Bismillah
"Istriku Kuyang"
#part_5
#by: Ratna Dewi Lestari.
Krekkkkk!
"Ah, sial pintu bergerak!" pikirku kalut.
Arini dan ibunya serentak menatap ke arahku.
Beruntung aku sempat menyembunyikan diri di balik pintu. Merekapun melanjutkan kembali memakan seonggok daging berdarah sambil bercakap-cakap.Dag-dig-dug!
Sumpah jantungku rasanya mau copot. Sungguh menjijikkan tingkah laku Arini dan ibunya. Sebenarnya siapa mereka?
Perlahan akupun beranjak dari lantai dan kembali ke peraduan. Berpura-pura tidur kembali.
Krekkkkkk!
Drap-drap-drap!
Perlahan kudengar suara kaki Arini memasuki kamar. Jantungku rasa mau copot ketika ia merebahkan tubuhnya di sampingku. Bau anyir menyeruak dari tubuh indahnya. Sekuat mata ku paksa mataku untuk terpejam. Berdoa dalam hati agar bisa segera tidur. Aku benar-benar menjadi takut dengan istriku sendiri saat ini. Arini, apa sebenarnya yang terjadi denganmu, Sayang?
***
Kejadian malam kemarin membuat ku terjaga hingga pagi hari. Walau kepala masih sangat pusing aku paksakan untuk bangun. Perlahan aku beranjak keluar kamar dengan mengendap-endap. Arini nampaknya sedang memasak di dapur. Rasa takut kian menyergap hatiku.
Tanpa di ketahui Arini, aku menatap aktifitasnya memasak dari balik dinding penyekat dapur dan ruang keluarga. Ku lihat Arini mendekati kulkas dan merunduk seperti mengambil sesuatu.
Deg!
Nanar ku lihat Arini mengambil benda yang berbentuk seperti kendi. Ia membuka penutupnya dan mengambil seonggok daging merah berlumuran darah kental yang menghitam.
Huekkkk!
Segera ku tutup mulutku. Takut Arini mengetahui keberadaanku. Benar-benar di luar dugaanku. Daging itu tanpa di cuci langsung dipotong kecil-kecil dan di masukkan ke dalam wajan penggorengan beserta bumbu-bumbu yang telah di haluskan.
Sambil bernyanyi kecil Arini tampak sangat menikmati kegiatannya memasak hari ini.
Plukkk!
Jantungku rasanya berhenti berdetak saat sesuatu menepuk punggunggku pelan. Aku pun segera menoleh dan ...
"Ngapain kamu, Nak! berdiri di sini," ucap Ayah sembari tersenyum melihatku.
"Ah, ga apa-apa, Yah," jawabku berbohong. Aku takut Ayah mengetahui perbuataku yang sedang mengintip Arini.
"Eh, Abang, ngapain berdiri di situ! ayo sarapan, Bang!" ajak Arini begitu melihatku sedang berbincang dengan Ayahnya.
"Oia, Dek, Abang mandi dulu, ya ,Dek!" ucapku berusaha biasa saja padahal dalam hati sudah tak karuan.
Selesai mandi, dengan kaki gemetar aku mendekat ke meja makan bersama dengan Arini , ayah, ibu dan adeknya. Mereka menatapku dengan senyuman yang terkembang.
Jujur sebelum aku tahu banyak keanehan di diri Arini dan ibunya, aku selalu bahagia dan nyaman dengan keluarganya . Namun, berbeda dengan saat ini. Suasana ku rasa sangat mencekam .
"Abang, makan ini ... Bang, ini enak banget loh, Bang, rica-rica daging spesial ," Arini menyodorkan rica-rica daging yang nampaknya sangat lezat tapi malah membuatku amat mual. Teringat pada saat Arini memasaknya tadi .
"Em, Dek, Abang kepingin telor ceplok aja, Dek, kita ada stok telor kan, Dek?" jawabku berusaha menolak halus masakannya. Arini nampak mengernyitkan dahi, mungkin merasa aneh dengan tolakanku tadi. Namun, akhirnya Arini beranjak dari duduknya dan memasak telor seperti permintaanku tadi.
Kulihat adek dan ayah Arini menyantap masakan Arini dengan lahap, begitu pun ibunya. Walaupun menahan mual kupaksakan mulutku untuk mengunyah. Secepat nya kuhabiskan makanan dan pergi bekerja setelah menunggu Arini bersiap-siap.
***
Di sepanjang jalan aku hanya diam seribu bahasa. Pikiranku menerawang jauh. Arini pun sepertinya tak memperdulikan sikapku . Terbukti ia hanya menatap ke luar jendela seperti mencari dan memperhatikan sesuatu. Entah apa yang ada di pikirannya. Aku pun tak mau tahu .
***
"Bang, kita langsung pulang 'kan?Adek mau pergi sebentar dengan ibu nanti," ucap Arini membuyarkan lamunanku.
"Iya, Dek, tumben kamu mau keluar malam," jawabku sekenanya. Sedikit penasaran memang. Tak biasanya Arini keluar malam bersama ibunya.
"Temanku Wita habis lahiran, Adek berniat menjenguknya bersama ibu nanti, pinjam mobil ya, Bang?" kata Arini dengan wajah yang berbinar.
"Iya, Dek, Abang nanti istirahat aja,ya, Dek. Badan Abang capek," jawabku pelan. Mataku lurus ke depan. Aku takut menatap wajah Arini dengan semua hal-hal yang meliputinya beberapa hari ini.
Aku berpura-pura tidur ketika mobil menderu dan meninggalkan pekarangan depan. Secepat kilat aku beranjak dari peraduan dan berlari menuju motor yang memang sengaja ku parkir di samping rumah. Beruntung ayah dan adiknya sudah tertidur di kamar.
Arini memacu mobil pelan menembus kegelapan malam. Kuikuti dari jauh takut Arini mengetahui keberadaanku. Penasaran dengan kehidupan Arini sebenarnya . Semakin kesini aku semakin tak mengenal Arini.
Mobil berbelok dan melaju di jalan yang lenggang. Kulihat jam tanganku yang saat itu menunjukkan pukul setengah sepuluh malam .
Tiba-tiba mobil Arini memasuki jalanan tanah yang lumayan sempit , cukup hanya lewat satu mobil saja. Mobil itu berhenti begitu saja di pinggir jalan. Aku berhenti dan memperhatikan dari balik semak-semak yang ada di sisi kanan dan kiri jalan.
Lama ku perhatikan tapi Arini dan ibunya tak jua keluar dari dalam mobil. Yang kulihat hanya mobil yang sedikit bergoyang, entah apa yang mereka lakukan di dalam. Rasa penasaranku semakin membuncah.
Tak lama kulihat sesuatu dari dalam mobil melalui jendela. Karena di sini amat gelap , aku hanya melihat sesuatu terbang melesat cepat membumbung ke udara. Samar-samar nampak seperti rambut yang terkibar.
Dengan tubuh gemetar ku dekati mobil Arini begitu ku rasa keadaan sudah semakin aman. Berbekal cahaya senter dari ponsel aku mulai memeriksa keadaan Arini di dalam mobil. Ku arahkan cahaya ponsel di kursi depan. Sedikit merunduk aku pun mulai menyenter dengan perlahan .
"Astagaaaaa!"
Mataku seketika terkesima melihat pemandangan mengerikan yang tersedia di hadapanku saat ini. Dua buah tubuh tanpa kepala sedang duduk terpaku tiada pergerakan. Hanya sedikit darah menetes dengan menyisakan bolongan di tengah-tengah leher.
Tubuhku gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya . Sebenarnya siapakah istriku ini?
Aku ingin segera berlari. Namun kakiku seolah terhenti tatkala kulihat bayangan berkelebat tak jauh dari tempatku berdiri. Aku lalu ...
