Byakta menahan napas, ketika melihat Yasmen begitu mudah mencondongkan wajah padanya. Gadis cantik itu pun sudah menutup mata, dan tinggal menunggu Byakta untuk melakukan permintaan Yasmen.
Entah mengapa Byakta merasa canggung untuk melakukannya bersama Yasmen. Padahal, ia sudah seringkali melakukan hal tersebut bersama Raya dahulu kala. Apa mungkin, karena Yasmen merupakan adik sepupu dari wanita yang dicintainya, karena itu Byakta memiliki sebuah rasa yang mengganjal di dalam dada.
Byakta baru saja hendak mengangkat tangan untuk menyangga wajah Yasmen, dan hendak melakukan permintaan gadis itu. Namun, dering ponselnya membuat Byakta akhirnya berdiri, dan tidak dipungkiri jika hatinya merasa sedikit lega karena tidak jadi mencium Yasmen.
Mendengar suara ponsel yang berdering di kamarnya, Yasmen seketika membuka mata. Melihat Byakta yang sudah berjalan menjauh menuju sofa. Ada rasa kesal, marah, dan ingin rasanya Yasmen berteriak karena panggilan yang masuk di ponsel Byakta sungguh tidak tepat waktu.
Yasmen akhirnya hanya bisa menghela, dan mencoba bersabar sebentar. Menunggu, sampai sang suami selesai menerima panggilan tersebut. Namun, yang membuat Yasmen mendadak kesal ialah, Byakta pergi keluar kamar untuk menerima panggilan tersebut. Siapa sebenarnya yang menelepon suaminya itu hingga Byakta harus pergi keluar dan tidak bicara di depan Yasmen.
Jangan-jangan, panggilan tersebut dari Raya, mantan tunangan Byakta. Yasmen bergegas menyusul Byakta dengan berlari kecil. Melihat Byakta duduk di sofa dengan bersandar, sekaligus menyelonjorkan kakinya, Yasmen langsung saja menghempas tubuh di samping pria itu. Bersedekap, dan memasang daun telinganya baik-baik untuk mendengar obrolan sang suami.
Byakta menarik napas dan menahannya sejenak ketika melihat Yasmen yang saat ini tengah menatapnya penuh curiga. Untuk itu, Byakta segera mengakhiri pembicaraannya di telepon.
“Siapa yang nelpon?” buru Yasmen tidak bisa menutupi kecurigaannya sama sekali. “Kenapa harus keluar kamar? Dan kenapa harus buru-buru diselesain waktu aku ada di sini? Pasti Raya, ya? Mas By masih telpon-telponan dengan Raya, ya? Berani selingkuh, aku laporin om Lex, biar dituntut dengmm!”
Tangan besar Byakta langsung membungkam mulut Yasmen yang kelewat cerewet itu. Padahal, Yasmen itu bukan anak Sinar, tapi kalau sudah bicara dan menuntut sesuatu, gadis itu akan terus mengoceh sampai ada yang menghentikannya.
“Papa nelpon, dan tanya kenapa kita nggak jadi pergi ke Singapur,” ujar Byakta menjelaskan dengan sabar. Byakta memang sempat mengirim chat pada Mario, kalau dirinya dan Yasmen tidak jadi berangkat ke Singapura. Namun, Byakta belum mengatakan alasan yang sesungguhnya di balik pembatalan bulan madu mereka.
“Bohong!” todong Yasmen belum bisa percaya sepenuhnya pada Byakta. Andai semalam Byakta tidak ragu untuk menyentuhnya, pasti kejadiannya tidak akan seperti sekarang. “Pasti Raya yang nelpon, mau coba gangguin Mas By!”
“Yas.” Byakta menghela pendek. Ada rasa sesal yang tiba-tiba menyelimuti hati Byakta karena sudah menikah dengan Yasmen. Apa yang dikatakan Sinar saat menceramahi Yasmen pagi tadi memang benar adanya. Yasmen masih belum dewasa dalam bersikap, dan seharusnya mereka memang tidak menikah terlebih dahulu. “Kamu bisa telpon papa sekarang kalau nggak percaya. Dan aku, sudah nggak berhubungan lagi dengan Raya.”
Senyum Yasmen tertarik datar, cenderung dipaksakan. “Makanya, kalau nelpon itu di depan istri, jangan malah pergi kayak lagi bicara sama selingkuhan.”
Tidak ingin menanggapi Yasmen, dan memperpanjang masalah mereka, Byakta akhirnya berdiri dari tempat duduknya. “Bereskan barang-barangmu, habis ini kita cari kado, terus jenguk anaknya mbak Mai di rumah sakit.”
Bagaimanapun juga, Byakta ingin melihat kondisi Mai seusai melahirkan. Byakta juga ingin melihat, putri kecil yang telah dilahirkan wanita yang namanya masih saja terselip di hatinya itu. Meskipun terasa menyesakkan, tapi Byakta harus mulai terbiasa dengan hal tersebut. Ia pun yakin, sejalannya waktu semua perasaan itu akan memudar dan Byakta bisa menerima Yasmen di hatinya.
“Kenapa nggak jadi ke Singapur?”Raj berdiri bersedekap, di samping ranjang pasien yang digunakan sang istri. Menahan secuil rasa kesal, karena kedatangan Byakta dan Yasmen untuk menjenguk bayi yang baru saja dilahirkan oleh Mai. Dari sikapnya saja, Raj dapat melihat jika kedua orang yang baru saja datang itu, tidak tampak seperti sepasang suami istri.Raj pun dapat melihat segurat kepalsuan, dalam senyum yang disematkan Byakta ketika mengunjunginya. Pria itu, pasti masih menyimpan rasa untuk Mai, tapi dengan terpaksa harus memendamnya dalam-dalam.Akan tetapi, satu hal yang masih belum bisa dicerna oleh otak Raj. Kenapa Byakta mau menikahi Yasmen? Kenapa, pria itu justru tidak maju untuk memperjuangkan Mai dahulu kala?Di sinilah letak kecurigaan Raj, yang membuatnya tidak bisa berpikir positif dengan Byakta.“Ya, nggak jadi aja,” jawab Yasmen tidak ingin kekisruhan rumah tangganya di dengar oleh orang lain. Mengingat, Pras sudah mewanti-wanti agar semua hal terkait rumah tangga mere
“Jangan bilang, malam ini Mas By mau tidur di sofa lagi.”Sungguh, bukan seperti ini bayang pernikahan yang ada di kepala Yasmen. Bukan ingin membandingkan, tapi Yasmen melihat kehidupan pernikahan seluruh keluarga besarnya sangatlah bahagia. Dari Viona, Pras, maupun Bira yang merupakan ayah Yasmen sendiri. Belum lagi, kehidupan kedua sepupunya yang sudah lebih dulu menikah, yaitu Qai dan Mai. Mereka sungguh terlihat amat bahagia dan mesra, di mana pun berada.Byakta yang baru saja keluar dari kamar mandi, berdiam diri sejenak setelah menutup pintu. Ia memandang Yasmen yang duduk di tepi ranjang, dengan menggunakan hotpants dan tanktop. Gadis itu menatap cemberut, dengan tangan bersedekap rapat di bawah dada.“Yas—”“Tidur di ranjang,” potong Yasmen tidak ingin mendengar alasan apapun dari mulut Byakta. Setidaknya, hubungan mereka akan maju satu langkah jika keduanya sudah tidur di ranjang yang sama. Walaupun, tidak ada yang keduanya lakukan selain tidur. Paling tidak, Yasmen bisa mem
Yasmen membuka mata dan mendapati Byakta tidak berada di sampingnya, memeluknya. Melihat jendela kamar yang masih tampak gelap, Yasmen pun membalik tubuh untuk melihat jam digital yang berada di nakas. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul setengah lima pagi. Itu artinya, pagi ini Yasmen dan Byakta akan memulai rutinitas baru di Casteel High sebagai sepasang suami istri.Kira-kira, apa yang akan dipikirkan karyawan kantor jika melihat mereka berdua langsung masuk bekerja, padahal baru saja melangsungkan pernikahan yang sangat mewah. Para karyawan di perusahaan, pasti akan bergosip tentang mereka berdua.Kalau sudah begini, Yasmen merasa bodoh sendiri karena keputusan yang diambilnya ketika tengah marah dan ngambek dengan Byakta.Namun, di sisi lain Yasmen kembali teringat dengan kejadian tadi malam. Akhirnya, hubungan mereka mengalami sedikit kemajuan. Karena inisiatifnya, akhirnya ciuman pertama itu sukses mendarat dengan sempurna di bibir Yasmen malam tadi.Ternyata, rasanya begitu …
“Pagi Papi.”Bira hanya melirik datar, pada sapaan Yasmen yang terlihat semringah dengan sorot mata yang berbinar-binar. Detik selanjutnya, tatapan Bira beralih pada Byakta yang tidak menampilkan ekpresi berbeda dari biasanya. Semuanya terlihat sama, dengan senyum dan anggukan formal.“Pagi Pak Bira,” sapa Byakta menyusul ucapan Yasmen.Bira balas mengangguk hanya pada Byakta. “Pagi.”“Sapaan aku, kok, nggak dibalas, Pi?” protes Yasmen lalu berdiri ditengah-tengah Bira dan Byakta yang tengah menunggu lift. Sementara karyawan lain yang sudah, dan tengah menuju lift tersebut segera beralih ke lift yang berbeda.“Saya bukan papi kamu kalau di sini!” Mata Bira membola lebar sambil menghardik pelan putri kesayangannya. Bagaimanapun juga, Bira harus bisa menjaga wibawanya selama berada di perusahaan.Meskipun gosip nepotisme di keluarga Sagara santer terdengar di telinga, tapi bukan berarti mereka pilih kasih dalam mempekerjakan seseorang. Baik Pras maupun Bira, tetap memperlakukan dan men
Karena sikap supel dan ramahnya, Yasmen tidak perlu menunggu lama untuk bisa akrab dengan rekan satu divisinya. Meskipun, masih ada yang bersikap sungkan karena Yasmen merupakan anak dari presiden direktur yang menjabat di Casteel High saat ini. Mereka harus lebih menjaga lisannya, jika hendak bergosip seperti biasa.“Ini berkas lamaran yang masuk sampai kemarin. Itu berarti, dari jumat, sabtu, sama minggu,” ujar Ratna, senior wanita yang baru saja meletakkan setumpuk amplop cokelat di meja Yasmen. Kemudian, ia mengambil sebuah pulpen di meja Yasmen dan menulis sesuatu pada tumpukan amplop yang paling atas. “Dan ini, e-mail divisi HRD dan passwordnya,” lanjutnya menunjuk sesuatu yang baru saja ia tulis.Yasmen yang masih bingung dengan tugasnya, hanya mengangguk pelan. Pandangannya tertuju pada tumpukan amplop yang tingginya melebihi mesin printer yang ada di mejanya. Entah apa yang harus Yasmen lakukan pada tumpukan berkas lamaran itu nantinya. Ia hanya menunggu instruksi terlebih da
“Kenapa mas By itu tambah cakep aja, sih!”Kalimat yang diikuti tawa oleh dua wanita itu, membuat Yasmen tidak jadi keluar dari bilik toilet. Jam pulang kantor sudah berakhir dari setengah jam yang lalu, tapi Yasmen harus menunggu Byakta yang masih menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Sementara menunggu, Yasmen menyempatkan diri menjelajahi Casteel High dengan seksama dan berakhir di toilet lantai lobi.“Cakep, tapi suami orang buat apa?” sahut wanita yang suaranya terdengar cempreng. “Apalagi menantunya pak bos besar, mana berani kita nyikut.”Tawa itu kembali menguar, disertai suara bilik pintu toilet yang tertutup tepat di samping tempat Yasmen berada.“Tapi, Ris, gue heran aja, lamarannya sama siapa, terus nikahnya sama siapa,” lanjut si Cempreng kembali bergosip dari bilik di samping Yasmen. “Kasian aja sama pacarnya, udah ngapa-ngapain bareng, eh, putus!”Wanita yang dipanggil Ris itu pun menghela dengan suara yang panjang. “Gue lebih kasian sama istrinya. Besoknya mau ni
Sejak sore tadi, Yasmen hanya membisu dan tidak bersikap seperti biasanya pada Byakta. Tidak ada senyum, tatapan ramah serta manja, apalagi sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Yasmen bungkam, sebagai bentuk protes karena Byakta sudah membohonginya. Pria itu masih saja berhubungan dengan Raya, bahkan sehari sebelum mereka menikah.Kalau memang Byakta tidak ingin menikah dengan Yasmen, seharusnya pria itu tinggal menolaknya saja. Tidak perlu mengiyakan, tapi ujung-ujungnya hanya membuat Yasmen menderita batin. Tadinya, Yasmen mengira Raya merupakan masa lalu yang tidak lagi bertukar kabar dan hanya sekedar menyisakan sebuah rasa di hati Byakta. Namun, dugaan Yasmen salah.Byakta bahkan masih bertemu dan menjalin hubungan dengan Raya, setelah pria itu setuju untuk menikah dengan Yasmen. Lantas, jika sudah begini akankah Yasmen bisa bertahta di hati Byakta?Ternyata, pernikahan yang ada di pikiran Yasmen, tidak seindah yang selama ini ia lihat di keluarga besarnya. Atau, hanya pernika
Melihat pintu balkon yang terbuka, Susi yang tadinya hendak menuju kamar utama langsung membelokkan langkahnya. Di luar sana, ia melihat Byakta berdiri sambil bersedekap seperti sedang melamunkan sesuatu. “Maaf, Mas,” tegur Susi berada di bibir pintu dan tidak melihat Yasmen ada di area balkon. Mungkin saja, Yasmen masih berada di kamar untuk mempersiapkan diri pergi ke kantor. “Sarapannya sudah siap.” Seketika itu juga Byakta membalik tubuh, dan tersenyum kecil. Ada banyak hal yang berputar di kepala Byakta tentang pernikahannya dengan Yasmen. Apalagi, saat Yasmen mengutarakan keinginannya untuk bercerai malam tadi. Byakta tidak bisa membayangkan, bagaimana kedua orangtuanya akan murka jika Byakta benar-benar menceraikan Yasmen. Orangtua Byakta terutama papanya, pasti akan kehilangan muka di depan Pras. Namun, bertahan dengan Yasmen yang terlalu bersikap kekanakan ternyata mampu membuat Byakta mengelus dada. Gadis itu tidak pernah berpikir terlebih dahulu jika melakukan sesuatu, da
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak Imperfect Love : ArPi Kim : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Mulya Purnama : 750 koin GN + pulsa 150 rb Elin land : 500 koin GN + pulsa 100 rb Miss Ziza Ziza S : 350 koin GN + pulsa 50 rb Ziza Ziz S : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari Minggu, 2 April 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari Senin ke pihak GN. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Bee and Hunny ~~ Kita ketemu lagi di GN, Insya Allah habis lebaran yaaa .... Kissseeess …..
Apa ini? Asisten nyonya besar keluarga Sagara tiba-tiba menelepon dan meminta Arista datang ke kediaman atasannya. Bukan di rumah jabatan yang ditempati saat ini, tetapi di rumah pribadi kediaman Sagara. Bahkan, Arista dijemput langsung oleh salah satu sopir keluarga tersebut. Arista seperti di sidang. Duduk seorang diri dan menghadapi empat orang yang mentapnya dalam diam. “Maaf, Bu Aida.” Daripada hanya didiamkan, Arista akhirnya membuka mulut. “Kenapa saya dipanggil ke sini? Apa ada masalah, atau butuh bantuan saya?” Tatapan Arista tertuju sekilas pada Bira yang duduk paling ujung, di samping Pras. Jangan-jangan, pertemuan kali ini adalah buntut dari pembicaraan Arista dan Bira malam itu. Jangan-jangan, semua ucapan yang dikatakan Bira saat itu bukan hanya gurauan belaka. Jangan-jangan … Semakin dipikirkan, Aristas semakin sakit kepala karena takut menebak-nebak jawabannya. “Saya minta maaf kalau harus minta kamu datang mendadak seperti sekarang.” Aida berujar dengan sikap ang
Arista mengerjap dengan mulut yang terbuka. Berdiri mematung pada celah pintu mobil yang sudah dibuka Vincent sebelumnya. Mendengar perkataan Bira dan wajah serius pria itu, Arista jadi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. “Becanda, Ris.” Bira spontan tertawa saat melihat Arista membeku dengan wajah tegang. Wanita itu mungkin syok akibat mendengar ucapan Bira barusan. “Buruan masuk, aku sudah lapar.” “Ahh …” Mulut Arista ikut melempar tawa, garing. Ia mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan menggeser bokongnya ke sisi pintu yang lain, karena Bira jelas akan duduk di sebelahnya. “Jangan terlalu tegang,” kata Bira setelah menutup pintu. “Kerja sama aku memang harus serius, tapi santai aja.” “Iya, Mas.” Arista kembali tertawa, terkesan dipaksakan. “Lagian, masa’ buaya dipercaya.” Bira tertawa. “Eh, tapi aku serius masalah yang tadi. Aku memang lagi nyari istri, soalnya lagi pusing disuruh nikah terus sama nyonya besar.” Arista berdecak. “Cewek-cewek di Casteel High, kan, banyak
“Kenapa belum pulang?” Bira menatap layar komputer yang dipandang Arista. Wanita itu memandang situs web yang berisikan berbagai video, yang bisa diunggah oleh penggunanya di berbagai belahan dunia manapun asal memiliki akses internet.“Hujan deras, Mas,” kata Arista sembari mengangkat wajah, menatap Bira yang berdiri di sampingnya. Dari pria itu datang ke kantor di pagi hari, sampai pulang di sore hari, atau malam sekali pun ketika mereka lembur, wangi parfum Bira tetap setia menempel di tubuh pria itu. Intensitas wanginya tidak berubah sedikit pun. “Saya nggak bawa jas hujan.”“Terus kenapa belum pulang?” ulang Bira kembali mempertanyakan hal yang sama. “Kita nggak lembur, dan kamu sebenarnya bisa pulang duluan.”“Hujan deras, Mas.” Arista juga mengulang jawaban yang sama, dan mulai menahan kekesalannya.“Aku tahu sekarang hujan deras, tapi kenapa kamu belum pulang?” tanya Bira sekali lagi. “Pesan taksi, kek! Gajimu di sini lebih besar dari Firma Sagara, masa’ bayar taksi buat pulan
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay