Share

Bab 14 Merampas

Penulis: Rachma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-21 23:17:30

"Astagfirullahalazim." Aku yang baru saja memejamkan mata, seketika membuka mataku setwlah mendengar suara mbak Sinta yang cukup keras.

"Ibu itu bagaimana sih! Bisa kerja apa enggak! " Suara mbak Sinta terdengar lagi. Saat aku menajamkan pendengaranku, sepertinya mbak Sinta sedang membentak ibuku. Segera aku beranjak dari kasur ku menyambar kerudung instan di sampingku dan langsung keluar kamar.

"Lagi-lagi Ibu ngerusakin baju kesayangan aku! " Aku segera berlari ke arah kamar belakang tempat cucian baju, karena arah suara mbak Sinta dari sana.

"Maafkan Ibu, Nak. Ibu nggak sengaja, tadi Ibu tinggal sebentar karena ada seseorang yang mengetuk pintu depan. " Aku yang baru saja sampai di kamar belakang, seketika membelelakan mata melihat ibuku tertunduk di depan mbak Sinta yang sedang berkacak pinggang dengan mata yang melotot melihat ke arah ibuku.

"Halah, alasan terus Ibu ini!" ucap mbak Sinta lantang.

"Mbak Sinta! " Mbak Sinta langsung menoleh ke arahku yang berjalan mendekat ke a
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 15 Menghindar

    Bab 15"Zahra! " Aku yang sudah akan melangkah menuju kamar, seketika berhenti mendengar bentakan mas Dika. "Ada apa lagi? " tanyaku tanpa menoleh ke arah mas Dika berada. "Kamu itu kalau bicara di jaga. Apalagi kalau bicara dengan orang yang lebih tua, " ujar mas Dika yang membuatku tersenyum miring kemudian berbalik menghadap ke arah mas Dika. Terlihat mbak Sinta yang tersenyum sinis duduk di samping mas Dika dengan bergelayut di lengan mas Dika. Ish, rasanya aku jijik melihatnya. "Aku tau kok, Mas. Masalah itu. Mas Dika nggak usah repot-repot ingatin aku masalah sopan kepada yang lebih tua. Lebih baik mas Dika ajari saja istri tersayangmu itu, agar bisa punya tata krama, " ucapku sinis. Mengingat apa yang di lakukan mbak Sinta kepada ibuku. Dimana ibuku adalah orang yang lebih tua yang seharusnya bisa dihormati, bukan seperti mbak Sinta yang berbuat semena-mena kepada ibuku, dan juga tak ada sopan santun kepada ibuku. "Maksud kamu apa, Zahra? " tanya mas Dika dengan alis bert

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 16 Zahra tak pulang

    Pov Dika"Nak, kamu tahu Zahra pergi kemana? Kok Ibu cari di kamarnya nggak ada ya? " tanya ibuku saat aku sedang makan malam bersama anak dan istriku. Tadi setelah menyajikan makanan di meja makan, ibu tak langsung duduk bersama aku dan Sinta yang sudah terlebih dulu duduk di kursi meja makan, ibuku pergi ke kamar Zahra. Kalau ibu tak mengetahui Zahra kemana, berarti tadi Zahra pergi tanpa berpamitan. Ish, dasar anak itu. Sebenarnya tadi aku merasa sedikit bersalah saat aku tak sengaja menampar Zahra. Tetapi sepertinya itu memang harus aku lakukan agar dia bisa di didik dengan benar. Pergaulan anak jaman sekarang memang harus di perhatikan. Apalagi Zahra seorang perempuan yang harus ekstra pengawasannya. "Pah, kok bengong sih. Itu, Ibu tanya, " ucap Sinta lembut sambil memegang lenganku. "Eh, iya. Maaf, " ucapku sembari tersenyum. "Tadi sore Zahra keluar, Bu. Mungkin ke rumah temannya itu, soalnya dia juga nggak pamit sama aku, Bu, " jawabku jujur kemudian melanjutkan menyuap ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-02
  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 17 Sinta Terpegok

    Pov Dika "Ibu taruh berapa sendok gula ke dalam gelas ini, ha? "Aku yang sedang melangkah perlahan menuju ke pintu depan, bisa mendengar suara Sinta yang tak seharusnya dia berkata seperti itu pada ibuku. Aku tak langsung memergoki mereka, ingin tau lebih banyak apa yang terjadi saat ini. "Maaf, Nak. Ibu tadi kurang fokus, Nak. Ibu masih memikirkan Zahra, " ucap ibuku yang terdengar seperti gemetar. "Halah, alasan! Cepat buatkan aku minum lagi! "Sudah tak tahan dengan sikap Sinta pada ibuku, aku mempercepat langkah dan memasuki rumah. "Sinta! Apa yang kau lakukan!? " bentakku setelah masuk ke dalam rumah. Dan mendapati Sinta duduk di kursi ruang tamu, sementara ibu berdiri sambil membungkuk mengambil cangkir di meja. "M-Mas Di-Dika, " ujar Sinta gugup. Aku segera melangkah mendekati ibuku yang masih setia memegang cangkir di tangannya. Segera ku ambil cangkir itu dari tangan ibuku. Sungguh tak menyangka Sinta tega berbuat seperti itu kepada ibuku. "M-Mas Dika kok u-udah pula

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-10
  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 18 Dasar tak tau diri!

    "Manda! Zahra! Ayo sarapan dulu, Ibu udah masak nasi goreng! "Terdengar suara Bu Nina, ibu dari Amanda memanggil kami untuk sarapan. Yah, tadi malam aku menginap dirumah Amanda. Aku bersyukur punya sahabat seperti Amanda, dia mengerti situasini yang sedang aku alami. Bahkan ibu dan juga bapaknya tak masalah kalau aku menginap di rumahnya. "Ayo, Ra. Kita sarapan dulu, " ajak Amanda yang sedang membenahi hijabnya. Aku yang dari tadi duduk memperhatikan Amanda langsung mengangguk mengiyakan ajakannya. Hari ini jadwal kami libur kerja dan juga kuliah. Rencananya nanti kami akan mencari kebutuhan ospek yang kemarin disampaikan saat ospek hari pertama. Aku dan Amanda keluar dari kamar, kemudian bergabung dengan semua keluarga Amanda yang sudah duduk di tikar depan televisi. "Kak Zahra tadi malam bisa tidur kan? " tanya Sekar, adik dari Amanda. Aku yang sedang menyuap nasi ke dalam mulut seketika mengernyit bingung dengan pertanyaan Sekar itu. "Iya, nyenyak kok, " jawabku setelah men

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 19 Pemuda menyebalkan

    "Aku samain aja sama kamu, " ujar pemuda itu datar. Aku yang melihat pemuda itu seketika menjadi kesal. Gara-gara dia aku hampir saja jatuh dari sepeda motor. Ya, pemuda itu adalah pemuda yang sama yang menyebrang jalan seenaknya sendiri. Bahkan saat membuat aku dan Amanda hampir jatuh, pemuda itu tak meminta maaf bahkan langsung pergi saja. "Mbak, " panggil pemuda berambut ikal itu yang membuatku seketika tersadar dari pemikiranmu tentang pemuda yang dipanggil Ray itu. "Oh, sudah, itu saja? " tanyaku mencoba bersikap biasa. "Iya, Mbak, " jawab pemuda berisi. "Baiklah, ditunggu sebentar ya, " ucapku menyunggingkan senyuman. "Yang cepet. Jangan lama, " ujar datar pemuda menyebalkan itu sebelum aku berbalik badan. Aku mencoba menanggapi dengan senyuman yang aku paksakan. Aku masih ingat kalau aku disini bekerja sebagai pelayan. Dan yah, dia adalah pelanggan kami yang harus dilayani dengan baik. Kalau tak ingat aku bekerja disini, mungkin sudah ku tonjok dia. Ish, sungguh kesal s

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 20 Kenapa harus pulang sih?

    Pov Sinta"Biar aku saja, " ucapku penuh penekanan sambil merebut pekerjaan menyiapkan makan malam. "Nggak apa-apa, Nak. Biar Ibu saja, " ujar ibu mertua lembut. "Nggak usah. Aku saja, " ujarku menatap tajam ke arah ibu mertuaku. Terlihat ibu mertuaku langsung menunduk kemudian keluar dari dapur. Cih, dasar cengeng. Sebenarnya aku tak sudi melakukan pekerjaan rumah seperti ini. Tetapi gara-gara kemarin aku harus berpura-pura baik kepada ibu mertuaku agar mas Dika tak memarahiku lagi. Sungguh sial nasibku kemarin. Baru pertama kali aku di bentak oleh Mas Dika. Padahal sebelumnya mas Dika begitu tunduk kepadaku. Apapun kemauan ku pasti akan dituruti olehnya. Ish, aku merasa sangat kesal. Ini semua gara-gara Ibu mertuaku yang tak becus ngerjain sesuatu. Dan tak kusangka saat aku membentak ibu mertua, mas Dika tiba-tiba datang dan memarahiku. Jadi terpaksa untuk menghindari kecurigaan mas Dika, aku harus melakukan pekerjaan rumah yang biasanya dikerjakan oleh ibu mertua. Padahal seh

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-22
  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 21 Berputar dalam pikiranku

    Pov Rayhan"Haish, kenapa aku jadi kepikiran cewek itu sih, " gumamku sambil memijat pelipisku. "Kamu kenapa, Ray. Sakit? " tanya Angga sahabatku. "Enggak kok, Ngga. Cuma sedikit pening aja, " ucapku berbohong. Tak mungkin kan aku jujur mengatakan kalau aku tiba-tiba kepikiran cewek yang kemarin jadi pelayan di rumah makan tempat kami berkumpul kemarin. "Kamu istirahat aja dulu, Ray. Biar nanti para mahasiswa baru aku yang urus sama anak-anak yang lain, " ujar Johan, salah satu sahabatku juga. Aku, Angga dan Johan sedang berada di kantin. Menyiapkan energi untuk nanti mengospek para mahasiswa baru. "Udah tenang aja kalian. Aku nggak apa-apa kok, " ucapku menenangkan. "Semua persiapan sudah beres, kan? " tanyaku lagi. "Sudah, Ray. Kamu tenang aja, " ujar Angga kemudian menyantap sarapannya. Aku, Angga dan juga Johan adalah salah satu senior yang di tugaskan untuk mengatur jalannya ospek ini. "Ya sudah kita habiskan sarapan kita, setelah itu kita cek anak-anak yang sedang ospek

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-28
  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 22 Terimakasih,Bu.

    "Ish, apaan sih. Kenapa cowok nyebelin ini pakai berhenti disini sih, " gumamku dalam hati. "Heh, kamu dengar aku bicara nggak sih? " tanyanya datar. "Eh, iya, Kak. Aku nungguin temanku yang baru ambil sepeda motor di parkiran, Kak, " jawabku mencoba ramah. Kalau tak ingat dia adalah ketua panitia ospek, tak sudi lah aku bicara ramah dengannya. Ish, dasar cowok nyebelin. "Oh." Hanya satu kata yang dia ucapkan, setelah itu dia berlalu meninggalkanku. "Dasar cowok nyebelin! " teriakku saat cowok itu pergi dengan sepeda motor nya. Aku langsung menutup mulutku ketika tiba-tiba dia menoleh ke belakang. Entah ekspresi apa yang ditunjukkan padaku, sebab wajahnya yang tertutup oleh helmnya. "Kamu kenapa, Ra? "Aku terlonjak karena tiba-tiba Amanda sudah berada di belakangku dengan menaiki sepeda motornya. Kapan dia datang? Kenapa aku tak mendengar suara sepeda motor nya. Apa gara-gara aku mengumpat cowok nyebelin itu? "Woi! " teriak Amanda di depan wajahku yang membuat aku sedikit ter

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-02

Bab terbaru

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 45

    Pov Zahra"Ya Allah, berikan kesembuhan pada Ibuku, " doa yang aku panjatkan sejak tadi. Hatiku rasanya diliputi perasaan cemas, gelisah, dan marah sekaligus. Cemas dan gelisah memikirkan kondisi ibu yang sekarang berada di ruang UGD karena kondisi kesehatan ibu menurun dan harus segera ditindaklanjuti. Dan aku menahan amarah pada Mas Dika dan juga istrinya. Karena mereka kondisi ibu yang semula sudah membaik berubah seketika sejak kedatangan wanita itu. Aku duduk sendiri di depan ruang UGD. Tadi mas Dika sebenarnya ingin ikut menemaniku disini. Tapi karena hatiku sedang emosi aku mengusirnya. Entah sekarang dia berada dimana aku tak peduli. Sekarang yang kubutuhkan hanya sendiri, menenangkan hati dan berdo'a untuk kesembuhan ibu. Aku benar-benar takut jika sesuatu yang paling buruk menimpa ibuku. Aku takut kehilangan ibu, hanya dia yang aku punya sekarang ini. Kakak? Entahlah, aku seperti tak memilikinya semenjak

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 44

    "Bu ..., Ibu sudah sehat? " sapa Sinta pada ibu yang masih memalingkan mukanya. "Bu, " panggil Sinta lagi, tapi tak di tanggapi oleh ibu. "Bu, Sinta kemari ada yang mau di sampaikan pada Ibu. " Aku berusaha membujuk ibu agar mau melihat kami. "Kenapa kamu ajak dia kesini, Nak? " tanya ibu yang masih memalingkan wajahnya. "Sinta mau minta maaf, Bu, " ucap Sinta. "Nggak ada yang perlu di maafkan, semua memang salah Ibu, " ucap ibu dengan suara bergetar. "Tapi, Bu .... " ucapku terjeda, dengan ucapan ibu. "Nak, bawa dia pergi dari hadapan Ibu. Ibu mohon, Nak. Ibu takut. Ibu .... Aarrggh .... Jangan, Nak. Ibu mohon, jangan sakiti Ibu lagi. Ibu sudah lelah, Nak. Jangan bentak Ibu lagi .... " Ibu berteriak ketakutan yang membuatku menjadi panik. "Ibu, tenang, Bu, " ucapku mencoba menenangkan ibu. "Jangan, Nak! Ibu mohon jangan lagi!" teriak ibu semakin menjadi. Kali ini ibu tampak menutup wajahnya dengan kedua lengannya, seperti benar-benar ketakutan. Aku yang panik langsung kelu

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 43

    Bab 43Pov Dika"Kita ke rumah sakit sekarang! " ujarku datar kepada Sinta yang sedang menonton televisi. Dari tadi malam, aku mendiamkan Sinta. Ada rasa sakit hati setelah mengetahui apa yang diperbuat oleh Sinta pada ibuku. Bukankah aku sudah melimpahkan kasih sayangku kepadanya? Tapi kenapa dengan teganya dia, istriku yang paling aku cintai mejadikan Ibuku menjadi seorang pembantu. "Emm ..., mau ngapain kita kerumah sakit, Mas? " tanyanya yang membuatku mengernyit. Dia lupa, apa pura-pura lupa dengan apa yang dia ucapkan malam itu, kalau dia akan minta maaf pada ibuku. Aku menghela nafas kasar, mencoba mengontrol emosiku. "Kamu lupa kalau kamu mau minta maaf pada Ibuku? ""Oh, i-itu ..., harus sekarang ya, Mas? Nggak nunggu Ibu pulang dari rumah sakit aja? " tanyanya yang membuat hatiku menjadi panas. "Sekarang! Atau kamu mau aku ....""Baiklah, Mas. Aku siap-siap sekarang, " ujarnya cepat, kemudian bangkit dan berjalan ke arah kamar kami. Tapi sebelum masuk ke kamar kami, Si

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 42

    Bab 42Pov Dika 2"Ada apa Mas? Kenapa sepertinya ada sesuatu yang penting? " tanya Sinta yang sudah duduk di ujung ranjang kamar kami. Sememtara anak-anakku masih berada di depan televisi. Aku mengajak Sinta ke kamar agar anak-anakku tak mendengar keributan kami nanti. "Eh, tapi tunggu, Mas. Aku mau cerita, masak si Ratih itu hamil di luar nikah. Nggak nyangka aja ya kalau .... ""Sudah berapa kali kamu berbuat buruk kepada Ibuku? " tanyaku tak memedulikan pertanyaan Sinta yang menurutku tak lebih penting dari apa yang akan aku sampaikan. "A-apa? Mas bi-bicara apa sih? " Sinta tampak gugup. "Sudah berapa kali kamu berbuat buruk pada Ibuku? " tanyaku dengan nada meninggi. "A-aku ng-nggak pernah berbuat buruk pada Ibu, Mas, " ucap Sinta tergagap. "Jangan bohong! " bentakku dengan nafas memburu.Sinta tampak terkejut dan menatapku takut. "Cepat jawab! " desakku lagi. "Iya! " teriak Sinta akhirnya. "Aku memang meminta Ibu kamu mengerjakan pekerjaan rumah,dan juga aku menjadikan I

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 41

    Pov Dika"Mas, kamu sudah pulang? Bagaimana kondisi Ibu? Ibu baik-baik saja, kan? "Aku yang baru saja masuk ke dalam rumah langsung di berondong pertanyaan Sinta yang ternyata belum kembali tidur. "Kenapa belum tidur? " tanyaku datar, tanpa menjawab pertanyaannya. Aku bingung harus bersikap seperti apa kepada istriku ini. Haruskah aku percaya pada ucapannya yang mengatakan dia tak pernah berbuat jahat pada ibuku, ataukah ucapan Zahra tentang Sinta yang benar? Aggh rasanya aku begitu pusing memikirkan ini semua. "Aku khawatir dengan kondisi Ibu, jadi aku tak bisa kembali tidur, " ucapan Sinta membuatku menatapnya. Tetapi tak kutemukan raut kesedihan di wajahnya. Hanya seperti ..., sedih yang dibuat-buat. "Duduk dulu, Mas. Kamu pasti capek, kan? Biar ku buatkan teh hangat untukmu, " ujar Sinta lembut sembari menuntunku duduk di depan televisi. Sinta berlalu menuju dapur, sementara aku mengusap wajahku kasar. Apa mungkin Sinta yang lemah lembut seperti itu bisa tega melukai hati ib

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 40

    "Sudah, Zahra. Ibu pasti akan baik-baik saja, " ucap mas Dika yang duduk di sebelahku. "Ini semua gara-gara istri kamu itu, Mas, " ujarku lirih tanpa menoleh ke arah mas Dika. "Apa maksud kamu, Zahra! " ucap mas Dika dengan nadatau tinggi membuat beberapa orang yang duduk tak jauh dari kami menoleh menatap ke arah kami. "Ya! Ibu sakit seperti ini karena ulah istri yang kamu cintai itu! " bentakku tak kupedulikan tatapan aneh yang dilayangkan oleh pengunjung rumah sakit lainnya. Ya, kami sedang berada di ruang tunggu rumah sakit. Sementara ibu sedang di tangani di IGD. "Mohon maaf Mas Mbak. Tolong jangan buat keributan di sini ya. Takut menganggu pasien lainnya, " ucap suster yang sudah berdiri di depan kami. "Baiklah, Sus. Kami minta maaf, " ucap mas Dika. Sementara aku memilih diam menenangkan diri. "Kenapa kamu bisa bicara seperti itu, Ra? " tanya mas Dika yang nampaknya sudah lebih tenang. "Coba saja Mas Dika tanya sama istri kamu itu, Mas. Apa yang dia lakukan kepada Ibu,

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 39

    "Siapa kira-kira ya? Kenapa dia tau aku sedang bersedih? Apa mungkin Amanda? Tapi kenapa tiba-tiba dia ganti nomer? Ah, mungkin saja dia kehabisan kuota lalu pinjam ponsel adiknya, " gumamku lalu mengetik balasan untuk pesan itu. [Iya, Man. Terimakasih, ya. Maaf tadi aku ninggalin kamu, ]balasku dengan disertai emoticon wajah sedih. Pesan yang aku kirim langsung centang dua biru, dan tak lama ada tulisan mengetik pada profilnya. [Man? Maksudnya? ]Aku mengernyit kenapa Amanda membalas seperti itu? Atau jangan-jangan dia bukan Amanda? Tapi siapa? Hanya Amanda yang tau aku sedang bersedih. Aku sudah akan mengetik balasan pesan itu, sampai terdengar suara lirih ibu memanggilku. "Nak? Zahra? Apa itu kamu? " panggil ibu lirih, segera aku beranjak dari duduk ku dan mendekat ke ranjang ibu. "Iya, Bu. Ini Zahra, Bu. Ibu butuh sesuatu? " tanyaku sendu. "Nak, tolong jangan tinggalkan Ibu sendiri ya. Ibu takut, " ucap lirih ibuku dengan mata yang sayu. Aku menaikkan satu alis, ada apa de

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 38

    "Assalamualaikum! Ibu! " seruku sembari terburu-buru masuk ke rumah. Setelah mendapat kabar dari mas Dika tadi, aku yang baru selesai bekerja langsung berlari ke jalan raya mencari taksi atau tukang ojek. Karena hari sudah larut malam, tak ada satupun taksi yang lewat. Bahkan dari tadi aku mencoba memesan taksi online, tapi tak juga ada yang menyahut. Tapi tiba-tiba kak Rayhan datang dan menawari ku untuk mengantarku pulang. Karena kekhawatiranku terhadap ibuku, aku berusaha menghilangkan kekesalanku kepada kak Rayhan. Aku di antar kak Rayhan pulang menaiki sepeda motornya. Tak ada percakapan selama perjalanan, pikiranku dipenuhi oleh kekhawatiranku terhadap ibuku. Sampai di depan rumahku, aku langsung turun dari sepeda motor kak Rayhan. Dan karena aku semakin cemas dengan kondisi ibu, aku lupa untuk berterimakasih kepada kak Rayhan, karena aku langsung berlari masuk ke dalam rumah. Tak menunggu jawaban salamku dari dalam rumah, aku segera melangkah menuju kamar ibu. Melewati ru

  • Ibuku Bukan Pembantumu, Mbak!   Bab 37

    Pyar"Zahra? Ada apa ini? " tanya bu Lina yang tampak terkejut mendengar suara gelas terjatuh. "Emm, maaf, Bu. Saya nggak sengaja mecahin gelas, " ucapku merasa bersalah. Entah kenapa tiba-tiba tanganku merasa gemetar dan tak sengaja menjatuhkan gelas yang sedang aku bawa dalam nampan. Dan entah kenapa juga perasaanku menjadi tak enak seperti ini. Ada apa sebenarnya denganku ini? "Kamu sakit, Ra? " Pertanyaan bu Lina menyadarkanku dari pemikiranku. "Oh, enggak kok, Bu. Saya sehat-sehat saja. Cuma tadi sedikit kurang fokus saja, " ujarku mengulas senyum. "Kalau sakit lebih baik kamu istirahat dulu saja, Ra. Kebetulan kan pelanggan hari ini tak terlalu banyak," ucap bu Lina kemudian. "Enggak apa-apa kok, Bu. Saya masih bisa bekerja kok, " jawabku meyakinkan. Mungkin karena banyak pikiran jadi aku sedikit kurang fokus tadi. Tapi kenapa aku jadi kepikiran tentang ibu ya. Sudah lama juga aku tak berkomunikasi dengan beliau. Semoga beliau sehat-sehat selalu. "Ya sudah kalau begitu s

DMCA.com Protection Status