ucap Dicky sembari melihat Zia."Pacar?" tanya Zia kebingungan."Maksud gue itu, pacar bohongan," jawab Dicky malu lalu melihat kembali ke depan."Oh ... ok." kata Zia.Akhirnya Lazia tiba di rumah Dicky. Rumah yang besar, serta tanaman bunga di sekelilingnya. Berjalan masuk ke dalam bersama Dicky. Dicky membawa Lazia menuju meja makan yang di sana sudah ada kedua orang tua Dicky."Katanya ulang tahun. Tapi, kok nggak rame," batin Zia. Lalu duduk di kursi tak jauh dari kedua orang tua Dicky."Lo tunggu di sini, ya! Gue mau ganti baju." ujar Dicky lalu berjalan pergi."Nama kamu siapa cantik?"Tanya wanita paruh baya. W