ANDRAAku berlari-lari menggendong Resti yang terkulai lemah. Darah dari arah jalan lahirnya mulai mengalir deras. Hal tersebut membuatku serasa orang gila sebab pikiran, telah merangsek ke mana-mana.Karena keadaan Resti sudah kritis, aku tak membawanya ke klinik yang ditunjuk oleh Mimin. Lebih baik dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan di IGD. Untunglah jaraknya tidak terlampau jauh dari rumah Armilla.Sesampainya di rumah sakit, Resti langsung ditangani oleh dokter di ruang IGD. Selama pemeriksaan hatiku serasa dipukul palu bertubi-tubi. Bayangan-bayangan buruk terus berkelebat meski kuyakinkan diri bahwa tak akan terjadi apa-apa."Istri Anda mengalami keguguran karena benturan yang cukup keras di masa kehamilan muda. Silakan tandatangani untuk tindakan selanjutnya."Seluruh tubuhku seperti kehilangan tenaga mendengar kenyataan ini. Bukan hanya kehilangan bayi yang membuatku sangat sakit. Proses terjadinya keguguran inilah yang kusesali paling dalam.Mengapa Armila me
Pertengkaran pun tak terelakkan di antara kami. Bahkan hampir saja aku melayangkan tamparan padanya. Hatinya sangat keras, benar-benar keras.Tak kutemukan lagi sosok Armila yang lembut dan mudah minta maaf maupun memaafkan. Dia berubah menjadi ganas dan membahayakan.Dia bukan Armila yang dulu. Bukan wanita patuh dan selalu berusaha menyenangkan hati suami. Entah siapa yang membuatnya jadi begini?Sepertinya keputusan Armila untuk berpisah sudah bulat. Dengan cara apapun, aku tidak bisa lagi membalikkan hatinya. Entah hanya karena persoalan ini atau ada hal lain yang membuatnya begitu kukuh dengan pendirian itu. "Apa kau benar-benar ingin berpisah, Armila?"Keluar juga kalimat yang selama ini aku jaga dengan sekuat tenaga. Meski lahir dari dorongan emosi, tapi logika masih bermain di sini. Kenyataannya memang tak mungkin mempertahankan ikatan yang pernah kami ikrarkan. Aku berjuang menggenggam, ia berontak untuk melepaskan."Baik akan aku penuhi keinginanmu!"Sesungguhnya kata-kata
RESTI"Kata dokter ibu beneran hamil. Kok, bisa, ya, Bu? Bukannya cuma pura-pura?"Aku sama bingungnya dengan bi Mimin tentang diagnosis hamil dari dokter di rumah sakit ini. Bahkan katanya aku di kuret pasca jatuh itu. Mana mungkin hamil bohongan bisa dikuret. Masa iya dokter salah mendeteksi."Ibu telat haid, gak?"Aku menggerakkan bola mata ke kanan dan ke kiri ketika sedang berpikir. Coba membuka lembar-lembar ingatan tentang jadwal datang bulan."Kayaknya emang udah telat seminggu, deh. Jadi, aku beneran hamil, Bi! Ya, Tuhan, berarti memang keguguran!"Aku menutup mulut dengan kedua tangan ketika menyadari hal tersebut. Jantungku tiba-tiba detakannya mengencang sebab benar-benar kaget akan fakta yang baru diketahui.Andai tahu benar-benar hamil, aku tak akan melakukan strategi gila ini. Tadinya aku pikir menggelinding di tangga bisa jadi alibi gugurnya kandungan. Sudah kusediakan kantung darah di pakaian dalam sehingga ketika jatuh akan pecah. Jadi tampak sebagai kasus keguguran.
RESTIEnak saja cerainya tak jadi. Gagal, dong seluruh ambisiku. Agar hakim cepat memutuskan perceraian, satu-satunya jalan adalah menghambat kedatangan Mas Andra ke pengadilan di sidang pertama. Kalau pihak suami tak datang, mediasi akan dianggap gagal. Artinya hakim akan lebih cepat memberi keputusan cerai. Ini dia ide yang yang harus kurealisasikan di persidangan pertama. Mas Andra harus upayakan untuk tidak datang.Aku akan menyuruh di Mimin untuk mencari orang yang menghadang mobil mas Andra ketika akan ke pengadilan. Mereka bertugas menyerang, tapi tidak boleh sampai melukai parah. Pura-pura mau merampok agar tidak dicurigai sebagai drama. Ke mana lagi perempuan ganjen itu kalau lagi diperlukan malah ngilang. Pasti ngegosip sama pembantu tetangga sebelah. Dasar bawel!"Kang Dadang, paling ganteng, saya suka akang, suka sekali! Kang dadang kapan datang, Mimin rindu, akang, rindu sekali!"Aku yang mau marah karena panggilan tak dijawab, tak jadi. Malah ketawa melihat bi Mimin jo
ARMILAAku sudah membulatkan tekad berpisah dengan mas Andra. Tak ada alasan logis untuk mempertahankan hubungan toxic ini. Justru sangat riskan bagi kesehatan lahir dan batinku ke depan.Fitnah Resti kali ini sangat kejam. Ia bahkan rela menggugurkan kandungan demi tercapainya tujuan. Entah terbuat dari apa hatinya?Tak ada jaminan ke depan aku akan aman. Justru bayangannya sangat mengerikan. Resti bisa saja melakukan hal lebih parah dari semua ini.Sebenarnya malu kami bertengkar hingga ke halaman. Apalagi ketika sadar mobil kak Reiga terparkir di depan rumahnya. Kemungkinan besar pria itu melihat adegan ini. Apa juga penilaiannya nanti.Mas Andra masih memiliki rasa cinta padaku. Namun, pengaruh Resti telah membuatnya tak bisa meletakkan mana benar dan salah. Kalau terus begini, bisa-bisa perasaan itu hilang sama sekali. Hasilnya aku dibuang.Sebelum dibuang, lebih baik pergi dari sekarang. Aku takkan goyah lagi oleh rayuannya. Setelah cerai, aku akan pergi dari rumah ini ke tempat
ARMILAAwalnya hanya membeli pakaian Affan. Namanya mata lihat barang bagus jadi jelalatan. Aku mampir ke berbagai counter di pusat perbelanjaan ini. Akhirnya beli juga barang yang menggoda isi rekening.Ketika tangan ini menyentuh satu tas branded, pikiranku tiba-tiba tersadar. Saat ini harus menghemat pengeluaran sebab prioritas biaya hidup setelah cerai. Bukankah aku akan pergi jauh dan tak lagi ada akses harta."Tasnya elegan, cocok untukmu!"Aku sontak berpaling pada seseorang yang tiba-tiba bersuara. Jelas kaget sebab yang sekarang ada di sampingku adalah dokter Reiga."Kak Reiga sedang belanja juga?""Iya, maklumlah hidup sendiri jadi apa-apa sendiri!"Kutanggapi jawabannya dengan senyuman. Ucapan itu kukhawatirkan memiliki makna lebih dari arti lafaznya."Gak jadi ambil tasnya?""Gak, di rumah masih banyak yang belum terpakai juga."Pria itu terdiam sebentar, lalu mengambil tas yang telah kusimpan lagi di tempatnya."Ingat, gak dulu aku pernah membuat tasmu berlubang. Aku mau
ANDRAAku tak bisa menghadiri sidang pertama sebab mengalami hambatan yang cukup besar. Sebenarnya bingung, mengapa kejadian tersebut muncul di saat momen paling darurat. Selama ini tak pernah sekalipun mengalami hal semacam itu.Untunglah luka yang diderita tak serius. Perampok itupun hanya mengambil uang dan jam tangan. Untuk ponsel, aku hanya bawa satu dan itu kusimpan di dalam mobil. Entah mengapa mereka tak menggeledahnya. Bisa jadi tak sempat sebab keburu ada yang melihat."Polisi sedang mengusut aksi perampokan itu, Mas. Semoga cepat ketemu pelakunya. Syukurlah mereka gak melukai Mas sampai parah. Aku benar-benar khawatir, Mas!"Entahlah mengapa saat ini ujian terus datang silih berganti. Seakan kesialan jadi teman dekatku. Kadang ingin mengakhiri drama derita ini. Ingin seperti dulu, hanya hidup dalam ketenangan bersama Armila.Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Aku tak mungkin mengulang kembali ketenangan itu kecuali melepas Resti. Hal tersebut terlalu sulit, apalagi ia baru saj
ANDRAAku datang ke kantor polisi bersama Resti. Dari mulut mereka, keluar keterangan sama dengan yang disampaikan Resti Mereka bersumpah bahwa Arrmila lah yang melakukannya. Mereka dibayar sepuluh juta cash untuk melakukan drama tersebut. Transaksi dan obrolan mereka tak ada yang dilakukan online. Semua melalui jalur pertemuan rahasia. Ketiganya minta maaf dan berjanji takkan Mengulangi kesalahan yang sama. Mereka pun mengembalikan dompet dan jam tangan yang diambil dariku.. mereka mengatakan tidak bersungguh-sungguh melukai, makanya aku tidak berdarah-darah.Karena pelakunya kemungkinan besar memang Armila aku menarik tuntutan atas mereka. Masalahnya jika ketiga perampok ini di polisikan, Armila akan terseret. Lebih baik kuselesaikan saja perkara ini dengan perempuan itu secara langsung.Selepas urusan dengan polisi, aku akan langsung ke rumah Armila. Kusuruh Resti pulang agar tidak perlu menambah kericuhan. Tapi perempuan itu bersikukuh ingin ikut sebab takut aku lepas kendali ka
ANDRA. Sangat beruntung lelaki yang memiliki Istri baik. Mereka siap membersamai dalam suka dan duka. Tak menuntut di luar kemampuan suami. Akan selalu berusaha menciptakan kenyamanan di rumahnya. Siap mengingatkan saat lelaki tersesat.Pantaslah menikah disebut sebagai ibadah sepanjang masa. Banyak pengorbanan yang dibutuhkan demi kelanggengannya. Kadang air mata terkuras di dalamnya. Menikah adalah menitipkan hidup pada pasangan. Sekaligus dititipkan kehidupan lain. Harus saling menjaga hingga raga bercerai dari nyawa.Setelah bertukar pendapat, kami sepakat untuk liburan ke Yogyakarta dan beberapa kota lain sekitarnya. Dirasa seminggu cukup menghabiskan waktu di sana. Untuk perjalanan jauh pun tak khawatir sebab anak-anak sudah bisa diajak jauh.Ketika diinfokan akan liburan, mama dan papa antusias untuk ikut. Mereka mengatakan pasti ikut. Baguslah, makin rame, makin seru.Kasihan juga kalau tak diajak. Para orang tua juga butuh hiburan di tengah kesuntukan. Mereka pasti akan se
ANDRASebelum Resti menyabetkan pisau, satu tembakan menembus tangannya. Ia histeris hingga seperti orang kesurupan. Pastilah tembusan peluru itu sangat menyakitkan. Aku dan Armila mundur. Dan, polisi pun melaksanakan tugasnya. Jeritan Resti hilang sama sekali setelah kami berhasil keluar dari gudang ini. Mungkin pingsan akibat sakit dahsyat. "Kalian tak apa?" tanya Reiga. Ia bicara berlomba dengan napas tersengal-sengal. "Tidak, kami selamat. Ide dokter Reiga memang top!" pujiku.Kami saling menepukkan tangan, lalu tertawa bersama. Sepertinya kemenangan ini harus dirayakan. Juga disyukuri sebab ini semata-mata berkat pertolongan Allah. *Di tempat persembuyian Rafael dan Resti, ditemukan narkoba. Dari penelusuran polisi mereka diketahui bukan hanya pemakai, tapi pengedar.Lepas dari penjara keduanya tak punya apa-apa. Mereka melakukan apapun demi bertahan hidup hingga bertemu gembong narkoba. Darisanalah berlanjut kejahatannya. Hukuman Rafael dan Resti kali ini takkan sebentar.
