Pagi harinya, tepat setelah sarapan. Alina dengan sangat terpaksa mengikuti Zayyad ke rumah sakit. Tapi sebelum itu, Alina duduk malas di atas kursi, memperhatikan Maya yang sibuk membereskan meja makan.
Tidak pernah terpikirkan oleh Maya, sarapan hari pertamanya di vila itu akan disiapkan oleh Zayyad.
"Zayyad benar-benar memanjakan mu yaa.." Tutur Maya, sekilas melirik kearah Alina yang tampak bersandar lemas di kepala kursi.
Alina tidak berkata apa-apa, hanya mengulas senyum kecil. Saat itu pikirannya benar kacau. Memikirkan bagaimana cara agar Zayyad tidak jadi membawanya pergi ke rumah sakit.
Maya menyusun piring-piring kotor itu dan membawanya ke tempat cucian piring. Lalu ia kembali dan mengambil beberapa gelas. Maya melihat Alina yang semakin tak karuan saja itu tampak menggigit jari telunjuk dengan perasaan cemas.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Maya merasa tak tahan untuk tidak bertanya.
"May!" Alina melipat kedua tangannya di
Dan disinilah mereka berada sekarang. Di ruang dokter spesialis kandungan. Dokter yang berjaga di ruang itu sama dengan dokter yang Alina jumpai tempo hari.Melihat kedatangan Alina, dokter berhijab itu mengulas senyum hangat menyambut kedatangannya, "Loh, bu Alina?" Sekilas wanita paruh baya itu melirik kearah Zayyad yang berdiri bersampingan dengan Alina, "Kali ini anda datang dengan suami Anda Bu?"Melihat itu terang saja Zayyad terkejut. Zayyad menoleh kearah Alina dengan tatapan penuh penekanan menyiratkan, 'Jadi kau sudah pernah kemari sebelumnya?'Alina membalas tatapan Zayyad itu dengan senyum tertekan. Lalu ia menoleh pada dokter kandungan itu yang masih tersenyum lembut kearahnya, "Y-ya"Mau Alina mengakuinya atau tidak. Itu tidak akan mengubah fakta kalau Zayyad saat ini berstatus sebagai suaminya."Silahkan duduk" Tawar dokter berhijab itu ramah, mempersilakan Alina dan Zayyad duduk.Tapi Zayyad yang tampak tak sabaran itu langsu
"Tapi Maa, sekarang aku masih di perusahaan" Bakri mengambil cangkir dan menuangkan beberapa sendok bubuk kopi ke dalamnya, "Kita undur saja jadi akhir pekan, gimana? "Gak bisa sayang..." Terdengar suara wanita paruh baya yang penuh kasih dari seberang, "Mama juga udah atur tempat buat pertemuan kalian berdua. Emang kamu gak bisa ya izin barang setengah hari aja dari kantor?" Bakri meletakkan ponselnya dibawah telinga dan menjepitnya dengan pundak kanannya. Tangannya terus mengangkat cangkir dan mengisinya dengan air hangat, "Bukannya gitu Ma, kemarin aku baru aja ambil cuti. Jadi, aku gak enak aja Ma, kalau harus izin cuti lagi" "Apa perlu mama datang ke perusahaan dan meminta izin langsung ke atasan mu?" "Mama, bercanda?" Seru Bakri setengah terkejut. Tangannya pergi mengambil sendok dan mulai mengaduk cangkir kopi, tak lupa ia menambah beberapa sendok gula ke dalamnya. "Sekarang juga mama siap-siap dan segera datang ke perusahaan kamu"
"Pokoknya titik. aku gak setuju kamu sama si bajingan kaku itu!" Kekeuh Alina, yang entah sudah berapa kali mengulang ucapan penuh ketidaksetujuan itu sepanjang perjalanan mereka pulang ke vila.Jika tau tadi itu Maya pergi menemui Bakri untuk suatu hal seserius pernikahan, Alina pasti akan menolak keras untuk pergi. Di matanya, Maya yang cantik nan anggun itu terlampau murni dan kerapkali naif. Alina sungguh tidak sanggup membayangkan teman tersayangnya itu kelak hancur lebur hanya karena ulah bajingan tak tau diri diluar sana."Tadi itu kami cuma ta'aruf doang. Itu kenapa aku ajak kamu ikut itu buat nemenin aku" Terang Maya. Ia jelas tau Alina sangat kesal padanya saat ini.Maya sadar, Alina selalu bersikap overprotektif mengenai pria-pria yang mencoba singgah dalam hidupnya.Yang salah satunya adalah Faqih.Juniornya yang satu itu berkali-kali mencoba mendekatinya semasa di kampus dulu, tapi Alina selalu menjadi tembok besar sebagai penghalang.
