Rumah sakit...
Seorang dokter keluar dari dalam ruangan operasi. Ia lalu melepas masker yang dipakai olehnya.
"Bisa saya berbicara dengan suami Nona Kiara?" Tanya Dokter itu.
Sejenak suasana terdiam ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu. Pasalnya, Kiara sendiri belumlah bersuami. Kiara belum menikah.
"Saya suaminya, Dok." Kata Ray tanpa basa-basi.
Yang lain lebih bersikap menerima. Nyatanya, Kiara memang butuh wali untuk bertanggung jawab secara legal. Jika Ray tak melakukannya, tentulah paman Willy ataupun Ken juga siap melakukannya. Nyawa Kiara lebih penting dari apapun.
"Mari ikut saya, Tuan! Ada beberapa hal yang harus saya diskusikan dengan Anda." Kata Dokter itu.
Ray hanya mengangguk dan mengikuti dokter itu ke ruangannya yang tak jauh dari kamar operasi.
"Ada apa? Perasaanku tidak enak." Kata Yuna yang duduk di apit kakak dan ibunya.
"Entahlah, Yun. Kakak juga kurang paham. Sepertinya hal serius sedang terjadi
Operasi pengguguran janin sudah usai. Semua berjalan lancar. Kiara selamat tanpa ada masalah sedikitpun saat operasi.Kini, Kiara sudah dipindah ke ruang inap biasa. Ray, Ken, Teha, dan Yuna masih ada di dalam ruangan itu. Sementara paman dan bibi Willy sudah kembali ke rumah."Aku dan Teha akan keluar mencari makanan, kalian tetaplah menjaga Kiara." Kata Ken."Iya, kak. Hati-hati, ini sudah larut." Kata Yuna"Hn."Ken dan Teha menoleh ke arah Ray yang duduk di dekat Kiara. Ray nampak begitu serius menatap Kiara yang sedang tak sadarkan diri itu."Ray, kami keluar dulu!" Kata Teha."..." Ray tak menjawab. Hanya mengangkat tangannya saja sebagai jawaban."Kami akan segera kembali!" Kata Ken. Ia menepuk pundak adiknya, Yuna."Iya."Setelah Ken dan Teha pergi mencari makanan, Yuna berjalan menghampiri Kiara dan Ray."Syukurlah semua baik-baik saja. Setelah obat biusnya habis efeknya, kata dokter Kiara ak
Kiara dirawat selama lima hari, dan dalam lima hari itu, Kiara lebih banyak berdiam diri. Ia hampir tidak bersuara. Kali ini ia tidak kehilangan kendali atau suka memberontak seperti reaksi pertama kali tahu jika kandungannya digugurkan.Faktanya, Kiara mencoba menelaah dan memahami apa yang terjadi. Meski butuh waktu, ia akan mencoba menerima. Meski sulit dan berat, tapi ia bisa apa? Kondisi memang sedang tak bersahabat dengan dirinya."Kak Ray berpesan untuk tidak mengatakan kondisi yang sulit hamil pada Kiara. Reaksinya pasti akan di luar nalar. Ya Tuhan, kenapa temanku ini harus mengalami hal-hal yang sangat berat seperti ini, sih?" Batin Yuna ikutan ngenes.Apalagi saat melihat Kiara yang lebih banyak bengongnya, ya meski Kiara membalas sapaannya, tapi wanita sangat ayu ini lebih suka menatap kosong jendela luar rumah sakit."Kak Ray sedang mengurusi administrasi untuk kepulanganmu, kata kakak, nanti kalau kondisimu membaik, kakak akan mengajakmu ke
Di kantor Ray, Syailendra Corp."Tolong bereskan berkas-berkas ini, aku ingin pulang cepat!" Kata Ray pada asistennya, Sekretaris Shan.Sekretaris Alexander Shan adalah sosok kepercayaan Ray di kantor. Usianya sama dengan Ray, 23 tahun dan sudah menjadi asisten Ray sejak dirinya magang di Syailendra Corp.Alih-alih memilih sekretaris pribadi seorang wanita, Ray justru memilih sosok laki-laki. Menurut Ray, laki-laki itu tidak merepotkan seperti wanita. Lebih tahan diomeli dari pada wanita juga."Baik, Tuan Ray." Kata Sekretaris Shan.Ray lalu berjalan ke luar ruangannya. Di luar ruangan ia bertemu dengan Teha."Bos pulang cepat? Bolos ya? Memanfaatkan kekuasaan!" Celetuk Teha."Suka-suka Bos." Kata Ray yang langsung nyelonong pergi tanpa menghiraukan Teha.Teha kesal. Ray memang suka seenaknya saja. "Suka-suka Bos." Kata Teha dengan menirukan gaya suara Ray."Menggerutu saja kau ini. Kerja woy, kerja! Baru jam tiga sore j
KIARA'S POV. Aku terlalu pusing, terlalu bingung, terlalu apa ya? Intinya aku hanya diam saja ketika Tuan Muda yang maha benar ini tiba-tiba melepaskan semua pakaian yang aku kenakan. Dan di sinilah diriku saat ini, di kamar mandi, di bak mandi, sedang berendam di air hangat yang sudah dia siapkan. Tuan Ray mengambil shower dan membasahi rambutku. Setelah itu, dia menyamponi rambut panjangku. Dia melakukan pemijatan pelan di kepala. Jujur saja, rasanya sangat nikmat. Aku jadi ingat ketika aku melakukan creambath di salon beberapa bulan yang lalu. Kalau aku bilang jika Tuan Ray pintar memijat seperti tukang salon, aku pasti akan dihabisi olehnya, kan? Sebaiknya aku menutup mulutku rapat-rapat dan cukup diam saja menerima apa yang dia lakukan. Lalu diamlah, wahai diriku! Diamlah saat dia membersihkan tubuhku dengan puff mandi! Sial, aku tidak tahu bagaimana aku harus berekspresi, sungguh, aku ingin menolaknya melakukan ha
Pukul setengah tujuh malam, Kiara terbangun dari tidurnya. Ia membuka matanya perlahan.“Dia masih tidur sambil memelukku. Berat sekali tangannya. Aku ingin ke belakang.” Batin Kiara.Kiara mencoba menyingkirkan tangan Ray dari tubuhnya. Pelan-pelan, ia tak mau mengganggu Ray yang sedang tidur.“Akhirnya lepas juga dari dia.” Gumam Kiara. Ia lalu menatap Ray perlahan. “Dia tidur nampak damai. Sepertinya ia memang sangat kelelahan. Terima kasih sudah mengurusku.”Kiara menggeser tubuhnya perlahan ke samping sisi lain dari ranjang. Sekali lagi, ia tak boleh membuat singa yang sedang tidur itu bangun.Setelah berhasil menjauh dari Ray, Kiarapun bangun. Ia melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi. Baru dua langkah ia berjalan, sang Tuan Muda sudah mengagetkannya.“Mau kemana kau? Kembali tidur!” Pinta Ray.“Ano, saya mau.. itu..” Kiara kesulitan mengatakan jika ia ingin ke kama
Seminggu berlalu sudah. Keadaan Kiara juga sudah jauh membaik. Kondisi tubuhnya juga sudah pulih. Ia sudah bisa melakukan banyak hal dengan normal.Selama ia 'sakit', ia tak memungkiri jika Ray bekerja sangat banyak untuk mengurusinya, merawatnya sampai sembuh. Ray juga tidak melakukan hal aneh-aneh dalam kurun waktu sekitar dua mingguan ini terhitung dari dirinya masuk rumah sakit.Di ruang kerja Ray...Kiara membawa secangkir kopi hitam untuk Ray yang tengah sibuk dengan banyaknya dokumen-dokumen kantor yang dibawa ke rumah.Kiara meletakkan secangkir kopi itu di meja kerja Ray."Kenapa belum tidur? Ini sudah malam." Tanya Ray datar."Anu, itu..." Kiara bingung harus mulai berbicara darimana.Ray menatap Kiara. "Tidak bisa tidur?"Kiara mengangguk. Ia memang sedang tak bisa tidur. Namun ada hal yang ingin ia bicarakan dengan Ray."Tu-Tuan Ray, bo-bolehkah saya pergi ke kampus?" Tanya Kiara hati-hati.Ray meletak
Karena saking kagetnya, Kiara sampai harus berdiri. Membuat seisi kelas menatapnya. "Mahasiswi yang ada di pojok belakang, ada apa?" Tanya Ren dengan senyuman khasnya. "Ya? Ah, tidak, maafkan saya." Kiara lalu duduk kembali ke kursinya. Kelas haruslah segera dimulai. "Perkenalkan, nama saya Ren, saya akan menggantikan pak Danu untuk sementara. Mengajar Marketing Communication." Kata Ren memperkenalkan diri. "Pak, usianya berapa?" "Pak, sudah menikah belum?" "Pak, boleh minta nomor ponselnya?" Seisi kelas gaduh karena melihat wajah tampan sang dosen pengganti. Ren itu sangatlah tampan. "Haaa, bukannya it Ren Dirga? Senior di kampus kita yang lulus dengan IPK 3.9 itu?" "He? Masak?" "Bukannya dia legenda di kampus kita?" Ren lalu memukul pelan mejanya agar seisi kelas berhenti membuat gaduh. "Ya aku Ren yang kalian maksud. Tolong jangan bahas hal pribadiku, mari kita mulai saja kulia
Pembicaraan antara Kiara dan Ren masih berlanjut. Sesungguhnya, Kiara merasa tidak nyaman berbicara berdua di kelas yang sepi seperti ini. Ia enggan terjebak di situasi yang di kemudian hari merugikannya. Ia ingat betul bagaimana tatapan para cewek di kelas Marketing Bussiness tadi ketika Ren memintanya untuk tinggal. Mereka begitu membenci dirinya.Resiko jadi terlalu cantik."Kiara..." Panggil Ren."Ya?""Kenapa nomor ponsel yang aku berikan kepadamu tidak aktif lagi? Apa itu rusak? Jika rusak, pakailah ini!" Ren menyodorkan ponsel miliknya kepada Kiara.Kiara jelas menolaknya. Ponsel itu di sita Ray. Jika ia sampai menerima ponsel lagi dari Ren dan Ray mengetahuinya, maka bisa dipastikan hidupnya akan tamat. Tak hanya masuk rumah sakit seperti waktu itu, tapi mungkin saja bisa meregang nyawa."Tidak usah, Senior Ren! Terima kasih banyak sudah berniat baik padaku. Ponsel itu rusak benar adanya. Namun, aku tidak bisa menerima lagi ponsel da
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku