Beranda / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Bab 100. Sampai Kapanpun Aku Hanya Akan Cinta Kamu

Share

Bab 100. Sampai Kapanpun Aku Hanya Akan Cinta Kamu

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-09 12:45:42
Mendengar pertanyaan Adisti, Vernon mengulum senyum di ujung bibirnya. Tangannya meraih jemari Adisti dan memandang dengan lembut pada dua bola mata bening kekasih hatinya.

"Sayangku, Matahariku ... Aku mengerti yang kamu rasa. Aku minta maaf, Mama masih belum bisa menerima kamu. Sabar, ya?"

Hati Adisti makin tak bisa berdetak normal. Perlakuan Vernon yang begitu manis, membuat dia merasa sangat istimewa. Kalau selama ini dia menilai diri sangat buruk, karena masa lalunya, semua itu luntur. Vernon melihat Adisti dengan hati, melihat utuh, dan menerima apa adanya. Itu sungguh luar biasa.

"Tetapi, Mas, hubungan harus direstui orang tua. Jika tidak, ke depan akan terus ada hambatan. Aku ga mau ...."

"Sayangku, Matahariku ...." Vernon menyela ucapan Adisti.

Setiap Vernon mengucapkan kata-kata romantis, hati Adisti berdesir, dia merasa seperti tokoh utama dalam sebuah sinetron saja.

"Percaya padaku. Orang tuaku akhirnya akan mengerti. Mereka perlu waktu mengenal kamu. Oke? Jika mereka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 101. Pertemuan Tak Diharapkan

    Adisti tak bisa percaya rasanya melihat pria itu, yang selama ini dia anggap mati. Dia berdiri mematung seolah tak mampu menggerakkan anggota tubuhnya. "Ternyata aku benar. Ini kamu. Adistiku yang manis dan cantik. Jadi, kamu sekarang di Surabaya? Wow, terang saja. Kamu seperti hilang dari peredaran semesta. Senang bertemu, Adisti. Dan kamu ..." Pria itu maju selangkah. "... semakin manis. Apa kamu ga rindu sama Om?" Dada Adisti bergejolak luar biasa. Ini pertemuan yang tak dia harapkan. Tidak pernah sama sekali. "Kamu terpesona? Ga nyangka kita bertemu di sini? Ini juga kejutan buatku, Manisku." Senyum pria itu melebar. Senyum yang susah dijabarkan. Adisti tidak bisa berkata-kata. Dia segera berbalik dan berjalan dengan cepat menjauh. Dia meletakkan mangkuk yang dia pegang di meja, lalu keluar dari ruangan itu. Kamar kecil yang dia tuju. Sepertinya di situasi ini, tempat itu yang paling tepat untuknya bersembunyi. Di bilik paling ujung, Adisti berdiri bersandar pada dinding sambi

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 102. Maafkan, Tapi Saya Cinta Pak Vernon

    Adisti sama sekali tidak menoleh ke belakang. Dia mengalihkan kegelisahannya dengan membuka berkas yang dia bawa di dalam folder. Meskipun sebenarnya itu tidak ada gunanya. Beberapa menit berikut, Vernon kembali dan duduk di sisinya. Acara segera berlangsung lagi. "Thank God. Tinggal sesi penutupan. Setelah ini pulang. Fine, kurasa aman." Dalam hati Adisti merasa lega. Hingga acara usai, memang tidak tampak lagi batang hidung Ramon. Vernon mengajak Adisti dan kedua pegawainya meninggalkan ruangan besar itu, terus keluar hotel menuju ke tempat parkir. Mereka masuk ke dalam mobil lalu segera kendaraan Vernon berlalu dari sana. "Bagaimana? Kalian siap beraksi? Tiga minggu lagi expo di buka di Malang. Sangat cukup waktunya kita mengatur semuanya." Vernon berkata sambil tetap memperhatikan jalanan. "Siap, Pak. Saya excited banget." Anton tampak bersemangat. Pembicaraan di antara pria itu berlanjut. Adisti memilih diam, menempelkan tubuh ke belakang, dia pejamkan mata, seolah-olah tidur

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 103. Pembelaan Vernon

    Suasana di ruangan itu semakin tegang. Semua mata melihat pada Savitri dan Adisti yang berhadapan. Tatapan Savitri jelas penuh kebencian pada Adisti. Sedang Adisti, dengan hati berdebar tidak karuan, memberanikan diri memandang Savitri. "Kamu dengar baik-baik, ya? Orang itu harus sadar diri di mana tempatnya. Aku peringatkan kamu, jika kamu masih terus mengejar anakku, aku ga akan segan-segan membuat perhitungan denganmu. Camkan itu!" Mata Savitri menyala dengan amarah membara memandang Adisti. Lestia dan Hanny sangat gusar dengan kejadian itu. Mereka ingin melakukan sesuatu, tapi mereka sedang menghadapi ibunda dari pimpinan perusahaan. "Terima kasih, Bu. Saya akan mengingat yang Ibu katakan. Tetapi saya minta maaf, saya tidak mungkin mundur dan melepaskan Pak Vernon." Dengan suara gemetar Adisti menjawab. "Kurang ajar!" Savitri maju dengan tangan terangkat. Dia siap menampar pipi mulus Adisti. Hanny secepat kilat maju dan menghadang Savitri, hingga tangan wanita itu jatuh ke kep

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-11
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 104. Bingkisan dari Om Kumis

    Duduk berdua berhadapan dengan Vernon. Gemuruh di hati Adisti tak bisa dicegah. Mata bagus dan kuat itu begitu lekat menghujam manik indah bening milik Adisti. "Aku minta maaf untuk kejadian pagi ini di kantor. Aku sangat marah sama Mama. Aku ga nyangka dia bisa berbuat seperti itu. Aku sungguh-sungguh minta maaf," ucap Vernon serius. Pandangan matanya menyiratkan dia sedih bercampur marah. Adisti tersenyum, manis. Dia mengulurkan tangan dan memegang jemari Vernon. Vernon kaget Adisti melakukan itu. Mata Vernon melebar dan makin kuat memandang Adisti. "Mas, aku bisa mengerti mengapa Ibu Savitri berbuat begitu. Dia ibu yang melahirkan dan membesarkan seorang anak yang tampan, cerdas, berjiwa pemimpin, dan penuh tanggung jawab. Tentu dia mau anaknya mendapatkan wanita terbaik. Aku memang ga bisa dibilang orang yang pantas di sisi Mas," kata Adisti. "Kamu bicara apa?" Vernon mengerutkan kening. Dia eratkan genggaman tangannya, seakan mau berkata dia tidak suka dengan pernyataan Adisti

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-12
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 105. Surat Tanda Cinta

    Tangan Adisti sedikit gemetar saat membaca tulisan Meity. Surat itu tidak panjang, ditulis dengan tangan. Bentuk tulisannya tidak begitu rapi. Jelas, Meity memaksa menuangkan pesan di sana dalam kondisi fisiknya yang lemah. Dengan hati berdetak, Adisti mulai membaca. 'Teruntuk putriku, Anugerah sangat istimewa saat Tuhan mengantarkan kamu di depanku. Membawamu pulang dan ikut menanti kehadiran Cia ke dunia ini, juga berkat tak terhingga buatku. Adisti, terima kasih telah hadir dakam hidupku. Aku merasa begitu berarti sebab bisa mendampingimu hingga saat terakhir aku mengembuskan napasku. Aku memang tidak lagi bersama denganmu dan Cia. Tetapi cintaku tidak akan pernah layu dan usang. Bahagialah, bersemangatlah. Ada saat-saat terbaik menunggu di hari depan. Aku tidak punya apapun untuk aku tinggalkan. Rawatlah rumah kos tempat tinggal kita. Semua berkas dan surat aku serahkan padamu. Ini milikmu. Bukan benda berharga. Hanya kenangan bahwa kita telah menikmati kebersamaan di sana. S

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-13
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 106. Dia Bukan Anak Om

    Mata Adisti terbelalak lebar. Dadanya seketika bergemuruh. Tangannya terasa dingin dan mulai gemetar. "Om Kumis!" Felicia segera memanggil pria itu. Senyum gadis kecil itu ramah dan ceria. "Hai, masih ingat Om?" Pria berkumis tipis itu sedikit merunduk dan mengusuk kepala Felicia. "Iya. Kan Om yang kasih banyak hadiah buat aku. Aku mau beli es krim. Ini ibuku, Om." Felicia memegang lengan Adisti bermaksud mengenalkan ibunya pada pria itu. "Ibu kamu cantik. Seperti kamu." Pria itu tersenyum lagi. Adisti berbalik, tidak menghiraukan si pria berkumis. Dia bicara pada pelayan toko, menunjuk es krim yang dia pesan, lalu bergeser ke kasir untuk segera membayar. Dia sedikit menarik tangan Felicia agar mengikutinya. Dia dan Felicia harus segera keluar dari toko itu. Adisti merasa ada masalah akan mendekat dengan kedatangan pria itu dalam hidupnya. "Kita pulang sekarang. Oke?" Adisti berkata dengan nada tajam pada Felicia. "Oke," ujar Felicia sedikit bingung. Karena ibunya tidak lagi gem

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-14
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 107. Ayah Atau Papa?

    "Kak Hanny!" Adisti kesal dengan yang Hanny ucapkan. Situasi itu sangat perlu buat Adisti mendapat pandangan orang lain bagaimana dia harus bersikap. "Adisti, ini bukan hanya masalah kamu dan Cia akhirnya. Pak Vernon harus tahu. Yang paling bagus buat kamu, bilang sama Pak Bos. Jujur. Paham?" Hanny memberikan alasannya. Adisti terdiam. Betulkah? Vernon perlu tahu soal ini? Jangan sampai kedatangan Ramon akan membuat masalah juga untuk hubungannya dengan Vernon. "Aduh, Cantik, Sayangku ..." Hanny melanjutkan karena Adisti tidak bereaksi. "Gini, ya? Kalau dari awal kamu ga mau terbuka, akan jadi ga baik di waktu yang akan datang. Lebih baik terus terang. Percaya aku, deh, Pak Bos tampan kita itu, pasti tahu harus bertindak apa." "Hhmmm ...." Adisti mendesah, resah. "Hei, Cinta, aku harus lanjut kerja. Dengar pesanku, jangan ditunda, segera ambil waktu bicara sama Pak Bos." Hanny sekali lagi berpesan, lalu dia menutup telpon. "Oke. Mau tidak mau, cepat atau lambat Mas Vey akan tahu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-15
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 108. Vernon dan Ramon

    Adisti tersentak. Ramon merayunya? Dengan cepat Adisti menarik tangannya dan memundurkan tubuh agar lebih menjaga jarak dengan Ramon. Ramon tersenyum di ujung bibirnya. Adisti menolak dia. Tapi Ramon tidak terkejut. "Aku tahu, kamu pasti belum bisa memaafkan aku, Cantikku. Aku mengerti, sangat mengerti." Ramon melipat jemarinya, menyatu, lalu menopang dagunya. "Soal keluargaku, ya ... kalau kamu bilang kesalahan, saat itu memang. Tapi kesalahan yang manis, bukan?" Adisti menghela napas. Sangat tidak enak mendengar kata-kata Ramon. Adisti merasa wajah dan telinganya panas. "Sekarang semua sudah berbeda. Istri dan kedua anakku ..." Ramon memandang lebih lekat pada kedua mata Adisti. Sedangkan Adisti membalas tatapan Ramon dengan tajam tanda tidak suka. "... mereka pergi untuk selamanya. Kecelakaan merenggut nyawa mereka." Ada nada sedih terurai dari suara Ramon. Adisti melebarkan matanya. Benarkah itu? Ramon kehilangan keluarganya? "Sudah hampir dua tahun aku sendirian. Dan di saat

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-16

Bab terbaru

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Ibu, Makasih Buat Ayahku

    Vernon tersenyum tidak ada henti. Melihat tingkah Adisti begitu girang, menikmati kebersamaan mereka di negeri yang indah dengan suasana romantis, sangat menyenangkan. Adisti merasa seperti dibawa ke surga saja merasakan segala hal yang tidak pernah dia bayangkan dan pikirkan akan terjadi di hidupnya. Kebaikan dan ketulusan Vernon menerima dia apa adanya, dan menyayangi Felicia , membuat Adisti ingin memberikan membahagiakan Vernon. Semua yang dia limpahkan belum tentu bisa membalas yang Vernon telah berikan untuknya dan Felicia. "Terima kasih buat semuanya, Mas. Aku kayak Cinderella aja. Semua yang ga kepikir aku nikmati karena jadi istri anak sultan." Adisti memeluk pinggang Vernon. Vernon tersenyum, tidak menjawab, hanya membalas pelukan Adisti. Pelukan itu cukup sebagai jawaban, Vernon bahagia bersama Adisti. Bulan madu berlalu. Vernon dan Adisti kembali ke tanah air, kembali ke Malang, dan pada kehidupan nyata mereka. Rumah Vernon telah dirombak sesuai dengan kebutuhan sebuah

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Totally Yours

    Pesta usai. Vernon dan Adisti bersiap meninggalkan Malang dan segera meluncur. Adisti bertanya Vernon mengajaknya ke mana, Vernon masih saja menjawab rahasia. Percuma sekalipun Adisti merayu dan meminta Vernon memberitahu. "Ibu, Ayah! Hati-hati di jalan!" Tangan kecil Felicia melambai ke arah mobil yang mengantar Vernon dan Adisti ke bandara. Adisti dan Vernon membalas lambaian itu dengan senyum bahagia. "Gonna miss you, Sweet heart!" Adisti berkata dengan senyum masih tertinggal. "Ga usah khawatir lagi. Cia bisa tinggal di mana saja dia mau. Dengan Papa dan Mama, Ayah dan Ibu, Kak Virni atau Ernita? Aman." Vernon memegang tangan Adisti dan mengusapnya dengan lembut. "Iya. Terlalu banyak cinta buat Cia. Aku ga usah khawatir. Mas Benar," ujar Adisti dengan hati lega. Bandara, lalu pesawat. Berdua dengan Vernon, ah, selalu saja penuh kejutan. Di bandara baru Adisti tahu, tujuan mereka adalah ke Jakarta. Tidak sampai tiga jam kemudian, mereka sudah sampai di tujuan, salah satu hotel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 138. Sweet Moment With You

    Adisti refleks mengerjap beberapa kali mendengar pertanyaan itu. Kenapa si ibu jadi mirip sama Si Bos tampan, bisa gini kelakuannya? "Haa ... haa ... Vernon benar. Kalau sedang kaget atau gugup, kamu memang lucu." Savitri menoleh pada Vernon. Apa? Vernon cerita apa saja soal Adisti pada Savitri? Degdegan makin jadi di dada Adisti. "Jujur, aku bergumul lama. Berpikir panjang dan tidak segera menjawab permintaan Vernon dan Mas Varen untuk memberi restu kalian bersama." Savitri kembali serius. "Mas Varen dan aku bicara banyak sekali. Melihat hari ini, yang telah lalu, dan nanti akan seperti apa." Adisti memandang Savitri. Ini sesuatu yang sangat penting yang dia harus pahami. "Pertama, aku harus berterima kasih pada Mbak Tya." Arah mata Savitri beralih ke sebelah kanan Adisti, pada Adistya. Wanita itu pun memandang lurus pada Savitri. "Seandainya dulu Mbak Tya bersama Mas Varen, aku tidak akan ada di sini sekarang. Bersama anak lelaki kebanggaan kami. Aku tahu, Mbak Tya begitu berj

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 137. Kejutan Apa Lagi?

    Adisti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ernita juga datang bersama dengan Felicia. "Kamu yang antar Cia ke sini? Ah, Mas Vey!" Adisti memutar badan menoleh ke arah Vernon. Pasti semua sudah Vernon atur diam-diam. "Apa? Aku? Aku kenapa?" Vernon berpura-pura bingung tak mengerti. "Makasih banyak kejutannya. Ini benar-benar hari penuh keajaiban buat aku. Makasih banyak, Mas." Adisti tersenyum lebar. Dia memeluk Ernita. Hati Adisti meluap dengan syukur. "Erni, kenalkan ibuku." Masih memeluk Ernita, Adisti mengenalkan Adistya pada sahabatnya. "Erni ini teman paling baik buat aku, Bu. Dia yang setia bantu aku." "Nak Erni. Aku Adistya. Panggil saja Ibu." Adistya tersenyum ramah. "Terima kasih banyak sudah jadi teman buat anak Ibu." "Iya, Ibu. Senang bisa kenal Ibu Adisti. Ibu sama Adis mirip banget, hee ..." Ernita tersenyum lebar. "Cia, kasih salam buat Eyang Putri," kata Vernon pada Cia. "Eyang ..." Gadis kecil itu memegang tangan Adistya dan mencium punggung tangan Adistya

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 136. Pelukan Paling Hangat

    Semua yang ada di ruangan itu tidak ada yang bicara. Bagian yang paling penting dari persidangan sedang disampaikan. Adisti makin menunduk dalam-dalam dengan debaran dan detak jantung makin kuat melaju. Adistya pun sama, tak mampu dia menahan gelisah, kuatir dengan keputusan yang akan menambah kepedihan hidupnya di masa tua. "... dinyatakan tidak melakukan semua yang dituntut oleh ..." "Disti ..." Seketika Adistya menoleh. Adisti pun dengan cepat melihat ke arah ibunya. "Kamu dengar? Ayahmu ..." Air mata mengucur dari kedua mata Adistya, tapi senyum paling bahagia bergulir di bibirnya. "Iya, Bu ... Ayah bebas ... Ayah ga bersalah ..." Butiran bening yang sedari tadi menggumpal di ujung mata Adisti, akhirnya runtuh. Adisti memeluk ibunya erat. Keduanya bertangisan tak bisa ditahan lagi. Tidak terdengar keras, tetapi isakan bergantian meluncur dari bibir ibu dan anak itu. "Sayang ..." Adisti menegakkan kepalanya. Dia melepas pelukan Adistya dan menoleh ke belakang. Vernon berdiri

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 135. Hari Itu, Akhirnya ...

    Adisti menegakkan punggungnya, menunggu putri kecilnya bicara. "Ibu ... aku ga apa-apa. Baru bangun tidur." Suara Felicia masih serak. "Ahh, syukurlah. Ibu khawatir saja, kalau kamu kenapa-napa." Adisti merasa lega dia salah mengira. Vernon dan Adistya pun ikut lega mendengar kalimat lanjutan Adisti. "Baru ditinggal belum sehari, udah kalang kabut. Yakin, mau ditinggal lama bocah cantik kesayangan ini?" Suara Ernita terdengar. Seperti biasa, ceria, sedikit tajam, tapi penuh ketulusan. "Iya, ga pernah pergi jauh dan lama. Kepikiranlah, Er." Adisti merajuk. "Udah, aman di sini. Bentar lagi mau aku ajak jalan. Ya, kan, Cia? Kita ke mana?" Ernita bicara pada Felicia. "Alun-alun! Mau belik es krim dan main di playground! Asyik!!" Suara Felicia kembali ceria. "Baiklah, selamat bersenang-senang. Jangan lupa ajak Kak Hanny, biar ga kayak monitor kumputer itu mukanya." Adisti bergurau. "Hee ... hee ... pasti. Dia akan jemput. Oke, kami siap-siap, ya? Bye, Ibu!" Ernita menutup panggilan

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 134. Keputusan Tak Terpikirkan

    Adisti seketika merasa ada titik terang hadir di depan mata. Dia berlari kecil ke arah ruang tamu. "Sayang! Kok diam?" Vernon terdengar bicara lagi. "Mas, ada tamu. Aku temui dulu. Nanti aku telpon Mas Vey." Adisti menutup telpon. Dia simpan ponsel di saku celananya. Di depannya tepat berdiri dua makhluk paling bisa dia andalkan selama ini. Hanny dan Ernita. "Kalian memang pahlawan hidupku." Adisti memandang keduanya dengan senyum lebar. "Hah?" Ernita mengangkat kedua alisnya. "Kamu sehat?" Hanny mengerutkan keningnya. "Kak Hanny ... yang makin cakep dan macho ... Ernita, sahabatku ... yang paling baik dan murah hati ..." Adisti melebarkan kedua tangan seolah ingin merangkul dua sejoli itu dengan sekali raup. "Kamu kenapa, sih? Bikin bingung tahu!" Ernita maju dua langkah dan mencermati wajah Adisti. "Aku akan jelakan. Tapi ..." Adisti memutar badan, mengambil tempat duduk di kursi yang paling dekat dengannya. Ernita ikut duduk, di samping Adisti. Hanny maju tiga langkah, bel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 133. Kabar Persidangan

    Setengah jam kemudian, Adisti kembali dengan pastel buatannya. Isi pastel sesuai yang Savitri minta, telur dan wortel. Adisti menyuguhkan di depan Savitri yang sok tidak peduli, masih sibuk dengan majalah yang dia pegang. "Bu, silakan, mumpung mash panas." Adisti meletakkan piring berisi lima pastel di meja. Tidak lupa Adisti membawa tisu dan dia taruh di sebelah piring. "Kamu bawa satu piring penuh, yakin aku cocok dengan rasa pastel kamu?" Savitri meletakkan majalah di kursi sebelahnya. Aroma khas pastel, harum semerbak di gazebo. Dari aromanya sepertinya akan nikmat. "Mudah-mudahan, Bu." Adisti masih berdiri, menunggu perintah. Savitri memungut satu pastel dengan selembar tisu. Semakin dekat hidung, semakin menggoda dari bau harumnya. Savitri menggigit bagian ujung. "Hmm ...." Savitri memggumam sementara mengunyah. Matanya sedikit melebar. "Apakah sesuai selera, Bu?" tanya Adisti. "Rasa pastel." Savitri melirik Adisti, lalu menggigit lagi pastel di tangannya. "Iya ..." Adis

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 132. Tidak Semudah Itu, Adisti!

    Savitri makin lekat menatap Adisti. Kali yang kesekian kembali mereka berhadapan dan berdebat soal Vernon. Adisti kekeh akan tetap di sisi Vernon, sedangkan Savitri juga tidak mau melunakkan hati. "Bu, saya minta maaf sekali lagi. Tetapi hati saya sudah bulat, menerima Mas Vernon. Sebelumnya juga tidak pernah terpikir oleh saya bisa mendapatkan perhatian Mas Vernon. Karena saya juga sadar, saya dan Mas Vernon seperti bumi dan langit bedanya. "Tapi, hati saya tidak bisa berbohong. Mas Vernon telah memberikan hatinya buat saya, maka saya tidak akan menyia-nyiakan itu. Saya akan menjadi pendamping yang baik. Saya janji." Adisti berkata dengan tenang dan lancar. Padahal di dadanya juga gemuruh tak bisa ditahan. "Tentu saja kamu mau, Adisti. Terlalu banyak keuntungan yang kamu dapatkan dengan bersama Vernon. Mudah sekali ditebak. Bahkan tidak perlu berpikir," ujar Savitri. Perih dan sakit mendengar itu. Tetapi Adisti tak bisa menangkis jika orang akan menilai demikian terhadap hubungann

DMCA.com Protection Status