Sore harinya, Alina pergi ke dapur untuk menyeduh secangkir kopi. Ia berniat untuk membuka obrolan dengan Maya yang sekarang sedang duduk di taman belakang vila. Maya bukan tipikal orang yang betah berlama-lama dalam situasi tegang dan marah. Jadi Alina sungguh berharap pendekatannya di sore ini membuat Maya mau memaafkannya."Bubuk kopinya di mana?" Alina sudah membongkar di beberapa tempat bahkan hingga rak atas. Tapi sama sekali tidak menemukan di mana bubuk kopi mawar nya."Engga mungkin habis kan? Aku ingat masih ada beberapa kotak lagi semalam" Alina kembali membongkar tempat-tempat penyimpanan tapi hanya menemukan bubuk teh."Kau cari apa?" Zayyad berjalan ke dapur, membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin."Bubuk kopi" Jawab Alina yang masih sibuk mencari, "Perasaan semalam aku simpan disini kok gak ada ya?"Sesaat Zayyad terkesiap. Jelas ia adalah dalang dibalik hilangnya bubuk kopi Alina."Jangan bilang—" Alina terus m
"Maya, ku mohon maafkan akuu" Alina mengatupkan kedua tangannya didepan dada. Matanya yang berkaca-kaca itu memohon dengan sangat pada Maya agar mau memaafkannya.Alina sungguh tidak tahan terjerat dalam perang dingin dengan Maya. Padahal baru saja beberapa jam, tapi—Alina merasa seperti separuh hidupnya telah hilang.Maya menghela nafas berat. Sebenarnya ia sangat kecewa karena selama ini Alina sudah membohonginya. Tapi mengingat Alina melakukannya dengan terpaksa karena takut hubungan di antara mereka renggang. Maya mau tak mau, mencoba untuk mengerti."Ini yang terakhir kali ya!""Jadi, ini maksudnya kamu mau maafin aku kan?""Em""Aaa..makasih sayang" Alina memeluk Maya erat dan menjerit kegirangan. Ia tau kalau temannya yang lembut pengertian itu pasti juga tidak tahan marah terlalu lama dengannya."Janji ya ini yang terakhir?" Tegas Maya. Jujur saja, salah satu hal yang paling menyakitkan, itu adalah ketika kau di
"Kenapa? Kau ingin menyangkal kalau dia itu bukan mantan mu?" Ketus Alina. Membuat Zayyad berkali-kali menghela nafas tak percaya. Zayyad sungguh tidak tau kenapa Alina bisa berpikir begitu tentangnya."Aku normal Alina" Bantah Zayyad penuh penekanan. Ia hanya takut pada wanita, tapi bukan berarti itu membuatnya beralih orientasi terhadap pria."Kau mungkin bisa menipu publik, tapi kau tidak bisa menipu ku" Alina melipat kedua tangannya didepan dada, mengangkat kepalanya dengan pongah pada Zayyad."Aku sungguh tidak tau kenapa kau bisa berpikir begitu. Tapi jika karena rumor, itu jelas salah. Aku tidak pernah mengencani pria manapun dan hubunganku dengan Bakri hanya sebatas profesional antara bawahan dan atasan— tidak lebih" Terang Zayyad. Ia ingin meluruskan kesalahpahaman Alina mengenai orientasi seksualnya yang dari dulu hingga sekarang itu tidak pernah berubah.Ia hanya pria normal yang menyukai kecantikan sebagaimana pria pada umumnya. Jelas bu
Awalnya Alina menerima gelas itu dan menyesapnya sedikit. Mendapati itu tidak enak, Alina langsung menjauhkan mulutnya dari bibir gelas, "Aku engga mau minum ini""Kenapa?" Kening Zayyad berkerut heran."Rasanya agak aneh" Sedikit berbeda dengan susu vanilla yang Alina minum di setiap sarapan pagi. Hanya saja Alina tidak tau mendeskripsikannya bedanya seperti apa."Kau harus habiskan, ini bagus untuk janin""Zayyad, kenapa tidak kamu saja yang hamil?" Gerutu Alina kesal. Sudah bubuk kopinya disembunyikan dan sekarang ia didesak untuk minum susu aneh itu?"Diminum ya, sedikit lagi saja.." Bujuk Zayyad lembut."Engga mau" Alina menggelengkan kepalanya dengan tegas menolak."Tapi ini sungguh bagus buat kandungan mu""Kau saja yang minum""Alinaa""Aku bilang enggak mau ya gak mau" Ketus Alina bersikeras menolak. Seharian ini ia terus takluk dibawah kendali pria itu. Tapi tidak malam ini. Keukeh Alina dalam hati.
"Ugh" Sekali lagi, Alina bertindak seperti merasa mual padahal nyatanya tidak. Ia ingin melihat, apa Zayyad yang polos itu akan mengikuti permainannya? "Sini, aku bantu" Zayyad mengambil gelas susu vanilla itu dari tangan Alina. Mendapati itu, Alina menahan keras kedua rahangnya untuk tidak tertawa. Alina melihat Zayyad yang mulai meneguk susu dan dengan ragu-ragu mendekati wajahnya. Alina yang merasa tak sabar itu, langsung mencondongkan wajahnya ke depan dan menabrak mulut Zayyad lembut. Sepasang mata coklat Zayyad membulat terkejut. Tapi setelahnya, ia dengan tenang membuka mulut kecil Alina dan membantu wanita itu minum seperti tadi. Alhasil Zayyad terus mengulang adegan itu sampai ia terbiasa, tak lagi canggung dan segelas susu itupun habis. Zayyad meletakkan gelas kosong itu di meja dan mengelap bibirnya yang sudah basah dan lembab menyisakan lemak susu yang manis. Samar-samar ia masih dapat merasakan tekstur bibir kecil Alina mendominas
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan