Beranda / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Bab 25. Pembuktian

Share

Bab 25. Pembuktian

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-21 22:08:05
Vernon yang semula duduk bersandar, seketika menegakkan punggung. Wajah cerianya lenyap berganti raut kesal.

"Aku tahu ini akal-akalan kamu! Sejak dulu kamu memang ingin menjatuhkan aku!" ucap Vernon dengan emosi meluap.

Adisti menciut melihat Vernon begitu marah. Baru kali ini Adisti langsung berhadapan dengan bosnya saat dia sedang marah.

"Buat apa aku berpura-pura! Justru dengan bangga aku memberi kabar ini padamu. Karena benar, aku memang ingin melihat kamu hancur, Vernon Ivander Hardianata!" Penelpon itu tidak kalah emosi. Suaranya lebih keras hingga dapat tertangkap di telinga Adisti.

"Sial! Jika itu benar, buktikan. Aku tidak mau kamu asal tuduh!" sentak Vernon yang belum juga mereda kegeramannya.

"Dengan senang hati! Sungguh hari keberuntungan buatku bisa melihat kamu dan kekasihmu perang. Lalu keluarga kalian ribut, lalu ...."

"Dasar kepiting rebus!" Dengan rasa kesal makin membara Vernon menutup telpon.

Adisti tidak berani memandang pria itu. Adisti bingung juga mau be
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 26. Kegalauan Pak Bos

    Vernon menyentakkan pegangan Rima. Dia tidak mengira Rima ternyata tidak tulus sayang padanya. Selama ini dia salah mengira pada wanita yang dia yakini adalah jodoh yang tepat. "Vernon, aku ga ada hubungan khusus sama dia. Aku hanya menghabiskan waktu bareng saja. Kita ga bisa pisah. Ga boleh." Rima memandang Vernon dengan tatapan serius. "Kamu pikir sendiri, deh. Kalau kita nikah, jadinya kayak apa rumah tangga kita nanti! Isinya hanya ribut tak ada habisnya! Aku lelah, Rima. Sangat lelah." Vernon membalas tatapan Rima dengan rasa marah dan kecewa yang dalam. Vernon meneruskan langkahnya meninggalkan Rima yang berdiri mematung di tempatnya. "Ini sama saja kayak kamu lagi jalan sama pegawai kamu. Iya, kan? Kamu berduaan sama cewek terus kalau di kantor!" Rima tidak mau dipersalahkan. "Sama apanya? Jelas beda, Rima! Aku berdua buat urusan kerja. Ga ada aku ajak ke apartemen sampai buka pakaian kayak yang aku lihat barusan! Jangan mencari-cari alasan yang ga masuk akal!" Vernon kemb

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-22
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 27. Papa Atau Ayah?

    "Tidak apa-apa, Pak. Terima kasih mau mengunjungi Cia. Saya hanya tidak ingin Adisti tidak fokus bekerja." Meity mencermati wajah Vernon. Dia bisa melihat ada kesedihan yang coba pria itu tutupi dengan senyumnya. "Ah, tidak, Bu. Aku juga baru datang dari kantor. Tidak sama-sama Pak Vernon." Dengan cepat Adisti bicara. Meity menglihkan pandangan pada Adisti. "Oh ...." Senyum Meity muncul, senyum kecil saja di sana. "Kurasa Cia sudah lapar. Adisti, bantu aku menyiapkan makan malam. Bisa?" ujar Meity. "Bisa, Bu." Adisti mengangguk. "Pak, maaf, saya ajak Adisti ke dalam. Saya harap tidak lama." Meity kembali memandang Vernon. "Tentu, Bu. Tidak masalah. Silakan," kata Vernon. Meity dan Adisti masuk terus ke belakang menuju ke ruang dapur. Meity sengaja mengajak Adisti ikut dengannya karena ingin bicara soal Vernon. "Kenapa bisa bos kamu datang lagi?" tanya Meity. "Dia lagi ada masalah, Bu. Lumayan berat, meskipun aku juga ga tahu jelas seperti apa. Dia pergi meninggalkan kantor seb

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-23
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 28. Apa Itu Cinta?

    "Cia! Ayo, makan! Sudah disiapkan sama Ibu." Meity muncul dan mengajak Felicia makan malam. "Iya, Nek." Felicia tidak jadi menjawab pertanyaan Vernon. Dia melompat turun dari kursi. "Om, aku mau makan. Aku lapar sekali." "Oya, oke." Vernon tersenyum. "Pak, mari, kita makan sekalian, sama-sama." Meity mengajak Vernon ikut serta. "Ya, kami siapkan buat Pak Vernon juga," kata Meity lagi. Vernon ikut masuk, kembali ke ruang dalam. Di ruang makan, meja penuh hidangan yang siap disantap. Sederhana, tetapi terlihat lezat. Vernon memilih duduk di sebelah Adisti. Felicia dan Meity di seberang mereka. Makan malam segera mulai. Hanya tempe dan tahu goreng, dengan sup, sambal, dan kerupuk. Felicia makan dengan lahap. Sesekali mulutnya bicara padahal penuh dengan makanan. Vernon tidak bosan-bosan memperhatikan bocah kecil itu. Rasa iba melebar di hati Vernon. Anak semanis Felicia, cerdas, dan lincah. Namun, dia tidak hidup dengan kasih sayang lengkap. Lalu pandangan Vernon ke sebelahnya. Adi

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-24
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 29. Panggilan Darurat

    "Aduh, Disti, kamu ngomong apa?" Dalam hati Adisti merasa konyol bisa mengeluarkan pertanyaan itu. "Aku tidak mungkin menjalani hidup dengan pasangan yang tidak setia. Aku masih berpegang penuh mengenai pentingnya kesetiaan tanda pasangan kekasih. Jika itu dilanggar, aku tidak akan melanjutkan hubungan." Vernon menjelaskan lagi alasan kenapa dia memilih memutuskan Rima. Adisti tidak bicara apa-apa. Dia sangat mengerti yang Vernon katakan. Rasanya tidak adil, pria sebaik Vernon dipermainkan. Adisti tidak begitu kenal Rima, tapi sejak awal melihat wanita itu, Adisti memang tidak menyukainya. "Ah, bagus juga aku tahu semua ini sebelum pernikahan. Seandainya sesudah aku dan Rima menikah, pasti lebih hancur hidupku." Vernon tersenyum getir. Lagi-lagi Adisti hanya memandang Vernon, tidak ingin menimpali apapun. "Apartemen. Tempat itu akrab dengan Rima. Kupikir tempat dia berkumpul dengan teman-teman sosialitanya. Ternyata ...." Vernon menggeleng kesal. "Kukira, di apartemen itu dia ket

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-25
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 30. Kamu Tidak Punya Pilihan

    Vernon memarkir mobil di depan rumah orang tuanya. Di seberang mobilnya, mobil Rima masih terparkir di sana. "Dia belum pulang juga?" gumam Vernon kesal. Kejadian siang saat dia tiba di apartemen, seketika muncul di bayangan Vernon. Pria yang membuka pintu disusul Rima yang tergopoh-gopoh muncul di belakang pria itu, jelas terpampang di pikirannya. "Ah, kamu mau apa lagi, Rima?" ujar Vernon. Dengan langkah cepat dia masuk dan terus melangkah ke ruang dalam. Seperti dugaannya, Rima ada di ruang tengah bersama mamanya. Rima duduk di sebelah mama Vernon dengan wajah merah dan mata sembab. "Akhirnya kamu pulang juga. Apa saja yang kamu lakukan sampai harus mematikan ponsel? Kalau ada yang penting seperti ini, semua tertunda, Vernon!" Savitri, mama Vernon memandang putranya dengan tatapan kesal. "Aku perlu menenangkan diriku, Ma. Masih shock melihat calon istriku bersama pria lain." Vernon menekan rasa marah yang mulai membuat kepalanya berat dan panas. Dia berusaha tetap bicara dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 31. Udah Baikan, Pak?

    Pesan yang Vernon baca membuat jantung Vernon makin kuat berdetak. - Masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang. Yakin, Tuhan akan menolong. Vernon membaca beberapa kali pesan itu. Vernon sangat tahu yang Adisti kirim adalah sebuah ayat dari kitab suci. Detak jantung Vernon belum kembali normal. Sesuatu yang beda merambah hati Vernon. "Ver, kenapa?" Virni menatap adiknya. Karena membaca pesan di ponsel, Vernon jadi terdiam. Vernon mengangkat mukanya, melihat pada Virni. "Tuhan pasti menolong. Kurasa kebenaran mulai Tuhan buka di depanku. Rima bukan wanita yang tepat buat aku.""Setelah sekian tahun kalian menjalani hubungan, dan segera akan menikah, kamu baru sadar?" Virni masih menatap lurus pada adiknya. "Kak, aku menerima Rima karena orang tua kita yang mau, bukan? Aku tidak mengelak memang. Kita sama-sama tahu Rima baik, dari keluarga yang baik, dan hubungan orang tua kita dengan orang tua Rima juga makin baik dengan menjadi keluarga. Khususnya buat bisnis." Vern

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 32. Rayuan Buat Vernon

    "Ga usah terlalu terkejut, Sayang." Hanny menonjok dahi Adisti dengan telunjuk. "Dirimu pegawai baru berkualitas. Sangat malah. Cepat dikenal dan semua penasaran sama kamu. Apalagi makin ke sini, makin cantik dan oke penampilan kamu." "Ah, Kak Hanny. Mereka terlalu berlebihan menilai kalau memang kayak gitu. Mereka belum tahu siapa aku, kan?" Adisti memandang Hanny. "Hm, buat apa pusing? Dinikmati saja, Dis. Udah, yuk, lanjut kerja. Aku ambil dua potong, ya?" Hanny memungut dua potong kue dari kotak, lalu dia balik ke mejanya. Adisti menutup kotak kue dan mulai lagi dengan deretan pekerjaan yang menunggu. Hingga setengah jam sebelum makan siang, Adisti fokus dengan pekerjaannya. Setelah itu dia bersiap menuju ke ruangan Syeilla. Sebelum itu, Adisti membagi-bagikan kue pemberian Ryan kepada teman-temannya. Baru dia berangkat untuk melakukan wawancara lanjutan dengan Syeilla. Dua minggu lagi Adisti harus membuat laporan pada Prof. Hamdani. "Ah, tepat waktu. Aku suka dengan pegawai y

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 33. Jatuh Hati Padamu

    Di depan Adisti, berdiri salah satu teman kantor Adisti. Dia seruangan dengan Lestia. Wanita itu menatap heran pada Adisti. "Hei, mau diapain juga udah kayak gitu muka kamu. Masih kurang cantik? Terima aja kenyataan." Kata-kata wanita berbadan bongsor dengan rambut sebahu berwarna pirang itu terasa sinis. "Hee ... Iya, Mbak Nena. Aku sudah, kok. Duluan, ya?" Adisti tersenyum lebar. Dia melangkah menuju ke pintu. "Pegawai baru sok tebar pesona. Awas saja kamu dekat-dekat Pak Ryan. Udah dapat kiriman kue segala. Pakai jimat apa, sih?" Nena bicara dengan posisi membelakangi Adisti, seolah-olah bicara sendiri. Tapi jelas, Adisti tahu, Nena menyindir Adisti. Adisti merasa panas di telinganya. Satu lagi yang ternyata tidak suka kehadirannya di kantor itu. Adisti berjalan menuju ke ruangannya. Tidak ada Hanny. Pasti cowok itu sedang makan siang di luar. Adisti duduk dan membuka bekal makanannya. Sederhana. Hanya telur dadar dengan sayur kangkung. Tapi tetap saja nikmat buat Adisti. Ting

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-27

Bab terbaru

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Ibu, Makasih Buat Ayahku

    Vernon tersenyum tidak ada henti. Melihat tingkah Adisti begitu girang, menikmati kebersamaan mereka di negeri yang indah dengan suasana romantis, sangat menyenangkan. Adisti merasa seperti dibawa ke surga saja merasakan segala hal yang tidak pernah dia bayangkan dan pikirkan akan terjadi di hidupnya. Kebaikan dan ketulusan Vernon menerima dia apa adanya, dan menyayangi Felicia , membuat Adisti ingin memberikan membahagiakan Vernon. Semua yang dia limpahkan belum tentu bisa membalas yang Vernon telah berikan untuknya dan Felicia. "Terima kasih buat semuanya, Mas. Aku kayak Cinderella aja. Semua yang ga kepikir aku nikmati karena jadi istri anak sultan." Adisti memeluk pinggang Vernon. Vernon tersenyum, tidak menjawab, hanya membalas pelukan Adisti. Pelukan itu cukup sebagai jawaban, Vernon bahagia bersama Adisti. Bulan madu berlalu. Vernon dan Adisti kembali ke tanah air, kembali ke Malang, dan pada kehidupan nyata mereka. Rumah Vernon telah dirombak sesuai dengan kebutuhan sebuah

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Totally Yours

    Pesta usai. Vernon dan Adisti bersiap meninggalkan Malang dan segera meluncur. Adisti bertanya Vernon mengajaknya ke mana, Vernon masih saja menjawab rahasia. Percuma sekalipun Adisti merayu dan meminta Vernon memberitahu. "Ibu, Ayah! Hati-hati di jalan!" Tangan kecil Felicia melambai ke arah mobil yang mengantar Vernon dan Adisti ke bandara. Adisti dan Vernon membalas lambaian itu dengan senyum bahagia. "Gonna miss you, Sweet heart!" Adisti berkata dengan senyum masih tertinggal. "Ga usah khawatir lagi. Cia bisa tinggal di mana saja dia mau. Dengan Papa dan Mama, Ayah dan Ibu, Kak Virni atau Ernita? Aman." Vernon memegang tangan Adisti dan mengusapnya dengan lembut. "Iya. Terlalu banyak cinta buat Cia. Aku ga usah khawatir. Mas Benar," ujar Adisti dengan hati lega. Bandara, lalu pesawat. Berdua dengan Vernon, ah, selalu saja penuh kejutan. Di bandara baru Adisti tahu, tujuan mereka adalah ke Jakarta. Tidak sampai tiga jam kemudian, mereka sudah sampai di tujuan, salah satu hotel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 138. Sweet Moment With You

    Adisti refleks mengerjap beberapa kali mendengar pertanyaan itu. Kenapa si ibu jadi mirip sama Si Bos tampan, bisa gini kelakuannya? "Haa ... haa ... Vernon benar. Kalau sedang kaget atau gugup, kamu memang lucu." Savitri menoleh pada Vernon. Apa? Vernon cerita apa saja soal Adisti pada Savitri? Degdegan makin jadi di dada Adisti. "Jujur, aku bergumul lama. Berpikir panjang dan tidak segera menjawab permintaan Vernon dan Mas Varen untuk memberi restu kalian bersama." Savitri kembali serius. "Mas Varen dan aku bicara banyak sekali. Melihat hari ini, yang telah lalu, dan nanti akan seperti apa." Adisti memandang Savitri. Ini sesuatu yang sangat penting yang dia harus pahami. "Pertama, aku harus berterima kasih pada Mbak Tya." Arah mata Savitri beralih ke sebelah kanan Adisti, pada Adistya. Wanita itu pun memandang lurus pada Savitri. "Seandainya dulu Mbak Tya bersama Mas Varen, aku tidak akan ada di sini sekarang. Bersama anak lelaki kebanggaan kami. Aku tahu, Mbak Tya begitu berj

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 137. Kejutan Apa Lagi?

    Adisti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ernita juga datang bersama dengan Felicia. "Kamu yang antar Cia ke sini? Ah, Mas Vey!" Adisti memutar badan menoleh ke arah Vernon. Pasti semua sudah Vernon atur diam-diam. "Apa? Aku? Aku kenapa?" Vernon berpura-pura bingung tak mengerti. "Makasih banyak kejutannya. Ini benar-benar hari penuh keajaiban buat aku. Makasih banyak, Mas." Adisti tersenyum lebar. Dia memeluk Ernita. Hati Adisti meluap dengan syukur. "Erni, kenalkan ibuku." Masih memeluk Ernita, Adisti mengenalkan Adistya pada sahabatnya. "Erni ini teman paling baik buat aku, Bu. Dia yang setia bantu aku." "Nak Erni. Aku Adistya. Panggil saja Ibu." Adistya tersenyum ramah. "Terima kasih banyak sudah jadi teman buat anak Ibu." "Iya, Ibu. Senang bisa kenal Ibu Adisti. Ibu sama Adis mirip banget, hee ..." Ernita tersenyum lebar. "Cia, kasih salam buat Eyang Putri," kata Vernon pada Cia. "Eyang ..." Gadis kecil itu memegang tangan Adistya dan mencium punggung tangan Adistya

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 136. Pelukan Paling Hangat

    Semua yang ada di ruangan itu tidak ada yang bicara. Bagian yang paling penting dari persidangan sedang disampaikan. Adisti makin menunduk dalam-dalam dengan debaran dan detak jantung makin kuat melaju. Adistya pun sama, tak mampu dia menahan gelisah, kuatir dengan keputusan yang akan menambah kepedihan hidupnya di masa tua. "... dinyatakan tidak melakukan semua yang dituntut oleh ..." "Disti ..." Seketika Adistya menoleh. Adisti pun dengan cepat melihat ke arah ibunya. "Kamu dengar? Ayahmu ..." Air mata mengucur dari kedua mata Adistya, tapi senyum paling bahagia bergulir di bibirnya. "Iya, Bu ... Ayah bebas ... Ayah ga bersalah ..." Butiran bening yang sedari tadi menggumpal di ujung mata Adisti, akhirnya runtuh. Adisti memeluk ibunya erat. Keduanya bertangisan tak bisa ditahan lagi. Tidak terdengar keras, tetapi isakan bergantian meluncur dari bibir ibu dan anak itu. "Sayang ..." Adisti menegakkan kepalanya. Dia melepas pelukan Adistya dan menoleh ke belakang. Vernon berdiri

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 135. Hari Itu, Akhirnya ...

    Adisti menegakkan punggungnya, menunggu putri kecilnya bicara. "Ibu ... aku ga apa-apa. Baru bangun tidur." Suara Felicia masih serak. "Ahh, syukurlah. Ibu khawatir saja, kalau kamu kenapa-napa." Adisti merasa lega dia salah mengira. Vernon dan Adistya pun ikut lega mendengar kalimat lanjutan Adisti. "Baru ditinggal belum sehari, udah kalang kabut. Yakin, mau ditinggal lama bocah cantik kesayangan ini?" Suara Ernita terdengar. Seperti biasa, ceria, sedikit tajam, tapi penuh ketulusan. "Iya, ga pernah pergi jauh dan lama. Kepikiranlah, Er." Adisti merajuk. "Udah, aman di sini. Bentar lagi mau aku ajak jalan. Ya, kan, Cia? Kita ke mana?" Ernita bicara pada Felicia. "Alun-alun! Mau belik es krim dan main di playground! Asyik!!" Suara Felicia kembali ceria. "Baiklah, selamat bersenang-senang. Jangan lupa ajak Kak Hanny, biar ga kayak monitor kumputer itu mukanya." Adisti bergurau. "Hee ... hee ... pasti. Dia akan jemput. Oke, kami siap-siap, ya? Bye, Ibu!" Ernita menutup panggilan

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 134. Keputusan Tak Terpikirkan

    Adisti seketika merasa ada titik terang hadir di depan mata. Dia berlari kecil ke arah ruang tamu. "Sayang! Kok diam?" Vernon terdengar bicara lagi. "Mas, ada tamu. Aku temui dulu. Nanti aku telpon Mas Vey." Adisti menutup telpon. Dia simpan ponsel di saku celananya. Di depannya tepat berdiri dua makhluk paling bisa dia andalkan selama ini. Hanny dan Ernita. "Kalian memang pahlawan hidupku." Adisti memandang keduanya dengan senyum lebar. "Hah?" Ernita mengangkat kedua alisnya. "Kamu sehat?" Hanny mengerutkan keningnya. "Kak Hanny ... yang makin cakep dan macho ... Ernita, sahabatku ... yang paling baik dan murah hati ..." Adisti melebarkan kedua tangan seolah ingin merangkul dua sejoli itu dengan sekali raup. "Kamu kenapa, sih? Bikin bingung tahu!" Ernita maju dua langkah dan mencermati wajah Adisti. "Aku akan jelakan. Tapi ..." Adisti memutar badan, mengambil tempat duduk di kursi yang paling dekat dengannya. Ernita ikut duduk, di samping Adisti. Hanny maju tiga langkah, bel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 133. Kabar Persidangan

    Setengah jam kemudian, Adisti kembali dengan pastel buatannya. Isi pastel sesuai yang Savitri minta, telur dan wortel. Adisti menyuguhkan di depan Savitri yang sok tidak peduli, masih sibuk dengan majalah yang dia pegang. "Bu, silakan, mumpung mash panas." Adisti meletakkan piring berisi lima pastel di meja. Tidak lupa Adisti membawa tisu dan dia taruh di sebelah piring. "Kamu bawa satu piring penuh, yakin aku cocok dengan rasa pastel kamu?" Savitri meletakkan majalah di kursi sebelahnya. Aroma khas pastel, harum semerbak di gazebo. Dari aromanya sepertinya akan nikmat. "Mudah-mudahan, Bu." Adisti masih berdiri, menunggu perintah. Savitri memungut satu pastel dengan selembar tisu. Semakin dekat hidung, semakin menggoda dari bau harumnya. Savitri menggigit bagian ujung. "Hmm ...." Savitri memggumam sementara mengunyah. Matanya sedikit melebar. "Apakah sesuai selera, Bu?" tanya Adisti. "Rasa pastel." Savitri melirik Adisti, lalu menggigit lagi pastel di tangannya. "Iya ..." Adis

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 132. Tidak Semudah Itu, Adisti!

    Savitri makin lekat menatap Adisti. Kali yang kesekian kembali mereka berhadapan dan berdebat soal Vernon. Adisti kekeh akan tetap di sisi Vernon, sedangkan Savitri juga tidak mau melunakkan hati. "Bu, saya minta maaf sekali lagi. Tetapi hati saya sudah bulat, menerima Mas Vernon. Sebelumnya juga tidak pernah terpikir oleh saya bisa mendapatkan perhatian Mas Vernon. Karena saya juga sadar, saya dan Mas Vernon seperti bumi dan langit bedanya. "Tapi, hati saya tidak bisa berbohong. Mas Vernon telah memberikan hatinya buat saya, maka saya tidak akan menyia-nyiakan itu. Saya akan menjadi pendamping yang baik. Saya janji." Adisti berkata dengan tenang dan lancar. Padahal di dadanya juga gemuruh tak bisa ditahan. "Tentu saja kamu mau, Adisti. Terlalu banyak keuntungan yang kamu dapatkan dengan bersama Vernon. Mudah sekali ditebak. Bahkan tidak perlu berpikir," ujar Savitri. Perih dan sakit mendengar itu. Tetapi Adisti tak bisa menangkis jika orang akan menilai demikian terhadap hubungann

DMCA.com Protection Status