Moon maap baru bisa up lagi, ya, karena ada sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. kisseesss ....
“Aku mau pulang.” Yasmen mengembalikan ponselnya ke dalam tas, setelah membaca sebuah pesan dari Byakta. Beranjak cepat menghampiri boks bayi, lalu mengusap pipi Rara yang semakin terlihat gembul dengan perlahan. “Hm, pulanglah,” usir Mai sudah terlihat sangat mengantuk. “Aku mau tidur.” Sebelum membalik tubuhnya, Yasmen menatap Mai yang baru duduk di tepi ranjang dengan perlahan. Tubuh wanita itu semakin berisi, tapi paras cantik dengan guratan wajah tegas nan galak masih saja terpancar di sana. Belum lagi, ketika Yasmen mengingat betapa banyak kelebihan yang ada pada diri Mai. Dari otaknya yang pintar, keahlian Mai dalam memasak, karir yang cukup cemerlang, dan masih ada beberapa hal lain yang semakin menunjang kesempurnaan wanita itu sebagai Permaisuri. Pras benar-benar tidak salah memilih nama, karena kakak sepupunya memang sangat pantas untuk menyandangnya. “Mbak, kamu sama mas Raj itu … kemarin sempat pacaran nggak sih? Kalau nggak salah, awalnya dari blind date, kan?” Mai
Yasmen tidak meneruskan langkahnya, saat mendengar suara pagar yang baru saja terbuka. Ia menoleh sebentar, dan melihat mobil Byakta memasuki pekarangan rumah dengan perlahan. Untuk itu, Yasmen hanya berdiam diri di teras rumah, dan menunggu Byakta keluar dari mobil lalu menghampirinya.“Baru sampai juga?” tanya Byakta yang baru saja menginjakkan kaki di teras rumah. Ia menghampiri Yasmen, lalu berhenti di depan Yasmen yang tidak bergerak sedikit pun.“Aku sudah telpon mas Nando,” ujar Yasmen lalu meraih lengan Byakta dan memeluknya. Sambil berjalan memasuki rumah, Yasmen kembali berceloteh dengan perasaan bahagia. “Masalah hotel aman.”“Cepat banget.”“Takutnya penuh orang staycation kalau weekend.”Byakta tidak melanjutkan langkahnya ketika berada di ujung tangga. “Kamu sudah makan?”Yasmen mengangguk-angguk dan semakin mengeratkan pelukannya pada lengan Byakta. “Mas By, sudah makan apa belum?”“Cuma minum kopi,” jawab Byakta menatap lekat pada wajah cantik yang sudah kembali terli
“Kamu sadar, kan, kalau statusku di Casteel High cuma karyawan?”Begitu Byakta melangkahkan kaki memasuki sebuah pusat perbelanjaan, rasa rendah diri yang selama ini tersimpan dalam hati mencuat kembali. Bagi orang-orang seperti Byakta, gaji yang diterimanya sebagai seorang direktur di perusahaan ternama, nominalnya sudah lebih dari kata cukup. Namun, ketika Byakta menoleh pada Yasmen yang berada di sebelahnya, jumlah yang didapatnya setiap bulan mungkin tidak seberapa bagi gadis itu.Yasmen mengangguk, tapi belum mengerti ke mana arah pembicaraan Byakta. “Kenapa memangnya?”“Aku bukan pemegang saham, apalagi yang punya perusahaan.”Yasmen yang tetap setia bergelayut pada lengan Byakta akhirnya mendongak. “Mas By mau ngomong apa, sih?”“Aku nggak akan beliin kamu tas, atau barang apapun dengan harga ratusan juga.” Akhirnya Byakta mengutarakan isi kepalanya. “Lebih baik, uangnya dipake untuk kebutuhan rumah, ditabung, atau investasi buat masa depan.”Yasmen kembali mengingat nasihat Bi
Setelah selesai menghabiskan makan malamnya, Yasmen langsung menyandarkan tubuh pada Byakta yang berada di sebelahnya. Pria itu sudah selesai lebih dulu, dan tengah sibuk sendiri dengan ponselnya.“Ngapain?” tanya Yasmen melihat layar ponsel Byakta yang ada di depannya. Tadinya, Yasmen mengira Byakta tengah bermain game online seperti pria kebanyakan. Namun, dugaan Yasmen ternyata salah. Suaminya itu, tengah melihat berbagai macam denah rumah di layar ponselnya. “Mau renov rumah?”Byakta merentangkan tangannya agar Yasmen bisa lebih nyaman bersandar di tubuhnya. Karena tempat yang mereka pesan merupakan private room, jadi keduanya bisa dengan bebas melakukan hal yang lumayan intim.“Bukan.”“Terus?”“Aku punya rencana bangun kos-kosan,” jawab Byakta yang pelan-pelan mulai terbuka pada Yasmen.“Kos-kosan?” ulang Yasmen kemudian memikirkan beberapa hal. “Kosan cewek apa cowok?”“Cewek aja.” Tatapan Byakta beralih pada Yasmen. Bibir gadis itu langsung mengerucut, dan memicing pada Byakta
Sudut bibir Byakta tertarik tipis, ketika melihat Yasmen masih terlelap di tempat tidur. Istrinya itu, pasti masih kelelahan karena aktivitas panas yang telah mereka lakukan tadi malam. Untuk itu, Byakta tidak ingin membangunkan Yasmen, dan membiarkan istrinya tidur untuk menikmati istirahatnya.Tidak ingin mengganggu tidur Yasmen yang bertelungkup di sebelahnya, Byakta menyingkap selimutnya dengan perlahan. Pun ketika bangkit, pria itu melakukannya dengan sangat hati-hati agar Yasmen tidak bangun dari tidurnya.Kemudian, Byakta bergegas pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah semuanya selesai, Byakta mendapati Yasmen sudah bangun dari tidurnya.“Kok udah mandi?” Yasmen yang baru duduk itu, melihat Byakta keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil. “Aku nggak dibangunin,” protesnya sambil memegangi selimut yang berada di depan dada.“Nanti kamu ngomel-ngomel kalau aku banguni.” Byakta menghampiri koper kecil yang dibawanya.
Mata Yasmen terbelalak ketika baru memasuki ruangan divisinya. Di meja kerjanya, sudah ada satu buket mawar merah yang terlampau indah untuk dilewatkan. Yasmen mempercepat langkahnya, lalu mengambil amplop kecil yang terselip dalam tumpukan bunga dan membukanya. “To Princess Yasmen.” Yasmen seketika menghela, dan tidak perlu lagi membaca siapa pengirimnya. Beruntung baru Yasmen seorang yang berada di ruangannya pagi itu, sehingga para staf lain tidak akan bertanya-tanya. Seperti halnya kado yang dikirimkan Endy sebelumnya. “Bunga dari siapa?” Napas Yasmen tertahan seketika. Ia lupa jika ada Byakta yang mampir sejenak ke kamar kecil, dan saat ini sudah kembali berada di ruangan mereka. “Dari—” “Endy lagi?” putus Byakta segera menghampiri meja Yasmen lalu mengambil kasar buket bunga tersebut. Tanpa ingin mendengar jawaban dari Yasmen, Byakta langsung memasukkan buket bunga yang masih segar itu ke tong sampah. “Kan, sayang, Mas.” Byakta melirik Yasmen sebentar, lalu berbalik dan m
Pras menatap datar, pada sang istri yang tahu-tahu datang dan langsung duduk di kursi ratu yang berseberangan jauh dengannya. Di antara mereka berdua, ada sebuah sofa panjang yang membentang dan telah diduduki oleh sepasang suami istri yang terlihat baik-baik saja.“Ngapain?” tanya Pras pada Sinar yang duduk tegak dan terlihat anggun di singgasananya.“Duduk,” jawab Sinar dengan senyum manisnya yang begitu menggoda. Senyuman itu, segera ia tujukan pada Yasmen yang sudah lebih dulu menelepon siang tadi untuk mendapatkan dukungan. “Jadi, mau ngapain ke sini? Mukanya sampe tegang begitu.”Pras menarik napas, kemudian membuangnya dengan gelengan. Istrinya itu pasti mau ikut campur dan ingin tahu dengan pembicaraan mereka.“Siapa yang mau bicara duluan,” sahut Pras tidak sabar dan ingin segera mengakhiri pertemuan tersebut.“A—”Byakta mencekal tangang Yasmen yang baru saja membuka mulut. “Saya mau Yasmen berhenti dari Casteel High,” ujarnya menyampaikan dengan perasaan tegang.Wajah tanpa
Yasmen yang tengah rebahan itu, memaksakan diri bangkit dari sofa, ketika Byakka sudah mengulurkan tangan padanya. Rasa malas untuk pergi ke kantor semakin menyergap, setelah berbicara dengan Pras. Tidak ada yang bisa dilakukan, kecuali menjalani hari-hari ke depan sampai masa tiga bulan itu selesai.“Ayo, Yas,” bujuk Byakta menarik tangan Yasmen dengan perlahan. Mereka akan kembali berangkat ke Casteel High bersama-sama, untuk menjalin chemistry agar hubungan keduanya semakin akrab.“Tapi ini masih pagi banget, Maaas.” Yasmen yang baru saja duduk, langsung melarikan matanya untuk melihat jam dinding. Masih pukul enam lewat lima menit, tapi Byakta sudah tidak sabaran mengajaknya keluar.Sejak bangun tidur subuh tadi, Byakta memang sudah meminta Yasmen untuk mandi dan langsung mengenakan pakaian kerja setelahnya. Byakta mengatakan, pagi ini akan mengajak Yasmen sarapan di luar sembari melihat sesuatu.“Kita mau sarapan di luar, sekalian—”“Iya taauuu.” Yasmen merasa genggaman Byakta di
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak Imperfect Love : ArPi Kim : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Mulya Purnama : 750 koin GN + pulsa 150 rb Elin land : 500 koin GN + pulsa 100 rb Miss Ziza Ziza S : 350 koin GN + pulsa 50 rb Ziza Ziz S : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari Minggu, 2 April 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari Senin ke pihak GN. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Bee and Hunny ~~ Kita ketemu lagi di GN, Insya Allah habis lebaran yaaa .... Kissseeess …..
