Next nanti malam ya ...
"Seneng banget?" tanya Max pada Lisa yang menatap luar jendela dengan bahagia. Untung saja ini bukan musim liburan sehingga tidak ramai, dan banyak penumpang jadi cukup nyaman untuk naik kereta. "Aku udah lama banget pengen naik kereta." "Lah kenapa kamu nggak bilang sih? Kalau kamu suka naik kereta kan aku juga bisa ngajakin kamu naik kereta pas kita di Spanyol." "Aku males aja ngomongnya, kayak anak kecil kan?" Max tersenyum dan merangkul istrinya dari samping, "Ya nggak gitu juga, Sayang. Apapun yang kamu suka aku bisa wujudkan, nggak perduli kalau itu kayak anak kecil atau enggak. Menurutku nggak kayak anak kecil kok." "Ah masa?" tanya Lisa. Max yang memeluk istrinya dan membuat suasana menjadi semakin romantis. Hal itu membuat sepasang pasangannya melihat interaksi Max dan Lisa, interaksi yang membuat mereka iri. Kemudian si perempuan pun bertanya pada keduanya. "Permisi, apakah kalian pasangan Maxel dan Lisa?" tanya perempuan itu yang sekitar usia 30-an. Lisa dan Max m
Lisa merasa terkejut dengan apa yang disampaikan oleh nenek Mirna, bagaimana bisa kenyataan itu seolah menamparnya dan membuatnya kecewa bahkan sampai jatuh ke ruangan paling bawah. Ia tidak tahu kenapa, tapi dirinya seakan tak punya hal lain untuk dibicarakan. Ia sangat terkejut dan merasa dibuang, tetapi tak bisa menolak kenyataan itu. Dirinya mencoba tetap tegar meski harus kecewa lagi dan lagi. Apapun yang terjadi nenek Mirna yang menjaganya. Kebenaran bahwa ia bukanlah cucu kandung dari nenek Mirna membuat Lisa serasa runtuh. "Ibumu memang seorang penghibur, Nenek juga tidak suka dengan apa yang dia lakukan tapi, ketika Ibumu tiba-tiba datang ke rumah dengan keadaan hamil, Nenek nggak bisa mengabaikannya, sementara dia hanya sendiri di Jakarta, dia gak pernah mengungkap siapa orang tuanya bahkan identitasnya tidak ada karena pekerjaannya yang kotor. Kemudian setelah ia melahirkanmu, dia mengurusmu di samping Nenek sampai kamu tumbuh, setelahnya sekitar usiamu setahun Ibumu per
Tak sengaja Lisa melihat ponsel Max yang terus berdering dan melihat siapa yang menghubungi, tertera di sana nama Ten, sangat jelas. Wajar tidak sih kalau Lisa cemburu? Rasanya Lisa ingin menangis lagi, setelah kecewa dengan kenyataan masa lalunya, sekarang harus dikecewakan oleh suaminya yang masih dihubungi wanita lain dengan intensitas yang tidak wajar. Tiba-tiba, Max datang dan mengambil ponselnya, lalu melihat siapa yang menelpon. "Jangan dipikirin tentang dia, aku juga gak ngleadenin dia akhir-akhir ini jadinya dia nglunjak gitu." Lisa terkejut dengan ucapan suaminya, berarti selama ini Max memang terbiasa berhubungan dengan dengan intensitas yang cukup banyak, sehingga Ten merasa dibukakan pintu yang lebar untuk bertegur sapa dengan Max yang merupakan suami orang. Melihat ekspresi Lisa yang tidak suka, Max pun langsung duduk di kasur di samping istrinya dan merangkulnya. "Tenang aja, Sayang ... Ten bukan siapa-siapa dalam kehidupan aku, kamu tetep yang nomor satu," u
Back to Office, yap begitulah posisi Max sekarang, ia ada di kantor dengan bertumpuk pekerjaan yang tak kunjung usai. Apalagi dua minggu besok, Fano dan Marcia mulai libur, ia harus mencari pengganti untuk menggantikan keduanya. Repot juga kalau dua asistennya menikah, ia jadi keteran sendiri, tetapi ia juga tak bisa menyalahkannya karena cinta tidak bisa dipaksakan. "Max, hai!" sapa seseorang. Siapa lagi yang berani memanggilnya seperti itu selain keluarganya, sahabatnya, dan istrinya, tetapi Ten hanya sebagai teman tetapi ia terus berusaha menjadi lebih dekat dengannya. "Hai, ada apa, Ten?" tanya Max biasa. Namun sepertinya Ten kecewa dan langsung mendekatinya di samping kanan Max terlalu dekat. "Ten, please ...." Tiluling tiluling! Dering telpon di ponsel Max berbunyi, tanda ada yang menelpon. Itu dari bagian Humas, lebih tepatnya manajer Administrasi yang sekarang sedang mengawasi acaraacara di luar negeri. "Gimana, Don?" tanya Max berdiri dan menghindari Ten yang berus
"Kenapa kamu gak nyapa mereka?" tanya Lisa setelah mereka habis dari restoran, sebab Max hanya menjawab kalau mereka keluarga mantan istrinya, Eva. Lisa pernah melihat mereka di pernikahannya dulu. "Gak penting, mereka juga sebenernya gak punya hubungan baik dengan Eva, Eva sering dimanfaatkan mereka, istilahnya mereka selalu hidup sebagai penjilat." "Kamu gak suka sama mereka?" "Iya jelas, menyebalkan. Aku gak suka mereka memperlakukan Eva layaknya barang." "Kasin banget, Mbak Eva." "Aku selalu nyesel karena aku malah nambah luka di hidupnya," ujar Max menatap ke depan. Lisa menggenggam tangan suminya dan menenangkannya. ••• Padahal Ten sudah merasa sangat bangga pada asumsinya sendiri, bahwa ia adalah orang yang bisa mendekati Max tapi, ia terkejut ketika Max tiba-tiba datang bersama Lisa ke kantornya tanpa membawa anaknya tentu saja. Lalu tak lama kemudian, mereka pun naik ke atas ke ruang CEO. Max memangil Windy dan Ten ke ruangannya untuk mengatakan sesuatu. Ia juga
Lisa sudah seminggu Lisa menjadi asisten Max menggantikan Fano yang cuti untuk mempersiapkan pernikahannya. Akan tetapi, Fano beberapa kali juga ke kantor untuk mengerjakan hal-hal penting, artinya ia tidak benar-benar libur hanya waktunya lebih fleksibel. Lisa sudah bisa merasakan bagaimana capeknya menjadi, Fano. Badannya seolah remuk, apalagi badannya seperti cepat lelah akhir-akhir ini entah kenapa. Ia juga tidak mudah menerima makanan apapun, padahal biasanya ia bisa makan apapun yang ada karena dari kecil dilatih untuk itu dengan keadaan. Sementara itu, hari ini adalah pertemuan Max dengan seorang tamu penting dari luar negeri. Jadi ia dan Fano senantiasa mempersiapkan keperluan Max juga si tamu, dan persiapan apa yang sekiranya bisa mereka gunakan. "Bu Lisa bisa istirahat dulu gak papa, nanti saya terusin." "Bentar lagi selesai," ujar Lisa menyelesaikan pekerjaannya. Namun Fano tidak tega dan mendekatinya, "Wajah Ibu udah pucet begitu, udah biar saya yang selesein," ungk
"Seru juga...." Suara itu dari Hans yang entah datang dari mana. Semua orang menoleh ke arah Hans yang terlihat sangat percaya diri dengan setelan yang sangat santai untuk ukuran seorang pengacara. Ia memang punya jiwa yang sangat bebas, meski sering ditegur dan dikritik banyak orang ia tak perduli. Lisa agak terkejut dengan kalimat itu tapi, Hans kemudian berkata. "Kamu hebat Lis, bener juga apa kata kamu ...." ia menunjuk Ten, "Tentang orang ini, dia emang agak mencurigakan dan dia seperti yang punya niat yang tidak baik pada suamimu. Aku juga merasakan hal yang sama tapi, gimana ya. Kadang seseorang itu dipengaruhi dengan mudah karena sebuah empati." Lisa berusaha memahami arah pembicaraan Hans, meski begitu ia tahu Hans tak mengkin menjatuhkannya apalagi berpihak pada Ten. "Ya memang orang kadang harus disadarkan dulu agar tau tempat, dan seseorang semua harus sadar diri untuk melihat siapa dia sebenarnya,) ujar Hans dengan santai dan melirik semua orang yang menonton. Tiba-
Kata dokter kemarin Lisa hanya mengalami kram biasa dan setelah minum air putih kramnya hilang. Max melihat raut wajah Lisa yang terlihat khawatir pada sesuatu. "Kamu kenapa kok kayak serius banget, mikirin apa sih?" tanya Max. Setelah salat subuh, keduanya melakukan olahraga pagi di ruang Gym. Ditanya begitu, Lisa malah menghela napas. "Gak papa cuma ngelamun aja, gak ada alasan apa-apa kok," ujar Lisa menghela napas. "Apa ini berkaitan dengan apa yang dibilang Hans, tentang kamu digangguin sama Ten?" Lisa menggeleng, "Enggak juga, emang dianya rese. Biasalah urusan perempuan ...." "Jangan bohong, itu berkaitan sama aku kan?" tanya Max. Lisa malah terlihat bad mood, "Hem, udahlah nggak usah dibahas. Aku jadi bad mood," ujar Lisa membuat Max jadi serba salah. Padahal Max hanya ingin membantu menyelesaikan permasalahan yang membuat Lisa cemas. Namun, sepertinya istrinya itu sedang tidak ingin memikirkan hal itu. "Kalau gitu lebih baik kita sarapan yuk!" ujar Max pasrah. Lisa
Suatu hari Axel yang sudah lulus S1 dan sedang melanjutkan kuliah S2-nya di Amerika menelpon ibu sambungnya dengan video call. "Ma, aku mau ngasih tau sesuatu," ujar Axel. "Iya Sayang, kasih tahu aja," ujar Lisa. "Aku, dapet bagian untuk bacain kesan dan pesan saat wisuda nanti," ujar Axel bahagia. "Wah, masyaa Allah, alhamdulillah. Emang hebat anak Mama." "Pokoknya besok Mama harus ikut di wisudaku, sama adik-adik ya," ujar Axel. "Iya tentu aja, Sayang. Coba kamu kasih tahu Papa kamu biar dia juga mengatur jadwalnya." "Iyap Mah," jawab Axel. "Oh ya, sambil tolong dibujukin Papamu dong. Dia suka lembur, Mama nggak suka ...." keluh Lisa. Axel pun tertawa mendengarnya, "Siap, Mah. Semoga aja aku lekas bisa bantu Papa supaya Papa bisa lebih banyak istirahat sama Mama." "Aamiin, Mama juga berharap gitu, tapi Mama juga nggak mau kalau kamu maksain diri kamu. Kamu masih muda Sayang, perlu menikmati hidup juga jangan langsung kerja kayak Papa kamu. Gak ada waktu buat quality time sa
"Oom Kevan mau nikah Sayang, jadi besok kita kondangan," ujar Lisa pada anak perempuannya. Axel kini bukanlah Baby lagi, ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang membanggakan. Ia sudah tau atas rencana pernikahan itu, bahkan ia tau bagaimana Kevan sulit move on dari ibunya yang ia cintai. Agak mengherankan memang ketika saingan cinta Max malah akrab dengan anak-anaknya, tak bisa dipungkiri itu karena seringnya Kevan bertemu dengan Max sebagai rekan bisnis. Namun, seiring berjalanannya kesibukan Kevan sebagai pimpinan perusahaan membuatnya jadi mudahh menerima ketanyataan bahwa Lies milik suaminya. "Yey! Ketemu Oom Kevan!" ujar Zahra senang. "Iya, Zahra mau ngado apa?" tanya Lisa padanya. "Apa ya?" balasnya berpikir. "Gimana kalau bola basket? Oom Kevan kan suka sasket," ujarnya. "Janganlab Sayang, kan dia lagi nikah bukan bhat ulang tahun. Kadonya yah buat Oom sama Tante bukan hanya untuk Oom." Zahra mengangguk-angguk, "Siap. Terus apa Ma?" Kini Lisa yang berpikir, tetapi Axel ya
Dua bulan terakhir ini Max terus mengganggu Lisa alias mengajaknya bercinta setiap malam, sehingga ia merasa cukup kewalahan dengannya. Namun, ia tidak bisa berkata kalau itu tidak menyenangkan, karena ia pun menikmatinya. Bagaimanapun, aktivitas itu adalah salah satu surga dunia yang Allah siapkan untuk pasangan halal. Tiba-tiba saat Lisa dan Max makan malam, Lisa merasa mual tak berkusuhadahan, sampai ia lemas karena kekurangan cairan. "Sayang, kamu gak papa?" tanyanya panik. Lisa sudah lelah dan tak kuasa untuk menjawab, sehingga Max langsung membawanya ke rumah sakit dengan tergopoh-gopoh. Sifa pun ikut panik melihat Nyonya-nya dibopong oleh sang Tuan, ia cemas. Ia sudah sembuh setelah istirahat dua bulan, mungkin awalnya trauma tetapi ia mulai kembali belajar mobil setelahnya. Meski bekerja dengan Nyonya yang merupakan istri konglomerat yang memiliki banyak musuh, Sifa masih tetap setia pada Lisa karena nominal gaji yang tinggi dan karena ia tidak yakin bisa menemukan bos se
Diana meminta maaf pada Lisa, ia minta maaf karena semua yang terjadi padanya adalah akibat dari ambisinya memisahkan mereka. "Aku minta maaf atas semua yang terjadi padamu, yah ... aku tau, maafku mungkin tidak berguna untuk sekarang tapi, aku berharap bahwa aku bisa menebusnya meski hanya sedikit." Lisa terdiam, kemudian kembali mengingat waktu-waktu ke belakang ketika Diana memperlakukannya. Diana bekerja sama dengan para wanita-wanita yang mencoba untuk mendekati suaminya. ia ingat ada luka yang ia terima dan semua hal tentang Diana. Hingga kemudian, ia mengangguk dan tersenyum pada ibu mertuanya. "Sejujurnya aku juga bukan orang yang baik, sehingga aku bisa mudah ikhlas dengan semua yang sudah terjadi, tapi aku sudah memaafkanmu, Mom. Aku kira kejadian-kejadian yang sudah berlalu biarlah menjadi masa lalu, aku harap kita bisa mulai akur dan membuka lembaran baru." ••• Lisa dan Diana berbelanja bersama di mall dengan bahagia, bahkan Diana membelanjakan banyak barang untuk men
Frans meminta maaf pada Max usai sadar dari mabuknya, Max pun memaafkannya menginat Frans masih berguna untuknya, hanya saja ia memanfaatkan momen itu untuk lebih mengikat Frans. Selain itu, Max juga meminta penjelasan dari sang ibu. Nafsunya untuk memisahkannya dengan Lisa ternyata membuatnya menarik beberapa bawahannya yang lemah untuk berkhianat. Diana pun minta maaf, ia juga menyesal karena Wina akhirnya bunuh diri karena keserakahannya. "Semua tak berguna sekarang Mom, aku tak tau kamu bertindak sejauh ini, lalu aku harus bagaimana?" Diana pun tak mengerti kenapa ia melakukan semua itu hanya karena keinginan terdalamnya yang tidak bisa dibujuk saat itu. Ia begitu mencintai anaknya sampai tak ingat apa-apa, mencintai tradisi dan darah biru yang ia sanjung-sanjung dalam hidup. Max masih sulit untuk memaafkan ibunya, semuanya jadi kacau karenanya. Alhasil Lorey menengahi anak dan istrinya lagi, meski sulit tetapi Max bisa memaafkan sang ibu. Apalagi saat itu Lisa bangun dan men
Di sebuah ruangan gelap, di mana Frans sedang hancur karena pujaan hatinya meninggal. Max menghampirinya bersama Edwin, si pemimpin pasukan keamanannya. Di sanalah Frans yang dalam keadaan mabuk pun jujur kalau ia tau Wina adalah seorang yang bekerja untuk Diana. Wina juga yang membuat kasus kejahatan Larissa lancar, Wina juga yang membuat ia kadang mencurangi informasi dan melambankan kinerja tim IT jika itu tentang Lisa, Wina juga yang membuat Baby lancar melakukan aksi pendekatan pada Max, semua di bawah perintah Diana. Frans juga tau kalau Wina menyukai Max alih-alih dirinya yang sudah bucin atau bulol padanya, tapi Frans tak perduli dan terus mencintainya. "Maafkan aku Bos, aku tahu Ini memalukan sebagai bawahanmu yang harusnya setia padamu, tapi karena cinta menggelapkan mataku dan membuat aku rela mencurangimu." Max masih diam mendengarkan penyesalan Frans yang mabuk itu. "Aku tau ini salah, tapi kalaupun aku diberi pilihan untuk memutar waktu, aku akan melakukan tindakan
Max tak akan sudi memaafkan Ten, ia sudah ingin sekali membunuhnya sejak awal. Namun, Ten dikasih hati malah ngelunjak. Akhirnya ia tak bisa menahan diri lagi untuk tidak melenyapkannya. "Apa yang ingin kamu lakukan padanya?" tanya Lorey pada putranya. "Aku tidak bisa menahan lagi, Dad," ungkap Max dengan suaranya yang penuh emosi. "Max, tolong jangan lakukan itu...." "Tapi sayangnya, aku sudah melakukannya," potong Max, membuat Lorey yang tidak paham pun bertanya. "Maksudmu apa, kamu sudah melakukan apa?" Namun, detik berikutnya Ten muntah darah dan terjatuh ke lantai, Ia terus memegangi perutnya dan dadanya yang terasa sakit. Hal itu menjelaskan pada Lorey, kalau Ten sudah diracuni oleh Max. Melihat hal itu, Lorey langsung berusaha untuk menolong Ten dengan pertolongan pertama. "Apa yang kau lakukan, Max! Astagah!" Namun, semuanya sia-sia karena Ten sudah meninggal, membawa rasa sakit yang ia alami. Tak habis pikir dengan itu, ia langsung menghampiri Max lagi dan mencengkera
Lorey langsung memeluk anaknya dengan erat agar emosinya mereda, ia tau bagaimana perasaan kehilangan orang yang dicintainya. Bayi yang ada di dalam kandungan Lisa meninggal, dan saat ini istrinya koma. Manusia mana yang tahan dengan keadaan itu? Jika saja Frans tidak menemukan titik keberadaan Ten saat itu, pasti Lisa sudah tak bernyawa karena keterlambatan penanganan. Frans mengungkapkan bahwa Ten ada di daerah di mana ia menuju tepat di tempat Lisa berada saat ingin berangkat ke kampus. Pada saat itu pula Max memerintahkan bodyguard yang mengikuti Lisa untuk mencegahnya, tapi gagal. Ten sudah melakukan aksinya dengan menyetir truk dan menabrak mobil yang ditumpangi Lisa. Sayangnya Lisa ada di bagian yang parah, kakinya patah dan tangannya juga patah karena menahan perutnya. Namun, posisi benturannya ada di sebelah kiri dan Lisa terguling sampai terjatuh dengan keadaan tengkurap, sehingga bayinya tidak tertolong lagi. Sifa mengalami patah kaki kiri karena terjepit, lalu tulang
Siapa yang tidak kenal dengan Maxellio D. Alexander? Seorang pebisnis asal Spanyol yang memulai bisnisnya di Indonesia dengan kerja kerasnya. Namun, siapa yang tahu sekarang dirinya terlihat sangat hancur, ketika seseorang yang sangat ia cintai terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit dengan alat bantu medis. Pemberitaan di media sosial dan TV di penuhi oleh kecelakaan istri pengusaha terkaya di Indonesia. Banyak yang nimbrung berspekulasi macam-macam. Wajah hancur Max tertangkap kamera, membuat banyak netizen ikut sedih melihat sosoknya yang hancur. Sementara Baby Axel juga terus menanyakan keberadaan Lisa, bahkan ia ikut sakit karena merasakan Ibu susunya yang sakit. Setiap hari ia menanyakan Lisa di mana, Lisa kapan bisa pulang, sedang apa Lisa, dan semua yang ia ingin tahu tentang ibu susunya itu. Seolah-olah jiwa raga mereka sudah menyatu, sehingga ketika Lisa sakit maka Baby Axel ikut sakit. Baby Axel selalu ikut merasakan kondisi tubuh Liea, ikatan batin mereka terlalu kuat j