Langkah kaki Yasmen teranyun gontai. Terus memasuki kediaman Sagara lebih dalam, kemudian berbelok ke kamar Mai. Untuk sementara waktu, Mai memang akan tinggal di kediaman Sagara karena masih belum mengerti dengan semua hal terkait bayinya. Karena itulah, Mai yang tidak pergi ke kantor hari itu tiba-tiba ingin pergi ke kediaman Sagara untuk menengok keponakan barunya. Begitu Yasmen membuka pintu kamar tanpa mengetuk lebih dulu, semua mata orang yang berada di dalam sana langsung tertuju ke arahnya. “Ngapain ke sini?” pertanyaan yang terdengar galak itu langsung dimuntahkan oleh Mai. “Bukannya kamu harusnya di kantor? Pasti bolos kerja, kan?” tebak Mai dengan telak. “Ssstt!” Ingin rasanya Sinar menepuk mulut Mai, andai putrinya itu duduk di sampingnya saat ini. Namun, karena ia baru saja bersantai di sofa setelah meletakkan sang cucu di boks bayi, maka Sinar hanya bisa mendesis untuk menghardik putrinya itu. “Nggak ngantor, Yas?” tanya Sinar melihat langkah lesu Yasmen menuju boks
“Mau ke mana?” Dengan membawa piring yang masih berisi nasi, serta lauk yang sepertinya belum disentuh, jelas saja Pras curiga dan memberi pertanyaan tersebut. Jika melihat dari arah Mai berjalan, maka putrinya itu jelas-jelas baru saja pergi dari kamar. “Makan,” jawab Mai berhenti sebentar untuk menjawab pertanyaan sang ayah. “Ada Yasmen lagi nangis di kamar, jadi aku diusir enda.” Pras berdecak, karena sudah bisa menebak masalah yang dibawa Yasmen ke rumah. Belum juga satu minggu menjalani pernikahan, tapi gadis itu sudah kembali membuat masalah. “Ayah.” Mai menghabiskan jarak dengan Pras. Sangat dekat hingga hampir tidak berjarak. “Nggak mungkin Ayah nggak tahu apa-apa, kan? Dari bulan madu yang batal, teruuuss …” Ingin rasanya Mai menjerit, menggeram, atau kalau bisa mengumpat keras, ketika Pras langsung meninggalkannya begitu saja. Tanpa penjelasan, pun tanpa satu patah kata. Terkadang, Mai sempat berpikir bagaimana Sinar bisa bertahan hidup bersama Pras hingga bertahun-tahu
“Loh? Bukannya lagi nggak enak badan?” Ratna bergegas berdiri dari kursinya, untuk menghampiri meja kerja Yasmen yang berhadapan dengannya. Karena Yasmen adalah anak presiden direktur Casteel High, jadi wajar jika Ratna memberi perhatian lebih. Yasmen berusaha tersenyum ramah, meskipun hatinya merasa kesal tidak terkira dengan Pras dan Byakta. Ia sampai di Casteel High tepat satu jam sebelum jam makan siang tiba, dan segera menyalakan perangkat komputernya untuk bekerja. “Udah enakan, kok, Bu. Cuma kecapean.” Ratna menahan senyum gelinya, sambil menatap beberapa karyawan yang seolah juga menahan hal yang sama. Otak mereka seolah memikirkan hal yang sama. Yasmen kelelahan karena gadis itu memang masih menjalani kehidupan sebagai pengantin baru. Mungkin saja, Yasmen kesiangan dan Byakta tidak enak untuk membangunkannya karena keduanya telah menghabiskan malam yang panjang. “Oke.” Ratna mengangguk saja, karena tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Kalau bukan putri dari presiden direk
“Kamu ke sini sudah izin sama Byakta?”Yasmen langsung masuk ke dalam unit apartemen yang pintunya baru saja terbuka. Bibirnya mengerucut cuek, karena mendengar pertanyaan dari kakak sepupu yang sampai sekarang belum menanggalkan status lajangnya. Padahal, ketiga adik sepupunya sudah menikah semua dan hanya menyisakan Nando yang masih saja asyik dengan dunianya sendiri.“Emang harus izin?” Yasmen mencebik sambil melewati Nando yang memakai masker di wajahnya. “Mas By masih di lembur di kantor, makanya aku ke sini sebentar.”Nando menghela sambil menutup pintu. Menyusul Yasmen yang sudah memasuki unitnya ke bagian lebih dalam, yaitu dapur. Gadis itu langsung membuka lemari es dan mengambil satu botol air mineral.“Kalau sudah jadi istri itu, pergi ke mana-mana harus izin sama suami, Yasmeeen!” Nando menyelesaikan bersin yang mendadak menyerangnya, baru kembali melanjutkan perkataannya. “Masa’ mamimu nggak ngasih tahu?”“Ngasih tahu, sih,” decak Yasmen setelah duduk di stool bar dan men
“Oh, iya, Mas Endy!” Senyum Yasmen terukir lebar, saat kembali menyalami Endy untuk yang kedua kalinya. Tempo hari, Yasmen memang tidak terlalu memperhatikan pria itu saat memperkenalkan diri di rumah sakit. Yasmen hanya ingat pada Cipta, yang saat itu terlalu banyak melempar pertanyaan yang membuat semua orang dewasa di ruang VIP tersebut sampai kebingungan menjawabnya. Bagaimana tidak bingung, jika Cipta bertanya mengenai bagaimana proses Rara sampai bisa terlahir ke dunia. “Sorry, ya, Mas!” lanjut Yasmen lalu terkekeh setelah berdiri di samping Endy. Mereka menuju lantai yang sama, karenanya Yasmen tidak perlu lagi menekan tombol yang ada di samping pintu lift. “Nyante, aja.” “Mas Endy tinggal di sini?” tanya Yasmen dengan pembawaannya yang ramah. “Nggak.” Endy menatap Yasmen dari ujung rambut, hingga kaki. Dari penampilan yang terlihat formal, sepertinya gadis itu baru saja pulang kantor. “Kamu sendiri? Tinggal di sini, atau?” Yasmen menggeleng. “Aku habis jenguk kakak sepup
“Mas By sudah makan?” Langkah Yasmen langsung terhenti ketika melihat Byakta sudah berada di ruang keluarga. Ternyata, suaminya sudah lebih dulu sampai di rumah daripada Yasmen. Tidak hanya itu, Byakta juga mengganti baju dan terlihat segar dengan rambut yang masih terlihat basah. Sementara Yasmen, ternyata sangat-sangat telat untuk berada di rumah. Ini akibatnya jika tidak memikirkan sesuatu sebelum bertindak. Harusnya, Yasmen bisa memprediksi jarak gedung apartemen Nando dengan Casteel High. Belum lagi kemacetan yang selalu menghiasi ibukota di jam-jam tersebut. “Belum,” Byakta menatap tas dengan logo restoran cepat saji, yang ditenteng oleh Yasmen. Sebelum menebak isinya adalah makanan dari restoran tersebut, lebih baik Byakta bertanya lebih dulu. Siapa tahu saja, isinya justru pakaian, atau barang yang lainnya. “Apa itu?” “Oh …” Yasmen yang masih berada ditempatnya, langsung mengangkat tas tersebut. “Ayam, sama kentang. Aku beli pas pulang tadi.” “Kamu beli?” Byakta yang seda
Byakta membuka pintu kamar, lalu menahan napas. Ada tas kerja Yasmen di atas tempat tidur, dan Byakta melihat lembaran rupiah yang tercecer dari sana. Melangkah maju, Byakta melihat handuk basah tertinggal di atas meja rias istrinya. Belum lagi kabel hairdryer yang masih menancap dan tergeletak begitu saja di lantai. Selain itu, kartu debit yang baru Byakta buat pagi tadi ternyata masih tergeletak di tempat semula. Tanpa bergeser sedikit pun.“Yas …” Byakta pergi menuju walk in closet tapi, tidak menemukan Yasmen di dalam sana. Sudah bisa ditebak, malam ini Yasmen akan kembali tidur di kamar lainnya seperti kemarin malam.Byakta segera keluar kamar, untuk mendatangi Yasmen yang sudah pasti berada di kamar tadi malam. Seperti kemarin, Byakta kembali membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Di dalam sana, terlihat Yasmen sudah duduk santai di sofa sambil menikmati ayam dan kentang goreng yang dibelinya seorang diri.Yang membuat Byakta mengerutkan dahi kali ini ialah, gadis itu han
“Mas By, Aku haus! Bukain pintunya!”Yasmen tanpa segan menggoyang tubuh Byakta dengan sekuat tenaga, untuk membangunkan pria itu. Kendati ia tahu, Byakta sudah tertidur begitu lelapnya. Salah sendiri, siapa suruh Byakta mengunci pintu kamar dan menyembunyikan kuncinya.Byakta menghela sambil membuka mata. Tidak pernah ada satu pun, yang pernah membangunkan Byakta seperti ini seumur hidupnya. Yasmen benar-benar berisik, tidak sabar, dan kasar. Bahkan Mario yang keras sekalipun, tidak pernah membangunkan Byakta seperti ini.“Apa mami kalau bangunin kamu tiap pagi selalu kasar begini?”Sambil mengerucutkan bibirnya, Yasmen menggeleng. “Kalau sekolah aku sudah biasa bangun sendiri. Kalau libur, yaaa, terserah aku mau bangun jam berapa.”Byakta kembali menghela. “Tapi bukan begini caranya bangunin orang.”Yasmen yang duduk di tengah ranjang itu berdecak. “Yang penting bangun,” ujarnya lalu menarik tangan Byakta dengan paksa. “Buruan, aku haus. Entar beli itu filter air minum aja, pasang d
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak Imperfect Love : ArPi Kim : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Mulya Purnama : 750 koin GN + pulsa 150 rb Elin land : 500 koin GN + pulsa 100 rb Miss Ziza Ziza S : 350 koin GN + pulsa 50 rb Ziza Ziz S : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari Minggu, 2 April 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari Senin ke pihak GN. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Bee and Hunny ~~ Kita ketemu lagi di GN, Insya Allah habis lebaran yaaa .... Kissseeess …..
Apa ini? Asisten nyonya besar keluarga Sagara tiba-tiba menelepon dan meminta Arista datang ke kediaman atasannya. Bukan di rumah jabatan yang ditempati saat ini, tetapi di rumah pribadi kediaman Sagara. Bahkan, Arista dijemput langsung oleh salah satu sopir keluarga tersebut. Arista seperti di sidang. Duduk seorang diri dan menghadapi empat orang yang mentapnya dalam diam. “Maaf, Bu Aida.” Daripada hanya didiamkan, Arista akhirnya membuka mulut. “Kenapa saya dipanggil ke sini? Apa ada masalah, atau butuh bantuan saya?” Tatapan Arista tertuju sekilas pada Bira yang duduk paling ujung, di samping Pras. Jangan-jangan, pertemuan kali ini adalah buntut dari pembicaraan Arista dan Bira malam itu. Jangan-jangan, semua ucapan yang dikatakan Bira saat itu bukan hanya gurauan belaka. Jangan-jangan … Semakin dipikirkan, Aristas semakin sakit kepala karena takut menebak-nebak jawabannya. “Saya minta maaf kalau harus minta kamu datang mendadak seperti sekarang.” Aida berujar dengan sikap ang
Arista mengerjap dengan mulut yang terbuka. Berdiri mematung pada celah pintu mobil yang sudah dibuka Vincent sebelumnya. Mendengar perkataan Bira dan wajah serius pria itu, Arista jadi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. “Becanda, Ris.” Bira spontan tertawa saat melihat Arista membeku dengan wajah tegang. Wanita itu mungkin syok akibat mendengar ucapan Bira barusan. “Buruan masuk, aku sudah lapar.” “Ahh …” Mulut Arista ikut melempar tawa, garing. Ia mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan menggeser bokongnya ke sisi pintu yang lain, karena Bira jelas akan duduk di sebelahnya. “Jangan terlalu tegang,” kata Bira setelah menutup pintu. “Kerja sama aku memang harus serius, tapi santai aja.” “Iya, Mas.” Arista kembali tertawa, terkesan dipaksakan. “Lagian, masa’ buaya dipercaya.” Bira tertawa. “Eh, tapi aku serius masalah yang tadi. Aku memang lagi nyari istri, soalnya lagi pusing disuruh nikah terus sama nyonya besar.” Arista berdecak. “Cewek-cewek di Casteel High, kan, banyak
“Kenapa belum pulang?” Bira menatap layar komputer yang dipandang Arista. Wanita itu memandang situs web yang berisikan berbagai video, yang bisa diunggah oleh penggunanya di berbagai belahan dunia manapun asal memiliki akses internet.“Hujan deras, Mas,” kata Arista sembari mengangkat wajah, menatap Bira yang berdiri di sampingnya. Dari pria itu datang ke kantor di pagi hari, sampai pulang di sore hari, atau malam sekali pun ketika mereka lembur, wangi parfum Bira tetap setia menempel di tubuh pria itu. Intensitas wanginya tidak berubah sedikit pun. “Saya nggak bawa jas hujan.”“Terus kenapa belum pulang?” ulang Bira kembali mempertanyakan hal yang sama. “Kita nggak lembur, dan kamu sebenarnya bisa pulang duluan.”“Hujan deras, Mas.” Arista juga mengulang jawaban yang sama, dan mulai menahan kekesalannya.“Aku tahu sekarang hujan deras, tapi kenapa kamu belum pulang?” tanya Bira sekali lagi. “Pesan taksi, kek! Gajimu di sini lebih besar dari Firma Sagara, masa’ bayar taksi buat pulan
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay