Mobil hitam yang membawa Abe dan Ayman akhirnya memasuki pekarangan cukup luas dan ditumbuhi banyak bunga-bunga serta pohon cemara. Di depan rumah, terlihat laki-laki dan wanita paruh baya sedang berdiri menyambut kedatangannya. Mobil pun berhenti tepat di depan mereka dan tak berapa lama pintu kursi penumpang terbuka. Dua orang pria dewasa dengan tinggi yang sama juga tegap melangkahkan kakinya menghampiri sosok yang lebih tua dari mereka sambil melempar senyum.
“Selamat datang, Den!” ucap pria baya itu sambil tersenyum ramah diikuti sang wanita di sebelahnya.
“Terima kasih, Ki, Mbok. Kenalkan, ini sepupu saya satu-satunya, namanya Ayman,” ucap Abe lembut memperkenalkan Ayman kepada keduanya. Dengan yakin, Ayman langsung mengulurkan tangan kanan ke arah keduanya yang langsung menyambut penuh bahagia.
“Ayman, satu-satunya cowok yang gantengnya bisa ngalahin Abe,” seru Ayman dengan wajah menyebalkan andalannya membuat mereka mengulas senyum,
“Saya Ki Mamet dan ini istri saya, Mbok Inem. Semoga Den Maman betah di sini ya!” seru Ki Mamet berharap hal yang paling baik menurutnya.
“Buset dah! Sejak kapan Ayman jadi Maman?” kaget Ayman dengan sebutan baru yang baru didengarnya. Abe dan yang lain hanya tersenyum, terlebih Abe yang senyumnya terlihat mengarah pada senyuman mengejek. Iya, mengejek karena bahagia lebih tepatnya.
“Maman? Boleh juga sih! Ok deh, Ki. Besok kita bikin nasi tumpeng untuk meresmikan nama baru saya, dan semoga nama itu membawa berkah serta diminati banyak cewek-cewek cantik. Amin!” cerocos Ayman panjang kali lebar dan ternyata sudah ditinggalkan oleh Abe yang sudah masuk ke dalam rumah sambil menarik kopernya dengan santai.
Sambil menggerutu tak jelas, Ayman akhirnya menyusul masuk diikuti oleh Ki Mamet dan Mbok Inem yang hanya mampu mengulas senyum. Sedikit banyak, Abe sudah menceritakan rencana kedatangannya hari ini, tepatnya seminggu yang lalu. Selain itu, Abe juga sudah menceritakan tentang sepupu resenya yang bernama Ayman akan ikut berkunjung serta segala sikap konyolnya.
Hari semakin larut dan udara malam terasa semakin dingin menusuk tulang. Waktu sudah menunjukkan jam 9 malam. Abe dan Ayman terlihat sedang di ruang kerja mengerjakan berkas yang harus diperiksa. Terlalu sibuk mereka hingga tak sadar jika Mbok Inem mengetuk pintu dan masuk mengantarkan teh panas serta camilan. Ayman melihat kudapan yang dibawa Mbok Inem langsung menghentikan kegiatannya dan kini sibuk menikmati tanpa memperdulikan Abe yang nampak khusyuk melihat layar komputer.
“Den Abe benar-benar khusyuk kalau sedang kerja ya, Den?” kata Mbok Inem melihat Abe tak ada tanda-tanda tergiur dengan harum pisang goreng yang dibawanya.
Ayman memutar bola matanya ke arah Abe, dan benar, Abe tak bergeming. Bahkan, seolah matanya lupa untuk berkedip kecuali ada semut nakal masuk ke mata tajamnya yang selalu melotot.
“Abe memang begitu, Mbok. Pekerja keras sampai lupa waktu. Makanya Tante Ana sering memarahinya karena jam kerja Abe yang hampir 20 jam dalam sehari,” terang Ayman sambil terus mengunyah pisang goreng di tangan kanannya.
“Kuat banget ya, Den. Kalau datang ke sini pun lebih banyak di ruangan ini, dan hanya sesekali jalan sore jika ada waktu senggang. Itu pun sendirian karena tak ingin ditemani,” terang Mbok Inem lagi dengan pandangan tak putus melihat Abe yang seperti menulikan telinganya dengan dunia luar.
