Jam di dinding lobi hotel menunjukkan pukul 11.05. Itu berarti sekarang di Jakarta pukul 13.05. Raya, sahabatku mungkin tengah makan siang bersama keluarganya.
Ah … Raya. Aku rindu. Sudah lama tidak bertemu dengan sahabat kecilku.
Mengingat Raya, semakin membuatku merasa bosan sendirian. Rasa kesepian kadang menyelimuti, tapi setidaknya hari ini Ayah datang. Itu sedikit mengobati rasa kesepianku.
Di mana Ayah? Aku sudah bosan setengah mati menunggu di sini.
Aku beranjak dari kursi menuju meja resepsionis.
“Selamat siang, Apakah tamu atas nama Patrisia Eidween menginap di sini?”
Wanita muda berparas cantik dengan balutan seragam karyawan itu menghentikan kegiatan
Aku menggunting perekat yang membungkus kotak. Kubuka perlahan dan melihat isinya. Benda ini berupa gagang seperti huruf S. Aku mengangkatnya perlahan. Keningku mengkerut. Sebuah gagang pemutar kaca jendela mobil telah dikirimkan untukku.Untuk apa ini?Aku tak tahu siapa pengirimnya dan untuk apa. Namun, firasatku menyatakan benda ini harus aku bawa, kemudian gagang itu aku masukan ke tas di bagian dalam. Sebuah foto teraba oleh kulit tanganku. Aku mengambil salah satunya.Foto itu membuatku bergidik. Bagaimana seseorang bisa mengambil foto di rumahku tanpa diketahui. Nampaknya, saat ini aku mulai tidak aman berada di rumah sendiri. Aku kembali mengamati foto itu, kemudian teringat akan Alee.Ah iya … Alee. Semua kejadian ini bermula setelah pertemuanku den
Rasa penasaran menggelitik di pikiran. Aku segera bergegas ke kamar mandi dan menyalakan kran air pada wastafel. Jantungku melonjak kaget, ketika kuputar kran, rupanya air itu tidak mengalir sama sekali, seperti rumah yang telah lama tidak berpenghuni.Ketika perasaan bingung melanda logika, Alee keluar dengan celana jeans dan jaket merah.“Mau minum?” Ia menenteng dua buah minuman kaleng.“Foto siapa ini?” Aku menantang Alee dengan pertanyaan.“Itu keluargaku di desa,” jawabnya tanpa beban.“Kalau begitu, tolong tunjukkan padaku. Bukalah foto ini!”Aku menyodorkan bingkai foto pada Alee.
Aku menoleh ke belakang. Rupanya van itu masih membuntuti kami.Alee mengarahkan mobil ke jalan utama yang menurun. Badanku terhentak ketika Alee memaksa mobil melaju di atas 100 meter/jam dan ban membentur pengaduh jalan.Di jalanan utama mulai terlihat beberapa mobil berlalu lalang. Namun, tak membuat Alee memperlambat kecepatan mobilnya. Ia terus memacu mobil semakin memasuki jalanan yang ramai.Benar saja. Mobil van itu mulai memperlambat kecepatannya dan semakin tertinggal jauh. Mereka tidak lagi mengejar kami.“Alee, mereka berhenti mengejar kita.” Aku menepuk pundaknya dengan girang. “Kamu berhasil!”Alee hanya menampakkan wajahnya yang semringah tanpa jawaban. Ia terus memegang kemudi dan
Keringat dingin lagi-lagi membasahi telapak tangan. Kali ini jantungku benar-benar akan melompat keluar. Kini, mobil berjalan lurus mengarah ke persimpangan. Sayangnya, aku tak bisa mengendalikannya. Tak kurang dari lima menit, aku yakin mobil ini akan melanggar sisi-sisi jalan dan tercebur ke dalam kanal. Cepat-cepat aku memasang sabuk pengaman di pinggang. Aku sempat menoleh kepada sopir yang berada di belakang mobil. Ia tampak berdiri di kejauhan dan hanya menatap ke arah mobil. Jantungku bertalu semakin kuat. Tubuh tersentak keras kala mobil menabrak sisi-sisi kanal dengan tinggi tak lebih dari sebetis. Bruuggg! Aku melihat langit dalam beberapa detik dari kaca depan mobil sebelum akhirnya menerjang
Laki-laki itu sempat limbung tetapi kemudian ia bisa mengendalikan tubuhnya. Tangan kirinya tengah menggenggam sebotol minuman yang kutaksir sebagai minuman beralkohol. Ia kemudian mencengkam kedua pundak dan mendorongku. Aku membuka mulut lebar dan melengking berteriak histeris. Tanganku berusaha mendorong wajahnya yang berjenggot dengan kekuatan yang tersisa. Posisi yang lemah membuat ia leluasa menindih tubuhku yang kelelahan karena melewati hari yang panjang. Kedua tangannya mengunci kedua tanganku, sementara tubuhnya menduduki perutku. Tekanannya membuat punggungku terasa sakit. Aku berusaha melawan sebisa mungkin dan terus meronta. Tangnaku berhasil lepas dari cekalannya. Segera kujampak rambutnya yang tertutup kupluk. Tak banyak yang bisa kuperbuat, karena cengekraman tanganku terlep
“Lantai ini kosong sejak setahun yang lalu. Belum ada pihak yang mau menyewa tempat ini selagi pengembang belum memperbaiki saluran air AC dan kamar mandi yang bocor.”“Tidak mungkin!” Aku mengusap rambut dengan frustasi.Pertanyaan berkelebatan di pikiran. Bagaimana bisa kantor kosong dalam waktu dua hari.“Nyonya, sesuai dengan laporan, kantor ini telah lama kosong. Apakah kami perlu mengantar Nyonya untuk pergi ke dokter?”Owh tidak … tidak. Aku sedang tidak bermimpi. Aku yakin kemarin lusa berada di sini.“Tidak, terima kasih. Mungkin aku perlu istirahat,” ucapku dengan kepala berdenyut.“Kalau begitu, sa
Aku berjalan lebih dulu, diikuti olehnya. Mataku berlarian ke segala penjuru, mencari kesempatan untuk kabur. Penglihatanku menangkap peluang saat melihat vas bunga. Cekatan, aku mengambil vas, berbalik lalu melemparkan ke arahnya. Spontan, ia menghindar, lalu aku menghujaninya kembali dengan hiasan keramik yang lain.Kemudian, aku segera berlari keluar, berhenti di depan pintu lalu mengambil lampu model topi bergagang. Aku mengayunkan lampu sekeras mungkin ke arahnya dan mengenai perut Matt.Matt mundur satu langkah lalu merunduk. Tangannya memegang perut dengan ekspresi wajah meringis.Tanpa ampun, tanganku sigap mengambil hiasan guci paduan keramik dan besi yang berada di lorong kamar. Aku menghantamnya dengan keras ke arah tengkuk hingga Matt terjatuh. Pistolnya terlepas dari genggaman dan terpental tak ja
Aku bangkit dari duduk dan berjalan menuju ke atas. Tanganku berpegangan pada railing tangga dan menyusurinya perlahan, bersamaan dengan langkah kaki yang konstan. Lalu, tanganku menggenggam handle pintu dan memutarnya. Perlahan, aku mendorong pintu hingga seisi ruang kamar terlihat jelas oleh netraku.Namun, yang menjadi sumber kecemasanku di bawah tadi telah raib. Tak ada bekas tubuh siapapun di kamar. Jejak perkelahian antara Matt denganku kemarin nyaris tak berbekas.Mataku menyisir semua benda-benda di dalam kamar. Semuanya tersusun rapi dan berada di tempatnya dengan baik.Tanganku menggapai vas bunga yang tertata di meja. Utuh