Apa ini? Asisten nyonya besar keluarga Sagara tiba-tiba menelepon dan meminta Arista datang ke kediaman atasannya. Bukan di rumah jabatan yang ditempati saat ini, tetapi di rumah pribadi kediaman Sagara. Bahkan, Arista dijemput langsung oleh salah satu sopir keluarga tersebut. Arista seperti di sidang. Duduk seorang diri dan menghadapi empat orang yang mentapnya dalam diam. “Maaf, Bu Aida.” Daripada hanya didiamkan, Arista akhirnya membuka mulut. “Kenapa saya dipanggil ke sini? Apa ada masalah, atau butuh bantuan saya?” Tatapan Arista tertuju sekilas pada Bira yang duduk paling ujung, di samping Pras. Jangan-jangan, pertemuan kali ini adalah buntut dari pembicaraan Arista dan Bira malam itu. Jangan-jangan, semua ucapan yang dikatakan Bira saat itu bukan hanya gurauan belaka. Jangan-jangan … Semakin dipikirkan, Aristas semakin sakit kepala karena takut menebak-nebak jawabannya. “Saya minta maaf kalau harus minta kamu datang mendadak seperti sekarang.” Aida berujar dengan sikap ang
Arista mengerjap dengan mulut yang terbuka. Berdiri mematung pada celah pintu mobil yang sudah dibuka Vincent sebelumnya. Mendengar perkataan Bira dan wajah serius pria itu, Arista jadi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. “Becanda, Ris.” Bira spontan tertawa saat melihat Arista membeku dengan wajah tegang. Wanita itu mungkin syok akibat mendengar ucapan Bira barusan. “Buruan masuk, aku sudah lapar.” “Ahh …” Mulut Arista ikut melempar tawa, garing. Ia mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan menggeser bokongnya ke sisi pintu yang lain, karena Bira jelas akan duduk di sebelahnya. “Jangan terlalu tegang,” kata Bira setelah menutup pintu. “Kerja sama aku memang harus serius, tapi santai aja.” “Iya, Mas.” Arista kembali tertawa, terkesan dipaksakan. “Lagian, masa’ buaya dipercaya.” Bira tertawa. “Eh, tapi aku serius masalah yang tadi. Aku memang lagi nyari istri, soalnya lagi pusing disuruh nikah terus sama nyonya besar.” Arista berdecak. “Cewek-cewek di Casteel High, kan, banyak
“Kenapa belum pulang?” Bira menatap layar komputer yang dipandang Arista. Wanita itu memandang situs web yang berisikan berbagai video, yang bisa diunggah oleh penggunanya di berbagai belahan dunia manapun asal memiliki akses internet.“Hujan deras, Mas,” kata Arista sembari mengangkat wajah, menatap Bira yang berdiri di sampingnya. Dari pria itu datang ke kantor di pagi hari, sampai pulang di sore hari, atau malam sekali pun ketika mereka lembur, wangi parfum Bira tetap setia menempel di tubuh pria itu. Intensitas wanginya tidak berubah sedikit pun. “Saya nggak bawa jas hujan.”“Terus kenapa belum pulang?” ulang Bira kembali mempertanyakan hal yang sama. “Kita nggak lembur, dan kamu sebenarnya bisa pulang duluan.”“Hujan deras, Mas.” Arista juga mengulang jawaban yang sama, dan mulai menahan kekesalannya.“Aku tahu sekarang hujan deras, tapi kenapa kamu belum pulang?” tanya Bira sekali lagi. “Pesan taksi, kek! Gajimu di sini lebih besar dari Firma Sagara, masa’ bayar taksi buat pulan
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay