"Ganti enggak!" bentak Zia. Melototi pria yang sedang duduk tersenyum menonton televisi.
"Enggak! Ini seru tau, dari pada drama korea lo itu!" sahut Fabio tersenyum.
"Sini biar gue sendiri yang ganti!" kata Zia emosi.
Zia mendekati Fabio yang sedang duduk di sampingnya, sembari berusaha mengambil remot dari Fabio. Fabio mengakat tangan kanan yang sedang memegang remot menghindari tangan dari Zia.
"Sini!" ucap Zia yang masih berusaha.
"Enggak gue enggak mau!" tersenyum Fabio.
"Sini!"
Yang akhirnya Lazia berhasil mengambil remot dari Fabio. Namun Lazia harus terjatuh ke dalam pelukan Fabio, di ikuti Fabio yang terjatuh terlebih dahulu ke sofa. Mereka saling menatap satu sama lain, hembusan nafas mereka rasakan.
"Kenapa gue jadi dek-dekan gini?" batin Zia.
"Gadis ini benar-benar cantik!" batin Fabio tersenyum.
"Dasar modus!" ketus Zia. Sembari mengambil remot dan duduk kembali di tempatnya.
"Tau aja kalau gue modus." ucap Fabio tersenyum.
Tak berselang lama Sopandi datang menghampiri Lazia dan Fabio. Yang sedang duduk berdua di depan televisi.
"Kok, kamu belum ganti baju?" tanya Sopandi.
Melihat sinis ke arah Fabio "Ngapain harus ganti baju?" tanya balik Zia dengan mengkerutkan dahinya lalu kembali menonton televisi.
"Na, Fabio belum kasih tau sama Lazia?" tanya Sopandi tersenyum.
"Udah om. Tapi, Lazia bilang tunggu bentar lagi, katanya drama koreanya lagi seru!" jawab Fabio tersenyum sembari melirikLazia.
"Apa lo bilang?!" bentak Zia kaget.
"Lazia, ayo ganti baju. Nanti kalian kemaleman pulangnya, loh!" sahut Sopandi tersenyum.
"Emangnya kemana sia ayah?" tanya Zia.
"Bukannya kalian mau pergi diner? Tadi sehabis antar pulang kamu, na Fabio minta izin sama ayah buat ajak kamu diner!" jawab Sopandi lalu duduk di hadapan mereka.
"What?" melihat sinis ke arah Fabio.
"Zia enggak mau!" ketus Zia sambil melototi Fabio.
Fabio membalas tatapan Zia dengan senyum manis di wajahnya lalu manaik turunkan sebelah alisnya.
"Enggak boleh gitu ... Na, Fabio udah cape-cape datang kesini pake baju rapih cuma buat ajak diner kamu"
"Ayo, Zia ..." lirih Sopandi lembut.
Menarik nafasnya panjang dan menghembuskan nafasnya kasar. Lalu beranjak pergi masuk ke kamar.
"Cowo itu telah mengibarkan bendera perang!" gumang Zia di depan cermin dengan raut muka yang emosi.
Satu jam lamanya Fabio menunggu, akhirnya gadis yang ditunggunya pun keluar. Siapa lagi kalau bukan Lazia Hidayanti, keluar menggunakan rok putih, jaket levis hitam serta rambutnya yang terburai indah, tak lupa sepatu dan tas mungilnya berwarna merah menambahkan kecantikan dari gadis muda itu.
"Wah, gimana anak om?" tanya Sopandi kepada Fabio.
"Perfect om!" jawab Fabio tersenyum sembari melihat Zia yang sedang berdiri di depan pintu.
"Kalau gitu tunggu apa lagi na, Fabio?" ujar Sopandi tersenyum.
"Baik, om!" sahut Fabio tersenyum lalu berjalan ke arah Zia.
"Lo mau ngapain?" tanya Zia dengan raut muka yang takut.
"Gue, mau gandeng lo, lah!" jawab Fabio dengan nada pelan.
"Enggak gue bisa sendiri." ujar Zia dan berjalan pergi keluar.
"Mari, om." sahut Fabio tersenyum ke arah Sopandi sembari mengejar Zia.
