Share

PART 05

Penulis: Kato Yuuki
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-08 16:58:57

Pagi hari, mungkin bagi pasangan lain yang baru menikah adalah momen terbaik untuk saling menyapa mesra. Sang istri menyiapkan sarapan untuk sang suami, dan sang suami menunggu sambil minum teh hangat di teras rumah.

Atau bisa juga jalan-jalan kecil berdua di sekitar komplek. Lalu dilanjut dengan senam ringan di taman komplek. Setelahnya, sarapan di sebuah kedai kecil sambil berbincang kecil disertai kekehan tawa sesekali.

Atau yang paling sederhananya, sekadar berbagi kehangatan di balik selimut tebal. Entah itu sambil mendengarkan musik, menonton televisi, atau bercerita ringan mengenai acara semalam.

Sayang sekali, itu hanya menjadi ekspektasi belaka bagi Aqlan yang kini justru tidak dipedulikan oleh Tanisha. Selesai salat Subuh tadi istrinya itu langsung bekerja alias mulai mengetik cerita di laptopnya. Padahal, Aqlan ingin sekali menikmati waktu berdua bersama istrinya.

Ya, seharusnya ia sadar, dirinya hanya suami dalam perjanjian yang artinya Tanisha tak pernah serius menganggapnya suami.

"Sayang, kamu dari tadi sibuk sama laptop mulu, sih? Mending kita sarapan bareng, yuk?"

Tarian jari Tanisha di atas keyboard terhenti. Ia kemudian mengarahkan pandangannya pada laki-laki yang tengah sibuk mengenakan baju koko.

"Sarapan aja sendiri. Aku lagi banyak deadline. Tau nggak? Gara-gara acara kemarin, aku jadi nggak bisa SKS karena terlalu capek," ucap perempuan itu dengan nada ketus.

Aqlan menatap lamat-lamat istrinya. Ada rasa kesal di hatinya. Juga cemburu.

Bagaimana ia tidak cemburu? Bahkan waktunya bersama Tanisha saja banyak dicuri oleh benda berbentuk segi empat dan tombol-tombol kecil dan banyak itu.

Nasib ... nasib .... Orang ketiga dalam rumah tangganya justru hanya sebuah benda mati canggih. Namun, sangat pintar membuat jarak antara dirinya dan Tanisha.

"Aqlan! Acha! Ayo, sarapan dulu!"

Suara panggilan Sa'diyah membuat Tanisha mendengus kesal. Dengan malas ia mematikan laptopnya lalu turun dari atas kasur.

"Bareng," celetuk Aqlan sambil memeluk Tanisha dari samping.

Perempuan itu berdecak kesal. Tatapan mata yang ia layangkan pada Aqlan memberikan isyarat pada laki-laki itu agar melepaskan lengannya dari pinggangnya.

"Biar keliatan mesra, Cha. 'Kan, 3 bulan doang," ujar laki - laki itu diakhiri kekehan ringan.

***

Seisi kamar Tanisha tinggal setengah. Hanya tersisa kasur, lemari, meja kerja, serta barang-barang kecil yang tak terlalu diperlukan. Hampir semua barang-barang perempuan itu sudah dimasukkan ke dalam koper.

Tangan Tanisha sibuk mengotak - atik isi laci meja untuk mencari sesuatu yang kemungkinan sangat ia butuhkan saat sudah berada di rumah Aqlan. Di dasar laci, tangannya berhenti bergerak saat merasakan sebuah benda yang ia rasa tak asing.

Ingatannya pada kejadian beberapa tahun lalu kembali teringat saat menatap benda itu. Dengan terbur-buru, Tanisha langsung menimbun benda itu dengan benda yang lain agar tak terlihat lagi.

"Kenapa, Acha?"

Kedua bahu Tanisha bergerak pertanda terkejut. Ia kemudian membalikkan badannya menghadap Aqlan.

"Eee, nggak papa, kok. Tadi kaget aja liat kecoa, hehe," ucapnya bohong. Sungguh, dalam hati Tanisha berharap tak melihat benda itu lagi.