ANDRASungguh aku berat melepas Armila sebagai umpan. Tapi, hanya dia yang saat ini bisa menjadi pemancing Resti dan Rafael keluar dari sarang. Kalau tak dihentikan segerq, dua penjahat itu akan terus berkeliaran. Meneror kami kapan dan di mana pun. Orang yang sudah biasa berbuat jahat, sulit diluruskan. Hanya hukuman badan yang bisa menghentikannyq. Kali ini mereka akan lama masuk penjaranya.Dengan sangat terpaksa kuizinkan Armila jadi umpan. Karena tahu keraguanku, Reiga terus meyakinkan bahwa Armila akan baik-baik saja. Ia pun terus bilang bahwa kami harus berani agar masalah selesai. Wanita itu memang pemberani. Tak takut meski nyawa taruhannya. "Resti dan Rafael sudah tak waras. Kalau tak dihentikan mereka bisa membunuh kita semua!" jelas Reiga. Ia pantang menyerah melemoar argumen agar izinku keluar. "Oke, penjagaan pada Armila harus berlapis. Aku tak mau ambik resiko." tekanku pada Reiga. Aku tak mau spekulasi pada keselamatan nyawanya. Bisa merasa bersalah seumur hidup kala
ARMILAAku setuju sebab kelakuan sejoli jahat itu sudah keterlaluan. Mereka memang niat balas dendam dengan cara menimpakan keburukan pada kami.Seminggu setelah mas Andra pulang, barulah Reiga mengajak kami diskusi. Katanya dia sudah punya ide untuk menjebak mereka.Reiga juga minta bantuan sepupunya yang memang bekerja sebagai polisi. Ternyata Rafael dan Resti memang sedang dalam incaran. Mereka terindikasi kuat sebagaipemakai sekaligus pengedar narkoba.Baguslah, kalau nanti dipenjara akan lebih lama lagi sebab deliknya bukan hanya penganiayaan pada manusia. Tapi ada juga delik pengedaran narkoba. Pasti hukumannya berlipat-lipat.Aksi akan dimulai. Yang jadi pancingan adalah aku. Awalnya mas Andra tak setuju, tapi Reiga akan menjamin keselamatan. Masalahnya kondisi mas Andra belum mungkin bepergian. Karena tangan dan kakinya masih belum pulih utuh.Hari ini aku mengendarai mobil sendiri. Tapi di radius tertentu sudah ada yang mengawal. Reiga bahkan membayar preman untuk jadi bodyg
ARMILAMendengar itu aku langsung menengok ke belakang. Ternyata benar ada mobil yng mencurigakan.Mobil itu ikut ngebut saat mang Dadang ngebut. Lambat kalau kami melambat. Bahkan ikut berhenti kala berhenti.Irna langsung menghubungi suaminya dan suami bu Erni untuk mengantisipasi kemungkinan buruk. Aku tak mungkin menelpon mas Andra sebab bisa syok berat.Kubilang pada Irna agar Reiga minta bantuan pada orang lain. Aku takut ada sesuatu yang buruk menimpa kami.Karena takut kecelakaan seperti mas Andra, mang Dadang menghentikan mobil. Katanya mereka berusaha menghancurkan konsentrasi hingga nanti gagal fokus dan celaka di jalan.Kami menunggu apa yang akan dilakukan pengemudinya. Kami bertiga sudah siap dengan segala kemungkinan."Semprotannya siapin, kalau emang orang jahat nanti kita kasih cairan ini."Ini adalah cairan berisi merica dan cabe. Lumayan perih kalau disemprotkan pada mata. Mang Dadang juga sudah siap dengan pentungan kayu yang memang dipersiapkan dari rumah.Syukurl
ARMILAAku histeris mendengar mas Andra dan anak-anak kecelakaan. Kanaya yang ada di pangkuan jadi terbawa ibunya. Ia pun menjerit dan menangis.Untung bi Enah cepat tanggap. Wanita paruh baya ini mengambil Kanaya dan berusaha menenangkannya."Ibu jangan panik, ayo siap-siap ke rumah sakit!"Kata-kata bi Enah membuatku sadar bahwa harus segera pergi ke rumah sakit. Tak perlu dandan lama. Cukup baju sopan, tas, dompet plus HP.Aku pergi bersama Irna yang sama syoknya sebab Devan pun ikut dalam kendaraan itu. Di mobil, kami hanya bisa menangis sambil berpelukan. Ketakutan benar-benar mencengkram jiwa.Mobil yang dikemudikan mang Dadang terasa lambat. Padahal katanya sudah ngebut. Mungkin ini karena perasaan tak sabar ingin segera sampai."Mang, cepetan, Mang!""Gak bisa lagi, Bu, Nanti ditilang polisi!"Terpaksa aku dan Irna harus menambah stok sabar. Untunglah Reiga sudah ada di sana. Jadi kami percayakan dulu padanya.Akhirnya kami sampai di rumah sakit tempat mas Andra dan anak-anak
ANDRAUntunglah cepat sadar bahwa di sini sedang bersama dua jagoan. Langsung saja tinggalkan dulu mainan untuk dua putri.Mereka tak ada di tempat mencari mainan awal. Langsung kukitari seluruh sudut toko ini."Mba, lihat anak saya. Dua anak kecil, umur tujuh tahunan. Pakai baju baju kotak-kotak biru!""Oh, tadi lagi di tempat robot! Di sebelah kiri, Pak!"Setelah mengucapkan terima kasih, aku menuju tempat yang ditunjuk. Tak ada ternyata!Aku panik! Bayangan buruk mulai masuk ke otak. Dan itu sukses mengguncang perasaan. Jantung ini mulai bertabuhan kencang."Affan, Devan, kalian di mana?"Aku minta pada penjaga toko untuk bantu mencarikan anak-anak. Mereka bersedia dan mulai berpencarKupanggil berulang dua nama itu. Rasanya benar-benar seperti sedang olahraga jantung. Aku pun tak absen merutuki kecerobohan diri.Di dekat foodcourt aku melihat Devan dan Affan sedang bicara dengan seorang wanita. Dari gayanya aku yakin dia adalah mantan narapidana itu. Meski memyamar, mata tak bisa
ANDRA"Jagoan, Papa kangen!"Aku menggendong Affan yang seminggu ini tak bertemu. Rasanya seperti setahun saking rindu.Kebersamaan dengan ratu, pangeran dan putriku serupa candu. Canda tawa Armila, Affan dan Kanaya menjadi mood booster bagi kehidupan Umur Affan sekarang tujuh tahun, sudah masuk sekolah dasar. Adiknya baru dua tahun. Kami memang sepakat untuk memberinya adik di usia lima tahun. Dan alhamdulillah dikabulkan.Reiga pun demikian, seperti kompetisi. Mereka juga telah punya dua. Putri juga adik Devan itu. Namanya Kayyisa.Hidup kami enam tahun ini diliputi ketenangan. Hanya ada riak-riak kecil kalaupun konflik suami istri. Lepas itu kembali damai dengan kualitas hubungan makin rekat."Hmm, sama mama gak kangen, kah?"Armila, wanita sumber ketenangan hidup muncul dari balik pintu. Aku langsung menghampiri dan memasukkan tubuhnya dalam pelukan. Untunglah Affan dan Kanaya sudah lepas dari gendongan. Sekarang sedang sibuk dengan oleh-oleh. "Aku sekarat merinduimu," bisikku m
RESTIJujur, aku muak dengan rengekan pria tua ini. Harusnya aku tak bersedia menemuinya agar tak harus mendengar kebaperan lelaki tak berguna ini."Sudahlah, Mas. Kalau mau menceraikan, ceraikan saja. Dan, ingat jangan pernah menemuiku lagi. Aku muak!"Aku tak peduli dengan penderitaannya akibat dikhianati. Salah sendiri dia tua dan lemah. Wajarlah aku cari kesenangan lain sebab tak pernah dipuaskan."Apa kamu tak merasa bersalah sedikit pun, Resti? Sebusuk itukah hatimu?""Kalau tak ada yang ingin di katakan lagi aku mau pergi. Dengar, aku bosan mendengar celotehanmu, jadi aku beri kesempatan terakhir mau bicara apa lagi?"Mas Bima menghela napas berat, kemudian memandangku tajam. Lalu terucap dari mulutnya ucapan cerai, maka resmi sudah aku jadi janda untuk kedua kalinya.Tak masalah karena itu lebih baik. Untuk apa juga masih berstatus istrinya tapi tidak akan lagi diterima. Yang ada hanya akan menerima hinaan kalaupun keluar dari penjara dan kembali ke rumah itu. Lebih baik nanti