Riana menatap ke luar jendela trans metro. Dia baru kembali dari merantau. Ini kali pertama Riana kembali ke kota kelahirannya, setelah sekian lama merantau. Sebenarnya Riana tidak ingin kembali karena dia tidak ingin bertemu dengan seseorang. Seseorang yang menghancurkan masa depan Riana. Membuatnya minder, tidak percaya diri dan trauma.
Kota kelahirannya telah banyak berubah sejak terakhir dia tinggalkan. Tanah-tanah kosong telah di bangun dengan gedung-gedung tinggi dan banyak pusat perbelanjaan. Bus melewati pusat perbelanjaan. Jarak Bandara ke rumah Riana sekitar empat puluh lima menit.Riana terpaksa kembali karena ayahnya sakit dan ingin bertemu dengannya. Sejak merantau setelah tamat SMA, Riana memang tidak pernah kembali selama dua puluh satu tahun. Bisa dikatakan Riana melarikan diri.Bayang-bayang masa lalu, masih menghampirinya jika dia kembali ke kota ini. Apa lagi kembali ke rumah besar. Sekalipun sekarang rumah besar tersebut tidak diisi empat keluarga lagi, hanya keluarganya saja yang menempati rumah tersebut.Tante-tante dan keluarga lainnya telah memiliki rumah sendiri. Namun, masih di satu kampung. Bisa dibilang satu blok rumah diisi dengan keluarganya satu nenek. Riana terpaku melihat jalan, namun pikirannya tidak benar-benar menatap ke luar jendela bus.Adik Riana menawarkan bantuan untuk menjemputnya, namun Riana menolaknya. Alasannya dia ingin naik bus, sebuah alasan yang sederhana.Riana turun dari halte bus, menuju rumah Riana harus naik motor. Dia di jemput adik laki-lakinya dengan motor bebek. Barang-barang yang dibawa Riana tidak banyak karena Riana tidak berencana tinggal lama. Dia hanya membawa tas kecil yang berisi enam stel pakaian dan satu tas kecil menyimpan dompet dan handphonenya.Seluruh keluarga telah berkumpul, mereka menyambut kedatangan Riana. Riana memasuki rumah, adik perempuannya, anak nomor dua bernama Liana memeluk Riana. Tadinya Liana ingin menjemput Riana ke bandara."Uni, apa kabar?" Liana mengajak masuk Riana, Liana telah menikah dan memiliki dua anak. Liana sendiri juga tidak tinggal di kota ini. Dia juga merantau ikut suami."Alhamdulillah, baik." Riana melihat Liana menangis karena telah berpisah selama dua puluh satu tahun. Sekalipun tidak bertemu. Namun komunikasi di antara mereka tetap berjalan."Ayo masuk ni, ayah dan ibu ada di kamar," beritahu Liana, dia merangkul Riana menuju kamar orang tua mereka.Kamar yang dulu pernah menjadi kamar mereka, kamar paling besar di rumah tersebut. Dulunya kamar itu di tempati Riana, Liana dan Giana. Sejak Riana pergi, kamar tersebut di tempati orang tua mereka.Rumah juga telah banyak berubah, dulunya masih setengah rumah panggung dan setengah tembok. Sekarang rumah panggung tidak ada lagi. Rumah panggung yang dulunya, telah dibuat dapur dan beberapa kamar. Perabotan rumahpun banyak yang diganti.Riana masuk ke kamar, ayahnya terbaring di ranjang, di sampingnya ibu Riana. Ibu melihat kedatangan Riana, dia menyuruh putrinya mendekat.Miriam, ibu Riana memeluk putrinya dan melepaskan kerinduan. Tangis mereka pecah, menandakan kerinduan sekaligus kesedihan. Miriam memperhatikan putrinya, gadis kecil itu telah menjelma menjadi wanita dewasa, mengenakan gamis berwarna navy dan hijab pink. Penampilan putrinya juga telah berubah, terakhir bertemu Riana belum menggunakan hijab. Sekarang putri-putrinya telah memakai hijab.Giana juga menghampiri kakaknya dan memeluk mereka dari belakang. Liana hanya menangis haru melihat suasana tersebut. Saudara laki-laki mereka membiarkan ibu melepas rindu.Riana kemudian menyalami adik laki-lakinya. Di dalam kamar tersebut hanya ada mereka bersaudara dan orang tua mereka. Suami atau istri saudaranya menunggu di ruang tamu. Riana belum sempat berkenalan dengan mereka.Riana kemudian mendekati ayahnya yang terbaring sakit. Ayah sangat lemah. Riana mencium tangan ayah."Yah, Ri telah kembali, ayah sehat ya," bisik Riana di telinga ayahnya. Ayah yang tadinya tertidur, membuka matanya, ayah menatap Riana, kemudian meneteskan air mata, terlihat kerinduan dari matanya yang telah keriput. Ayah mencoba mengangkat tangannya dan membelai pipi putrinya."Putri ayah telah pulang," ucap ayah terbata-bata, kemudian menampilkan senyumannya.Riana kemudian memeluk ayah, dan mengusap air mata ayahnya yang mengalir di pipi."Maafkan, Ri, yang banyak salah sama ayah dan keluarga. Maaf karena tidak bisa pulang," ucap Riana dengan terisak-isak.Ayah yang dulu saat dia tinggalkan masih seorang pria yang sehat. Namun, sekarang ayah telah tua dan sakit-sakitan. Wajah keriputnya menandakan bahwa Riana telah lama tidak pulang."Orang tua, pasti selalu memaafkan anaknya! Serta mendo'akan kebahagian anak-anaknya!""Ri, tahu ayah. Ayah harus sembuh, Ri telah di sini," jawab Riana masih dengan terisak."Ri, hidup ayah tidak akan lama lagi. Ayah mohon, menikahlah Ri," pinta ayah kepada Riana.Permintaan bagi semua orang adalah hal yang sederhana. Namun, tidak bagi Riana. Pernikahan adalah hal yang paling dihindari Riana. Dia tidak pernah bermimpi untuk menikah. Trauma masa lalu membuat Riana takut mengenal pria.Sekarang ayah meminta Riana untuk menikah? Apa ayah tidak mempunyai permintaan lain selain hal itu?Riana terdiam bingung harus menjawab apa? Riana pikir keluarganya akan memahami problemanya. Mereka saksi kejadian yang menimpa Riana di masa remajanya. Bagaimana ayah bisa meminta hal itu?Riana tidak ingin membuat ayah kecewa. Namun, dia juga tidak bisa mengabulkan permintaan ayah. Riana telah terbiasa hidup sendiri dan mandiri. Impian menikah telah dia kubur sejak terakhir kali dia dekat dengan seorang pria, saat itu Riana berusia dua puluh dua tahun.Masa lalu yang selalu menghantui Riana. Membuat dia tidak percaya diri, apakah ada pria yang mau menerimanya dengan segala kekurangannya?"Tidak usah dijawab sekarang, Ri. Kamu pikirkan saja dulu. Namun, sebisanya jangan mengecewakan ayah." Suara ibu menenangkan Riana.Riana memandang wajah tua ibunya. Dia merasa bersalah karena tidak pernah kembali ke kota kelahirannya. Kejadian dulu yang merubah segalanya, membuat dia harus meninggalkan keluarganya."Kamu pikirkan saja dulu, ri. Ibu benar, ayah tidak memaksa, tapi ayah harap kamu mau mengabulkannya," ujar ayah terbata-bata."Ya udah, sekarang Uni makan dulu aja. Ayah istirahat lagi ya." Giana membuyarkan semua orang dari topik sensitif tersebut. Giana memegang tangan Riana dan mengajaknya keluar.Miriam merapikan lagi selimut suaminya. Yang lain telah keluar dari kamar."Apa ayah terlalu memaksa Riana, Bu?" tanya ayah kepada istrinya."Tidak Ayah, Ibupun ingin melihat Riana menikah, usianya sudah hampir empat puluh tahun. Orang tua mana yang tidak cemas," ujar Miriam."Semoga Riana bisa dan melupakan traumanya ya, Bu!" ucap ayah lagi."Insha Allah, Yah, yang terpenting kita sebagai orang tua, selalu mendo'akan yang terbaik untuk anak-anak kita." Ibu menggenggam tangan ayah.🍒🍒🍒Riana diajak ke ruang makan, di sana telah ada adik-adik iparnya. Suami Liana dan Giana, istri Andri dan Andre serta anak-anak mereka. Liana memiliki dua anak, perempuan dan laki-laki, Giana baru memiliki anak laki-laki. Namun, dia tengah hamil enam bulan.Sedangkan Andri telah memiliki dua anak perempuan. Andre baru menikah dua bulan dan belum memiliki anak."Uni, kenalkan ini suami Li, Mas, ini kakak Li, Riana." Liana mewakilkan saudaranya memperkenalkan keluarga mereka."Andro, Ni," jawab Andro singkat. Pria itu mengenakan baju kaos hitam dan celana hitam selutut.Liana kemudian memperkenalkan suami Giana yang bernama Aldo, istri Andri yang bernama Aura dan istri Aldo bernama Aira. Kemudian memperkenalkan anak-anak."Bunda!" teriak anak-anak, mereka memeluk Riana dan mengoceh sehingga Riana kebingungan menjawab pertanyaan mereka. Riana memang telah sering video call dengan mereka sekalipun belum pernah bertemu. Riana juga sering mengirimkan oleh-oleh kepada mereka. "Sudah-sudah,
Miriam memutuskan untuk membawa Riana ke bidan, ditemani tante Riana, Wati. "Putri Ibu telah hamil lima bulan," beritahu bidan. Alangkah shock Miriam mendengar informasi dari bidan yang menyatakan bahwa Riana hamil lima bulan. Apa yang harus mereka lakukan? Miriam berharap bidan salah melakukan pemeriksaan.Bidan juga heran, apakah sebegitu parahnya pergaulan anak zaman sekarang? Sampai diusia muda telah hamil."Apa Ibu tidak salah?" Miriam memastikan lagi."Tidak, Bu, coba Ibu pegang perut Putri Ibu ini," jelas Bidan mengarahkan tangan Miriam ke perut Riana.Miriam tahu karena dia telah memiliki lima anak. Jadi tahu betul kondisi perut orang hamil."Apa bisa digugurkan aja, Bu?" usul Wati bertanya. Kondisi Riana tidak akan mungkin buat dia menjadi seorang ibu. Dia baru berusia lima belas tahun dan masih kelas tiga SMP. Dia masih harus melanjutkan pendidikannya. Terlepas mereka belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Riana.Riana sendiri hanya bisa pasrah. Terserah ibu dan
Perjuangan tante Wati tidak sia-sia, pihak Sekolah akhirnya mengizinkan Riana untuk mengikuti ujian kelulusan. Bersyukur Riana tetap belajar saat menunggu persalinannya karena masih berharap bisa menamatkan Sekolahnya."Ke mana saja kamu selama ini, Riana?" tanya salah satu tante tetangga yang melihat Riana pergi Sekolah."Dari luar kota, Tante," jawab Riana."Habis melahirkan kamukan?" tuduh tante itu lagi. Riana hanya diam."Mana anak harammu itu? Diumpetin di mana? Nggak malu kamu pergi Sekolah setelah buat malu di kampung ini? Makanya jangan jadi murahan, kecil-kecil hamil di luar nikah," hardik tante lainnya. Riana tidak bisa membela dirinya. Pandangan masyarakat pasti tetap wanita yang akan dipersalahkan, mau korban pemerkosaan atau bukan. Tetap wanita yang menanggung malu."Riana, pamit tante." Tanpa menjawab pertanyaan dari tante tersebut.Gunjingan tersebut terus Riana terima sampai dia lulus sekolah dan lanjut SMA. Gunjingan dari tetangga itu membuat Riana dan keluarganya mi
Masa sekarang"Apa Uni, akan memenuhi permintaan ayah?" tanya Liana hati-hati takut menyinggung perasaan Riana."Sebenarnya Uni belum siap." Riana menyapu air mata yang tiba-tiba mengalir di pipinya.Liana dan Giana memeluk Riana untuk menguatkannya. Kedua adiknya tidak tahu siapa orang yang telah memperkosa Riana saat dia SMP. Liana dan Giana memang mengetahui jika Riana memiliki anak dan diadopsi oleh paman dan tantenya di luar kota.Liana dan Giana juga mengetahui dari cerita Riana bahwa dia pernah dekat dengan seorang pria. Dan patah hati serta kekecewaan Riana karena tetangga mereka membeberkan aib Riana sebelum Riana jujur kepada si pria. Malahan Ami, tetangga itu telah menikah dengan mantan Riana. Mereka masih tinggal di kota B. Namun, tidak pernah bertemu lagi. Mereka menjalani hidup masing-masing."Kalian tahu, Uni telah pernah mencoba membuka hati dan menekan trauma, namun Allah belum mengizinkan, apakah ada pria yang mau menerima masa lalu Uni?" isak Riana, menyeka air mata
"Pak Raditya, ada?" tanya Rayhan, kakak ipar Radit. Dia sekarang di kantor Radit. Ingin membahas tentang perjodohan kakak ipar keponakannya dengan Radit secara serius. Keponakannya telah sering menanyakan kepada Rayhan. Reyhan merasa tidak enak, makanya dia ke kantor Radit untuk bertanya, jika memang Radit tidak bersedia. Rayhan akan langsung memberikan informasi kepada keponakannya."Ada, Pak, dengan Bapak siapa?" tanya gadis yang bekerja di kantor Radit."Saya Rayhan, kakak iparnya pak Radit," beritahu Rayhan."Sebentar ya, Pak, pak Raditnya masih ada tamu, silahkan tunggu saja dulu, Pak," ucap gadis itu lagi, sambil menunjuk kursi yang ada di kantor Radit yang memang di khususkan bagi tamu-tamu yang menunggu.Gadis tersebut meninggalkan Rayhan dan naik ke lantai dua. Kantor Radit hanya Ruko tiga pintu dengan tiga lantai. Lantai tiga tempat meeting. Ruangan Radit dan administrasi ada di lantai dua. Lantai satu bagian pelayanan. Radit juga memiliki bagian sales dan marketing yang aka
Jadwal operasi ayah akhirnya tiba. Adik laki-laki Riana yang nomor empat telah mengurus segala administrasinya. Riana dan ibu menunggui ayah. Ayah diminta puasa dari semalam. Jadwal operasinya jam sepuluh pagi."Ayah, siapkan?" tanya Riana, sebelum ayah masuk ruang operasi."Insha Allah, ayah siap, Ri. Ayah ingin sembuh, sehingga saat Ri menikah ayah masih bisa menikahkan, hanya Ri anak perempuan ayah yang belum ayah nikahkan," ungkap ayah."Kalau begitu, ayah harus sembuh ya. Calon dari tante Wati, insha Allah tiga hari lagi datang. Jadi nanti pas acara pertemuan, Ri nggak di rumah sakit nemani ayah," jelas Riana karena memang dia full menjaga ayah. Sedangkan ibu diminta Riana untuk istirahat karena selama ini beliau yang menjaga ayah."Dengar, Yah, Ayah harus sembuh, nanti keluar dari rumah sakit, yang terpenting jangan merokok lagi, Yah," bujuk Miriam mengingatkan suaminya."Iya, Bu. Semoga Allah memberi kesembuhan buat Ayah," ucap ayah lagi."Aamiin," sahut Riana dan Miriam.Peraw
"Assalamualaikum," sahut wanita yang ada diantara rombongan tersebut."Walaikumussalam," sahut Wati.Wati mempersilahkan rombongan tersebut masuk dan duduk. Sementara Riana dan Miriam di dapur. Wati memanggil Riana untuk keluar."Ri, mereka udah datang. Ri siapkan?" beritahu Wati."Insha Allah, Tan," balas Riana, mengikuti Wati ke ruang tamu. Di sana telah hadir calon pria yang ingin melihat Riana dan sepasang suami istri. Riana hanya menundukan wajahnya saja. Tidak berani melihat ke arah tamu maupun si pria."Kamu!" ucap si pria. Riana yang mendengar si pria kaget dan dari nada bicaranya seperti mengenal Riana. Riana mengangkat wajahnya."Dokter!" Riana juga tidak kalah kaget karena si pria ternyata adalah dokter yang mengoperasi ayahnya."Wah, ternyata kalian telah saling kenal?" tanya Ahmad, laki-laki yang menemani dokter."Sebenarnya belum berkenalan secara formal, sih Om, hanya kebetulan kami telah bertemu duluan. Ayah Riana pasien saya," jelas Leon, dokter sekaligus pria yang ak
Lima hari kemudian, Riana kembali merawat ayah, setelah perkenalan dengan dokter Leon. Dokter Leon sendiri tidak lagi menjadi dokter ayah karena sedang dinas luar kota. Tenaganya di perbantukan di sana selama satu minggu."Yah, tahu nggak, kalau dokter yang mengoperasi Ayah, adalah orang yang dikenalkan Wati," beritahu Miriam kepada suaminya."Benar, Bu? Alhamdulillah. Terus gimana, Bu? Kapan mereka menikah?" cerocos ayah tidak sabar."Mereka mau meminta petunjuk Allah dulu, Yah. Lanjut atau tidaknya," jelas Miriam."Udah dapat petunjuk, Ri?" tanya ayah kepada Riana yang sibuk mengupas buah untuk di jus karena ayah belum bisa memakan secara langsung."Masih ragu, Yah, belum seratus persen," jawab Riana."Kenapa, Ri?" tanya Ayah lagi."Entahlah, Yah, hati Ri masih bimbang. Lagian dari dokter Leon juga belum mendapat petunjuk sepertinya," elak Riana karena memang tante Wati belum mendapat kabar dari dokter Leon."Semoga kalian berjodoh ya, Ibu dan Ayah berdo'a demi kebaikan kalian," uca
Hari pernikahan Riana dan Radit akhirnya tiba. Riana baru mengetahui kabar tentang kejadian yang menimpa Lea dan Lisda. Lea saat ini masih belum mau bicara, sekalipun kondisinya secara fisik telah sembuh. Namun, traumanya belum hilang. Lea beraktifitas hanya melakukan yang wajib saja. Akan tetapi, dia tetap saja tidak bicara.Lilis berkali-kali datang dan meminta maaf kepada keluarga Riana. Bahkan dia berharap Riana mau menerima putranya kembali untuk melanjutkan rencana pernikahan. Lilis tidak tega melihat putranya yang sedikit frustasi. Namun, sayang Riana telah menikah meskipun secara siri. Lilis dan Leon pun diundang ke pesta pernikahan Riana.Rumah Riana telah di dekorasi oleh wedding organizer, sedangkan untuk jasa katering, Miriam lebih suka dibantu tetangga. Riana telah memberitahu Miriam agar memakai jasa katering saja karena tidak ingin Miriam dan keluarganya terlalu kecapekan. Miriam menolak karena lebih enak masakan mereka sendiri. Alasan lainnya adalah agar para tetangga
Sesuai rencana, Riana, Radit dan keluarga kembali ke kota Batam. Riana juga malahan telah menstransfer uang yang diserahkan Radit kepada Miriam.Radit mengantar Riana ke butik, untuk mengambil pakaiannya."Selamat datang!" teriak Wirda, dia pikir pelanggan yang datang."Kak Ri!" Tyas langsung berlari dan memeluk Riana, saat mengetahui bahwa yang datang adalah Riana.Wirda baru sadar jika yang datang adalah Riana, langsung berlari menghampiri Riana dan memeluknya juga."Kak Ri, liburnya lama banget, kami ikut sedih ya kak, atas meninggalnya ayah kak Ri," cecar Wirda masih memeluk Riana."Tidak apa-apa, semua sudah Allah atur," ucap Riana bijak."Oleh-oleh mana, kak?" tanya Tyas."Ada, sebentar." Radit dan Nayla masuk ke dalam butik membawa kantong oleh-oleh."Wah, ada Nayla dan papanya. Nayla mau nyari gamis ya?" terka Wirda."Enggak, kak, Nay, cuma nemanin Papa," jawab Nayla. Dia meletakan kantong oleh-oleh diatas meja kasir."Emang, papa Nayla, mau nyari gamis?" heran Wirda."Wah, P
Besoknya Riana dan Radit menikah secara siri. Teman Andri yang penghulu menikahkan mereka. Pernikahan dilakukan sehabis magrib menyesuaikan jadwal dengan teman Andri. Akhirnya mereka sah menjadi suami istri.Keluarga Riana tetap menjamu mereka, seperti syukuran atas pernikahan Radit dan Riana. Selesai makan penghulu dan saksi pulang. Tersisa di rumah tersebut keluarga kedua mempelai saja."Radit, mau tidur di sini?" tawar Wati."Nggak usah, Tante, saya di hotel saja " Radit ingin menyentuh Riana saat dia telah memberikan pernikahan yang layak kepada Riana."Sebaiknya, Riana yang ikut kamu. Sebagai istri dia harus mengikuti kemana kamu pergi," sela Miriam."Wat, suruh Riana siap-siap saja, biar ikut sama suaminya." Miriam memerintahkan Wati. Wati segera menuju kamar Riana. Riana telah mengganti kebayanya dengan gamis santai.Riana keluar bersama Wati dengan membawa tas kecil yang berisi pakaian ganti.***Radit membawa Riana masuk ke kamar hotelnya."Kamu mau mandi?" tanya Radit. Dia b
"Gimana kata ibu Riana, Ma?" cecar Radit tidak sabar."Mereka tidak menargetkan, maharnya apa? yang penting semampu kita ... kamu mau seperti apa?" Rosma mengembalikannya kepada Radit. "Maksud Mama?" Radit sedikit bingung, padahal ini bukan pernikahan pertamanya."Kamu mau menikahnya kapan dan di mana?" tanya Rosma."Sebaiknya pas acara lamaran saja kita tanyakan kembali. Sekarang kita fokus membawa hantaran saja," saran Rania."Ya, begitu lebih baik, besok jam sepuluh kita mencari persiapan untuk seserahan," putus Rosma.Mereka mengakhiri rapat kecil. Radit, Rania dan Rayhan kembali ke kamar masing-masing.***Keluarga Radit telah membeli hantaran untuk dibawa ke rumah Riana. Selesai sholat isya mereka bersiap-siap menuju ke rumah Riana.Keluarga Riana telah menunggu dan mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangan keluarga Radit.Proses acara lamaranpun di mulai. Mereka berunding segala persiapan untuk menikah."Untuk tanggal pernikahan dari keluarga mas Radit, ingin tan
Polisi datang dan mengamankan TKP. Ambulance juga datang dan membawa jenazah Doni. Lea juga dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Lea sepertinya mengalami trauma. Lisda dibawa polisi ke kantor polisi dan dijadikan tersangka pembunuh Doni.Leon menunggui Lea yang sedang diperiksa oleh dokter. "Bersyukur, Lea tidak diperkosa, hasil visum hanya mendapatkan kekerasan fisik. Sepertinya Lea melawan dengan sekuat tenaga, sehingga dia mendapat beberapa memar di pipi dan bekas cekikan." Dokter yang menangani Lea memberitahu Leon."Lalu kenapa dia hanya diam?" heran Leon."Sepertinya Lea mengalami goncangan hebat, membuat dia trauma," jelas dokter lagi."Lea!" teriak Lilis saat memasuki ruangan tempat Lea diperiksa. Lilis memang telah dikabari Leon bahwa telah terjadi sesuatu kepada Lea."Saya tinggal dulu, karena masih ada pasien yang lain." Dokter meninggalkan ruangan.Lilis memeluk Lea yang diam seperti patung. Papa Leon hanya terdiam, melihat Lea hanya diam dengan tatapan kosong."Jelaska
Lea memasuki rumah mamanya, dia telah memberitahu mama bahwa dia akan mengambil beberapa pakaian. Lea tidak mau lagi tinggal sesekali bersama mamanya. Melihat mamanya melalukan hal yang tak bermoral, membuat Lea muak. Papanya belum pernah melakukan hal seperti itu dengan seorang wanita.Lea ingat pesan Leon bahwa dia harus memastikan mamanya, siap menerima kedatangannya. Agar Lea tidak menyaksikan lagi kejadian seperti waktu itu.Lea membunyikan bel, jika biasanya dia selalu membuka sendiri tanpa membunyikan bel. Sekarang Lea tidak mau main masuk saja. Lea kaget karena yang membukakan pintu adalah pria yang dia lihat bersama mamanya, Doni.Lea ingin pergi dari sana. Namun,"Oh Lea, silahkan masuk ... mamamu berpesan, jika kamu datang. Kamu disuruh tunggu. Dia hanya ke warung depan sebentar," bujuk Doni.Lea tidak menyadari jika Doni berniat jahat kepadanya. Doni sengaja menyuruh Lisda untuk membelikannya makanan yang dia inginkan dan tempat membelinya jauh dari rumah. Doni tidak senga
Radit dan Nayla menunggu Riana untuk bersiap-siap rencananya mereka akan ke pantai yang ada di luar kota Padang. Sekitar tiga puluh menit perjalanan. Wati dan Miriam menemani Radit dan Nayla."Diminum tehnya, Radit, Nayla," tawar Miriam. Dia duduk di samping Wati."Iya, Bu," ucap Radit sungkan."Jadi besok, orang tua kamu ke sini?" tanya Miriam penasaran."Iya, Bu, insha Allah, hanya mama, kakak saya dan Rayhan, Omnya Andro." Radit mengambil teh dan meminumnya sedikit karena masih panas."Papa kamu?" Kali ini Wati yang bertanya."Papa, saya telah meninggal tiga tahun yang lalu." Radit meletakkan cankir tehnya."Maaf," ucap Wati merasa tidak enak."Tidak apa-apa, Tante, kejadiannya udah lama kok." Radit menenangkan Wati."Jadi, jam berapa mereka ke sini?" tanya Miriam lagi. Dia harus memastikan untuk menjamu tamu specialnya dengan baik. Agar mereka tidak hanya melihat Riana. Namun juga keluarganya yang Ramah. Siapa tahu hal itu menjadi pertimbangan keluarga Radit."Mereka dari kota Bat
"Bolehkah, saya tahu siapa pelakunya?" tanya Radit hati-hati."Pelakunya telah tiada, semoga Allah mengampuni dosanya ... dan sebaiknya kita tidak perlu mengungkitnya lagi ... saya memberitahu mas Radit, agar tidak merasa dibohongi di kemudian hari jika mengetahui masa lalu saya ... terus terang ta'aruf dengan orang sebelum mas Radit batal karena masa lalu saya, diawal saya tidak mengatakannya sehingga saat keluarganya mengetahui, mereka merasa dibohongi," terang Riana lagi."Saya tidak peduli dengan masa lalu kamu, bagi saya adalah masa depan ...." ucap Radit lagi."Apakah itu artinya, nak Radit bersedia menikahi Riana?" tanya Wati. Dia harus memastikan bahwa Radit memang serius ingin menikahi Riana."Benar, Bu, saya serius ingin menikahi Riana," jawab Radit mantap. "Terima kasih, mas Radit mau menikahi saya dan menerima masa lalu saya, ada satu lagi permintaan saya, sebaiknya mas Radit meminta restu dari orang tua mas Radit terutama ibunya mas Radit ... dan sebaiknya kita sama-sama
Riana telah menerima pesan dari Liana. Calon dari Andro akan ke kampung Riana untuk melihat Riana dalam waktu dua hari. Inilah harinya, Liana juga memberitahu bahwa pria ini duda dengan anak satu, istrinya telah meninggal dunia. Miriam telah menyiapkan hidangan untuk menyambut tamu ini. Dia berharap kali ini si pria menjadi jodoh Riana.Informasi yang mereka dapat pria ini seorang developer perumahan dan memiliki usaha lainnya. Berusia empat puluh dua tahun, bernama Radit. Riana tidak mengetahui data si pria, hanya Miriam dan Wati yang mengetahuinya.Sedang sibuk-sibuknya menyiapkan cemilan. "Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh," ucap seseorang sambil mengetuk pintu rumah Riana."Jangan-jangan ... dia telah datang?" tanya Miriam dia menoleh ke arah Wati yang sedang membuatkan minuman."Ri, kamu udah mandikan?" tanya Wati."Udahlah, Tan, ada-ada aja, Tante ini." Riana tahu, Wati bercanda agar dia tidak kaku."Ya, udah Tante bukain pintu dulu." Wati menuju ruang tamu. Dia membu