"Udah siap semua, 'kan? Ayo, kita jalan sekarang." Aqlan berjalan sambil mendorong koper Tanisha yang berjumlah 2. Perempuan itu mengikuti Aqlan dari belakang.

Semua orang terlihat sudah berkumpul di ruang tamu. Mereka bersiap untuk melepas kepergian putri bungsu mereka ke rumah suaminya. Air mata kesedihan terlihat di wajah-wajah mereka.

Tapi tidak dengan Tanisha. Perempuan itu justru sudah tak sabar untuk menjalankan rencananya saat sudah tinggal berdua bersama Aqlan. Toh, hanya 3 bulan?

Sa'diyah memeluk Tanisha disertai linangan air mata. Jujur, Tanisha merasa sangat tidak tega melihat sang Bunda menangis seperti itu.

Sa'diyah memberikan beberapa nasihat untuk bekal Tanisha dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Perempuan itu mengangguk-angguk paham. Namun, entah dengan hatinya. Mungkin dalam hati ia berkata tak akan memedulikan nasihat Sa'diyah.

Sssttt, jangan suuzan. Tidak baik.

Tanisha beralih pada Fian. Ia melakukan hal sama pada sang ayah dan mendapat beberapa nasihat darinya.

Kini, ia sampai pada sang kakak, Afzar. Kalimat godaanlah yang laki-laki itu berikan. Tanisha pun membalasnya dengan meledek kejombloan kakaknya.

"Aqlan sama Tanisha pergi dulu, ya. Doakan pernikahan kami selalu diberikan keberkahan dan selalu sakinah, mawaddah, wa rahmah. Doakan juga kami segera dikaruniai momongan," ucap Aqlan sambil menatap Tanisha yang berada di sampingnya. Senyum jahil ia perlihatkan pada perempuan itu.

Bisa ia lihat raut kekesalan di wajah istrinya.

"Aamiin. Insya Allah doa kami selalu menyertai kalian, ya," balas Fian.

"Inget, Cha, cepetan kasih Abang keponakan, ya?" Afzar tertawa setelah mengatakan hal itu. Lalu mendapat tatapan tajam dari sang adik.

Mereka berdua pun segera memasukkan barang-barang Tanisha lalu keduanya duduk di kursi depan. Aqlan menjalankan mobilnya setelah mengucapkan salam.

Sebelum pergi ke rumah Aqlan, mereka pergi ke pesantren Al Muhajirin terlebih dahulu. Kata Sardan, ada teman lama Aqlan yang ingin bertemu dengannya di sana.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di pesantren. Sambutan meriah terlihat dari lahan parkir hingga ke dalam pesantren. Mereka semua begitu antusias menyambut gus kesayangan mereka yang akhirnya menggandeng seorang perempuan yang kini menjadi istrinya.

Lain halnya dengan Aqlan yang terharu mendapat sambutan itu, Tanisha justru merasa risih melihatnya. Ia berkali-kali mendengus kesal saat orang-orang meneriakinya.

"Kita ke rumah Abi, ya?" ucap Aqlan sambil menggenggam tangan Tanisha.

Perempuan itu tak bisa menolak genggaman dari Aqlan. Kalau saja bukan di depan publik, Tanisha pasti sudah menghempaskan tangan Aqlan.

Sesampainya di rumah Sardan, mereka berdua kembali mendapat sambutan heboh terutama dari si kecil, Leyna.

"Kak Acha! Cieee, istrinya Bang Aqlan," ucap anak kecil itu dengan senyuman menggodanya.

Tanisha hanya menanggapinya dengan tersenyum tipis. Jujur saja dalam hatinya ia tengah mengomel-omel kesal.

"Mereka di mana, Abi?" tanya Aqlan sambil mengitarkan pandangannya.

Sardan yang tengah berbincang dengan Tanisha pun beralih pada putranya. "Ada. Di belakang. Mereka udah nungguin, tuh," jawabnya seraya tersenyum ramah.

Aqlan mengangguk lalu menarik lengan istrinya. Omelan dari Tanisha tak ia pedulikan dan memilih berjalan cepat ke belakang rumah.

"Nah, itu mereka!" serunya sambil menunjuk ke arah 2 laki - laki yang tengah duduk di sebuah gazebo.

Tanisha menyipitkan matanya. Ia merasa familiar dengan postur tubuh salah satu teman Aqlan itu. Ia pun berjalan beriringan dengan Aqlan menghampiri kedua laki - laki itu.

"Assalamu'alaikum," sapanya.

Kedua laki - laki itu membalikkan tubuhnya setelah menjawab salam. Salah satu dari laki - laki itu nampak terkejut saat melihat Tanisha. Begitu juga dengan Tanisha. Namun, keduanya pandai menyembunyikan keterkejutan itu.

"Acha, kenalin. Ini sohib Abang selama di sini. Namanya Kalandra sama Erzan. Mereka waktu itu nggak hadir di pernikahan kita karena masih bertugas di luar kota. Oh ya, mereka ini TNI, lho."

Tanisha terlihat salah tingkah, tetapi ia tetap berusaha tersenyum dan menyapa mereka.

"Andra, Erzan, ini istri gue, Tanisha," ucap Aqlan sambil merangkul Tanisha bangga.

"H-hai, a-aku Tanisha," ucap perempuan berjilbab pink itu terbata-bata.

Kalandra menatap Tanisha dengan tatapan tak percaya. Ia bahkan sampai tak mengalihkan tatapannya dari perempuan itu untuk memastikan bahwa ia tak sedang bermimpi atau salah orang.

"Ini ... istri lo, Lan?" tanya Kalandra.

Aqlan mengangguk cepat. "Iyalah. Memang siapa lagi?"

Merasa tak nyaman, Tanisha menggerakkan lengan Aqlan sebagai kode agar segera pergi dari tempat itu. Meskipun bingung, Aqlan paham dan menuruti keinginan Tanisha.

"Ya udah, gue pergi dulu, ya? Nanti kita lanjut cerita-cerita lain waktu. Senang bisa ketemu kalian lagi."

"Iya, semoga selalu sakinah mawaddah wa rahmah, ya!" ucap Erzan sambil tersenyum senang.

Tak mendapat respon dari Kalandra, Aqlan pun kembali berpamitan. Dengan gugup, Kalandra berkata, "I-iya. S-semoga langgeng, ya!"

Aqlan merasakan ada yang aneh dari sahabatnya itu. Ia juga merasakan keanehan dari istrinya saat bertemu dengan Kalandra.

Apa yang sebenarnya terjadi?

***

Tanisha masih memikirkan kejadian tadi. Ia ingin bertanya pada Aqlan, tapi ia takut.

Ia tatap Aqlan yang tengah fokus mengendarai mobil. Kedua tangannya terus ia gosok-gosokkan. Ia ingin sekali mengeluarkan suara, tapi perempuan itu merasa sangat gugup.

"Bang Aqlan ...," panggilnya dengan suara pelan.

Aqlan tak kuasa menahan senyumnya. Mendengar istrinya memanggilnya seperti itu rasa-rasanya ada getaran aneh di hatinya. Apalagi ini pertama kalinya.

"Apa, Sayang?"

Tanisha memutar bola matanya malas. Ia pun berusaha fokus dengan topiknya.

"Tadi itu temen kamu, ya?"

"Iya. Kenapa?"

"Enggak papa. Emm, sejak kapan?"

Aqlan merasa aneh dengan pertanyaan Tanisha. Namun, ia berusaha tak memedulikan hal tersebut.

"Sejak lama. Dari zaman kuliah mungkin. Eh, tapi nggak tau, deh. Lupa lagi."

Tanisha mengangguk-angguk paham. Ia mengalihkan pandangannya menatap jalanan di depannya. Namun, pikirannya tengah berkelana jauh ke masa lalu.

***

Bab terkait

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 06

    Sesampainya di rumah, Aqlan dan Tanisha kembali sibuk dengan urusannya masing-masing. Tanisha dengan kertas beserta laptopnya, dan Aqlan dengan buku catatan serta kitab-kitabnya.1 proyek sudah selesai setelah menghabiskan waktu selama kurang lebih 2 jam dari semenjak bakda Isya. Kini Tanisha melanjutkan tugasnya yang lain yang mungkin kira-kira ada 2 projek lagi.Semua aktifitas Tanisha itu tak lepas dari perhatian Aqlan yang sudah sedari tadi selesai mencatat materi yang akan ia sampaikan pada para santri esok hari. Ia begitu setia menunggu sang istri menyelesaikan pekerjaannya.Aqlan sangat teringin menegur istrinya agar tak terlalu memaksakan dirinya untuk menyelesaikan semua tugasnya. Namun, bayang-bayang map perjanjian selalu membuat laki-laki itu tak berani melakukan hal itu. Padahal, seharusnya ia lebih berkuasa daripada secarik kertas yang bahkan bisa rusak hanya dengan merobeknya sedikit saja.Lagi-lagi Aqlan beristigfar karena ia merasa lemah di hadapan istrinya. Ia sadar,

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Ikatan di Atas Kertas   PART 07

    Dari bakda Subuh tadi, Tanisha sudah sibuk dengan peralatan dapur. Ia memasak banyak makanan untuk Aqlan. Hal itu sebagai permintaan maafnya atas kejadian semalam.Keringat bercucuran di dahi perempuan itu. Kakinya sudah lelah untuk tetap berdiri. Namun, makanan yang belum selesai dimasak membuatnya terpaksa menguatkan diri.Tak berselang lama, terdengar suara Aqlan mengucap salam. Laki-laki itu memasuki rumah dan mendapati Tanisha yang tengah sibuk memasak. Ia melepas pecinya lalu duduk di kursi sambil memandangi istrinya.Ada perasaan heran di hati Aqlan. Mengapa istrinya masak begitu banyak? Hampir seisi meja makan penuh dengan makanan.Kegiatan memasak pun selesai. Tanisha meletakkan sisa makanan yang baru selesai dimasak ke atas meja makan. Perempuan itu mengarahkan pandangannya pada Aqlan sekilas. Kemudian kembali fokus dengan kegiatannya."Kamu kenapa masak sebanyak ini? Ada acara apa?" Tanisha menghela napas pelan lalu meletakkan tangannya di pinggang. Kepalanya ia miringkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Ikatan di Atas Kertas   PART 08

    Sepanjang perjalanan, Aqlan dan Tanisha saling diam. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tak ada yang berani memulai percakapan walau hanya sekadar untuk memecah keheningan.Tanisha tengah memikirkan pembicaraannya tadi dengan Kalandra. Sementara Aqlan, ia sibuk bertanya - tanya dalam benaknya, saat ia tak sengaja melihat istrinya itu mengobrol dengan sahabatnya sendiri. Pasalnya, cara mereka saling berbicara terlihat seperti sudah sangat mengenal dan akrab.Tanisha memainkan kain gamisnya. Ia benar-benar tak senang kala kembali mengingat kehidupannya di masa lalu dengan seseorang. Ia benar-benar kesal, mengapa ia harus kembali bertemu Kalandra?"Acha ....""Iya?"Aqlan terlihat ragu untuk menanyakan hal tadi kepada perempuan itu. Stir mobil ia ketuk - ketukkan dengan jari. Ia juga mengulum bibirnya pertanda gugup."Nanti aja, deh. Pas di rumah," jawabnya yang seketika mendapat tatapan sinis dari istrinya.Sesampainya di rumah, mereka kembali sibuk dengan urusannya masing

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • Ikatan di Atas Kertas   PART 09

    Sedari tadi, Aqlan terus termenung sambil duduk bersila di teras rumah orang tuanya. Matanya menatap lurus ke depan. Walau kelihatannya seperti sedang menatap gerombolan santri yang tengah bermain-main di lapangan, sebenernya matanya itu sedang menatap kosong.Pikirannya tak henti-henti mengilas balik kejadian beberapa waktu lalu, saat ia memergoki istrinya tengah berbicara banyak dengan Kalandra. Ia sangat ingin tahu banyak apa yang sebenarnya mereka berdua bicarakan waktu itu."Aqlan!" panggil Kalandra tiba-tiba hingga membuat Aqlan tersentak.Perasaan laki-laki itu agak tak suka melihat kedatangan Kalandra padanya. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain sejenak. Lalu, ia mengucap istighfar beberapa kali. Aqlan sadar, ia tidak boleh mengira yang tidak-tidak pada sahabatnya itu sebelum mengetahui yang sebenarnya."Kenapa? Kok, ngelamun aja? Lagi ada masalah, kah, sama ... istri lo?" tanya Kalandra dengan nada agak ragu di kalimat akhirnya.Aqlan berusaha menampilkan senyumnya pada Kala

