Share

06.

Author: Deeta Pratiwi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi masih terlalu gelap. Namun, suara isak tangis itu sudah mendayu di kesunyian pemakaman. Ia tergugu di atas gundukan tanah merah yang masih basah.


Neira, meraung seperti orang gila pada pusara. Ia mendekap erat nisan putih itu dengan perasaan hancur.


"Maaf ...,"


"Maaf ...,"


"Maaf ...."


Hanya kata itu yang terus berulang dari bibirnya.


"Sudah, Nei. Sabar, ikhlas ..." Bude Sulastri mencoba menenangkan, mengelus punggung gadis itu dengan lembut.


Sulastri mencoba merengkuh Neira dalam pelukannya. Membelai lembut rambut lurus gadis yang tengah dirundung duka itu.


"Sudah, Nduk ... Sudah. Kasian bapak nanti malah engga tenang."


Neira, masih tergugu dalam pelukan bude Sulastri.


Nasib macam apa ini yang menimpanya? Disaat ia kehilangan keperawanan dan butuh topangan untuk menyemangati hidup. Justru, satu-satunya orang yang ia butuhkan pun meninggalkan dirinya sendiri di dunia ini.


"Neira mau ikut bapak, Bude."


"Husss ... Engga boleh begitu, Nduk. Bude tahu kamu sedih, tapi kasian bapakmu kalau kamu kayak gini," bude Sulastri mendekap erat tubuh mungil itu.


"Yang sabar ... Yang ikhlas. Ini cobaan, Nduk. Tuhan engga akan kasih cobaan kalau hambanya tidak mampu."


Ia tidak pernah menyangka semua akan berakhir seperti ini, akan kehilangan satu-satunya keluarga yang ia punya secepat ini. Setelah ini, ke mana ia harus pergi? Bagaimana ia harus menjalani hidup seorang diri?


Ia hanyalah anak panti asuhan, tidak jelas asal-usul orang tuanya. Ayahnya, mengadopsi Neira saat gadis itu masih berusia lima tahun. Pernikahan yang tidak direstui oleh keluarga besar di tanah Sumatra, membuat ayah Neira mengasingkan diri ke Jakarta. Kala itu semua baik-baik saja, Neira dikasihi ayah dan ibu dengan ekonomi yang berkecukupan. Sampai satu tahun setelahnya, ibunya sakit lalu meninggal. Ayah Neira depresi dan usaha mereka bangkrut. Yang tersisa hanyalah Neira dan ayahnya, dalam keterpurukan.


Kini, saat ayahnya telah menyusul ibunya. Gadis itu tinggallah seorang diri, tanpa kerabat dan sanak saudara.


***

Semalam.

"Bude, tahu bapak sekarang ada di mana?"


Sulastri meremas ujung bajunya gelisah. Menatap mata polos di hadapannya ini dengan gusar. Ia, tidak tega menyampaikan berita duka pada gadis muda di hadapannya.


"Nei ... " Sulastri menggenggam tangan kanan gadis itu.


"Iya, Bude?"


"Bapakmu semalaman nyariin kamu, katanya sampai ke rumah pacar kamu itu, tapi kamu engga ada." Sulastri membelai rambut setengah basah Neira. Gadis itu hanya tersenyum tipis.


"Terus .... " Kalimat Sulastri menggantung, ia menggigit bibir bawahnya, ragu untuk memberitahu.


"Terus? Apa, Bude?" Neira memiringkan kepala, menunggu jawaban Sulastri dengan cemas.


"Mmm ... Bapak kamu ...."


"Bapak kenapa?" tanya Neira mulai panik dan tidak sabar. "Bude! Bapak kenapa?"


"Mmm ...." Sulastri bergerak-gerak, duduk dengan gelisah. "Bapak pingsan di depan toko Ayu, Nei."


"Astagfirullah!" gadis itu membekap mulutnya. Bahunya merosot seketika.


"Sama bapak-bapak lain langsung dibawa ke klinik depan."


Neira langsung meraih jaketnya, gadis itu bergegas untuk keluar. Namun, dicegah oleh Sulastri. Wanita paruh baya itu memegang kedua bahu Neira.


"Kamu mau ke mana?"


"Ya ke klinik, Bude. Lihat bapak."


Sulastri menggeleng, dan langsung memeluk erat gadis itu. Sulastri, tidak mampu menahan air matanya.


"Bapakmu udah enggak di sana. Bapakmu udah engga ada, Nduk, waktu dibawa ke sana."


Gadis itu melepas pelukan Sulastri. Wajahnya pasi memandang Sulastri dengan tatapan berkaca-kaca. Jantungnya berdebar berkali-kali lipat lebih cepat. Semoga, tidak ada hal yang tidak ingin dia dengar terucap dari bibir tetangganya itu.


"Ma ... Mak ... Maksudnya?"


Sulastri menangkup lembut pipi Neira.


"Bapak sudah engga ada, Nduk. Tadi pagi terpaksa dimakamkan tanpa menunggu kamu, soalnya kami ndak tahu kapan kamu bakal pulang."


Tubuh Neira membeku. Apa dia tidak salah dengar? Pasti dia hanya salah dengar. Mata cantik itu nanar memandang bude Sulastri yang tersedu di hadapannya.


Gadis itu menggeleng perlahan, sebelum akhirnya tumbang dalam pingsan.


***

Dua hari berlalu sejak Neira kehilangan ayahnya. Gadis itu hanya mengurung diri di kamar. Ia tidak mandi, tidak berdandan, bahkan makanan yang dikirim sehari tiga kali oleh Sulastri pun tidak disentuhnya sama sekali. Ia tidak punya semangat hidup.


Beberapa jam sekali Sulastri menjenguknya, takut jika gadis itu tiba-tiba nekat mengakhiri hidup. Seperti tadi pagi, tanpa sengaja Sulastri melihat ada bekas sayatan di pergelangan tangan gadis itu walau tidak dalam.


Seperti saat ini, Neira hanya terbaring lemas di atas kasurnya. Menatap kosong langit-langit kamarnya yang telah kusam.


Menit berlalu, berganti dengan jam. Ia tetap pada posisinya. Gadis itu seperti kehilangan jiwa. Baginya, hidup telah usai. Selama ini, apapun yang ia lakukan hanya demi ayahnya, tapi kini?


Bulir itu mengalir kembali di sela-sela mata cantiknya. Hingga satu ketukan pintu memaksanya untuk bangun dan mengusap air mata.


"Assalamualaikum."


_________________________________________


FUNFACT : Aku suka Gajah. Tapi aku punya banyak kucing dan anjing di rumah :) 

Related chapters

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    07.

    Satu suara salam memaksa tubuh lemahnya untuk bangkit dan menggapai pintu. Suara itu, milik seseorang yang dijadikan Neira sebagai alasan membatalkan aksi bunuh dirinya.Tergesa, gadis itu membuka pintu dan langsung menghambur dalam pelukan."Hai ... Kamu kenapa?"Gadis itu tidak menjawab, justru mempererat pelukannya pada pemuda yang berdiri kaku di depan pintu. Suara tangisnya teredam di dada itu.Agak ragu, pemuda itu melihat ke sekitar. Setelah memastikan tidak ada yang melihat mereka berdua, pemuda itu membalas pelukan Neira dan membelai kepala gadis itu agar tenang."Aku engga bisa hubungi kamu beberapa hari ini, jadi aku hubungi Dera._____teman sebangku Neira_____ Kata Dera, kamu udah engga sekolah empat hari. Makanya aku datang ke sini." Kata pemuda itu dengan lembut. Gadis

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    08.

    Hujan deras mengguyur Jakarta sejak subuh tadi. Hingga saat sore menjelang, hujan itu tak kunjung reda.Prayoga duduk gelisah di ruang keluarga, ada rasa tidak nyaman di hatinya. Pikirannya tertuju pada Neira, entah firasat buruk atau hanya khawatir karena pertengkaran mereka kemarin malam."Kamu kenapa?" tanya Amanda, ibunya. Wanita itu sedang menonton televisi di sebelah Yoga."Kenapa memangnya, Mah?""Gelisah begitu." Ucap Amanda cuek, sembari memasukkan keripik kentang ke mulutnya."Enggak, Yoga biasa aja." Elaknya, tapi yang terlihat justru sebaliknya. Jari tangan kirinya sedari tadi mengetuk acak gagang sofa, sedangkan tangan kanannya sibuk memutar-mutar handphone. Matanya memang mengarah ke televisi, tapi Amanda tahu persis bahwa pikiran anaknya sedang tidak di sini.

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    09.

    Tangan Yoga bergetar hebat saat mengangkat tubuh kekasihnya. Dia linglung,melihat wajah Neira yang sudah memucat seperti mayat, bibir gadis itu sudah membiru.Terseok Prayoga membopong Neira ke mobil, meletakkan gadis itu di kursi belakang bersama Sulastri."Saya ... Saya, tidak sanggup menyetir." Ucapnya terbata, matanya nanar melihat tangannya yang bergetar hebat. Berkali-kali ia mengusap air mata. Ini pertama kali dalam hidupnya melihat langsung korban bunuh diri, apalagi orang tersebut adalah orang yang ia cintai."Biar saya aja yang menyetir, Mas. Saya supir taksi kok." Ucap salah seorang lelaki yang merupakan tetangga Neira. Prayoga hanya mengangguk pasrah, bergegas duduk di kursi depan.Awalnya, mereka membawa Neira ke klinik terdekat, tapi karena kondisi Neira yang kritis membuat Prayoga harus membawanya ke rumah

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    10.

    Tidak semua orang bersenang hati menerima kebaikan orang lain. Entah karena ego, malu, tersinggung, gengsi dan berbagai macam alasan lain. Termasuk Neira yang enggan menerima bantuan Prayoga.Butuh tenaga ekstra bagi Amanda meyakinkan Neira untuk bersedia tinggal bersamanya. Ini salah satu bentuk tukar guling dirinya dan Prayoga. Dan untungnya, setelah diskusi yang alot, gadis itu menyetujuinya. Dan Amanda sangat bersyukur akan hal itu.Tak dapat dipungkiri. Amanda, selalu gagal membujuk Prayoga untuk melanjutkan kuliahnya di Inggris, kelak saat ia lulus. Yoga selalu beralasan tidak ingin meninggalkan ibunya sendirian, tapi Amanda yakin bukan itu alasan sesungguhnya. Dan semua tebakan Amanda itu terjawab, saat malam tragedi bunuh diri Neira.Amanda masih sangat jelas mengingat peristiwa malam itu, saat Prayoga sendiri yang menawarkan diri untuk berangkat ke Inggri

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    11.

    Perlahan mata cantik itu mengerjap-ngerjap,menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke retina. Meski masih sedikit buram dan berbayang, tapi Neira mampu melihat ke sekitarnya. Hanya ada tirai-tirai putih yang mengelilingi tempat tidurnya, serta bau obat yang menyeruak masuk ke penciuman gadis itu.Kepalanya masih terasa sangat berat, tapi ia mencoba untuk bangun. Ranjang itu berderit karena tubuh Neira bergerak. Tak lama berselang, seorang perempuan berjas putih datang menyibak tirai di hadapannya."Sudah sadar?" tanya wanita itu lembut. Lalu mendekat ke arah Neira. "Masih pusing? Rebahan dulu ya, biar saya periksa lagi."Neira hanya menuruti apa yang dikatakan dokter perempuan itu."Saya di mana ya, Dok?""Di unit kesehatan kampus. Tadi kamu pingsan, jadi mahasiswa bawa kamu ke sini," ja

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    12.

    [Flashback sudah selesai. Part ini kembali di masa Neira sekarang *lihat kembali part 03*]Panas terik menyinari Jakarta siang ini, berkombinasi dengan macet dan polusi, membuat orang-orang menjadi cepat emosi dan tidak sabaran.Neira mengusap dahinya yang berkeringat dingin. Sebenarnya, tubuhnya sudah agak limbung, tapi wanita itu masih berusaha untuk bisa mengerjakan tugasnya."Lagi ramai, Nei. Tolong kerjanya lebih cepat ya!" seru salah satu rekan kerjanya yang lebih senior."Iya, Mbak." Hanya dua patah kata itu yang sanggup terlontar dari bibir tipisnya.Warung padang ini adalah tempat kerjanya yang ke sepuluh. Mulai dari menjadi jaga toko sepatu, penjaga warteg, dan bermacam-macam jenis pekerjaan yang lain, tak ada yang bertahan lebih dari satu hari. Kondisinya yang morning

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    13.

    Seseorang yang hidup sebatang kara seperti Neira, tidak punya tempat untuk tinggal, tidak punya keluarga untuk berbagi beban, bukanlah suatu yang mudah dijalani oleh semua orang. Jadi, jika saat ini ada satu keluarga yang bersedia menampung dirinya dengan penuh kehangatan, bolehkah Neira sebut mereka sebagai 'Rumah'?Dua bulan berada di rumah ini, membuat Neira merasa menemukan kembali hidupnya. Dia seolah bisa melihat harapan di depan sana, bahwa dia masih pantas untuk menikmati bahagia.Di saung belakang rumah inilah biasanya Neira menghabiskan waktunya bercengkrama dengan mak Oni. Wanita berusia lebih dari setengah abad, yang sudah mengabdi selama dua puluh tahun kepada keluarga Bagaskara. Dari mak Oni juga lah Neira tahu, bahwa Ratih adalah istri kedua Bagaskara, setelah istri pertamanya____Paramita____meninggal dunia."Siang-siang lagi ng

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    14.

    Malam telah larut, tapi Neira masih asik menikmati setumpuk buku tentang teori kesehatan. Duduk berdiam, fokus membaca lembar demi lembar buku-buku itu di meja makan keluarga.Mungkin cita-citanya untuk menjadi Dokter tidak bisa ia wujudkan saat ini, tapi bukan berarti dia menyerah menggali ilmu kesehatan. Bagi dirinya bertemu dengan Ratih adalah anugerah terbesar dalam kondisinya saat ini. Mendapat keluarga, tempat tinggal, dan segudang buku kesehatan milik Ratih yang notabene adalah seorang perawat."Sudah pukul sebelas, kamu enggak istirahat aja?" Ratih datang tiba-tiba dari ruang tamu, menepuk pundak Neira agar wanita hamil itu sadar akan kehadirannya."Dikit lagi selesai babnya, tanggung."Ratih menarik kursi di samping Neira. Duduk dan meraih buku di hadapannya. Melakukan hal yang sama seperti yang Neira l

Latest chapter

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    40.

    Pelukan hangat lima manusia itu hadir seolah perpisahan mereka begitu lama. Setelah berbasa-basi mengucapkan selamat kepada Ethan atas wisudanya, Agra memilih untuk mendorong kursi roda ayahnya dan berjalan di sisi ibunya. Seakan dirinya memberikan ruang bagi Neira dan Ethan untuk meluapkan kerinduan. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf atas tindakan cerobohnya tadi di dalam mobil. Dari sudut matanya, Agra bisa melihat jelas bagaimana dua manusia itu saling mendekap erat, atas nama kerinduan. Mendesah pasrah, Agra rela tak rela meninggalkan mereka Ethan dan Neira. Walau sejenak dapat hatinya terbersit sebuah tanya. Apakah mungkin secepat itu cinta hadir antara Ethan dan Neira? Wajah-wajah bahagia tampak jelas di sana. Ethan yang berbinar di sepanjang bercerita dengan Neira. Pun wanita itu yang selalu terlihat bersemu sejak dari bandara hingga kini mereka sudah akan tiba di rumah. Ayah dan ibu tak jauh berbeda, sesekali tergelak menimpali cerita Ethan dan Neira. Hanya Agra yang just

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    39.

    Langit cerah hari ini, secerah wajah Neira yang sudah tidak sabar bertemu dengan Ethan. Kini dirinya sedang berada di dapur, menyiapkan beberapa hidangan sarapan untuk diletakkan di atas piring. Entah kenapa, hatinya berbunga saat semalam Ethan mengabarkan hari ini mereka akan pulang. Mungkin karena rindu pada ibu dan bapak, atau mungkin juga dirinya merasa kembali terlindungi saat Ethan sudah berada di dekatnya. "Hari ini bapak sama ibu pulang ya, Mas?" tanya Mak Oni ketika menata sarapan di meja makan. Ada Agra di sana, duduk sendirian sedang membaca koran menanti sarapan siap. "Iya, nanti sore. Mak kok tau? Mami ngabarin?" Agra menurunkan korannya. "Bukan, Neira tadi kasih tau. Katanya semalam Mas Ethan ngabarin mau pulang.""Oh, Neira. Mak mau ikut saya jemput ke bandara?" Agra tersenyum melihat Mak Oni yang kegirangan atas penawarannya. "Duh, pengen banget Mas, tapi kerjaan Mak Oni masih banyak. Beresin kamar ibu, Mas Ethan, duh masih numpuk pokoknya. Nanti oleh-olehnya aja y

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    38.

    Agra susah payah menggendong Neira memasuki rumah. Wanita itu tertidur pulas saat perjalanan pulang. Dengan berat badan Neira yang berbadan dua, dan kondisi cidera Agra yang sebenarnya belum sepenuhnya pulih, lelaki itu benar-benar mengorbankan banyak tenaga. Jarak kamar Neira yang jauh di rumah bagian belakang dan harus melewati dapur, membuat Agra enggan mengantar wanita itu ke sana. Mau tak mau ia merebahkan wanita itu di kamar miliknya. Toh, wanita itu sudah pernah tidur di kamarnya, harusnya tak masalah dan tak akan marah saat nanti ia terbangun. Berpeluh keringat dan napas ngos-ngosan. Agra menghirup oksigen banyak-banyak setelah beban di lengannya itu hilang. Sumpah demi apa pun, lengannya benar-benar kebas sekarang. Setelah mengatur suhu AC, Agra menyelimuti Neira. Entah kenapa, wajah pulas Neira yang begitu polos membuat sudut bibir Agra tertarik ke atas dengan sendirinya. Menutup pintu perlahan, Agra meninggalkan Neira. Ia butuh minum! Namun, yang tidak Agra tahu, setelah

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    37.

    Gambar layar bergerak beraturan, menunjukan sesosok bayi cantik di sana. Bahkan sebuah senyum tersungging di bibir mungilnya. Baru kali ini Agra melihat langsung USG 4 dimensi kandungan Neira. Tak dapat dipungkiri, hatinya terenyuh. Bahkan saat suara detak jantung si kecil itu mulai terdengar di audio ruang periksa, jantung Agra berdetak berkali lipat kencangnya. Pelupuk matanya sempat panas dan berkaca, saat senyum si kecil mengembang jelas. Hidung, bibir, dagu, terlihat sama persis dengan milik Agra. "Wah, ini cetakan bapaknya ya. Ibunya tidak kebagian," canda dokter kandungan yang masih dengan telatennya menelusuri perut Neira dengan alat USG. Neira tersenyum kikuk, begitupun dengan Agra. Bagaimanapun mereka bukan sepasang suami istri yang sedang dengan gembira menanti si calon buah hati. Jadi jangan harap akan ada reaksi hangat dan suka cita yang berlebihan, apalagi mesra, saat melihat si kecil ada di sana. "Sehat kan, Dok?" tanya Agra, memecah kekakuan di antara mereka. "Seha

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    36.

    Pagi menyingsing. Mentari masih malu-malu keluar dari peraduannya. Namun, sejak selesai subuh tadi Agra sudah bergegas pergi ke pasar tradisional yang tak jauh dari rumah. Berbekal naik sepeda kayuh yang biasa Mak Oni pakai, Agra menikmati paginya dengan penuh suka cita. Rasanya sudah lama sekali dirinya tidak menikmati aktivitas semacam ini. Sendal jepit, celana pendek selutut, kaos putih polos presbody, tak lupa topi hitam kesayangannya dulu waktu masih berkuliah, menjadi outfit ternyaman yang ia kenakan. Agra tidak terlihat kikuk sama sekali. Beberapa pedagang justru masih mengenali Agra yang dulu acap kali ikut berbelanja bersama Ratih. Tak lupa, ia mampir ke tempat bubur kacang hijau langganannya sewaktu dulu. "Mang, sehat?" sapanya ketika baru memarkirkan sepeda di dekat gerobak bubur yang biasa mangkal di depan pasar itu. "Weh, Mas Agra. Lama tidak kelihatan." "Iya, Mang. Bubur satu ya, Mang." Agra berbegas mengambil kursi untuknya duduk. Menghirup udara pagi dalam-dalam,

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    35.

    "Kamu baik-baik aja di rumah?" Suara di seberang sana tampak sedikit lesu. "Hemm ...." Neira menjawabnya dengan bergumam. Matanya lelah dan ia sedikit lagi sudah akan terlelap. "Jangan capek-capek ya. Tidak ada Mak Oni di rumah, bukan berarti kamu harus kerjain semua hal sendiri." "Iya. Engga diforsir kok, Kak." "Agra tidak bikin ulah, kan? Larasati pernah datang?" ... Ada jeda, entah mengapa Neira justru terdiam saat Ethan bertanya tentang Agra. Ulah? Neira sedikit ambigu mencerna kata itu. "Kok diam? Kalian tidak terlibat pertengkaran lagi, kan?"______"Nei?" "Ah, iya. Apa, Kak? Maaf, Nei ketiduran." Neira tergagap. Alasan klise yang sedikit geli untuk di dengarkan, bahkan oleh dirinya sendiri. "Udah mau tidur ya? Padahal aku masih kangen mau ngobrol." "Kangen?" Pertanyaan yang entah Neira lontarkan untuk dirinya sendiri atau untuk Ethan. Dan seolah Ethan sadar, bahwa ia telah kelepasan bicara. "Eh, engga. Maksud Kakak, masih mau ngobrol sama kamu tanya keadaan. Waktunya US

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    34.

    "Tidak perlu khawatir. Bukan cidera parah, tapi memang butuh istirahat yang cukup." "Kemarin sempat demam lho, Dok," ucap Neira saat mengantarkan Dokter Arifin menuju teras rumah. Ia sengaja memanggil dokter pribadi keluarga Bagaskara itu hari ini untuk memeriksa keadaan Agra. Walau sebenarnya yang sakit menolak, tapi Neira tidak ingin tiap malam deg-degan karena tidak tahu separah apa kondisi Agra sebenarnya. Dokter Arifin tersenyum. "Wajar kok, Nei. Memang tidak bisa dikatakan cidera ringan, tapi juga bukan cidera berat. Demam biasanya terjadi karena tubuh Agra mengalami trauma pasca kecelakaan. Pastikan saja Agra cukup istirahat dan menghabiskan obatnya. Nah, yang satu ini kamu harus sedikit berusaha lebih keras. Agra sulit kalau disuruh minum obat. Oh, iya. Perbannya jangan lupa diganti ya, dua hari sekali jika tidak basah." Dokter Arifin menghentikan langkahnya, ia sudah sampai di ujung teras. "Neira usahakan, Dok. Sekali lagi terima kasih. Benar kan, Dok saya tidak perlu mem

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    33.

    Gerimis mendera malam ini. Sudah pukul sebelas malam, tapi Neira masih terjaga. Ia berbaring miring dengan gelisah, entah kenapa hatinya ingin sekali melihat Agra. Walau akal sehatnya berkata 'Jangan!'. Ia jengah dengan kegelisahan dan akhirnya memilih untuk duduk di tepi ranjang. Ada apa dengan dirinya? Kenapa ia jadi begitu peduli yang berlebihan pada Agra? Neira mengembuskan napas sebal. Membelai perutnya yang buncit, mungkinkah efek bawaan bayi? Tak mau larut dalam kegelisahan yang berujung tidak dapat tidur nyenyak, Neira meraih sweeter hitam tipis miliknya untuk membalut daster yang ia kenakan. Peduli setan dengan harga diri, ia akan menemui Agra. Namun, baru beberapa langkah ia meninggalkan kamarnya, keraguan itu mendera. Neira meraih ponsel di saku dasternya, membuka kembali pesan yang tadi sore ia dapatkan dari Ethan. Jelas Ethan menuliskan di sana agar Neira menjaga jarak dengan Agra. Namun, sekarang kondisinya tidak sama. Haruskah ia tidak peduli pada Agra yang sedang tert

  • Infinity Love (Bahasa Indonesia)    32.

    "Mak ... " Neira merengek di hadapan mak Oni yang kini sedang bersiap packing di kamarnya. "Masa Nei harus berdua aja di rumah sama mas Agra, Mak?"Mak Oni membuang napas berat, menatap iba pada Neira. "Mak juga kalau bisa engga pulang kampung, Nei. Rencananya kan nanti setelah ibu pulang, baru Mak pulang kampung, tapi cucu Mak udah brojol duluan gini mau bagaimana?" Mak Oni menarik resleting tasnya. Packing telah usai. "Mantu Mak yatim piatu, engga punya keluarga sama seperti kamu. Anak Mak baru bisa pulang tiga hari lagi, kan kasian menantu Emak, Nei. Sekarang di rumah sakit, cuma ditunggu sama tetangga." Mak Oni menggeser tubuhnya mendekat pada Neira. Wanita tua itu menyampirkan helaian rambut Neira yang terjatuh dekat mata, lalu menggenggam erat tangan Neira. "Mak udah cerita, kan? Cucu Mak yang pertama baru umur 4 empat tahun, pasti kamu bisa bayangin gimana paniknya menantu emak. Anaknya di rumah sendiri sama tetangga, dia sendiri bangun saja susah karena melahirkan Caesar. Mas

DMCA.com Protection Status