Share

Caranya Nyari Bunda

Penulis: Apri April
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Berita mengenai Alex yang akan membuka hati telah sampai ditelinga keluarga besar. Alika adalah pelakunya. Ia menyampaikannya kepada Mamah dan Papah serta adiknya. Namun berita tersebut bukanlah berita buruk. Sang Nyonya menelpon segera anak sulungnya yang tengah bekerja dan mendukung apapun yang anaknya itu lakukan. Ia juga menanyakan perihal cucu kesayangannya yang tak lain adalah Eiger.

Tentu saja Alex mengatakan yang sejujurnya. bahwa Eiger lah yang menginginkannya. Anaknya itu yang meminta izin untuk mencari Ibu baru.

"Mestinya kamu yang nyari, Lex. Tapi apapun itu karena sekarang kamu nggak sendirian jadi harus atas dasar kecocokan kamu dan Eiger. Namun saran Mamah yang bisa sayang Eiger dan Eiger juga nggak canggung sama calon ibunya."

"Eiger yang nyari, Mah." Alex mengingatkan, bahwa bukan dirinya lah yang benar-benar menginginkan itu.

Cuaca hari ini panas cerah terlihat di jendela kaca kantornya. Beruntung jadwal hari ini tak begitu padat. Alex masih bisa menerima telepon dari Mamahnya.

Namun suara ketukan pintu membuyarkan dirinya yang sedang mengamati gedung-gedung tinggi dari jendela kaca. Laki-laki berpakaian rapih kantoran itu lantas menoleh melihat siapa gerangan si pengetuk.

"Maaf pak, menganggu ..."

Sang sekretaris menunduk hormat sembari membawa tumpukan dokumen. "Izin memberikan dokumen dari manajer marketing."

"Iya, taruh di meja saja Res."

Lantas sekretaris tersebut melaksanakan apa yang diperintahkan. Suara Mamahnya berhenti sejenak memberikan wejangan, membuat Alex menghela nafasnya.

Ia kembali duduk di kursi kebesarannya setelah sekretarisnya pergi kembali bekerja.

"Lex, kamu juga yang harus cari. Apa iya soal seperti ini kamu limpahin ke Eiger saja, meski cucu Mamah mulai besar tapi dia masih sepuluh tahun yang mungkin dia hanya memikirkan rasa sayang yang dia butuhkan, jangan sampai cucu Mamah terjebak sama wanita yang hanya pura-pura saja, kamu harus mengawasi Eiger juga."

Memang benar perkataan Mamahnya, namun sedikit masalah bahwa Alex tak bisa membohongi dirinya yang sejujurnya belum tertarik sepenuhnya mencari pasangan lagi. Ia mengizinkan Eiger agar anaknya itu bisa lebih tenang. Bukan berarti dirinya akan ikut terlibat mencari pasangan. Ia pikir tak akan mudah mencari pasangan di posisinya seperti saat ini. Di luaran mungkin banyak yang ingin mendekatinya, namun Alex tak bisa mempercayai dengan mudahnya.

"Iya Mah, aku juga tau. Sekarang aku mau lanjut kerja lagi, dan soal pasangan aku nggak bisa janji buat secepatnya, jadi tolong pengertiannya Mah."

"Oke, Mama ngerti, yang terpenting jangan sampai lepas tangan, pantau Eiger. Dia anak yang rawan, yang mungkin aja bisa dengan mudahnya dekat dengan perempuan yang cuman memanfaatkan dia."

"Iya Mah."

Setelah menutup panggilan. Alex kembali menghela nafas. Laki-laki itu mengusap wajahnya mulai merasa tertekan. Lalu tak sengaja ia menatap figure foto yang terbingkai rapih. Foto yang menampilkan pernikahan. Menampilkan sosok perempuan yang tersenyum dengan gembira. Alex menatapnya sekali lagi. Lalu tak lama melihat figure foto di sampingnya. Seorang bayi mungil yang tersenyum polos.

Merasa telah yakin ia kemudian menekan kode telepon. Dan tidak perlu menunggu lama  seseorang menerima dengan siaga.

"Res, tolong minta file kerjasama yang kemarin."

"Atas nama Bu Indriyana ya, Pak?"

"Iya, kirimkan segera ya?"

"Iya baik Pak."

Alex kemudian kembali meletakkan gagang telepon. Lagi-lagi ia membuang nafasnya. "Oke, dimulai dari Indri."

***

"Eiger, kok kamu nggak ikut main sama Tian?" pertanyaan itu terlontar dari seorang anak usia yang sama yang bermata sipit.

Eiger lantas menoleh sekilas dan menggeser dirinya agar Ardha bisa duduk di sampingnya. Saat ini adalah waktu istirahat. Tian yang dimaksud Ardha adalah salah satu teman mereka juga yang gila bola. Biasanya Eiger ikut Tian bermain bola di lapangan bersama teman-teman lainnya. Namun kali ini anak usia sepuluh tahun itu hanya berdiam diri di taman yang tak jauh dari lapangan.

"Lagi males."

"Kenapa? Kok kamu kayak nggak semangat banget."

Eiger menghela nafas. Dia menoleh saat Ardha membuka kotak bekal yang dibawa. Eiger tadi tidak melihat Ardha membawa apapun di tangannya.

"Bunda bawain banyak, sampai aku nggak habis, kamu mau?" lantas Ardha menyodorkan kotak bekal makannya itu ke hadapan Eiger.

"Itu apa?"

"Bakwan, Bunda ku yang buat sendiri."

"Aku ambil satu ya?"

"Iya."

Lalu dua anak laki-laki itu bersamaan menyantap bakwan yang Ardha bawa. Di bawah pohon rindang itu mereka melihat ke arah lapangan yang ramai. Teman-teman mereka sangat aktif bermain kesana-kesini. Bahkan mengabaikan teriknya matahari yang menyengat di atas kepala.

Eiger bergumam. Ia meresapi bakwan yang ia makan dengan berlebihan. Kata Ardha tadi, Bundanya lah yang membuat sendiri. Sehingga Eiger ingin membandingkan enak atau tidaknya dengan makanan yang dibuat oleh Bik Nuri.

Namun Eiger pikir keduanya sama-sama enak. Alhasil dia pun menoleh ke arah Ardha yang masih menatap keramaian di lapangan.

"Ardha, aku mau cari Bunda, menurut kamu gimana?"

Lantas anak itu pun langsung menoleh. Ardha berekspresi bingung tidak mengerti apa yang diucapkan temannya itu.

"Kamu tau kan kalau aku cuman punya Ayah, makanya aku mau cari Bunda," kata Eiger kembali.

"Emang carinya gimana?"

Pertanyaan itu membuat Eiger terdiam. Ia kembali merenung. Sebelum Ardha datang, dia juga kebingungan bagaimana cara mencari Bunda.

"Aku nggak tau, menurut kamu carinya itu gimana?" Eiger bertanya balik. Anak laki-laki itu termangu, berharap temannya itu memiliki solusi yang dibutuhkan.

Namun ketika Ardha menggeleng, Eiger menghela nafas kian lesu. "Aku nggak tau karena aku nggak pernah cari Bunda. Bunda ku ada sebelum aku lahir."

Atas jawaban itu Eiger menarik nafasnya. Hatinya menjadi sakit karena faktanya memang seharusnya dirinya juga seperti itu. Tidak perlu mencari Bunda. Namun karena takdir tak berpihak, ia tumbuh tanpa melihat adanya seorang Bunda atau Ibu.

"Emang kamu mau cari Bunda yang seperti apa? Nanti aku bantu."

"Yang baik," Eiger berkata dengan nada yang kembali normal. Sesungguhnya dia merasa senang akan dibantu temannya itu.

"Kita nggak boleh cari sembarangan. Nggak boleh cari yang sudah punya suami."

"Berarti harus cari yang belum menikah kan?"

"Iya," balas Ardha. Dua anak itu tengah serius berdiskusi tentang sesuatu yang sebenarnya tidak mereka pahami. Mereka lantas saling pandang menyiratkan kebingungan yang amat sangat.

"Kalau kamu cari Bunda berarti kamu juga cari istri buat ayah kamu kan?" Ardha bertanya. Matanya kian menyipit dengan dahi yang berkerut tanda tengah berpikir keras.

"Iya." Eiger menyahut pelan. Dia juga ikut berpikir keras. Namun nihil, dia tidak bisa mengerti dengan kelanjutan obrolan mereka.

"Kita tanya sama Bunda ku aja nanti, siapa tau Bunda ku tau gimana caranya nyari Bunda buat kamu."

Ardha tiba-tiba memberikan solusi yang cemerlang. Eiger bahkan langsung menganggukkan kepalanya kuat. Dia menyetujui ide temannya itu. Tak ayal senyum lebar pun terbit di bibir anak itu. Kedua pipinya menjadi bolong.

Ardha lantas tertawa-tawa senang karena telah memecahkan masalah dengan solusi yang bagus. Kedua anak itu kemudian tertawa bersama di bawah rindangnya pohon di taman sekolah.

Bab terkait

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Mengawali Dengan Indriyana

    Tok ... Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu memecahkan kesunyian yang mendera. Seorang laki-laki yang tengah membaca isi dokumen di dalam map lantas menoleh kala pintu mulai terbuka.Sekretarisnya yang bernama Ressa Indra Wiyono masuk dengan membawa tabletnya. "Maaf Pak mengganggu waktunya, saya mau melaporkan soal kesepakatan pertemuan dengan Bu Indriyana.""Jadi gimana?" Alex bertanya. Ia menutup dokumen yang telah dia baca dan revisi. Kemudian melepas kacamata bacanya dan meletakkannya di samping komputer."Saya sudah menghubungi sekretarisnya Bu Indriyana, Pak. Untuk pertemuan yang bapak minta bisa dilakukan pada pukul empat sore satu jam sebelum jam pulang. Pada saat itu Bu Indriyana sudah tidak ada jadwal.""Oke, kamu bisa kabari kalau saya setuju bertemu pada pukul empat sore, Res.""Iya siap Pak, saya segera kabari pihak Bu Indriyana."Lantas laki-laki muda itu segera undur diri kembali ke tempat kerjanya. Namun sebelum Ressa benar-benar keluar, Alex memanggilnya."Kali ini ka

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Bantu Cari Bunda

    "Mbak Yola?" Suara Eiger memanggil. Anak usia sepuluh tahun itu tampak lebih tampan setelah mandi. Rambutnya masih basah. Menggunakan kaos hijau army dengan celana chinos selutut. Dia menghampiri Mbak Yola yang sedang membuat sesuatu di dapur.Sore memang sudah menjelang. Bahkan sebentar lagi akan petang. Setelah pulang dari tempat Ardha, Eiger langsung mandi. Wajahnya yang terlihat lelah sempat membuat Bik Nuri dan Mbak Yola heran. Namun mereka tak bisa menanyakan secara langsung, karena Eiger segera memasuki kamar dan mandi."Eh Den Eiger, udah ganteng aja," ucap Mbak Yola tersenyum lebar. Gadis itu seperti biasa menggunakan kaos oversize dan celana pendek selutut. Rambut lurus hitam legamnya terkuncir satu di belakang."Lagi buat apa?" Eiger lantas bertanya dan mengabaikan ucapan Yola tadi."Jus wortel, biar matanya makin jernih dong. Den Eiger mau?"Anak itu langsung menggeleng, ia kemudian membuka penutup kulkas di sudut dapur, mencari cemilan untuk di makan."Aduh Den, jangan ng

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Dua Laki-Laki Hebat

    Seperti halnya roda, waktu memang selalu berputar. Siang berjalan sore. Sore berjalan malam. Malam berjalan siang. Begitu seterusnya dengan setumpuk aktivitas yang dimiliki masing-masing orang. Namun ada bumbu yang memberikan rasa kenikmatan mejalani aktivitas yang dapat mempengaruhi mood. Senang, sedih atau segala macam campuran emosi yang tersaji kian menambah cerita hari yang di jalani.Kini siang hari, jam di dinding menunjuk pukul dua siang lewat beberapa puluh menit. Namun tidak seperti hari sebelumnya yang mana langit cerah. Hari ini langit gelap terselimut awan hitam dengan tetesan air yang kian deras.Alex berdiri menatap keluar jendela kaca yang tertempel bercak air hujan. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celana. Sudah satu minggu berlalu ketika ia menandatangi kontrak dengan agensi entertainment milik teman semasa SMA nya, Indriyana Pratiwi. Gadis cantik dan pintar yang dulunya sering menjadi juara kelas.Indri begitu panggilan akrabnya tetap menyenangkan dengan obrolan

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Cari di Internet

    "Lex, makan siang bareng ya?" Suara itu mengalun menuju gendang telinga yang menempel dengan ponsel merk terkenal.Lantas laki-laki itu mengecek jam di layar laptopnya. Memang sebentar lagi jam makan siang."Boleh, share lokasinya aja," jawab Alex ramah."Bisa nggak jemput di kantor?" terdengar suara si penelpon yang tak enak. Indriyana Pratiwi nama kontak yang tertera di layar ponsel yang tak lain adalah si penelpon."Bukannya nggak bisa Ndri, saya malah takut kelamaan di jalan, kamu naik ojek nanti pulangnya saya antar, gimana?" Negoisasi Alex terdengar ramah. Indri si penelpon langsung menyetujui tanpa perasaan sakit hati yang menyelimuti akibat tertolak.Lantas keduanya menyudahi sambungan telepon. Dan Alex pun kembali menyelesaikan pekerjaan sembari menunggu jam dekat istirahat. Dia akan menuju ke lokasi yang telah dikirimkan Indriyana.***"Darma," suara itu mengalun terdengar samar.Sedangkan tanpa ia sadari suasana di dalam kelasnya berisik akibat seorang guru yang mendatangi

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Masih Belum Waktunya

    Kaget, begitu perasaan yang dirasakan Alex kala membaca pesan dari wali kelas anaknya. Laki-laki itu baru saja kembali dari mengantarkan Indriyana. Ia pikir istirahat sebentar sembari mengecek ponsel sebelum kembali melakukan pekerjaan. Namun siapa sangka Bu Atun, yang Alex kenal sebagai wali kelas anaknya itu melaporkan apa yang telah dilakukan Eiger di sekolah.Lantas jemari Alex lincah membalas dengan permohonan maaf dan juga menyanggupi pertemuan esok hari di sekolah.Kemudian laki-laki itu meletakkan kembali ponselnya setelah tak ada lagi urusan yang mendesak. Ia menyenderkan punggungnya ke kursi kerja yang ia duduki.Sebenarnya Alex merasakan lelah. Mungkin banyak orang tua tunggal di luar sana yang lebih lelah dari dirinya. Namun Alex juga merasakan kelelahannya sendiri. Menjadi tulang punggung serta bertanggung jawab atas didikan anak sematang wayangnya. Menjadi ayah dan ibu sekaligus ternyata tak mudah.Bahkan dirinya masih merasa belum menjadi ibu untuk anaknya. Belum lagi i

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Bilang Bu Dewi Itu Cantik

    Ketika ada Andika, suasana rumah seakan seperti pasar yang ramai. Di ruang keluarga laki-laki itu membuat kehebohan dengan memberikan beberapa hadiah action figure kepada Eiger, seperti janji yang telah ia katakan.Bik Nuri dan Mbak Yola ikut nimbrung tak seperti asisten rumah tangga kebanyakan.Mereka juga terlibat obrolan yang seru dan random yang digawangi oleh Andika. Yola yang memang cerewet menyahut saja pertanyaan tak jelas yang dilayangkan si bungsu keluarga Sanjaya itu.Sedangkan si pemilik rumah, yaitu Alex baru saja menyelesaikan acara mandinya. Kali ini ia pulang tepat waktu setelah di seret Andika untuk pulang dengan segera. Ia lantas melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga masih dengan rambut yang basah.Alex jauh tampak muda dengan menggunakan kaos polos berwarna putih dengan celana chinos pendek selutut. Yola selalu jujur bahwa Alex dan Eiger itu tampan, keren dan hebat. Karena memang seperti itu adanya."Mandi dulu Dik, bau mu kemana-mana," ujar Alex yang mengambil

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Suka Nggak?

    "Silahkan duduk Pak Alex," ucap wanita usia Bik Nuri mempersilahkan dengan ramah.Alex kini sudah berpakaian lengkap khas orang kantoran, memakai jas dan juga dasi, menambah kadar kewibawaannya. Memang selepas dari sekolah Eiger, rencananya dia akan langsung menuju kantornya.Laki-laki itu lantas mengambil duduk di kursi berhadapan dengan Bu Atun dengan senyum formal yang terukir di bibirnya. Ketika memasuki pekarangan sekolah, sepi melingkupi karena memang siswa-siswi sudah masuk ke dalam kelas masing-masing.Namun setelah mendapat arahan dari satpam, dirinya bisa menemukan ruangan Bu Atun yang terletak di deretan lorong ruangan khusus untuk guru-guru."Bagaimana kabarnya Pak Alex? Apa anda semakin sibuk?"Lantas Alex kembali mengulas senyum formalnya sebelum menjawab. "Saya baik bu. Yaa semua pekerja memang selalu sibuk, saya pikir Ibu juga sangat sibuk, apalagi ditambah dengan pekerjaan yang telah anak saya buat."Bu Atun menggelengkan kepalanya beranggapan tak setuju dengan ucapan

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Ada Apa?

    "Menurut kamu, Bu Dewi itu gimana?" Eiger kini bersama dengan kedua temannya, yaitu Ardha dan Tian sedang duduk di pinggir lapangan sehabis bermain lari-larian. Tiga anak usia sepuluh tahun itu juga sembari memakan jajanan somay yang tadi mereka beli di kantin. Baru kali ini menu kantin ada somay. Dan Eiger pikir ia menyukai somay. "Bu Dewi, guru BK ya?" tanya Tian. "Iya." "Lah kan kamu pernah diomelin, kan? Yang waktu tidur di kelas." "Bukan diomelin tapi dinasehatin," ujar Eiger tak terima dengan kosa kata yang diucapkan Tian. "Ya sama aja," balas Tian tak acuh. Mereka berdua ketimbang akur malah lebih seperti Tom and Jerry. Kadang akur, kadang juga tidak akur. "Emang kenapa?" balas Ardha menanggapi. Seperti biasa anak itu yang menjadi penengah untuk kedua temannya. "Ya tanya aja, Bu Dewi itu baik, kan?" Eiger kembali bertanya. "Ya baik lah." "Cantik juga." Tian menambahkan dengan cengiran khasnya. Anak itu lantas meminta air mineral di botol milik Eiger. Kebetulan dia s

Bab terbaru

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Maunya Bu Dewi

    Kali pertama ketika Eiger merengek atas waktu ayahnya yang selalu sedikit di rumah yaitu ketika anak itu masih duduk di sekolah taman kanak-kanak. Bahkan ketika itu Eiger mengancam tak mau sekolah karena terus-terusan ingin berangkat dan di jemput ayahnya. Saat itu pula Eiger mendapat wejangan panjang atas situasi keluarga yang berbeda. Alex menjelaskan bahwa tak bisa sering mengantarkan maupun menjemput anaknya akibat pekerjaan. Meski Eiger kian memahaminya, namun yang paling terlihat hingga kini yaitu kekesalan kala Alex pulang terlambat. Eiger memang tak pernah mengatakannya, namun ia melihat kekesalan pada anak itu. "Ada apa?" sudah berapa kali pertanyaan itu Alex layangkan, namun tak ada yang menjawab. Bahkan Yola yang biasanya tampak berani dan sangat cerewet kini hanya diam saja. Andika berbeda lagi. Adik bungsunya itu hanya sibuk dengan layar ponselnya tanpa ingin mencampuri permasalahan yang terjadi. Padahal itu akibat ulahnya. Dimana Eiger menjadi tak terima dengan perk

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Ada Apa?

    "Menurut kamu, Bu Dewi itu gimana?" Eiger kini bersama dengan kedua temannya, yaitu Ardha dan Tian sedang duduk di pinggir lapangan sehabis bermain lari-larian. Tiga anak usia sepuluh tahun itu juga sembari memakan jajanan somay yang tadi mereka beli di kantin. Baru kali ini menu kantin ada somay. Dan Eiger pikir ia menyukai somay. "Bu Dewi, guru BK ya?" tanya Tian. "Iya." "Lah kan kamu pernah diomelin, kan? Yang waktu tidur di kelas." "Bukan diomelin tapi dinasehatin," ujar Eiger tak terima dengan kosa kata yang diucapkan Tian. "Ya sama aja," balas Tian tak acuh. Mereka berdua ketimbang akur malah lebih seperti Tom and Jerry. Kadang akur, kadang juga tidak akur. "Emang kenapa?" balas Ardha menanggapi. Seperti biasa anak itu yang menjadi penengah untuk kedua temannya. "Ya tanya aja, Bu Dewi itu baik, kan?" Eiger kembali bertanya. "Ya baik lah." "Cantik juga." Tian menambahkan dengan cengiran khasnya. Anak itu lantas meminta air mineral di botol milik Eiger. Kebetulan dia s

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Suka Nggak?

    "Silahkan duduk Pak Alex," ucap wanita usia Bik Nuri mempersilahkan dengan ramah.Alex kini sudah berpakaian lengkap khas orang kantoran, memakai jas dan juga dasi, menambah kadar kewibawaannya. Memang selepas dari sekolah Eiger, rencananya dia akan langsung menuju kantornya.Laki-laki itu lantas mengambil duduk di kursi berhadapan dengan Bu Atun dengan senyum formal yang terukir di bibirnya. Ketika memasuki pekarangan sekolah, sepi melingkupi karena memang siswa-siswi sudah masuk ke dalam kelas masing-masing.Namun setelah mendapat arahan dari satpam, dirinya bisa menemukan ruangan Bu Atun yang terletak di deretan lorong ruangan khusus untuk guru-guru."Bagaimana kabarnya Pak Alex? Apa anda semakin sibuk?"Lantas Alex kembali mengulas senyum formalnya sebelum menjawab. "Saya baik bu. Yaa semua pekerja memang selalu sibuk, saya pikir Ibu juga sangat sibuk, apalagi ditambah dengan pekerjaan yang telah anak saya buat."Bu Atun menggelengkan kepalanya beranggapan tak setuju dengan ucapan

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Bilang Bu Dewi Itu Cantik

    Ketika ada Andika, suasana rumah seakan seperti pasar yang ramai. Di ruang keluarga laki-laki itu membuat kehebohan dengan memberikan beberapa hadiah action figure kepada Eiger, seperti janji yang telah ia katakan.Bik Nuri dan Mbak Yola ikut nimbrung tak seperti asisten rumah tangga kebanyakan.Mereka juga terlibat obrolan yang seru dan random yang digawangi oleh Andika. Yola yang memang cerewet menyahut saja pertanyaan tak jelas yang dilayangkan si bungsu keluarga Sanjaya itu.Sedangkan si pemilik rumah, yaitu Alex baru saja menyelesaikan acara mandinya. Kali ini ia pulang tepat waktu setelah di seret Andika untuk pulang dengan segera. Ia lantas melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga masih dengan rambut yang basah.Alex jauh tampak muda dengan menggunakan kaos polos berwarna putih dengan celana chinos pendek selutut. Yola selalu jujur bahwa Alex dan Eiger itu tampan, keren dan hebat. Karena memang seperti itu adanya."Mandi dulu Dik, bau mu kemana-mana," ujar Alex yang mengambil

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Masih Belum Waktunya

    Kaget, begitu perasaan yang dirasakan Alex kala membaca pesan dari wali kelas anaknya. Laki-laki itu baru saja kembali dari mengantarkan Indriyana. Ia pikir istirahat sebentar sembari mengecek ponsel sebelum kembali melakukan pekerjaan. Namun siapa sangka Bu Atun, yang Alex kenal sebagai wali kelas anaknya itu melaporkan apa yang telah dilakukan Eiger di sekolah.Lantas jemari Alex lincah membalas dengan permohonan maaf dan juga menyanggupi pertemuan esok hari di sekolah.Kemudian laki-laki itu meletakkan kembali ponselnya setelah tak ada lagi urusan yang mendesak. Ia menyenderkan punggungnya ke kursi kerja yang ia duduki.Sebenarnya Alex merasakan lelah. Mungkin banyak orang tua tunggal di luar sana yang lebih lelah dari dirinya. Namun Alex juga merasakan kelelahannya sendiri. Menjadi tulang punggung serta bertanggung jawab atas didikan anak sematang wayangnya. Menjadi ayah dan ibu sekaligus ternyata tak mudah.Bahkan dirinya masih merasa belum menjadi ibu untuk anaknya. Belum lagi i

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Cari di Internet

    "Lex, makan siang bareng ya?" Suara itu mengalun menuju gendang telinga yang menempel dengan ponsel merk terkenal.Lantas laki-laki itu mengecek jam di layar laptopnya. Memang sebentar lagi jam makan siang."Boleh, share lokasinya aja," jawab Alex ramah."Bisa nggak jemput di kantor?" terdengar suara si penelpon yang tak enak. Indriyana Pratiwi nama kontak yang tertera di layar ponsel yang tak lain adalah si penelpon."Bukannya nggak bisa Ndri, saya malah takut kelamaan di jalan, kamu naik ojek nanti pulangnya saya antar, gimana?" Negoisasi Alex terdengar ramah. Indri si penelpon langsung menyetujui tanpa perasaan sakit hati yang menyelimuti akibat tertolak.Lantas keduanya menyudahi sambungan telepon. Dan Alex pun kembali menyelesaikan pekerjaan sembari menunggu jam dekat istirahat. Dia akan menuju ke lokasi yang telah dikirimkan Indriyana.***"Darma," suara itu mengalun terdengar samar.Sedangkan tanpa ia sadari suasana di dalam kelasnya berisik akibat seorang guru yang mendatangi

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Dua Laki-Laki Hebat

    Seperti halnya roda, waktu memang selalu berputar. Siang berjalan sore. Sore berjalan malam. Malam berjalan siang. Begitu seterusnya dengan setumpuk aktivitas yang dimiliki masing-masing orang. Namun ada bumbu yang memberikan rasa kenikmatan mejalani aktivitas yang dapat mempengaruhi mood. Senang, sedih atau segala macam campuran emosi yang tersaji kian menambah cerita hari yang di jalani.Kini siang hari, jam di dinding menunjuk pukul dua siang lewat beberapa puluh menit. Namun tidak seperti hari sebelumnya yang mana langit cerah. Hari ini langit gelap terselimut awan hitam dengan tetesan air yang kian deras.Alex berdiri menatap keluar jendela kaca yang tertempel bercak air hujan. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celana. Sudah satu minggu berlalu ketika ia menandatangi kontrak dengan agensi entertainment milik teman semasa SMA nya, Indriyana Pratiwi. Gadis cantik dan pintar yang dulunya sering menjadi juara kelas.Indri begitu panggilan akrabnya tetap menyenangkan dengan obrolan

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Bantu Cari Bunda

    "Mbak Yola?" Suara Eiger memanggil. Anak usia sepuluh tahun itu tampak lebih tampan setelah mandi. Rambutnya masih basah. Menggunakan kaos hijau army dengan celana chinos selutut. Dia menghampiri Mbak Yola yang sedang membuat sesuatu di dapur.Sore memang sudah menjelang. Bahkan sebentar lagi akan petang. Setelah pulang dari tempat Ardha, Eiger langsung mandi. Wajahnya yang terlihat lelah sempat membuat Bik Nuri dan Mbak Yola heran. Namun mereka tak bisa menanyakan secara langsung, karena Eiger segera memasuki kamar dan mandi."Eh Den Eiger, udah ganteng aja," ucap Mbak Yola tersenyum lebar. Gadis itu seperti biasa menggunakan kaos oversize dan celana pendek selutut. Rambut lurus hitam legamnya terkuncir satu di belakang."Lagi buat apa?" Eiger lantas bertanya dan mengabaikan ucapan Yola tadi."Jus wortel, biar matanya makin jernih dong. Den Eiger mau?"Anak itu langsung menggeleng, ia kemudian membuka penutup kulkas di sudut dapur, mencari cemilan untuk di makan."Aduh Den, jangan ng

  • Ibu untuk Eiger, Istri untuk Ayah   Mengawali Dengan Indriyana

    Tok ... Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu memecahkan kesunyian yang mendera. Seorang laki-laki yang tengah membaca isi dokumen di dalam map lantas menoleh kala pintu mulai terbuka.Sekretarisnya yang bernama Ressa Indra Wiyono masuk dengan membawa tabletnya. "Maaf Pak mengganggu waktunya, saya mau melaporkan soal kesepakatan pertemuan dengan Bu Indriyana.""Jadi gimana?" Alex bertanya. Ia menutup dokumen yang telah dia baca dan revisi. Kemudian melepas kacamata bacanya dan meletakkannya di samping komputer."Saya sudah menghubungi sekretarisnya Bu Indriyana, Pak. Untuk pertemuan yang bapak minta bisa dilakukan pada pukul empat sore satu jam sebelum jam pulang. Pada saat itu Bu Indriyana sudah tidak ada jadwal.""Oke, kamu bisa kabari kalau saya setuju bertemu pada pukul empat sore, Res.""Iya siap Pak, saya segera kabari pihak Bu Indriyana."Lantas laki-laki muda itu segera undur diri kembali ke tempat kerjanya. Namun sebelum Ressa benar-benar keluar, Alex memanggilnya."Kali ini ka

DMCA.com Protection Status