"Untuk apa kau mengajakku bertemu?"
Cavell melangkah masuk kedalam ruang makan privat di sebuah restoran Jepang yang ada di kota Y. Ruangan didalamnya cukup nyaman dan luas. Mengambil konsep gaya makan lesehan, menggunakan desain interior minimalis khas jepang lengkap dengan sentuhan pohon sakura plastik di sudut ruang.
"Duduklah.." Bara mempersilahkan Cavell untuk duduk didepannya.
Cavell pergi duduk berhadapan dengan Bara. Melipat kedua tangannya di atas meja, ia tersenyum menyeringai berkata, "Masalah Zayyad, Hem?"
Bibir Bara berkedut, tersenyum dingin"Aku dikeluarkan dari perusahaan"
Cavell membuka mulutnya, berpura-pura seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bara yang melihat sikapnya itu, memutar bola matanya muak, "Tidak perlu memasang tampang begitu!"
Cavell tergelak, "Lalu, kau ingin aku melakukan apa hem?
Tok..tok..
Terdengar suara ketukan dari pintu.
"Masuk!" Seru Bara.
Seorang
Alina duduk manja di atas pangkuan Zayyad yang sedang bekerja. Tangannya melingkari leher pria itu, sedang kepalanya bersandar di dada bidangnya. Ia merasa nyaman setiap kali mendengar detak jantung Zayyad yang berirama dan candu dengan aroma lavender nya yang terus merasuki penciumannya. Di samping itu, Zayyad sama sekali tidak terganggu dengan keberadaan Alina disisinya. Matanya fokus dan cukup serius menelusuri isi dokumen ditangan kanannya. Sedang tangan kirinya, sesekali pergi membelai lembut kepala Alina. "Dokumen apa yang kau baca?" Celetuk Alina, merasa bosan. Zayyad menjawab, tanpa mengalihkan perhatiannya dari dokumen ditangannya, "Ini adalah proposal mengenai-" Baru beberapa kata Zayyad berbicara, Alina merasa tak tahan untuk segera memotongnya, "Tidak perlu dilanjutkan!" Zayyad menurunkan pandangannya kebawah, melihat Alina yang tersenyum cengengesan berkata, "Membosankan!" Zayyad menggelengkan kepalanya tersenyum kecil. Me
Zayyad sudah pulang ke vila sejak tadi sore. Menjelang malam, ia sama sekali tidak menemukan batang hidung Alina. Irsyad dan Erina tidak ada vila. Mereka masih luar. Hanya dia seorang yang ada di rumah besar ini. Zayyad melihat kertas post it yang ada di tangannya. Post it yang ditempel Alina di komputer kerjanya. Entah berapa kali ia sudah membaca kata-kata yang tertulis di sana dengan perasaan cemas dan khawatir. 'Zayyad..aku pergi ketemu Chana ya!' Alina sudah pergi sejak pukul dua belas siang dan belum kembali sampai sekarang. Padahal hari sudah gelap. Zayyad melirik kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan malam lewat. Ia ingin menghubungi Alina, tapi nihil— ia tidak punya kontak wanita itu. Perasaannya tidak enak sama sekali. Fakta Chana adalah istri dari Cavell, bagaimana mungkin ia dapat tenang mengetahui Alina berjalan bersamanya? Zayyad bangun dari sofa, mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Ia ya
Alina diam, tidak tau harus menjawab apa. Hatinya merasa kelu mendengar gelak tawa Chana yang cukup miris. Mengangkat gelas minumannya, ia menyesapnya sedikit. Rasanya yang sangat tidak familiar di Indra pengecap nya, membuat keningnya berkerut dalam."Ahh.." Ada rasa pekat yang masih tersisa di lidahnya, setelah ia meminumnya.Alina mengangkat gelas bening itu dan memperhatikan warna minumannya yang coklat persis seperti teh, 'Kenapa teh ini rasanya aneh sekali?'"Kau tau kenapa hari ini aku mengajak mu bertemu?" Chana lagi-lagi meneguk gelas kecil ditangannya."Kenapa?" Tanya Alina, penasaran."Itu karena Cavell yang meminta ku" Jawab Chana, menoleh kearah Alina dengan secarik senyuman samar di bibirnya.Alina terkesiap. Cavell?Chana mengangkat botolnya, tapi ketika hendak menuangka
"Sejak kapan kau datang?" Alina menoleh ke belakang, matanya terkejut menemukan Cavell yang entah kapan sudah berada dibelakangnya. Cavell tidak menghiraukan Alina. Mengangkat kakinya, Cavell menendang keras kursi yang diduduki pria paruh baya itu sampai terjungkal jatuh. "Arghh.." Pria paruh baya itu terlempar mengenaskan ke lantai dan mengerang. Sontak Chana dan Alina terkejut. "Sayang, kapan kau datang?" Chana bangun dari duduknya, mendatangi Cavell dengan langkah sempoyongan. "Berapa botol kau minum?" Cavell menahan Chana yang tiba-tiba saja jatuh kearahnya. Suaranya terdengar dingin dan tak senang. "Tidak banyak.. tidak banyak koq..he..he.." Wanita cantik itu tersenyum konyol menatap suaminya. Cavell terus memalingkan wajahnya kearah Alina, "Kenapa tidak melarangnya?" "Aku sudah, tapi istri mu itu tidak mau mendengar ku" Ketus Alina sembari menggelengkan kepalanya yang terasa semakin berat. Cavell men
Setelah menemukan ponselnya, Alina mengambil Jempol kanan Zayyad untuk mengaktifkan kunci pengaman agar ia dapat mengakses ponsel pria itu. Setelahnya, ia langsung mencari kontak Bakri dan segera menghubunginya. "Assalamu'alaikum pak Zayyad..." Terdengar suara sopan Bakri menjawab panggilan. "Bakri aku akan segera mengirimkan lokasinya pada mu, segera datang kemari. Tolong cepat ya.. Zayyad pingsan" Alina terus berbicara dengan panik. Tanpa menunggu jawaban dari Bakri, ia terus memutuskan panggilan dan meng-share lokasinya pada asisten pribadi Zayyad itu. "Zayyad.. Zayyad" Alina menepuk-nepuk pelan pipi Zayyad, berusaha menyadarkannya. Tapi matanya tetap terpejam tidak merespon panggilannya. Tidak tau kenapa, di samping kepalanya yang terasa berat, tiba-tiba Alina merasa sekujur tubuhnya mulai terasa gerah dan panas. "Ah, kenapa panas sekali!" Alina mengibas-ngibaskan tangannya ke wajahnya, rasa panas itu membuatnya seakan ingin segera melepas
Sepanjang perjalanan, Alina yang duduk di bangku depan tepat di samping Cavell yang mengemudi, kepalanya terus terkulai ke kepala kursi dalam keadaan mata terpejam. Cavell yang fokus menyetir, sesekali menoleh pada Alina. Cavell melihat kedua belah pipi Alina yang tirus, sudah memerah seperti buah persik. Cavell tau kalau Alina mabuk. Alina yang berhijab, pasti tidak pernah menyentuh atau bahkan mengkonsumsi alkohol sebelumnya. Cavell menghentikan laju mobilnya ketika melihat lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Bersamaan dengan itu Cavell mendengar suara lirih Alina yang merintih kepanasan. "Panas.." "Ahh..hah..panas.." "Hah..hah..kenapa panas sekali?" Alina tidak membuka matanya. Hanya bibirnya yang bernoda darah itu terus merintih dan mendesah kepanasan. Cavell melirik kearah Alina yang sudah bersiap untuk menanggalkan pashmina yang membalut leher dan kepalanya. Cavell dengan sigap mencegahnya, "Tidak di sini.." Cavell menahan tangan Al
Detik itu, mata elang Cavell menyala-nyala. Sekujur tubuhnya menegang. Perasaan yang menggelitik dari jari-jemari kecil Alina yang mempermainkan permukaan bibirnya, menghasilkan rasa panas yang mulai menjalar ke seluruh sel saraf dalam otaknya, membuatnya merasa begitu bergairah. "Kau ingin aku puaskan seperti apa, hem?" Mata elang Cavell tersenyum dingin, jari-jemarinya mulai menari pelan di atas permukaan wajah Alina yang halus. Alina yang masih dalam keadaan mabuk, retinanya menangkap seseorang yang sedang menatap wajahnya saat ini adalah Zayyad. Tapi Alina melihat itu bukanlah tatapan menggoda Zayyad yang seperti biasanya. Tatapan itu dingin dan penuh hasrat, "Zayyad..kenapa kau terlihat berbeda sekali malam ini?" Cavell mencengkram seprai ranjangnya, mendengus kesal. Lagi-lagi Zayyad. Apakah Alina begitu mencintai pria lemah yang sangat tak tertolong itu? Lagipula wanita yang agresif seperti Alina sangat tidak cocok dengan pria gynophobic seperti
Zayyad melangkah terburu-buru keluar dari vila. Tapi setiba di depan halaman kediamannya yang luas, langkahnya terhenti melihat mobil roll Royce hitam miliknya tidak terparkir didepan. Mendengar langkah cepat yang datang dari belakangnya. Zayyad berbalik, melihat Bakri yang membungkuk dengan nafas tersengal-sengal."Pak..hah..hah.." Langkah Zayyad cukup cepat, Bakri bahkan harus berlari untuk mengejarnya."Mobil anda masih di sana. Nanti saya akan menyuruh seseorang untuk membawanya pulang. Bagaimana jika saya yang—""Berikan kunci mobil mu!" Potong Zayyad.Tatapannya yang terlihat suram, membuat Bakri menyadari satu hal— dia sudah melakukan kesalahan malam ini, karena meninggalkan Alina di bar begitu saja."Baik pak!" Bakri merogoh saku celananya, menyerahkan kunci mobilnya pada Zayyad."Hadi tolong buka pintu pagarnya.." Seru Zayyad. Kaki panjangnya dengan cepat menggapai sedan putih milik Bakri."Siap pak!" Hadi ber