Lintang terlihat cantik saat wajahnya muncul di televisi setelah kemarin diwawancara oleh media TV lokal. Galaksi tersenyum menatap wanitanya sambil memeluk guling di atas tempat tidur."Kamu cantik banget sih, Sayangku, Lintangku," gumam Galaksi. Tubuhnya masih panas. Ia mengeluh karena untuk bangkit dari tempat tidur dan menuju ke lantai bawah untuk sarapan saja tidak bisa. Kepalanya terasa berat dan pusing. Tapi masih sempat-sempatnya senyum-senyum sambil menatap Lintang dari layar kaca. Suara bel di kamarnya terdengar. Galaksi melirik malas ke arah pintu kamarnya."Helaaahh ... sapa sih!" Galaksi beranjak perlahan. Ia mengontrol rasa pusingnya sejenak. Lalu bangkit dan berjalan pelan ke arah pintu. Ia mengintip dari lubang kecil. Terlihat dua orang berdiri dengan memakai topi hitam serta masker hitam.Galaksi membuka pintu. Terlihat Adjie dan ... Lintang berdiri di depan kamar hotelnya."Hadeh, halusinasi deh, gue," ucap Galaksi sambil berjalan kembali ke dalam kamar."Halu kenapa
Mereka sudah tiba di IGD rumah sakit, Galaksi masih mengerang kesakitan. Ia juga terus menggenggam jemari Lintang. Lintang tidak tega melihat Galaksi seperti ini.Dokter jaga datang dan segera memeriksa Galaksi. Segala prosedur dilaksanakan hingga Galaksi dibawa ke ruangan pemeriksaan lebih lanjut. Adjie dan Lintang duduk didepan pintu ruangan tersebut."Appendicitis, Pak Galaksi harus segera dioperasi, peradangannya sudah parah," ucap sang dokter pria itu sambil berdiri didekat Lintang setelah mereka kembali ke IGD."Usus buntu dok?" Lintang memastikan. Dokter mengangguk. "Bukan asam lambungnya kambuh? Karena Galaksi tadi muntah-muntah dan demam dok""Salah satu gejala usus buntu itu bu, orang-orang suka salah arti sama rasa sakit diperut, dianggapnya masuk angin, atau maag, asam lambung,ternyata itu peradangan usus buntu. Pak … pak Galaksi." Galaksi menoleh ke dokter yang memeriksanya."Operasi ya, Pak, saya hubungi dokter penyakit dalam dan dokter bedahnya, nanti perawat kasih tau
Lintang dan Adjie duduk di depan ruang tunggu dekat pintu ruang operasi. Galaksi sudah satu jam lebih masuk ke dalam sana untuk dilakukan tindakan. Adjie juga memberitahu Lintang kalau kedua orang tua Lintang sudah ia beritahu tentang keadaan Galaksi."Bapak sama Ibu nggak bisa ke sini, jadi cuma minta dikabarin aja katanya," ucap Lintang sambil menyandarkan kepala ke dinding."Tadi pagi jam berapa lo sampe sini, Lin, gue nggak ngeh lo dateng." Adjie menguap, kantuk melanda dirinya. Ia semalam yang menjaga Galaksi di rumah sakit atas perintah Lintang. Ia tak mau Galak repot mondar mandir ke kamar mandi sendirian. Alhasil dengan sogokan 'Uang jajan' tambahan dari Lintang, Adjie siap sedia, kalau perlu dua puluh empat jam jadi perawat Galaksi."Tang."Apa." Lintang meminum ice coffee yang sudah mulai mencair itu."Habis ini apa, Tang? Mulai semua dari awal sama Galaksi, 'kan?" Adjie bersedekap dan duduk santai."Nggak tau, Jie." Lintang menghela napas sambil menatap dan memainkan gelas
Galaksi dan Lintang berpisah kembali karena Galaksi dan keluarganya harus kembali ke Jakarta. Mobil Galaksi juga sudah dibawa Adjie lebih dulu saat ia pulang ke Jakarta beberapa waktu sebelumnya. Breyana menangis saat harus berpisah kembali dengan mamah lintangnya."Nanti Mama ke tempat Bre, ya, sekarang Mama kerja dulu oke?" Akhirnya Bre mengangguk dan mencium pipi Lintang."Hati-hati ya, Ma, Pa," lalu Lintang menatap Galaksi yang sudah duduk di kursi penumpang bagian depan."Galak, hati-hati." Lintang melambaikan tangan. Tatapan Galaksi sendu. Ia tidak ingin meninggalkan Yogya tanpa jawaban pasti. Tetapi ini yang terjadi. Lintang juga masih belum bisa memberikan jawaban jelas. Ia masih harus memikirkan dan menata hatinya kembali. Ia tidak ingin ada paksaan atau bujuk rayu dari siapa pun.Mobil pun pergi meninggalkan pekarangan kecil rumah keluarga Lintang di sana. Lintang berjalan ke dalam rumah. Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur kamarnya. Memejamkan kedua mata, mencoba meresap
Jari jemari Galaksi menari cepat di atas kibor laptop sambil membaca laporan dari anak buahnya. Sebelum sampai ke direksi, laporan itu harus sudah ia pastikan benar dan ia pindahkan ke format lain supaya saat presentasi semua bisa terbaca jelas dan tersampaikan dengan tepat sasaran.Sesekali ia berhenti menggerakan jarinya, pikirannya teralihkan ke Lintang yang ada di Yogya.Ia mendengkus gusar, pikiran dan perasaannya menjadi cukup gelisah. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya, kembali fokus sampai ia menyelesaikan pekerjaannya.Jam makan siang Galaksi habisnya di ruangannya, ia memesan makanan cepat saji untuk menghemat waktu karena ia bisa makan sambil bekerja.Seseorang mengetuk pintu ruangan Galaksi."Masuk," ucap galaksi. Sosok itu masuk kedalam ruang kerja galaksi dengan tatapan tajam dan menakutkan. Tidak hanya seorang, ternyata mereka berdua. Igo dan dastan.Mereka dua orang itu. Galaksi menelan ludah sudah payah, seperti kedatangan dua algojo yang siap menyambitnya. Sang ketu
Lintang berjalan menuju tokonya jam enam pagi, sudah seperti biasa. Dari kejauhan tampak sosok pria yang ia rindukan. Ia menghentikan langkah kakinya dan justru mulai meneteskan air mata."Bang Igo...," Lintang kumat manjanya. Igo hanya terkekeh dan berjalan menghampiri Lintang yang mulai menangis.Igo tertawa sambil memeluk Lintang yang justru menangis di pelukannya."B---bang i--gooo," ucap Lintang terbata-bata."Udah. Jelek tau. Semua baik-baik aja Lintang," icap Iho sembari mengusap surai Lintang yang direspon dengan menganggukan kepala. Ia melihat Dastan sedang sibuk menelpon seseorang, jadi ia hanya menyapa dengan melambaikan tangan ke Lintang. Lintang membalasnya."Bang Igo berdua aja sama Bang Dastan?" Lintang menghapus sisa-sisa air matanya dengan tisu."Sama anak-anak juga kok, mereka masih berenang di hotel sama Mamanya, hebat lho, bisa buka usaha sendiri, keren!" Igo merangkul bahu Lintang, mereka berjalan ke toko bersama.***Di toko."Bang, kalo pagi gini, gue prepare sa
Javier duduk di atas motor vespa piaggio berwarna dop army dengan satu helm sudah ia pegang di tangannya. Ia membersihkan kaca helm yang ia pegang supaya tetap bersih dan saat yang memakai menatap sekitar."Emang kita mau kemana, Jav?" Suara Lintang terdengar, ia sudah di samping kiri Javier sambil menguncir rambutnya. Tangannya terhenti, ia ingat seseorang yang melarangnya menguncir rambut karena leher jenjang Lintang akan terlihat kemana-mana. Ia melepaskan kembali ikatan rambutnya dan mengambil helm dari tangan Javi."Mau ajak makan seafood, temen baru buka usaha seafood ambyar. Nggak jauh kok, deket stasiun Tugu. Cuma banyak polisi, jadi aku bawa helm buat kamu." Javier menyalakan mesin motornya. Lintang hanya mengangguk dan memakai helm ke atas kepalanya."Bu! Bu Lintang!" teriak security toko. Lintang menoleh."Apa, Pak?" Lintang berdiri menghadap security."Ini, saya cuma disuruh Pak Galaksi, bacain ini sebentar, saya atur napas dulu." Security itu menarik napas, membuang perla
Percaya tidak percaya, Javier harus menerima kenyataan bahwa Lintang seorang janda, janda pengkolan number one. Tak ada yang bisa meremehkan janda yang satu ini, dan Lintang semakin tercengang saat Javier dengan raut kecewa berkata,"Aku nggak mungkin kenalin kamu ke kedua orang tua aku karena kamu seorang janda Lintang, walau aku suka dan sayang sama kamu, itu akan susah untuk aku perjuangin. Jug--"And … Cut!Lintang mengarahkan tangan ke Javier yang terlihat sedih dan sendu. Raut mukanya seakan ia korban disini. Lintang menepuk jemari tangan pria itu."Mau perawan atau janda, kalau memang tulus mencintai dan menyayangi, akan diperjuangkan terus. Terima kasih atas kebaikan kamu ke aku, semoga kita tetap bisa berteman, Jav." Lintang tersenyum. Javier mengangguk. Pria itu menyukai Lintang, namun jika keluarganya tau status Lintang, akan menjadi persoalan lain dan menyulitkan dirinya juga."Galaksi menang. Aku kalah telak sama dia. Kalian cocok, terima kasih juga atas kebaikan kamu dan
Menjadi seorang ibu, bagi Lintang satu kebanggaan juga kebahagiaan. Memiliki anak bukan satu kerepotan, apalagi jika benih yang tumbuh dirahimnya dari orang yang ia cintai dengan tulus. Selain itu, anak juga rezeki dari pencipta, semua sudah diatur oleh-NYA. Terkadang, manusianya saja yang suka berpikir seenaknya, lupa jika dia dulunya juga seorang anak. Tangannya menggandeny Breyana, mereka sedang di mal untuk membeli sepatu baru karena Breyana akan mengikuti turnamen basket wanita usia 16. Iya, Breyana sudah remaja. Ia tumbuh cantik dan lebih mirip Lintang--ibu sambungnya--dari pada Karmen. "Ma, jangan yang mahal-mahal, Bre nggak mau, yang penting nyaman," pintanya saat mereka masuk ke toko sepatu olahraga. "Oke, Kakak," jawab Lintang sembari melihat ke jajaran sepatu yang tertata apik di rak. "Bre," panggil Lintang. "Apa, Ma?" Breyana memegang sepatu basket dengan corak pink orange. Warna yang mencolok dan itu limited edition, tertulis dirak. Saat melihat harganya, Breyana ke
Galaksi sudah selesai mandi, segera ia duduk anteng di sebelah Lintang. Ia memperhatikan istrinya melayani dirinya makan. Padahal perutnya sudah semakin membesar. Dasar Galaksi, tetap saja ia iseng dengan mencolek-colek lengan istrinya yang semakin berisi. Bukan gendut, ya, Lintang bisa sewot kalau dibilang begitu. “Jadi, katakan Adinda, ada ghibahan apa? Supaya Kakandamu itu, tidak ketinggalan informasi hangat,” kata Galaksi. Lintang menjewer pelan telinga suaminya, “Nggak usah lebay gitu bisa, nggak sih, Lak … ya ampun …,” kesal Lintang dengan menyipitkan mata menatap Galaksi yang mengusap telinganya setelah jemari Lintang menjauh. “Sebel aku,” gerendeng Lintang. “Jangan sebel-sebel, nanti anaknya mirip aku, lho,” lanjut Galaksi kemudian meneguk air putih di gelas. “Ya pasti mirip, Galak… ini anakmu, kamu yang tanam bibitnya, aku potnya, pasti mirip kamu, masa mirip Goong Yoo!” “Hah! Siapa oyong!” Galaksi terbelalak. “Kok oyong …, hih! Goong Yoo! Nih, ya, bentar aku lihat
"Saya tau kamu ibu kandung Breyana, tapi saya minta kamu untuk jujur, Karmen, sekali lagi saya mau tanya sama kamu. Apa... kamu berniat bawa Breyana tinggal dan menetap sama kamu?"Pertanyaan itu terlontar begitu lancar dengan nada bicara santai namun penuh penekanan. Lintang akan benar-benar menahan emosi dan egonya kali ini. Ia tam mau meledak-ledak apalagi gegabah. Hati Breyana yang ia harus jaga.Karmen menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Iya, Lintang, aku memang... suatu hari nanti berniat bawa Bre tinggal dan kembali ke aku, seenggaknya satu tahun ke depan."Lintang sudah menduga hal itu, lambat laun pasti akan begitu. Ia menunduk, mengangguk pelan. Hatinya sakit juga sedih, bagaimana ia suatu hari memang akan berpisah dengan Breyana."Aku minta maaf sama kamu Lintang, aku begitu naif beberapa tahun lalu, nggak mau bawa Bre untuk hidup sama aku karena menurutku, fokus saat itu ke suamiku sekarang. Aku mau memperbaiki hubunganku sama dia, di mana emang aku cintan
Lintang ingin sekali bisa beraktifitas normal, namun kehamilannya membuatnya harus bersabar dan mengalah kepada Karmen yang kini, mengantar jemput Breyana sekolah. Lintang selalu diingatkan Galaksi untuk sabar dan mengerti, kasihan Breyana juga nantinya.Siang itu, Lintang sedang membeli buah-buahan di supermarket buah, diantar Adjie yang sedang memiliki waktu luang, sementara Galaksi sibuk bekerja. Ia paham posisi dan kondisi suaminya itu, dan Adjie lah yang menjadi orang yang dihubungi saat darurat."Tang, enak kayaknya nih, pir, beliin gue ya, buat di rumah." Palak Adjie."Kebangetan. Udah kaya, masih malah gue." ketus Lintang. "Ambil!" lanjutnya. Lintang tak akan tega pada akhirnya."Eh iya, Bang Igo tanya, Breys cabang Jakarta, gimana prosesnya?" tanya Adjie."Aman, Kak Dita kan yang ngurusin. Gue udah nggak boleh mondar mandir ke sana, Jie, bawel banget Kak Dita, takut gue kenapa-kenapa." Lintang mendorong troli lagi, Berkeliling mencari buah dan camilan lainnya, Adjie mengekor,
Lintang dikejutkan dengan Breyana yang tiba-tiba demam tinggi, Sari membangunkannya tengah malam, Galak juga ikut terbangun. Breyana, kemarin saat di sekolah memang ikut ekskul renang, Sari sudah melarang karena Breyana tampak tak enak badan, namanya anak kecil, dilarang malah menangis. Sari jadi merasa bersalah, tapi Lintang dan Galaksi tak masalah, sudah saatnya sakit ya sakit saja, pikirnya. Karena ia tau Sari menjaga Breyana begitu penuh perhatian juga sayang.IGD menjadi saksi tangis Lintang saat dokter memberitahu jika Breyana tipes sehingga harus dirawat intensif di rumah sakit. Sari juga ikut menangis, bahkan meminta maaf kepada Lintang dan Galaksi."Kamu nggak salah Sari, saya cuma sedih lihat anak saya dipasang infusan sampai Breyana nangis jerit-jerit. Ibu mana yang nggak sedih, udah, kamu jangan sedih juga." Lintang mengusap lengan Sari. Ketiganya m
Rencana cuma dibuat manusia, tapi penciptalah yang menentukan hasil akhirnya. Galaksi cuti mendadak selama dua hari, ia menepati janji mengajak Lintang ke mall setelah pulang dari pantai. Breyana duduk di baby stroller yang masih bisa digunakan sampai Bre lima tahunan, cukup berfungsi baik, karena model baby stroller itu yang bisa dijadikan seperti kursi dorong.“Bu, ini bagus modelnya, bisa sampai Sembilan bulan Ibu pakai,” ujar Sari.“Iya bener, Sar, yaudah boleh tuh, motifnya lucu, bunga-bunga. Bunga Lily kayaknya ya,” ucap Lintang. Galaksi bersama Breyana ke bagian pria, toko pakaian merek Z itu begitu menggoda Galaksi juga untuk berbelanja, lain emang bapak-bapak satu ini, nggak mau kalah sama bininya, padahal, dari jauh Lintang sudah melotot ke arah Galaksi saat ia memegang sepatu dan beberapa kaos santai.Dengan kode tangan yang diberikan Lintang, akhirnya Galaksi menaruh kaos kembali ke gantungan dan meminta izin membeli sepatu santai. Lintang mengangguk.“Bre, besok-sesok, Pa
Galaksi menatap istrinya yang sudah menghabiskan dua kelapa muda langsung dari kelapanya, alias masih murni tanpa tambahan gula. Mereka duduk di warung kelapa muda yang ada di dekat pantai di daerah Anyer, Banten. Ngidamnya Lintang kali ini kelewatan, sebelum subuh, Galaksi dibangunkan Lintang yang langsung bikin panik karena dengan mengguncang-guncangkan tubuh suaminya itu yang sedang menikmati mimpi indah.“Ke Anyer, ayok. Aku mau minum air kelapa muda di sana. Cepeettt...,” rengekan itu jelas pemaksaan. Galaksi mau menolak tak mungkin, akhirnya sembari berjalan dengan muka bantal dan mata masih semi melek, ia berjalan ke kamar mandi, sementara Lintang membangunkan Breyana dan pengasuhnya. Lintang sendiri sudah siap dengan training satu stel warna abu-abu terang.Dan disinilah mereka, duduk di tepi pantai, pukul tujuh pagi, dengan Galaksi yang harus memaksa pemilik warung membuka kiosnya karena Lintang yang udah kepingin banget minum air kelapa muda itu. Kedua mata Galaksi menatap i
Lintang uring-uringan setelah kehadiran Karmen ke rumahnya untuk meminta izin bertemu Breyana. Ia tak rela, apalagi saat tau jika Karmen akan mengajak Bre bermain dan makan bersama. Ketakutan Lintang akan Bre yang termakan bujuk rayu wanita yang melahirkannya begitu besar. Adjie yang masih setia duduk di sofa rumah Lintang dan Galaksi, mencoba untuk menenangkan emosi wanita hamil muda itu yang seperti sudah mengeluarkan tanduknya dan siap menyeruduk."Gimana juga, Karmen ibu kandungnya Breyana, Tang, lo bakal salah kalau larang apalagi usir kayak tadi," celoteh Adjie. Lintang menoleh, menatap menusuk ke kedua bola mata Adjie yang langsung mengunci mulutnya."Diem. Lo nggak akan tau rasanya jadi gue. Gue perempuan, Karmen juga, harusnya dia mikir panjang, setelah sekian tahun baru cari Bre dan minta ketemu. Nggak sudi gue, bodoh amat mau gue dibilang jahat, kasar, atau apalah. Gue punya alasan kuat ya, buat pertahanin Breyana. Lo kan orang hukum, tau dong, harusnya!" omel Lintang. Adji
Lintang terserang morning sick, wajar bagi ibu hamil apalagi masih di trimester pertama. Galaksi yang selalu menjadi pelampiasan Lintang, baik saat kesal karena baru mau makan udah mual muntah, atau saat merasa lemas akhirnya Galaksi memapah Lintang. Hamil payah kalau kata orang-orang. Galaksi menatap wajah Lintang yang tampak tirus, sudah seminggu setelah Karmen memberi kabar jika ia ingin menemui Breya, bersamaan dengan waktu Lintang periksa ke dokter. Semua mulai Lintang rasakan, ia juga tak bisa bekerja, apa jadi masalah dengan Lintang di pecat? Ya tidak, justru Om Kim dan keluarganya menyambut heboh karena Lintang hamil. Tak masalah jika Lintang tak masuk kerja atau mau berhenti."Resign aja kamu, ya, kerja lagi nanti kalau udah lahiran," pinta Galaksi sambil merapikan surai rambut Lintang yang menutupi wajah cantiknya. Lintang duduk bersandar lemas di sofa ruang TV, Breyana sudah bersiap sekolah, aka