“Begitulah, Mbok. Hari-harinya cuma untuk kerja dan kerja. Makanya, sampai sekarang dia tak punya pacar. Padahal banyak sekali wanita cantik nan sexy antri untuk sekedar dicolek sedikit oleh Abe. Namun, jangankan dicolek, Mbok, dilirik pun tidak. Hufff!” papar Ayman menjabarakan perihal Abe sesuai fakta yang ada.
“Wanita-wanita itu pada sakit hati dong diabaikan Den Abe?” tanya Mbok Inem.
“Pastilah, Mbok. Abe tuh judes kalau bicara, apalagi dengan hal yang dia tak sukai. Selain itu, dia juga tak pandang bulu. Tak perduli orang tersebut pria atau wanita, jika dia tak suka, ya galak macam singa ingin makan,” sahut Ayman dengan bahu bergidig.
Mbok Inem melihat Ayman dengan terampilnya memaparkan semua yang diketahuinya tentang Abe, terutama perihal wanita dan hanya tersenyum simpul. Tak heran pikirnya karena selama mengenal Abe, Mbok Inem memang tak pernah melihatnya membawa seorang wanita. Jangankan membawa dan memperkenalkan wanita, menyebut nama seorang wanita saja tak pernah kecuali nama ibunya, Mariana.
“Saya tuh rada-rada curiga, Mbok, Jangan-jangan Abe tak suka wanita, melainkan suka sejenis gitu!” seru Ayman mulai mengeluarkan analisisnya yang selama ini dia pendam. Kening Mbok Inem berkerut seketika mendengar ucapan Ayman dan bergeser mendekat, ikut duduk di sampingnya.
“Suka sejenis bagaimana maksudnya, Den? Mbok kurang paham!” tanya Mbok Inem yang penasaran sekaligus memang tak paham dengan arah pembicaraan Ayman.
“Iya, Mbok. Maksud saya, jangan-jangan Abe itu ada kelainan, maksudnya suka ke sesama jenis, pisang makan pisang, ngertikan?” jelas Ayman dengan raut wajah menyakinkan demi meracuni pikiran Mbok Inem yang lurus.
Sontak mata Mbok Inem yang sedikit sipit membulat sempurna, lalu melirik ke arah Abe yang tak bergeming karena sibuk menatap layar komputer. Mbok Inem terdiam dan hanya mampu melihat Abe dengan pantulan cahaya menerpa wajah tampannya diiringi suara keyboard terdengar begitu cepat diketik oleh sepuluh jarinya yang sudah terampil.
“Hushh ... tak mungkin Den Abe sepeti itu, Den. Jangan bicara sembarangan! Tak baik menuduh saudara dengan hal kejam begitu!” seru Mbok Inem memukul bahu Ayman yang dibalas kekehan.
“Hahahaha ... intermezo, Mbok, biar gak tegang. Coba tuh lihat Abe, dari tadi mirip patung, sejak tadi saya diabaikan,” gumam Ayman mencibir.
Mbok Inem hanya tertawa geli melihat dua pria tampan dengan dua kepribadian yang bertolak belakang. Yah, walaupun sering cekcok, tapi jauh di dalam hati, mereka saling menyayangi satu sama lainnya.
“Mbok, sudah malam. Mending tidur saja, jangan dengarkan setan bokep ceramah! Ajarannya tak ada yang benar, semuanya menyesatkan.” Tiba-tiba suara Abe terdengar mengalihkan keduanya yang sedang berbisik membicarakannya. Keduanya hening seolah lupa untuk bernafas dan saling pandang.
“Aku bukan setan bokep, Be, tapi fans bokep. Itu dua hal berbeda, jadi jangan samakan!” sahut Ayman membenarkan julukannya.
“Sama saja! Sama-sama bokep toh!” balas Abe yang kini menghentikan kegiatannya dan menatap Ayman tajam.
“Iya iya, aku memang bokep. Mau nonton gak, kebetulan ada film baru nih! Bisa jadi referensi buat olahraga malam,” sahut Ayman semakin jadi dan semakin menyesatkan.
Mbok Inem hanya menghela nafas lelah, lelah melihat keduanya mulai adu mulut. Perlahan Mbok Inem bangkit dari duduknya sambil membawa nampan yang sudah kosong, dan bergegas meninggalkan keduanya yang hanya diam menatap kepergian Mbok Inem tanpa pamit.
“Tuh kan. Kamu sih bawa-bawa bokep!” seru Ayman memarahi Abe.
“Yang menjabarkan bokep kamu, gundul. Bukan aku!” bantah Abe lagi.
Ayman tak membalas lagi dan meneruskan makan pisang goreng. Melihat betapa nikmatnya Ayman makan, Abe bangkit dari singgasananya dan menghampiri Ayman untuk bergabung makan pisang goreng ala Mbok Inem yang tak ada tandingan. Keduanya makan dalam keheningan dan terdengar rintik hujan mulai turun membasahi bumi.
“Aku mau bicara serius. Bisa?” tanya Ayman dengan suara pelan dengan raut serius. Abe menoleh menelisik wajah Ayman yang jarang serius dan setelah yakin jika Ayman dalam mode serius, Abe menganggukkan kepalanya.
“Kamu kapan kenalin Tante Ana calon menantu?” ucap Ayman. Abe bergeming dan tetap melanjutkan kunyahannya.
“Tempo hari, Tante Ana sempat bilang jika dia ingin kamu menikah dan tidak sibuk dengan pekerjaan saja,” lanjut Ayman lagi. “Kamu tak kasihan dengan Tante Ana? Dia ingin memiliki seorang menantu dan cucu.”
Tak ada jawaban dan hanya helaan nafas pelan terdengar lirih beradu dengan suara hujan yang turun semakin lebat diiringi kilatan petir. Menunggu dengan setia Ayman mengunyak pisang goreng sambil menatap wajah Abe yang nampak tenang.“Susah cari wanita pengertian, Man. Selama ini, wanita mencoba mendekat dan hanya menginginkan status sosial serta uang semata yang aku punya, sedangkan aku bukan mencari yang seperti itu. Aku juga ingin menikah, tapi sulit. Wanita sekarang rela membuka kedua kakinya demi uang. Kalau pun tidak, mereka rela melakukannya dengan kata yang disebut “Cinta.” Aku cari wanita yang bisa menjaga dirinya dengan baik hanya untuk suaminya,” papar Abe panjang lebar membuat Ayman menguap mendengar curhatannya.“Panjang banget sih permintaanmu, Be. Mana ada wanita seperti itu jaman sekarang. Wanita yang pernah aku pacari saja sudah tidak perawan lagi. Kalau pun ada, mungkin berasal dari pedesaan seperti di sini,” sahut A
“Hai, cewek cantik!”Sebuah suara bariton terdengar dari sebuah mobil dengan jendela kacanya dibuka. Ayumi yang melihatnya hanya diam tanpa mau perduli dan tetap mendorong sepedanya. Namun, pnaggilan genit dari pengendara di mobil tersebut bukannya berhenti malah semakin gencar menggodanya. Mendapati perlakuan demikian, tiba-tiba rasa cemas menggelayut di hati Ayumi, terlebih jalan yang dilalui kini telah sepi, dan di depannya jalan yang terlihat gelap tanpa penerangan, kecuali karena cahaya bulan yang kebetulan purnama. Dengan berat hati, Ayumi menghentikan langkahnya yang mulai gemetar.“Kalian siapa?” suara Ayumi berusaha tetap tenang dan tak kasar membalas sapaan genit pria tak dikenalnya.“Kami kumpulan cowok ganteng, manis. Sini masuk, kita siap anterin ke mana pun kamu pergi, bahkan ke surga sekali pun,” sahut pria yang ada tepat di sebelah Ayumi berdiri.“Surga dunia maksudnya, hahaha ...,” sambung p
Bersama para pekerja dan tim, saat ini Abe sedang memantau lokasi pendirian hotel. Sejak siang hari, Abe sudah berada di sana bersama Ayman. Namun, karena ada sedikit urusan mendesak, Ayman terpaksa undur diri dan meninggalkan Abe yang berencana akan menginap di bangunan hotel yang sudah jadi, dan memang sengaja dibuat untuk peristirahatan Abe jika berkunjung ke sana.Sejauh ini, pembangunan hotel tidak memiliki kendala yang berat dan berjalan sesuai rencana. Kalaupun ada, hal itu masih bisa diatasi dengan baik. Selain itu, bangunan hotel yang sudah rampung sekitar 50% dan benar-benar sudah terlihat indah di bagian belakangnya, di mana sebuah taman luas sudah ditumbuhi pepohonan dan bunga serta terasa sejuk nan memanjakan mata.Waktu sudah menunjukan jam 11 malam. Abe terlihat baru selesai berendam air hangat dan berganti pakaian untuk bersiap tidur. Sambil menggosok rambut basahnya dengan handuk kecil, Abe meraih handphone yang dia letakkan di atas nakas untuk membaca
Berdiri sebentar, Abe mengayunkan langkahnya ke dalam rumah. Dia yakin benar jika ada orang yang datang dan masih berbincang di dalam. Selangkah memasuki pintu, tiba-tiba Abe dikagetkan oleh Ayman beserta lainnya yang muncul dengan tiba-tiba.“Eh, Be!” ucap Ayman menyapa lebih dulu sebagai pengalihan rasa cemasnya yang ketahuan Abe karena telah mendatangkan tamu tanpa seizinnya.Berkerut kening, Abe tak menjawab dan menatap kedua teman Ayman yang baru datang mengekori Ayman penuh selidik. Keduanya tampak sep
Waktu sudah menunjukkan jam 3 dini hari. Ayman dan lainnya sedang menuju arah pulang karena membatalkan rencana ke kota karena teringat dengan gadis tak dikenal yang diculik Adit dan Kiki, serta mereka tinggalkan di kamar. Melaju dengan kecepatan penuh, Ayman mengendarai mobil jeep seperti seorang sopir ingin buang hajat membuat yang lainnya berteriak karena ketakutan.“Anjirr, Man, pelan-pelan kamvrettt!” omel Adit yang duduk di sebelah Ayman yang mengemudi ugal-ugalan.“Diam lo, jangan banyak bacot.
Dengan tubuh kaku, Ayman berdiri menatap ke arah ranjang besar di depannya. Matanya menelisik tajam melihat pakaian berserakan di lantai dan bergulir pelan ke atas ranjang besar di mana nampak seorang pria dan wanita terbaring di sana. Seorang pria yang tak lain adalah Abe terlihat begitu pulas tertidur layaknya orang kelelahan, dan berbanding terbalik dengan seorang wanita yang meringkuk di tepi ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya.Tak berapa lama, duo kadal buntung sampai dan berdiri tepat di samping Ayman yang hanya bungkam. Keduanya melihat Ayman seperti sedang melihat hantu dan menggeser pandangan ke arah apa yang Ayaman lihat. Perlahan mata mereka yang awalnya biasa kini berubah melotot sempurna mendapati pemandangan yang sejak tadi tak diharapkannya. Namun, harapan tinggallah harapan. Apa yang mereka khawatirkan telah terjadi.“Gue kata juga apa, Man. Pasti Abe yang minum!” gumam Adit menarik lengan baju Ayman yang masih terpaku.“S
Setelah semuanya beres dan tak meninggalkan jejak apa pun, ketiga trio gundal gandul itu bergegas meninggalkan rumah Abe. Semua lampu di dalam rumah sudah dimatikan seolah Abe sudah mengecek kondisi rumah dengan baik sebelum dia beranjak tidur. Mobil membawa tubuh Ayumi tak sadarkan diri langsung bergerak meninggalkan pekarangan yang kembali sepi. Kiki melajukan mobil dengan kecepatan penuh, di sebelahnya tampak Adit sesekali melirik pada Kiki yang tentu merasa jika Kiki mengendarai mobil tergesa-gesa."Ki, hati-hati bawa mobilnya, anjir. Gak lucu kalau kita mati nyemplung ke jurang dalam keadaan belum kawin!" gerutu Adit yang berpegangan kuat pada pintu mobil."Lo diam saja, kupret. Kalau pelan-pelan gak keburu, bentar lagi warga mulai pada bangun!" beo Kiki menjawab kepanikan Adit."Baru jam 3, anjirr!" sambar Adit lagi."Heh, blegug. Ini tuh pedesaan alias pegunungan. Warganya rajin bangun pagi, kagak kayak kita dari kota yang tidur tengah malam