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-11
  • Ikatan di Atas Kertas   PART 10

    "Jadi, kita udah ... pacaran?" tanya Tanisha dengan jari kelingking yang masih bertaut dengan jari kelingking Rezvan."Iya," balas laki-laki itu tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah gadis yang baru dipacarinya itu.Tanisha tersenyum simpul. Ada getaran aneh saat dekat dengan laki-laki yang sudah berstatus sebagai pacarnya itu. Di saat ia baru memasuki dunia putih abu-abu, ia pun pertama kalinya mempunyai seseorang yang dipanggil "pacar".Gadis berseragam acak-acakan itu melepas tautan jarinya dengan Rezvan. Ia kemudian beralih memandang lurus ke depan dengan senyumnya yang tak luntur-luntur. Jantungnya pun sedari tadi berdetak tak karuan.Rezvan memandang sang pacar dari arah samping. Senyumnya pun tak meluntur saat menelisik ukiran indah Tuhan di wajah perempuan itu.Bukan hal yang mudah bagi Rezvan untuk mendapatkan Tanisha. Perempuan yang bisa dibilang baru mengenal yang namanya cinta itu cukup sulit untuk diluluhkan. Wajar saja, saat SMP dulu, Tanisha hanya menghabiskan waktu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Ikatan di Atas Kertas   PART 11

    Tak terasa, hubungan Rezvan dan Tanisha sudah berlangsung selama 4 bulan. Selama itu juga sifat posesif Rezvan selalu membuat gadis itu seolah tak bisa bernapas dengan bebas.Kekangan yang diberikan laki-laki itu terlalu berlebihan. Pergaulannya mulai dibatasi bahkan dengan teman-teman perempuannya. Waktu dengan keluarga pun semakin terkikis karena Tanisha harus selalu mengikuti apa yang diinginkan Rezvan.Tak jarang, Tanisha seringkali mendapat perlakuan keras dari laki-laki itu jika ia berani membantah atau menolak. Entah itu berupa fisik maupun batin. Fisiknya yang tersiksa, dan batinnya yang begitu tertekan. Sayang sekali, Tanisha tak pernah berani untuk mengadu pada siapa pun dengan alasan takut dan cinta.Apakah cinta harus sebuta ini bagi Tanisha? Mengapa cinta pertama gadis itu harus semenyakitkan ini?"Ikut gue!" Dengan paksa Rezvan menarik lengan Tanisha agar ikut dengannya. Ringisan pelan sesekali terdengar dari mulut gadis itu."Van, santai, dong! Ini sakit tau!"Tepat saa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-13
  • Ikatan di Atas Kertas   PART 12

    "Ini beneran pacar gue? Cantik."Suara Rezvan yang tiba-tiba menyapa telinga Tanisha membuat gadis itu sontak menoleh ke arah suara tersebut. Bukannya tersipu, gadis itu justru melayangkan tatapan tak suka pada laki-laki itu.Rezvan menatap Tanisha dari atas sampai bawah. Benar-benar berbeda. Tak ada kesan bad girl atau tomboy. Tanisha terlihat anggun dan menawan dengan penampilan feminimnya itu."Apa lo liat-liat?!" sentak gadis itu. Rasa kesalnya masih belum juga pergi.Kalandra yang selalu berada di dekat Rezvan dapat melihat mata Tanisha yang berkaca-kaca seolah menahan tangis. Namun, ia tahu gadis itu tak akan mungkin berani menitikkan air matanya dengan alasan tak ingin dicap lemah. Padahal menangis bukan berarti seseorang itu lemah."Ayo, berangkat!" ajak Rezvan sambil memegang pergelangan tangan Tanisha.Gadis itu langsung menghempaskan tangan Rezvan. "Mau ke mana, sih? Kasih tau dulu!" pintanya dengan nada kesal.Laki-laki itu berdecak kesal. Lalu, tanpa aba-aba dan tanpa mem

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-14
  • Ikatan di Atas Kertas   PART 13

    Kalandra menatap wajah Aqlan yang terlihat menahan amarah, tetapi masih bisa bersikap tenang. Ia dapat merasakan, betapa marahnya seorang suami yang mengetahui bahwa istrinya pernah menjalin sebuah hubungan yang melebihi batas wajar. Bahkan, ia sendiri agak menyesal telah menceritakan bagian yang cukup tabu itu. "Lan, maafin gue," ucap Kalandra tak enak hati. Aqlan tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Ia mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegak. Helaan napas perlahan mengembus dari mulutnya seolah tengah melepas segala beban yang ada di kepalanya. "Gak, kok. Lo gak salah, dan memang gak ada yang salah. Yang lo ceritain hanya masa lalu Tanisha, gak usah diungkit lagi. Tanisha yang sekarang tak sama dengan Tanisha yang dulu. Gue yakin," tuturnya dengan senyum yang tak luntur. Aqlan mengarahkan pandangannya lurus ke depan menatap para santri yang tengah berlalu lalang. Namun, pikirannya justru mengembara ke perjalanan rumah tangganya dengan Tanisha. Yang ia lihat, rintangan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15

Bab terbaru

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 92

    Beberapa bulan kemudian semenjak kejadian Tanisha keguguran, semua kembali berjalan dengan normal. Hubungannya dengan Rezvan kembali membaik. Tak ada lagi saling diam mendiami satu sama lain. Semua benar-benar kembali ke keadaan di mana mereka baru memulai yang namanya bahtera rumah tangga. Persoalan Theano, laki-laki itu sudah ditangkap dan dipenjara atas kasus yang ia lakukan. Meneror, menyerang, dan membuat kandungan Tanisha keguguran. Meski begitu, tak ada rasa dendam atau benci di hati Tanisha dan Rezvan. Mereka senang karena telah mendapat keadilan. Namun, mereka juga tetap memaafkan perbuatan Theano. Hari-hari berjalan dengan penuh kebahagiaan dan canda tawa. Tak ada kekhawatiran akan keturunan yang belum juga diamanahkan. Tanisha dan Rezvan menjalani semuanya dengan penuh kesabaran. Diiringi doa dan ikhtiar, mereka tak berhenti berharap agar Tuhan kembali mempercayakan seorang anak pada mereka. "Sayang, aku berangkat dulu, ya. Kamu jaga diri baik-baik di rumah," ucap Rezvan

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 91

    Afzar tampak keheranan saat mendapati Tanisha yang sudah kembali dari taman, tetapi dengan wajah yang tampak murung. Perempuan itu melewatinya begitu saja. Bahkan tak membalas sapaannya saat ia menyapa. Afzar yang semula duduk di luar ruangan inap pun lekas mengekori Tanisha hingga ke dalam. Ia masih menatap dalam diam memandangi sang adik yang duduk di atas ranjang sambil tertunduk lesu. "Cha, tadi Rezvan dateng ngejenguk. Udah ketemu belum?" tanyanya sambil menarik kursi mendekati ranjang. Tanisha mengangguk mengiyakan. "Ketemu. Tadi di taman." "Terus, sekarang dia di mana? Kok, gak bareng kamu?" tanya Afzar lagi seraya celingak-celinguk mencari keberadaan suami adiknya. "Aku belum mau ketemu sama dia dulu, Bang. Dan tolong, jangan bicarain dia juga di depan aku." Setelah mengatakan itu, perempuan dengan piyama warna biru tosca itu meluruskan kedua kakinya, lalu ditutupi dengan kain selimut yang tebal. Afzar memandangi wajah adiknya tersebut lekat-lekat. Dapat ia lihat jejak k

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 90

    BRUK!Untuk ke sekian kalinya Rezvan melempar tubuh Theano ke lantai hingga tersungkur. Memar dan darah menyebar di beberapa bagian anggota tubuh laki-laki itu. Keadaannya sangat memprihatinkan, seolah sedang berada di antara hidup dan mati. Laki-laki dengan wajah penuh amarah itu berjalan mendekati Theano yang masih berusaha untuk bangkit dengan sisa tenaga yang ada. Dinding di belakangnya ia gunakan untuk menopang tubuhnya yang serasa sudah begitu remuk. Rezvan, dengan napasnya yang memburu, dengan kasar menarik kerah baju Theano hingga laki-laki yang sudah sangat lemah itu berdiri lunglai. Tatapan yang ia layangkan begitu tajam setajam mata elang. Tatapan itu seolah mengartikan berapa marahnya atas apa yang dilakukan oleh lawannya tersebut. "Dengerin gue, Theano. Kalo lo masih berani nyentuh istri gue dikit aja, gue gak akan pernah biarin lo hidup lagi. Sekarang lo beruntung masih gue kasih kesempatan buat hidup. Inget, perbuatan lo gak akan semudah itu gue maafin," tegas Rezvan

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 89

    Semua anggota Garparez langsung menuju lokasi saat mendapat kabar bahwa Tanisha terluka akibat didorong oleh Theano hingga terjatuh. Wajah-wajah panik yang tertutup helm memenuhi jalanan. Kendaraan yang mereka kendalikan pun dilajukan begitu cepat. Sementara itu, Rezvan yang ditemani Kalandra bergegas mengambil langkah cepat dengan mengantarkan Tanisha ke rumah sakit. Raut wajah Rezvan tampak sangat khawatir. Keselamatan istri dan calon anaknya benar-benar membuatnya tak dapat duduk tenang barang sekejap saja. Bahkan, ketika Tanisha sudah dimasukkan ke ruang IGD, Rezvan masih saja tak henti-hentinya bersikap sangat panik. Ia tak mau menunggu sambil duduk. Terus saja dirinya mondar-mandir di depan pintu sambil menyatukan kedua tangan, berharap tak ada kabar menyakitkan nantinya. Kalandra yang paham apa yang tengah dirasakan oleh calon ayah itu tak mampu berbuat apa pun. Sejujurnya ia juga merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Tanisha. Betapa menyesalnya karena sebagai seorang l

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 88

    Suara pintu yang diketuk beradu dengan suara bel hingga terdengar seluruh penjuru rumah. Tanisha yang saat itu sedang bekerja di depan laptopnya lantas bergegas turun ke bawah menuju pintu utama. Suara bel yang dipencet beberapa kali membuat Tanisha makin mempercepat langkahnya. Suara yang sangat keras itu seolah membuat gendang telinganya hampir pecah. Diiringi perasaan kesal ia pun lekas membuka pintu dan matanya pun menangkap sosok lelaki yang tak ia kenal. "Mau ketemu siapa, ya?" tanya Tanisha dengan wajah masam. Penampilan laki-laki yang seperti anak geng motor itu membuatnya seakan kembali diingatkan pada kebohongan suaminya. "Kamu. Tanisha Azzahra Khalisah," jawab laki-laki itu disertai senyuman yang tak dapat perempuan itu tebak senyuman apakah itu. "Aku? Kamu siapa? Ada urusan apa kamu sama aku?" Nada bicara Tanisha terdengar agak ketus. Matanya terus mengamati penampilan laki-laki di hadapannya dari atas sampai bawah. "Saya cuma mau menyampaikan satu hal dari atasan sam

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 87

    Keesokan paginya, Rezvan sudah siap dengan setelan pakaiannya. Namun, yang ia pakai bukan baju untuk bekerja seperti biasanya. Kali ini ia mengenakan kaos berwarna biru tua yang dibalut dengan jaket berbahan levi's. Dilihat dari penampilannya, sudah dapat ditebak kalau ia hendak pergi ke markas Garparez. Tanissha yang menyadari hal tersebut lantas menggerutu terus-menerus. Lidahnya tak berhenti mengumpati suaminya bahkan di saat ia sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah. Kecewa yang belum juga mereda pun membuatnya tak sudi menanyakan apa pun pada laki-laki itu. Rezvan menatap istrinya dari kejauhan—tepatnya di balik pintu dapur. Ada rasa khawatir bercampur cemas saat melihat istrinya yang kini masih terlihat sibuk itu. Bayang-bayang Theano yang mungkin saja akan mendatangi Tanisha kapan pun dia mau. Apalagi membayangkan sesuatu yang tak diinginkan terjadi pada perempuan itu rasanya ia tak sanggup. Rezvan tahu Tanisha masih marah padanya. Memang bukan hal yang mudah untuk mengemb

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 86

    Pagi kembali menyapa. Mentari pun ikut menyambut dengan masuk ke celah-celah jendela dan memberikan kehangatan bagi setiap penghuni rumahnya. Aroma-aroma masakan dari setiap rumah menguar dari balik jendela dapur hingga mengundang rasa lapar yang telah tertahan semalaman. Akan tetapi, kehangatan itu tak dapat dirasakan oleh pasangan suami istri yang baru pulang dini hari tadi. Tak ada percakapan ringan yang menyertai kegiatan mereka di awal hari. Tak ada pelukan mesra yang biasanya selalu datang memberikan senyum manis yang menawan hati. Hanya ada keheningan tanpa ada keributan yang biasanya ada setiap hari. Di antara Tanisha maupun Rezvan, tak ada yang berani menyapa lebih dahulu. Masing-masing dari mereka fokus dengan urusannya tanpa memedulikan hubungan mereka yang terancam renggang. Kejadian semalam seolah mengubah 180 derajat kebiasaan mereka sehari-hari. Walaupun dengan rasa terpaksa, Tanisha menyiapkan sarapan pagi begitu cepat. Tak ada nyala kompor yang mengeluarkan api, d

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 85

    Di malam yang gelap gulita itu Tanisha keluar dari area rumah sakit menuju taman tempat para pasien jalan-jalan untuk menenangkan diri. Di sana perempuan itu bersimpuh di atas rumput dengan kepala mendongak menatap langit. Sesakit inikah dibohongi? Kecewa yang mendalam seolah tak ada lagi celah untuk dapat memercayai sesuatu yang sudah disadari bahwa itu adalah kebohongan. Tanisha tahu, banyak kebaikan yang telah dilakukan Rezvan untuknya. Namun, entah mengapa satu kebohongan itu telah meruntuhkan seluruh kepercayaan yang pernah ia berikan pada laki-laki itu. Entah mungkin karena faktor kehamilan atau apa pun itu, yang jelas kini ia benar-benar kecewa. Dengan langkah yang terseok-seok Rezvan datang menyusul istrinya. Wajahnya tampak khawatir. Matanya bergerak luar mencari keberadaan Tanisha. Saat matanya menangkap sosok yang dicarinya, ia pun langsung berlari dan memeluk perempuan itu. "Acha! Lo ngapain di sini? Ayo, duduk di kursi. Kita bicarain ini baik-baik, ya?" Rezvan memegan

  • Ikatan di Atas Kertas   PART 84

    Semua orang di lapangan tersebut terkejut dengan teriakan Rezvan. Mereka yang semula sedang bertarung memperebutkan kemenangan lantas menghentikan pertarungan mereka dan berlari menghampiri suara teriakan itu. Lawan mereka, yaitu anak buah Theano tertawa penuh kemenangan saat menyadari ketua dari lawan mereka sudah hampir tumbang. Wajah-wajah penuh kekhawatiran tampak jelas mengelilingi Rezvan yang terkulai lemas dengan Kalandra di sebelahnya. Laki-laki itu segera menyuruh seseorang untuk memanggil ambulan agar sahabatnya dapat segera ditangani. Tanpa akhir yang diharapkan, pertarungan ini selesai dengan kekecewaan. Perdamaian yang menjadi tujuan kini hirap tak berbekas. Theano dan antek-anteknya tertawa lepas melihat kekalahan dari rivalnya, Rezvan. Lagi, tentang Tanisha yang sudah mengetahui yang sebenarnya, entah apa yang akan terjadi dengan hak itu. Tak lama setelah dipanggil, ambulan pun datang dan segera mengeluarkan tandu untuk membantu mengangkat Rezvan masuk ke dalam mobil

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status