Tiba di depan rumah Lazia berhenti berjalan, melihat halaman rumahnya yang bersih tidak ada kendaraan yang terparkir. Dan berbalik dengan mata berapi-api ke arah Fabio.
"Jangan bilang kalau lo ajak gue diner itu, jalan kaki!" ujar Lazia nampak emosi.
"Lo pura-pura lupa atau emang otak lo yang macet? Motor gue kan udah rusak, itu juga gara-gara lo enggak mau pegangan sama gue!" sahut Fabio tersenyum.
"Itu urusan lo!" bentak Zia.
"Intinya gue enggak akan pergi sama lo, kalau gue harus jalan kaki. Ngerti?!" melipat kedua tangannya di dada sembari memejamkan mata.
"Tenang aja ... Gue udah anti sepasi itu. Bentar lagi taxi datang, kok"
"Gue juga enggak tega kali lihat cewe secantik lo harus jalan kaki!" sahut Fabio tersenyum
Lima menit berlalu dan akhirnya sebuah taxi berhenti di depan rumah Lazia. Tak menunggu lama Lazia langsung berjalan masuk ke dalam di ikuti Fabio.
Chit!Taxi yang ditumpangi Lazia dan Fabio berhenti di depan rumah makan sederhana yang berada di pinggir jalan raya.Lazia mengkerutkan dahinya, melihat ke arah warung yang berada di samping pintu keluarnya. Lalu melihat kearah Fabio, yang ternyata Fabio sedang melihatinya dengan senyum tipis di wajahnya."Tunggu apa lagi? Ayo turun." ujar Fabio lalu beranjak keluar dari taxi.. . ."Makasih mas!" teriak Fabio. Melihat taxi yang ditumpanginya telah berjalan pergi sembari melambaikan tangan.Lazia masih tidak bisa membayangkan jika harus diner di sebuah rumah sederhana di pinggir jalan. Lazia terbangun dari lamunannya saat Fabio merangkul erat Lazia dan membawanya masuk.Di dalam rumah makan itu, ada seorang wanita yang merupakan pemilik rumah makan. Melihat tersenyum ke arah Fabio yang sedang merangkul Lazia."Lo apa-apaan, si? Lepasin!" bentak Zia dan melepaskan rangkulan Fabio dengan kasar."Galak amat," ucap Fabio terkekeh.
"Siap kapten!" sahut Fabio senyum semangat sembari hormat ke arah Zia."Ya udah, lo duduknya disana dong!" menunjuk kursi yang ada di depannya, "Jangan deket-deket gue juga!" ucap Zia mendorong lembut pundak Fabio sembari tersenyum tipis di wajahnya."Iya-iya." kata Fabio tersenyum dan berjalan ke arah kursi yang telah di tunjuk Zia tadi.Akhirnya makanan yang Lazia tunggu pun datang. Makanan yang sama dengan makanan yang Fabio makan tadi. Lazia mengesekan kedua tangannya siap-siap untuk menyantap lahap makanan yang ada di depannya, namaun niat Lazia terhenti saat melihat Fabio yang dari tadi sedang memperhatikannya."Lo mau?" tanya Zia dengan raut muka datar."Enggak" mengelekan kepalanya, "Kan, gue udah makan tadi," jawab Fabio"Oh." ucap Zia.Tak memikir lama lagi, Lazia langsung menyantap hidangan itu dengan lahapnya. Apa lagi Lazia benar-benar lapar karena jam telah menunjukan pukul 19:13 yang biasanya Lazia makan malam jam 18:03.