Ayman melajukan mobilnya kembali menuju tempat di mana dia telah meninggalkan Ayumi terbaring di sebuah gubuk bambu. Sesampainya di sana, waktu sudah menunjukkan jam 05.30 waktu setempat. Suasana perkebunan yang semula gelap gulita sudah mulai terang dan nampak para warga memulai aktifitasnya masing-masing. Dari kejauhan, Ayman bisa melihat gubuk bambu di mana Ayumi berada tengah dikerumuni beberapa warga, hingga beberapa saat sebuah mobil tiba dan membawa tubuh Ayumi. Memberanikan diri, Ayman turun dari mobilnya dan menghampiri warga untuk sekedar bertanya."Permisi, Pak. Ada apa ya, kok ramai-ramai?" kata Ayman menyapa seorang pria paruh baya bersama seorang wanita yang diduga istrinya."Ada gadis dibuang dan sepertinya korban pemerkosaan karena hanya mengenakan selimut yang dibungkus seperti kepompong!" jawab bapak paruh baya itu."Gadisnya cantik banget lagi, tapi untungnya pelaku masih berbelas kasih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal, ya, Pak!" sambar sang w
Tangannya menggenggam erat benda panjang yang masih lembek dengan ujung masih runcing, tapi lembut. Perlahan gerakan pada mulutnya terhenti, bahkan terlepas dari benda bulat nan besar serta keras yang sejak tadi dia emut kasar seperti tuyul kehausan."Pisang?" gumamnya menebak dengan mata mendongak menatap wanita cantik yang ada di bawahnya dengan dress yang sudah berantakan sedang mendesah keenakan."Kenapa berhenti? Sedot lagi!" rengek wanita itu manja dan menggoda. Kiki menggeleng keras dan dengan cepat melepas pisang jadi-jadian yang digenggamnya serta bangkit dari tubuh wanita itu sambil bergidig.'Hueeek hueeek'Kiki mendadak mual terlebih ketika matanya menangkap pisang yang tadi masih sedikit lembek kini sudah mengacung di balik semvak berwarna merah senada dengan dress yang wanita itu kenakan. Kiki bergidig dan tanpa menoleh, tangannya langsung menyentuh handle mobil agar bisa keluar dan jauh-jauh dari dedemit yang menyamar untuk menggodanya."Sialan, gue nyedot nenen siluman
Seminggu akhirnya dilewati dan dua jam lalu, Abe serta Ayman sudah terbang ke Kalimantan ikut penerbangan pagi. Saat ini, Ayumi sedang di kamarnya mengambil pakaian kotor untuk segera dicuci oleh Bik Tina. Sesampainya di ruang kotor, tampak dia sudah menggiling pakaian di mesin cuci dan sedang menjemur sebagian yang sudah dicuci."Letakkan saja di situ, Neng!" kata Bik Tina menoleh pada Ayumi yang baru datang.Ayumi hanya tersenyum dan meletakkannya sesuai permintaan. Langkahnya pelan menuju teras di mana Mariana sedang duduk santai membaca koran. Mengulum senyum, Ayumi pun menghampirinya dan duduk berhadapan."Oya, Nak. Abe banyak kasih wejangan tidak saat berangkat tadi?" tanya Mariana penasaran akan otak lemot anaknya."Tidak, Ma. Kak Abe hanya bilang agar Ayu tak keluar rumah sendirian dan menyerahkan kartu ATM tadi," jawab Ayumi apa adanya."Hmm, begitu toh. Kirain tak kasih uang untuk istri yang ditinggalkan. Mau Mama pecat jadi anak kalau dia pelit dengan istri!" ujar Mariana m
Menunggu setengah jam, akhirnya Ayumi tiba sambil membawa nampan berisi teh panas. Dengan hati-hati, Ayumi meletakkannya di meja. Sedangkan, Abe terus memandang Ayumi yang tak menatapnya sedikit pun, berbeda dengan Mariana yang sumringah sepanjang hari."Duduk di sini, Nak!" ucap Mariana menepuk kursi di sebelahnya.Ayumi mengulas senyum dan duduk di sebelah Mariana dengan tatapan Abe tak pernah lepas darinya. Setelah duduk, Ayumi membuang pandangannya pada layar tv yang kini sedang menayangkan film asing."Ma, minggu depan Abe akan ke Kalimantan bersama Ayman untuk seminggu. Mama di sini saja bersama Ayumi!" kata Abe membuka pembicaraan dan seketika mata Ayumi beralih pada Abe yang sudah menantinya sejak tadi."Iya dong. Kebetulan Mama sedang tak ada jadwal urus ina inu dan bisa dikerjakan di rumah. Kalau pun ada, bisa Mama kerjakan dari rumah," jawab Mariana santai. Ayumi yang tak paham hanya menyimak. Walaupun Abe sudah urus perusahaan, tapi Mariana masih memantau dan sesekali ikut
Sekitar jam 9 malam, Ayman dan Cindy akhirnya keluar apartemen. Lebih tepatnya apartemen milik Cindy yang ada di kawasan Depok. Cindy adalah dokter kandungan yang bekerja di sebuah rumah sakit dan termasuk dari bagian Bakkas Group alias milik keluarga Abe serta ada Ayman tentunya. Cindy berasal dari keluarga sederhana, di mana orang tuanya adalah seorang PNS dan tinggal di Bandung. Kecerdasan Cindy telah mengantarkan dia hingga pada posisi ini dan terus merangkak naik karena telah memiliki beberapa restoran di beberapa kota yang dipantau oleh orang tuanya kini. Setiap akhir pekan, Cindy kadang pulang ke rumah orang tuanya di Bandung. Bahkan, Ayman sudah beberapa kali datang berkunjung."Cin, kamu yakin mau bawa mobil ke rumah sakit?" tanya Ayman yang berjalan di samping Cindy."Iya. Memang kenapa?" sahut Cindy."Enggak sekalian saja aku yang antar. Kebetulan searah denganku!" lanjut Ayman lagi."Gak usah. Aku bawa mobil saja, kebetulan besok mau langsung pulang ke Bandung." Ayman meno
Abe memanggil nama Ayumi dengan lidah teramat keluh. Biasanya dia akan dengan cepat menjawab panggilan Abe, tapi tidak kali ini. Ayumi diam dan tak menoleh. Ayumi justru sibuk meraih handuk kecil di kepala dan menggosoknya pelan. Abe yang merasa diacuhkan tak marah sedikit pun dan hanya menghela nafas berat karena sang istri benar marah kali ini."Ayumi!" panggil Abe lagi. Tanpa menjawab, Ayumi hanya menoleh. Di wajah itu, Abe bisa melihat gurat sedih tercetak akibat ucapannya tadi. Abe mendadak bungkam dan hatinya terasa sesak melihat wajah Ayumi yang menatapnya kosong."Aku ke dapur dulu bantu Bik Tina masak makan malam," ucap Ayumi pelan dan bangkit dari duduknya meninggalkan Abe yang mematung."Apa begini rasanya sakit diabaikan?"****Di sebuah kamar, terdengar desahan yang saling bersahutan. Jam dinding baru saja menunjukkan jam 7 malam, tapi dua anak manusia tanpa ikatan asik mengais lendir haram sudah didapatinya sejak sejam yang lalu."Ah … lebih cepat …," pinta seorang wanit
Dengan raut menyesal, Abe memandang kepergian Ayumi yang melewatinya. Ingin sekali Abe meraih tangan Ayumi dan memeluknya erat untuk membisikkan kata maaf di telinganya. Namun, itu hanyalah niat semata karena tak Abe lakukan, dan justru menatap kepergiannya tanpa kata."Aku bodoh!" gerutu Abe menjambak rambutnya yang sudah acak-acakan.Langkahnya sampai pada pintu kamar mandi dan membukanya pelan. Aroma sabun dan shampoo Ayumi menyeruak tajam pada indra penciumannya. Abe menarik nafas panjang dan melepasnya lelah. Perlahan tangan berotot yang tadi sempat menjamah tubuh Ayumi dia pandangi dengan sendu. Telapak tangan itu sudah menyentuh tubuh Ayumi yang sudah halal baginya justru dia hinakan dalam keadaan sadar."Aku bukan suami yang baik!" gumam Abe menatap nanar telapak tangannya yang besar. Abe memejamkan matanya. Masih bisa dia rasakan kulit halus Ayumi yang dia sentuh dan muncul desiran aneh di hatinya serta membuat alat vital di antara kedua pahanya menggeliat. Mata Abe terbuka l
Abe terus melayangkan tatapan tajam pada Ayumi yang hanya diam terpaku. Wajah putih Ayumi nampak terlihat pucat serta nafas yang tak beraturan. Tangan Abe terus bergerak mengelus pelan dada dan perut Ayumi. Ayumi tak melawan dan justru menggigit bibir bawahnya dengan mata terpejam menahan diri agar tak mengeluarkan suara terlebih desahan. Abe yang melihat Ayumi hanya tersenyum senang. Tanpa ragu, tangan Abe bergerak turun ke paha Ayumi dan masuk ke balik dress selutut miliknya. Dengan pelan tangan Abe mengelus dan meremas bokong Ayumi."Akh!" teriak Ayumi pelan dan cepat menutup mulut dengan tangannya."Enak atau kaget?" kata Abe sambil melempar seringaian tajam ke Ayumi yang menatapnya dan menggeleng. Tak bosan bermain-main, Abe menarik resleting dress milik Ayumi dan tanpa penolakan darinya. Ayumi sadar jika apa yang ada di tubuhnya adalah hak Abe dan kapan pun boleh disentuhnya."Kak!" ucap Ayumi lirih merasakan tangan Abe tengah melepas kaitan bra berwarna cream milik Ayumi."Diam
Abe yang ikut bergabung menggosip bersama Mariana dan Ayumi seketika terpana ketika dengan lancarnya Marian mengatakan jika dirinya galak saat di ranjang. Terlebih matanya kian melotot ketika burung garudanya dibilang besar dan panjang. Ayumi yang mendengar ucapan Mariana ikut kaget dengan raut wajah yang nampak panik menatap Abe karena seperti sudah siap mencabik-cabik tubuhnya. Kedua tangan Ayumi saling bertautan ketika mata tajam Abe menatap dirinya yang mendadak gelisah dalam duduknya."Eh, dari mana dia tahu kalau burungku gede dan panjang? Aku colek saja belum sudah bilang begitu. Pasti burung Ayman yang diingatnya. Anjing kamu, Man!" umpat Abe dalam hati dengan tangan mengepal siap meninju Ayman yang entah sedang apa di kantor."Mama bicara apaan sih? Jangan bahas hal begituan. Macam tak pernah rasain burung saja!" jawab Abe berusaha tenang dan mengatur nada suaranya agar tak terdengar menahan kesal."Ih, kamu ini. Justru karena Mama sudah merasakan makanya tanya Ayumi. Mama kh
"Capek bicara sama kamu, Be. Aku pulang saja. Aku mau genjot Ayumi dulu, mumpung burungku tegang!" kata Ayman sarkas sambil bangun dari duduknya dan meraih handphone di meja. Tulang rahang Abe mengeras dan matanya berubah sangat tajam menatap Ayman yang berjalan menuju pintu."Gak ada pulang cepat, gak ada genjot-genjotan. Kamu lembur sampai malam hari ini!" bentak Abe setelah menggebrak meja yang selalu jadi pelampiasan kemarahannya akhir-akhir ini. Ayman menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Senyuman usil terbit di bibirnya yang sering mencium wanita nampak terkekeh geli."Maunya dipanasin terus lo, Be!" gumam Ayman geli dalam hati.Berpura-pura memasang wajah datar, Ayman membalikkan badannya dan membalas tatapan tajam Abe yang masih duduk di sofa. Terlihat jelas tulang rahang Abe bergelatuk menahan kesal karena dirinya, terlebih kepalan tangan seolah sudah siap untuk membuat hidungnya menyan-menyon."Lembur buat apaan, Be? Kerjaan sudah beres semua juga. Godain cewek-cewek