"Huaaaaa!"
Lisa merasa kaget begitu mendengar suara bayi menangis. Ketika ia menaiki tangga, tangisan itu semakin kencang terdengar.
Seketika, Lisa merasa sangat kasihan. Tangisan kejar itu seolah menandakan sang bayi tidak baik-baik saja, sementara suara dua perempuan juga berusaha menenangkan sang bayi dengan tabah.
Bi Ijah mengantarkan Lisa ke kamar sang Tuan Muda.
Sebuah kamar dengan pintu putih yang biasa saja, tetapi ketika dibuka tampak mewah dalam warna pastel yang sarat akan anak-anak.
"Permisi, Mbak Resti!" sapa Bi Ijah ketika membuka pintu dan mendapati seorang baby sitter dan bayi di gendongannya yang sedang menangis.
Sementara di sebelahnya ada Mbak Mami yang memegang mainan mencoba membantu menenangkan.
Melihat itu, Bi Ijah mendekat, "Ya ampun ini Aden kenapa lagi?" tanyanya panik.
"Enggak tau Bi, dia keliatan laper tapi gak mau minum susu," jawab Mbak Resti.
"Susu apa?" tanya Bi Ijah mengambil alih baby Axel.
"Formula Bi, tadi Pak Alex menghentikan pembelian susu di bank asi gara-gara ditemukan virus di salah satu susu yang kami beli," ujar Mbak Mami--salah satu pembantu yang ikut membantu Mbak Resti menangkan baby Axel.
"Ya Allah, pantesan," ujar Bi Ijah sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya agar baby Axel tenang.
Lisa yang sedari tadi menonton pun, tak tega karena baby Axel benar-benar lapar. Ia tak akan tenang kalau tidak diberi susu.
"Maaf Bi, boleh saya coba susui?" tanya Lisa mengulurkan tangan.
Bi Ijah, Mbak Mami dan Mbak Resti langsung terkejut.
Awalnya, mereka tak mengindahkan eksistensi Lisa karena fokus pada baby Axel.
"Kamu siapa?" tanya Mbak Mami.
"Iya, kok di sini?" tanya Mbak Resti tak kalah bingung.
Bi Ijah pun langsung menjawab, "Ini Ibu Asi buat Tuan Muda. Lisa, namanya. Kenalannya nanti ya, ini Aden udah keburu lapar."
Melihat baby Axel yang semakin kejar pun, akhirnya Bi Ijah menyerahkan baby Axel ke tangan Lisa. Lisa yang sudah memiliki pengalaman menggendong bayi pun langsung bisa menggendongnya tanpa diajari.
Bi Ijah juga mempersilahkan agar Lisa duduk di tepi ranjag milik baby Axel, lalu ia menyiapkan bantal agar Lisa mudah menyusuinya.
"Duduk dulu sini!" ujar Bi Ijah.
Benar saja, tak lama kemudian setelah ada digendongan Lisa, baby Axel tenang dan mencari sumber makanannya di dada Lisa.
Lisa duduk perlahan, lalu menatap ketiga orang dewasa itu dengan malu.
"Aku belum pernah nyusuin, gimana caranya Bi?" tanyanya malu.
"Gini ...."
Bi Ijah terkekeh, ia kemudian mempraktikan dengan menyingkap hijab instanya ke atas dan menunjukkan caranya.
Lisa mengikuti apa yang dilakukan Bi Ijah, dengan malu-malu mengeluarkan payudara sebelah kanannya kemudian mendekatkannya ke arah mulut kecil baby Axel yang sedari tadi seperti ikan yang ada di air.
"Bismillah," bisik Lisa mengelus kepala baby Axel lembut.
Tak lama, baby Axel langsung mengempeng di puting milik Lisa membuat si empunya meringis karena geli. Tentu saja, ini pertama kalinya ada makhluk yang menyedot payudaranya langsung.
Bi Ijah, Mbak Resti dan Mbak Mami lega melihatnya, mereka lelah menenangkan baby Axel yang kalau sudah menangis susah ditenangkan. Sudah begitu tenaganya yang besar membuat yang menggendong kualahan.
Beberapa kali Lisa meringis, karena baby Axel menyedot dan sesekali menggigitnya dengan gusinya. Sensasi geli lebih mendominasi dan membuat Lisa yang mudah geli itu menjadi lebih geli lagi.
"Anu ... Mbak ini namanya siapa?" tanya Mbak Resti sang baby sitter.
Ketiga perempuan dewasa itu duduk di lantai menonton Lisa menyusui, meski Lisa sudah menutupi payudaranya dengan hijabnya, Lisa tetap merasa malu.
"Maaf ya Mbak-mbak, saya belum kenalan. Nama saya Lisandra Purwaningsih, panggil saja Lisa. Anu ... saya yang akan menyusui dedek Axel ke depannya," ujar Lisa malu-malu.
"Oh iya iya, kemarin Pak Alex memang pesen sama Bi Ijah buat nyariin, eh ketemu kamu. Kamu masih kuliah katanya, ya?" tanya Mbak Mami.
Lisa mengangguk, "Iya, Mbak."
"Owalah berarti kamu yang digosipin tetangga, yang tanya tubuh kamu yang seksi meskipun masih sekolah dulu, eh sekarang udah kuliah aja.."
"Masa?" tanya Mbak Resti.
Bi Ijah angkat bicara, "Iya, emang keturunan. Emaknya aja seksi, tapi dijamin Lisa ini anak baek-baek, salihah," jelasnya.
"Iya sih keliatan," ujar Mbak Mami.
"Kesian juga ya kamu Lis, digosipin kek gitu," ujar Mbak Resti.
"Gak papa Mbak, udah biasa. Aku juga gak pingin punya tubuh yang dewasa begini, tapi aku udah diet gak ngaruh, yang kurus malah perutku," jawab Lisa.
Mereka jadi langsung akrab setelah ngobrol-ngobrol, sampai sejam berlalu, baby Axel tertidur nyenyak.
Mbak Resti pun berinisiatif untuk mengambil alih baby Axel dari Lisa untuk dipindahkan ke box bayi, akan tetapi baby Exo tidak mau melepaskan *uting Lisa dari mulutnya.
Meskipun ia setengah tidur tetapi ia masih menyedot susu yang ada di dalam payudara Lisa. Hal itu membuat Mbak Resti dan Bi Ijah kebingungan. Sementara Mbak Mami sendiri sudah pulang dari tadi karena waktu kerja yang sudah habis. Karyawan yang tinggal di rumah itu adalah Mbak Resti dan Bi Lastri, sementara Mbak Mami dan Bi Ijah pulang ke rumahnya karena tempat kontraknnya yang tidak terlalu jauh dari rumah mereka.
"Gimana nih?" tanya Lisa khawatir.
"Ya udah, coba kamu sambil tiduran di kasur biar Aden Axel sekalian tidur," ujar Mbak Resti akhirnya.
Lisa menurut, dengan hati-hati ia merebahkan baby Axel dan dirinya sendiri dengan miring, ia tidak menarik payudara kanannya yang masih ada di mulut baby Axel karena baby Axel terlihat masih menyedotnya.
"Aduh, ini kalau nggak bisa dicopot kamu kayaknya perlu nginep deh. Soalnya kalau dipaksa, pasti Aden Axel bakalan nangis terus dan itu bisa semalaman loh." ujar Bi Ijah cemas.
"Iya, kasihan kalau nangis terus ...." dukung Mbak Resti.
Hal itu membuat Lisa khawatir, tapi ia juga mengkhawatirkan neneknya yang tinggal sendiri.
"Lah, terus aku nggak pulang gimana? Nenek kan nenek sendirian di rumah," ujar Lisa khawatir.
Bi Ijah kemudian mencari solusi, "Em, gini aja. Apa nanti Bibi ke rumah kamu dan bilang sama Nenekmu? Nanti Bibi akan bilang sama dia kalau Aden Axel nggak mau lepas dari kamu."
Lisa pun mengangguk menurut, sementara Mbak Resti jadi merasa bersalah karena Lisa yang harus berusaha untuk menenangkan baby Axel.
"Aku nggak papa kan, tiduran di sini Mbak?" tanya Lisa pada Mbak Resti.
"Ya nggak apa-apa, kan juga Aden Axel yang mau bukan kamu."
Lisa pun mengangguk ia menatap baby Axel yang sangat lucu dan tampan. Fitur wajahnya mulai terlihat dan ia teringat dengan sosok yang ia temui di ruang kerja itu, dia adalah Ayah dari bayi yang sedang ia sesuai.
Ternyata baby Axel yang tampan itu menurun dari sang ayah, wajahnya sangat bule, rambutnya coklat terang dan matanya berwarna biru, itu sangat indah. Terlebih lebih baby Axel yang masih bayi membuat siapapun gemas.
Lisa terus menepuk-nepuk pantat baby Axel dengan pelan dan membuat baby Axel tidur dengan tenang, tapi sekali lagi, ia belum membiarkan payudara Lisa meninggalkan mulutnya.
Si baby sepertinya mulai bucin pada ibu susunya.
Ini baik, tapi bisa jadi menyulitkan Lisa karena baby itu akan sangat nempel padanya....
Kira-kira, bagaimana kelanjutan kisah Lisa, ya? Jangan lupa vote dan komentar ya, teman-teman :) Ada yang mengomentari ketidak masuk akalan antara memiliki asi dan masih perawan, dengan kalimat yang gak arif. Aku saranin kalian baca sampai tamat, karena tentu aja para editor gak akan setuju dengan cerita yg salah kaprah. So, tolong dibaca sampai tamat dulu sebelum Anda salah paham dg novel ini. Aku jg masih rasional kok, readers Sayang :*
Bibi Ijah pun pamit keluar dari kamar baby Axel dan melihat Max yang terlihat sedang berjalan menuju ke kamar anaknya. "Gimana, Lisa udah ketemu sama Axel?" tanyanya berhenti setelah berada di depan pintu kamar baby Axel. "Iya Tuan Muda Axel kelihatan banget suka sama Lisa dan dia sekarang sudah tidur, tapi sayangnya Aden gak mau ngelepasin ...." Bi Ijah agak ragu untuk menceritakan detailnya. Max memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana panjang casualnya menatap Bi Ijah penasaran. "Melepaskan apa?" tanya Alex tidak mengerti. "Anu... itu Tuan Muda nggak mau melepaskan susu ... em ... maksudnya payudara Lisa, jadi sekarang Lisa nggak bisa pulang," ujarnya menyesal. Max terkejut, ia jadi langsung membayangkan apa yang dikatakan Bi Ijah, ia merasa sangat kurang ajar kalau begini, sedikit-sedikit langsung terbayang dan itu wajar karena meskipun ia seorang pebisnis dan terkenal memiliki kehidupan yang bebas, ia tidak pernah jajan di luar karena semenjak ia tidak berhubungan de
“Nah, soalnya kalau masalah suka ya kita perlu cari jalan keluar, kalo kiranya hubungan ini bakal bahaya lo bisa hindarin dia, tapi situasinya kan kita gak tau,” ujar Hans lagi. Maka, Max menceritakan detail perkaranya, mulai dari ia yang mencari ibu susu, sampai datanglah seorang gadis kuliahan yang polos tetapi menghasilkan asi dan kecantikannya memikat dirinya. Tentu ini pembahasan yang serius di antara mereka. "Jadi gitu ...." gumam Pamungkas setelah mendengar cerita dari sahabatnya. Kevin sampai bengong sendiri, ia berpikir keras. Si otak matematikanya mulai mengeluarkan percikan api seperti listrik yang konslet akibat dari arus listrik yang rusak. Lalu Hans, ia mengusir kedua jalangnya sebelumnya dan fokus pada pembahasan masalah Max. "Rumit sih, masalahnya si Axel udah bucin ama tuh cewek," ujarnya. "Nah itu masalahnya," ujar Kevin. "Tapi emang salah kalo lo suka ama cewek yang umurnya beda jauh ama lu?" tanya Pamungkas. Kevin dan Hans kembali memikirkan itu, "Tentu aja
“Dor!” “Astaghfirulloh, Meiiii!” kaget Lisa ketika mendapati satu-satunya temannya mengagetinya ketika ia sedang serius nugas di gazebo taman kampus. Mereka satu kampus tetapi beda jurusan, tetapi gedung mereka bersebelahan, jadi Mei tak perlu jalan jauh untuk menemui Lisa yang selalu sendiri itu. Mei duduk di samping Lisa, disusun Hanum yang baru-baru ini berkenalan dengan Lisa, mereka bertemu di grup magang. “Assalamu’alaikum, semua!” sapanya ceria. “Wa’alaikumsalam, Num,” balas Lisa dan Mei. “By the way, lu berdua enak banget gak ada KKN, gue ada,” keluh Mei yang benci harus tinggal di luar rumah. “Makanya masuk jurusan ekonomi,” ledek Hanum. “Yeu, gue juga mana tau kalau jurusan ekonomi diistimewakan,” balas Mei. “Tapi emang jurusan lu ribet si, Mei.” “Dih ngatain, lagi kesel juga ….” Lisa hanya terkekeh mendengarkan keduanya berdebat masalah kampus mereka yang tidak adil itu. Memang kampus itu membuat aturan istimewa bagi mahasiswa jurusan ekonomi yang dibebaskan dari
Lisa meletakkan ponselnya di tas, mengabaikan pesan agresif dari kakak tingkatnya yang seperti kata Hanum, dia memang menyukainya. Tentu Lisa sadar akan hal itu, tetapi ia juga menyadari kalau pria itu terlihat jelas, bukan pria baik-bik seperti yang dikatakan Mei, dia buaya darat alias playboy. Pacarnya ada di mana-mana, gebetannya pun tak terhitung, ia memang tampan tapi auranya jelas tak bisa dikatakan baik. Sejauh ini Lisa sudah banyak menemui pria semacam Baron, wajah tampan tetapi kelakuan bak iblis, otaknya hanya berisi tentang wanita dan hal berbau zina. Ia menghela napas berat, menatap gerbang yang ada di depannya. Pukul 16.45 WIB ia baru keluar dari perpustakaan karena baru selesai mengerjakan tugas kelompok, tetapi ia yang menyelesaikannya seorang diri karena tiga anggota lainnya pulang terlebih dahulu dengan alasan ingin malam mingguan karena itu hari Sabtu. "Duh, aku jadi gak enak sama Bi Ijah dan Baby Axel, aku sering ijin kek gini ...." Ia sudah ijin tadi pagi kal
Max sengaja memperpanjang perjalanan bisnisnya pasca ia yakin bahwa perasaannya pada Lisa adalah spesial, tetapi ketika kembali bukannya perasaan itu berkurang, tetapi malah meledak, meluap bak lumpur lapindo. Perasaan itu meletup-letup tanpa bisa dihindari. Ia sampai tak keluar kamar, tak berani menemui baby Axel ketika Lisa belum pulang kerja hingga ketika baby Axel menahan Lisa untuk menginap di rumahnya, ia memilih pergi ke kantor dan tidur di sana. Ia benar-benar niat untuk menjauhkan perasaannya pada Lisa, tetapi itu tak berhasil. Oleh sebab itu, ia menghubungi Hans dan curhat pada si pakar perrcintaan cap buaya darat itu tentang perasaannya yang tak bisa dibendung lagi. Hingga ia mendapat kesimpulan bahwa ia harus menerimanya dan belajar cara menikmati perasaan itu tanpa diketahui oleh Lisa. "Gini ya, Bro. Masalahnya lo udah suka ama dia, kalo misal lo baru tertarik mungkin bisa tuh lo cari kekurangan dia biar lo ilfil sama dia, tapi kalo udah suka mah susah ngilanginnya.
"Aku masih gak ngerti, sebenarnya apa yang Mbak Resti maksud," ujar Lisa bingung. Resti menghela napas dengan gadis tidak peka di depannya itu. "Gini loh, kamu gak tau kalau Pak Boss kita bukan orang biasa?" Lisa meringis, "Iya tau, dia orang kaya kan?" "Bukan itu maksudku," balas Resti gemas. Baby Axel tiba-tiba merengek, ia sepertinya tidak puas dengan susu dari dot, padahal itu juga asi stok yang disiapkan Lisa untuknya. "Oeeeek!" maka pecahlah taangis bayi itu. Lisa langsung meminta baby Axel dari gendongan Resti. "Siniin Mbak, mungkin dia mau nenen langsung ke aku." "Iya kali yah, padahal asinya belum basi loh, kan ditaruh di kulkas," ujar Resti sambil menyeragkan baby Axel ke dalam gendongan Lisa. Lisa pun menggendong baby Axel lalu bersiap menyusuinya. "Uluh-uluh, si ganteng tau yah kalau ada Kakak, iya?" Melihat itu Resti terkekeh, ia membantu merapihkan posisi baby Axel agar Lisa nyaman juga, ia masih diinfus karena masih membutuhkan asupan pada tubuhnya
Tatapan tajam Lisa membuat Max tersadar dan menatap balik gadis bermata jernih itu. Ia menutup ponselnya dan menaikkan sebelah alis. "Kenapa?" tanyanya sembari mengantongi ponselnya lagi. "Eng ...." Lisa menggeleng takut, "Gak kenapa-napa, Pak?" "Kamu tadi natap saya kayak gitu," ujar Max. Lisa menggeleng lagi, "Gak Pak, gak papa. Maaf sudah mengganggu." "Jangan-jangan kamu terpesona pada saya?" +_+_+ Pada akhirnya Lisa tak bisa tidur lagi, ia tak nyaman ada Max di ruangan itu. Max tidur di sofa setelah menggodanya tadi, pria itu menuduh Lisa terpesona karena menatapnya lama. Padahal Lisa sedang mengamati tato-tato di tangan Max, lalu mengepaskan dengan teori-teori yang dibuat Resti yang suka nonton YouTube dengan chanel cerita-cerita hororr. Lisa juga terpengaruh oleh cerita Resti, takut Max melakukan hal buruk padanya sebagai persembahan. Sampai ketika jam 1 malam, baby Axel terbangun dari tidurnya dan menangis, sepertinya Lisa tak akan tidur malam ini. Resti pun langsung ter
Max tak habis fikir dengan pengakuan Lisa atas alasan mengapa gadis itu menjauhinya, ternyata itu karena segitiga dengan gambar mata di tengahnya yang sering disebut sebagai Illuminati, padahal ini adalah tato yang ia buat ketika ia memulai bisnis dengan filosofi yang berbeda jauh dari illuminati itu sendiri. "Lis, serius kamu mikir kalo saya ngelakuin hal konyol begitu?" "Saya kan cuma dapet info dari internet, Pak," jawab Lisa mulai santai. Max pun ikut santai dan tertawa melihat bagaimana cara Lisa berpikir, sangat polos. "Hahahaha!" Gemparlah seisi mansion ketika mendengar tawa Max yang hampir tidak pernah terjadi semenjak hubungannya renggang dengan mantan istrinya. Beberapa pegawai di rumah itu, pembantu, bodyguard, dan tukang kebun bahkan mengintip di ambang pintu. Mereka sampai mendelik melihat betapa Max terlihat bahagia dengan Lisa sebagai objek tawanya. Lisa sendiri memanyunkan bibirnya karena kesal, "Bapak jangan keras-keras ketawanya, nanti baby Ax bangun." "Baby A
Suatu hari Axel yang sudah lulus S1 dan sedang melanjutkan kuliah S2-nya di Amerika menelpon ibu sambungnya dengan video call. "Ma, aku mau ngasih tau sesuatu," ujar Axel. "Iya Sayang, kasih tahu aja," ujar Lisa. "Aku, dapet bagian untuk bacain kesan dan pesan saat wisuda nanti," ujar Axel bahagia. "Wah, masyaa Allah, alhamdulillah. Emang hebat anak Mama." "Pokoknya besok Mama harus ikut di wisudaku, sama adik-adik ya," ujar Axel. "Iya tentu aja, Sayang. Coba kamu kasih tahu Papa kamu biar dia juga mengatur jadwalnya." "Iyap Mah," jawab Axel. "Oh ya, sambil tolong dibujukin Papamu dong. Dia suka lembur, Mama nggak suka ...." keluh Lisa. Axel pun tertawa mendengarnya, "Siap, Mah. Semoga aja aku lekas bisa bantu Papa supaya Papa bisa lebih banyak istirahat sama Mama." "Aamiin, Mama juga berharap gitu, tapi Mama juga nggak mau kalau kamu maksain diri kamu. Kamu masih muda Sayang, perlu menikmati hidup juga jangan langsung kerja kayak Papa kamu. Gak ada waktu buat quality time sa
"Oom Kevan mau nikah Sayang, jadi besok kita kondangan," ujar Lisa pada anak perempuannya. Axel kini bukanlah Baby lagi, ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang membanggakan. Ia sudah tau atas rencana pernikahan itu, bahkan ia tau bagaimana Kevan sulit move on dari ibunya yang ia cintai. Agak mengherankan memang ketika saingan cinta Max malah akrab dengan anak-anaknya, tak bisa dipungkiri itu karena seringnya Kevan bertemu dengan Max sebagai rekan bisnis. Namun, seiring berjalanannya kesibukan Kevan sebagai pimpinan perusahaan membuatnya jadi mudahh menerima ketanyataan bahwa Lies milik suaminya. "Yey! Ketemu Oom Kevan!" ujar Zahra senang. "Iya, Zahra mau ngado apa?" tanya Lisa padanya. "Apa ya?" balasnya berpikir. "Gimana kalau bola basket? Oom Kevan kan suka sasket," ujarnya. "Janganlab Sayang, kan dia lagi nikah bukan bhat ulang tahun. Kadonya yah buat Oom sama Tante bukan hanya untuk Oom." Zahra mengangguk-angguk, "Siap. Terus apa Ma?" Kini Lisa yang berpikir, tetapi Axel ya
Dua bulan terakhir ini Max terus mengganggu Lisa alias mengajaknya bercinta setiap malam, sehingga ia merasa cukup kewalahan dengannya. Namun, ia tidak bisa berkata kalau itu tidak menyenangkan, karena ia pun menikmatinya. Bagaimanapun, aktivitas itu adalah salah satu surga dunia yang Allah siapkan untuk pasangan halal. Tiba-tiba saat Lisa dan Max makan malam, Lisa merasa mual tak berkusuhadahan, sampai ia lemas karena kekurangan cairan. "Sayang, kamu gak papa?" tanyanya panik. Lisa sudah lelah dan tak kuasa untuk menjawab, sehingga Max langsung membawanya ke rumah sakit dengan tergopoh-gopoh. Sifa pun ikut panik melihat Nyonya-nya dibopong oleh sang Tuan, ia cemas. Ia sudah sembuh setelah istirahat dua bulan, mungkin awalnya trauma tetapi ia mulai kembali belajar mobil setelahnya. Meski bekerja dengan Nyonya yang merupakan istri konglomerat yang memiliki banyak musuh, Sifa masih tetap setia pada Lisa karena nominal gaji yang tinggi dan karena ia tidak yakin bisa menemukan bos se
Diana meminta maaf pada Lisa, ia minta maaf karena semua yang terjadi padanya adalah akibat dari ambisinya memisahkan mereka. "Aku minta maaf atas semua yang terjadi padamu, yah ... aku tau, maafku mungkin tidak berguna untuk sekarang tapi, aku berharap bahwa aku bisa menebusnya meski hanya sedikit." Lisa terdiam, kemudian kembali mengingat waktu-waktu ke belakang ketika Diana memperlakukannya. Diana bekerja sama dengan para wanita-wanita yang mencoba untuk mendekati suaminya. ia ingat ada luka yang ia terima dan semua hal tentang Diana. Hingga kemudian, ia mengangguk dan tersenyum pada ibu mertuanya. "Sejujurnya aku juga bukan orang yang baik, sehingga aku bisa mudah ikhlas dengan semua yang sudah terjadi, tapi aku sudah memaafkanmu, Mom. Aku kira kejadian-kejadian yang sudah berlalu biarlah menjadi masa lalu, aku harap kita bisa mulai akur dan membuka lembaran baru." ••• Lisa dan Diana berbelanja bersama di mall dengan bahagia, bahkan Diana membelanjakan banyak barang untuk men
Frans meminta maaf pada Max usai sadar dari mabuknya, Max pun memaafkannya menginat Frans masih berguna untuknya, hanya saja ia memanfaatkan momen itu untuk lebih mengikat Frans. Selain itu, Max juga meminta penjelasan dari sang ibu. Nafsunya untuk memisahkannya dengan Lisa ternyata membuatnya menarik beberapa bawahannya yang lemah untuk berkhianat. Diana pun minta maaf, ia juga menyesal karena Wina akhirnya bunuh diri karena keserakahannya. "Semua tak berguna sekarang Mom, aku tak tau kamu bertindak sejauh ini, lalu aku harus bagaimana?" Diana pun tak mengerti kenapa ia melakukan semua itu hanya karena keinginan terdalamnya yang tidak bisa dibujuk saat itu. Ia begitu mencintai anaknya sampai tak ingat apa-apa, mencintai tradisi dan darah biru yang ia sanjung-sanjung dalam hidup. Max masih sulit untuk memaafkan ibunya, semuanya jadi kacau karenanya. Alhasil Lorey menengahi anak dan istrinya lagi, meski sulit tetapi Max bisa memaafkan sang ibu. Apalagi saat itu Lisa bangun dan men
Di sebuah ruangan gelap, di mana Frans sedang hancur karena pujaan hatinya meninggal. Max menghampirinya bersama Edwin, si pemimpin pasukan keamanannya. Di sanalah Frans yang dalam keadaan mabuk pun jujur kalau ia tau Wina adalah seorang yang bekerja untuk Diana. Wina juga yang membuat kasus kejahatan Larissa lancar, Wina juga yang membuat ia kadang mencurangi informasi dan melambankan kinerja tim IT jika itu tentang Lisa, Wina juga yang membuat Baby lancar melakukan aksi pendekatan pada Max, semua di bawah perintah Diana. Frans juga tau kalau Wina menyukai Max alih-alih dirinya yang sudah bucin atau bulol padanya, tapi Frans tak perduli dan terus mencintainya. "Maafkan aku Bos, aku tahu Ini memalukan sebagai bawahanmu yang harusnya setia padamu, tapi karena cinta menggelapkan mataku dan membuat aku rela mencurangimu." Max masih diam mendengarkan penyesalan Frans yang mabuk itu. "Aku tau ini salah, tapi kalaupun aku diberi pilihan untuk memutar waktu, aku akan melakukan tindakan
Max tak akan sudi memaafkan Ten, ia sudah ingin sekali membunuhnya sejak awal. Namun, Ten dikasih hati malah ngelunjak. Akhirnya ia tak bisa menahan diri lagi untuk tidak melenyapkannya. "Apa yang ingin kamu lakukan padanya?" tanya Lorey pada putranya. "Aku tidak bisa menahan lagi, Dad," ungkap Max dengan suaranya yang penuh emosi. "Max, tolong jangan lakukan itu...." "Tapi sayangnya, aku sudah melakukannya," potong Max, membuat Lorey yang tidak paham pun bertanya. "Maksudmu apa, kamu sudah melakukan apa?" Namun, detik berikutnya Ten muntah darah dan terjatuh ke lantai, Ia terus memegangi perutnya dan dadanya yang terasa sakit. Hal itu menjelaskan pada Lorey, kalau Ten sudah diracuni oleh Max. Melihat hal itu, Lorey langsung berusaha untuk menolong Ten dengan pertolongan pertama. "Apa yang kau lakukan, Max! Astagah!" Namun, semuanya sia-sia karena Ten sudah meninggal, membawa rasa sakit yang ia alami. Tak habis pikir dengan itu, ia langsung menghampiri Max lagi dan mencengkera
Lorey langsung memeluk anaknya dengan erat agar emosinya mereda, ia tau bagaimana perasaan kehilangan orang yang dicintainya. Bayi yang ada di dalam kandungan Lisa meninggal, dan saat ini istrinya koma. Manusia mana yang tahan dengan keadaan itu? Jika saja Frans tidak menemukan titik keberadaan Ten saat itu, pasti Lisa sudah tak bernyawa karena keterlambatan penanganan. Frans mengungkapkan bahwa Ten ada di daerah di mana ia menuju tepat di tempat Lisa berada saat ingin berangkat ke kampus. Pada saat itu pula Max memerintahkan bodyguard yang mengikuti Lisa untuk mencegahnya, tapi gagal. Ten sudah melakukan aksinya dengan menyetir truk dan menabrak mobil yang ditumpangi Lisa. Sayangnya Lisa ada di bagian yang parah, kakinya patah dan tangannya juga patah karena menahan perutnya. Namun, posisi benturannya ada di sebelah kiri dan Lisa terguling sampai terjatuh dengan keadaan tengkurap, sehingga bayinya tidak tertolong lagi. Sifa mengalami patah kaki kiri karena terjepit, lalu tulang
Siapa yang tidak kenal dengan Maxellio D. Alexander? Seorang pebisnis asal Spanyol yang memulai bisnisnya di Indonesia dengan kerja kerasnya. Namun, siapa yang tahu sekarang dirinya terlihat sangat hancur, ketika seseorang yang sangat ia cintai terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit dengan alat bantu medis. Pemberitaan di media sosial dan TV di penuhi oleh kecelakaan istri pengusaha terkaya di Indonesia. Banyak yang nimbrung berspekulasi macam-macam. Wajah hancur Max tertangkap kamera, membuat banyak netizen ikut sedih melihat sosoknya yang hancur. Sementara Baby Axel juga terus menanyakan keberadaan Lisa, bahkan ia ikut sakit karena merasakan Ibu susunya yang sakit. Setiap hari ia menanyakan Lisa di mana, Lisa kapan bisa pulang, sedang apa Lisa, dan semua yang ia ingin tahu tentang ibu susunya itu. Seolah-olah jiwa raga mereka sudah menyatu, sehingga ketika Lisa sakit maka Baby Axel ikut sakit. Baby Axel selalu ikut merasakan kondisi tubuh Liea, ikatan batin mereka terlalu kuat j