"Gue nyakin banget lo ada rasa sama gue, enggak penting gue tau sejak kapan dan dimana. Yang pasti gue enggak akan pernah suka sama lo, apa lagi harus cinta! Enggak akan pernah!" menaikan sedikit intonasi suaranya."Jadi mulai sekarang lo harus jauhin gue, sebelum lo nanti sakit hati. Ok!" ujar Zia dan kembali berjalan meninggalkan Fabio yang sedang berdiri."Gue akan kasih tau lo, kalau cinta itu bukan sekedar kalimat!" gumang Fabio tersenyum lalu berjalan mengejar Zia.Lazia akhirnya tiba dirumahnya, setelah empat puluh lima menit lamanya Lazia berjalan. Habis sudah penderita pada kaki betisnya. Saat itu sudah ada Sopandi, ayah Lazia yang sedang duduk di kursi teras rumahnya dengan ditemani secangkir kopi."Akhirnya sampai juga!" teriak Zia ke udara lalu berjalan masuk. Sopandi hanya menggeleng-geleng kepalanya sembari tersenyum melihat tingkah laku putri bungsunya itu."Kaya ya Lazia seneng banget tuh na, Fabio!" ucap Sopandi tersenyum."Iya om
"Baik, sebutkan nama kalian satu persatu!" ujar bu Guru."Fabio Zulkar, IPS 1," ucap Fabio tersenyum.Menulis nama Fabio, "Kamu anak baru itu 'kan," kata bu Guru."Iyah bu!" celetuk Fabio tersenyum."Ganteng-ganteng kok enggak ada kedisiplinan," gumang bu Guru pelan."Selanjutnya!""Lazialita Hidayanti, IPA 2," ucap ZiaMenulis nama Lazia, "Selanjutnya!" kata bu Guru."Dicky Afrizal, kelas unggulan IPA 1," ucap Dicky."Kok kamu bisa terlambat, si? Pantesan aja ibu enggak lihat kamu di lapangan basket!" balas bu Guru lembut sembari menulis nama Dicky."Ya udah, sekarang kalian boleh masuk ke kelas kaliang masing-masing""Ingat! Langsung masuk kelas." tegas bu Guru.Mereka bertiga langsung berjalan masuk ke dalam kelas mereka masing-masing.Lazia berjalan mengendap-ngendap saat dirinya satu meter di depan pintu kelasnya. Lazia berdiri melihat kelasnya dari jendela, yang ternyata sedang tidak ada guru. Tapi,
Kemudian pemilik katin datang kearah mereka sembari membawakan sebuah jus. Lalu meletakannya di meja dekat dengan Dicky."Makasih, bu!" ucap Dicky tersenyum."Iya sama-sama den," sahut pemilik kantin dan berjalan pergi."Lo mau?" tanya Dicky kepada Zia.Mengagukan kepala, "Boleh!" jawab Zia tersenyum."Bu!" ujar Dicky memanggil pemilik kantin."Iya ada apa den?" tanya pemilik kantin."Pesan satu lagi bu!" jawab Dicky sembari mengakat jari telunjuknya."Oh siap den." balas pemilik kantin dan beranjak pergi.. . ."Ini minumannya!" ujar pemilik kantin sembari meletakan jus di meja lalu beranjak pergi."Makasih bu!" sahut Zia lalu meminum minumanya menggunakan sedotan."Oh iya, teman kamu kok lama banget ya," kata Zia."Gue juga enggak tau," ucap Dicky.Tak!Suara keras dari meja mereka saat Fabio memukul kuat meja itu, datang tersenyum sembari membawa buku dan meletakannya di meja. Benar-benar me
Perjalanan mereka terhenti saat melihat di lapangan sedang ada tanding basket. Dan tentu saja Lazia berhenti karena melihat ada Dicky disana."Kita kesana, yuk!" ujar Zia sembari memegang tangan Dewi."Iya-iya." sahut Dewi.Mereka berdiri di pinggir lapangan, sembari menyemangati Dicky. Dicky malah terganggu oleh suara bising mereka. Hingga Fabio datang menghampiri Lazia dan berdiri disampingnya."Lo ngapain si ngikutin gue terus?" tanya Zia."Idih ... Siapa juga yang ngikutin lo," jawab Fabio sembari melihat kelapangan."Gue kerjain lo," batin Zia sembari tersenyum."Ayo Dicky semangat!" teriak Dewi."Hey," memanggil Fabio."Hey! Hello ..." Fabio tetap tidak menyautnya."Hey Fabio cowo aneh!" teriak Lazia kesal lalu menginjak kaki Fabio."Aw ... Sakit tau!" balas Fabio sembari memegang kakinya."Habisnya dari tadi gue manggil lo tau enggak!" dengan nada tinggi."Tapi, lupain aja. Gue punya tantangan buat
Selesai makan, Lazia beranjak pergi ke ruang tamu untuk menonton drama kesukaannya. Pukul 19:11, saat-saat dimana Lazia sedang menghayati drama yang berada di televisi tersebut. Tiba-tiba lamunan Lazia tentang drama itu buyar, setelah ketukan pintu kuat terdengar jelas dari luar.Tok, tok..."Iya-iya tunggu""Siapa si malam-malam gini datang kerumah gue." gumam Zia sembari berjalan kearah pintu.Klek!Ternyata itu ketukan pintu dari Fabio. Dengan menggunakan sarung dan juga membawa sebuah buku sembari tersenyum lebar."Aaa!" teriak Zia kaget lalu menutup kembali pintu itu."Loh kok malah ditutup lagi? Bukain dong pintunya""Hello!" ucap Fabio lalu mengetuk pintu."Gawat ... Itu 'kan Fabio. Dia pasti mau nagih hutang sama gue," gumam Zia ketakutan sembari bersandar di pintu.Tok, tok!"Iya-iya," teriak Zia.Klek!"Hy!" sapa Fabio tersenyum sembari melambaikan tangan lalu berjalan masuk kedalam.
"Cie ... Cie, cie, cie. Lo lihatin gue!" ujar Zia lalu tertawa."Udah napa! Enggak cape apa ketawa mulu," rengek Fabio."Enggak," balas Zia tersenyum."Tugas lo itu ngerjain pr gue, bukannya ngetawain gie," keluh Fabio."Iya-iya ...""Cuma ngomong itu aja, mukanya kaya yang pengen nangis," gumam Zia pelan sembari tersenyum lalu kembali mengejarkan tugas Fabio.Fabio melihat Lazia kembali mengerjakan tugasnya. Menghembuskan nafas kuat, sembari melap keringatnya. Tiga puluh menit Lazia mengejarkan tugasnya, tiba-tiba Fabio memanggilnya."Zia tolong ambilin minum dong," ujar Fabio sembari menonton televisi."Ayo pukul, pukul lagi," kata Fabio lalu loncat pelan di sofa sembari menonton televisi."Apa lo bilang? Ambilin minum?""Lo pikir gue pembantu lo apa?!" bentak Zia sembari melemparkan pulpennya ke meja."Lo lupa gue ini tamu ..." tersenyum."Yang namanya tamu itu raja" melihat ke arah Zia."Cepat ambilin
"Zia gue minta maaf, Zia!" ujar Fabio dengan nada tinggi dan Lazia berhenti sembari menangis tersedu-sedu."Gimanapun gue harus pergi.""Kenapa Fabio, Kenapa," lirih Zia dengan air mata yang tak kunjung berhenti."Di saat cinta datang dan lo harus pergi! Apa kita tidak bisa mencobanya terlebih dahulu? Setelah itu lo bebas mau pergi atau nggak.""Zia, hapus air mata lo. Lo jangan tangisi pria seperti gue," kata Fabio dengan nada dingin."Jika memang kita berjodoh, pasti Tuhan akan mempertemukan kita kembali dengan cara apapun.""Please Fabio jangan pergi," lirih Zia."Gue nyakin setelah nanti gue pergi. Lo pasti mendapatkan pria yang jauh lebih segalanya dari gue. Karena bagaimanapun gue harus pergi," kata Fabio yang membuat air mata Zia menetes cepat."Gue cuma pengen lo! Gue nggak mau yang lain Fabio, jadi please lo jangan pergi," pinta Zia."Kalau begitu, berikan alasan. Agar gue tetap bisa bertahan di sini," ujar Fabi
"Apa pentingnya ini buat lo," jawab Boby menatap sinis Zia. "Ini penting banget buat gue bob," kata Zia dengan nada sedih. "Pentingnya mana dia dengan Dicky?" tanya Boby cepat. "Gue emang suka sama Dicky, tapi itu dulu! Sebelum gue bertemu dengan dia, dia yang membuat hari-hari ku jadi berwarna," jawab Zia dengan mata berkaca-kaca. "Bob, please! Di mana Fabio sekarang." "Zia kayanya udah benar-benar mulai jatuh cinta sama Fabio, tapi kenapa dia baru sadar sekarang," batin Boby. "Kenapa lo diem Boby, ayo jawab di mana Fabio sekarang," ucap Zia dengan nada sedih. "Please!" Boby menghela nafas panjang lalu berjalan pergi masuk ke dalam kelas, "Lo bisa datang lagi sepulang sekolah dan gue akan kasih tau semuanya sama lo." Jam pulang pun terdengar. Saat Boby satu langkah dari pintu kelasnya, tiba-tiba salah satu temannya memanggil dan menunjuk ke arah belakang Boby. Saat Boby berbalik ia kaget, melihat Zia sedang jon
Malam berganti pagi. Hari ini Lazia benar-benar semangat, terlihat dari senyum lebarnya kepada Sopandi yang sedang berada di meja makan. Lazia mengambil beberapa roti lalu memakannya dengan senyum menggoda. Sopandi kaget kebingungan melihat tingkah laku putri bungsunya itu. Apa lagi pada hari senin ini, Lazia tampil lebih cantik."Ayah gimana Lazia, cantik nggak?" tanya Zia tersenyum."Kamu ke sekolah, ka!" ucap Sopandi menaikan sedikit intonasi suaranya."Iya-iya, lah ayah ... mau kemana lagi," kata Zia tersenyum."Baguslah," sahut Sopandi lemas."Bagaimana dinermu dengan Dicky tadi malam. Apa semuanya baik-baik saja?""Semuanya baik ayah, lancar!" jawab Zia tersenyum lalu memakan rotinya. Mendengar itu Sopandi hanya menghela nafasnya panjang.Bim, bim!"Dewi udah datang, Zia pergi dulu ya, ayah!" kata sembari menyalim tangan Sopandi.Di perjalanannya menuju sekolah, Lazia menceritakan Dicky kepada Dewi. Tentang kejadia
Setelah Fabio pergi mengejar Lazia, kini giliran Dicky untuk mengejarnya. Mereka joging di daerah komplek rumah Lazia, di sana ada sebuah taman besar yang biasa di pakai untuk lari pagi. Fabio dan Dicky berada di belakang Lazia, mengikuti semua gerakan Lazia, seperti peregangan dan pemanasan. Lazia hanya diam melihat mereka berdua, berharap salah satu dari mereka pulang. Setelah satu jam joging, Lazia merasa lelah dan beristirahat di sebuah kursi panjang yang berada di taman itu. Fabio dan Dicky langsung berlari menuju Lazia, sembari membawa botol minuman dingin. "Zia, lo pasti cape bangetkan!" ucap Fabio tersenyum sembari mengulurkan botol minuman. "Mendingan yang gue aja Zia," ujar Dicky tersenyum, lalu mengulurkan botol minumannya. "Mending yang gue aja Zia! Ini langsung gue ambil dari pabriknya," kata Fabio, lalu melihat sinis ke arah Dicky. "Lo jangan bohong, ya
"Enak 'kan," kata Dicky tersenyum."Iya, enak," balas Zia."Tapi ada sisa makanan di mulut lo!" ujar Dicky kemudian mengambil tisu yang ada di meja itu.Mengulurkan tangannya ke arah mulut Zia. Membersihkan sisa makanan yang bersarak di pinggiran mulut Zia. Dengan lembut dan penuh perasaan."Sebenarnya hati gue milih siapa? Kenapa perasaan ini beda dengan Fabio," batin Zia sembari melihat Dicky yang masih membersihkan mulutnya."Udah dong, malu di lihagin orang," ujar Zia tersenyum."Iya," sahut Dicky tersenyum."Oh iya Zia, nanti malam lo ada kegiatan nggak?""Kayanya nggak ada, si! Emangnya kenapa?" tanya Zia. Lalu meminum jus yang ada di mejanya."Gue mau ajak lo jalan-jalan. Yah ... sekedar liburanlah, besokan hari minggu," jawab Dicky."Boleh," ucap Zia tersenyum."Kalau gitu gue pulang dulu, ya! Gue mau siap-siap. Ingat nanti malam kita jalan," ujar Dicky."Iya ... " sahut Zia tersenyum."By." balas
"Gue bosen Zia ... gue pengen pulang!" rengek Fabio."Iya nanti, setelah lo sembuh," sahut Zia."Seharusnya na, Fabio itu nggak usah datang ke taman. Karena anak om pasti cuma mau ngerjain na, Fabio," sambung Sopandi tersenyum. Lalu melihat ke arah Zia."Nggak ayah! Zia beneran lupa, kalau Zia punga janji sama Fabio," cela Zia. Kemudian melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Kenapa lo senyum?""Emangnya kenapa?" tanya Fabio tersenyum."Om, Fabio nggak boleh senyum ya, om?""Boleh kok dan itu hanya untuk Zia seorang," kekeh Sopandi."Ayah ... " ketus Zia lalu melihat ke arah Fabio. Fabio hanya membalasnya dengan menaikan kedua alisnya sembari tersenyum."Na, Fabio udah makan?" tanya Sopandi."Belum om," jawab Fabio."Kenapa belum? Ini udah hampir jam dua loh. Kenapa belum makan juga," ujar Sopandi."Soalnya makanannya nggak enak om, rasanya hambar," sahut Fabio tersenyum."Berarti orang kaya lo itu,
Lalu Lazia menangis di dada Fabio, seperti sedang memeluknya. Menangis dengan kuat, berharap Fabio dengar dan bangun dari tidurnya."Lo nangis."Suara yang membuat Lazia kaget dan berhenti menangis. Lazia melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Siapa juga yang nangis!" cela Zia sebai melap air matan dengan tangannya."Udah, nggak bohong sama gue," ucap Fabio tersenyum."Nggak," kata Zia sembari memajukan bibirnya."Ya udah," balas Fabio."Oh iya, ngapain lo ke sini? Bukannya lo sekolah sekarang.""Gu-gue ... " jawab Zia terbata-bata. Sembari memikirkan kalimat apa yang selanjutnya ingin ia katakan."Gue apa," lanjut Fabio tersenyum."Ok! Gue ke sini, karena gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo jadi kaya gini," kata Zia dengan nada sedih."Maafin gue, ya!""Seharusnya lo nggak usah minta maaf Zia. Karena gue nggak pernah bisa marah sama lo. Gue di ciptain di
Lalu Lazia menangis di dada Fabio, seperti sedang memeluknya. Menangis dengan kuat, berharap Fabio dengar dan bangun dari tidurnya."Lo nangis."Suara yang membuat Lazia kaget dan berhenti menangis. Lazia melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Siapa juga yang nangis!" cela Zia sebai melap air matan dengan tangannya."Udah, nggak bohong sama gue," ucap Fabio tersenyum."Nggak," kata Zia sembari memajukan bibirnya."Ya udah," balas Fabio."Oh iya, ngapain lo ke sini? Bukannya lo sekolah sekarang.""Gu-gue ... " jawab Zia terbata-bata. Sembari memikirkan kalimat apa yang selanjutnya ingin ia katakan."Gue apa," lanjut Fabio tersenyum."Ok! Gue ke sini, karena gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo jadi kaya gini," kata Zia dengan nada sedih."Maafin gue, ya!""Seharusnya lo nggak usah minta maaf Zia. Karena gue nggak pernah bisa marah sama lo. Gue di ciptain di dunia, buat
"Oh ... waktu lo tunangan sama Fabio," ucap Dicky."Iya," kata Zia tersenyum."Jadi lo mau, gue maafin lo?" tanya Dicky tersenyum."Iya. Maafin gue," jawab Zia."Ok gue maafin lo. Tapi dengan satu syrat," ujar Dicky."Apa," sahut Zia tersenyum."Lo. Harus jadi pacar gue," ucap Dicky sembari melihat Zia."Pacar?" tanya Zia kebingungan."Maksud gue itu, pacar bohongan," jawab Dicky malu lalu melihat kembali ke depan."Oh ... ok." kata Zia.Akhirnya Lazia tiba di rumah Dicky. Rumah yang besar, serta tanaman bunga di sekelilingnya. Berjalan masuk ke dalam bersama Dicky. Dicky membawa Lazia menuju meja makan yang di sana sudah ada kedua orang tua Dicky."Katanya ulang tahun. Tapi, kok nggak rame," batin Zia. Lalu duduk di kursi tak jauh dari kedua orang tua Dicky."Lo tunggu di sini, ya! Gue mau ganti baju." ujar Dicky lalu berjalan pergi."Nama kamu siapa cantik?"Tanya wanita paruh baya. W