Bersambung .....
Kbm apk dah tamat 🤗
Bismillah "Istriku Kuyang" #part_6 #by: Ratna Dewi Lestari. Aku lalu bersembunyi di bawah mobil. Samar-samar kulihat bayangan melesat mendekat. Ku tutup mulut dengan tangan yang bergetar. Sosok itu mengitari mobil seperti mencari sesuatu. Peluh membanjiri wajah dan tubuhku. Jelas terlihat dimataku dengan jarak dua meter, bagian bawah makhluk itu hampir menyentuh tanah. Usus terburai dengan ginjal, hati, dan organ dalam lain menggantung. Darah menetes di tanah seiring dengan pergerakannya melayang hampir menyentuh tanganku. Sungguh beruntung nasibku, tak lama makhluk itu terbang menjauh. Perlahan aku keluar dari persembunyianku. Ku tatap dua kepala dengan usus terburai melayang cukup jauh dari tempatku berdiri. Sudah kadung tau siapa Arini, aku memilih untuk mengikuti kedua sosok itu yang kutahu itu ibu dan juga Arini.
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_7#by: Ratna Dewi Lestari Tiba-tiba kulihat sekelebat bayangan hitam hampir mengenai kepalaku. Aku pun segera merunduk. Penasaran bercampur takut. Setelah kuperhatikan dengan seksama, rupanya bayangan itu hanya bayangan kalelawar pemakan buah yang sedang melintas. Srek-srek-srek! Sekilas kudengar suara langkah kaki yang di seret perlahan. Belum sempat ku berbalik sesuatu membekap mulutku kuat. Aku sempat berontak, tapi begitu ia mengusung sebuah parang panjang, nyaliku berubah ciut. Aku hanya bisa pasrah ketika sosok itu menyeret paksa tubuhku. Dalam keremangan malam dengan sedikit sinar bulan sabit karena tertutup mendung, samar-samar ku lihat tangan seseorang yang berotot dan sangat kekar. Tenaga nya pun kuat. Mudah saja ketika ia membawaku masuk lebih dalam ke hutan yang tak jauh dari rumah Arini.&
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_8#by;Ratna Dewi Lestari. "Begini ... cepat kau bawa kayu ini dan juga bawang merah ini," sahut Ayah seraya menyerahkan sebuah kayu berukuran sejari kelingking orang dewasa dan bawang merah. Aku menerimanya dengan kening yang mengkerut, bingung "Jangan banyak tanya, ini penangkal kuyang. Ia tidak akan bisa mencelakaimu," jelas Ayah kemudian. Ia lalu memelukku erat. Usapan tangannya lembut menyentuh punggungku. "Terimakasih, Ayah," ucapku lirih. Air mata sempat mengalir tanpa bisa kutahan. Perih memikirkan nasib rumah tanggaku. "Maafkan Ayah, Nak. Sebenarnya Ayah sangat menyayangimu. Bagiku kamu menantu yang Ayah idam-idamkan. Itulah mengapa Ayah merahasiakan jati diri Arini," sesal Ayah. "Sekarang pergilah sebelum fajar tiba, biasanya saat seperti itu Arini dan Ibunya pulang," lanjut Ayah lagi.
Bismillah "Istriku Kuyang "#part_9# by: Ratna Dewi Lestari. "Tolong ... ada kuyang! siapa pun tolong aku!" teriakku histeris. Jarak antara aku dan mobil cukup dekat, tapi rasanya sangat jauh, aku sudah sangat lelah berlari. Arini yang sudah berubah menjadi kuyang melesat kian mendekat. Jarak kami mungkin hanya tinggal lima belas meter lagi. Rasa takut bukan kepalang, tak bisa kubayangkan jika aku tertangkap Bughhh! "Dasar sial!" makiku dalam hati. Bisa-bisanya dalam keadaan genting begini kakiku menyandung batu hingga tubuhku terjerembab di tanah yang bercampur lumpur. Belum sempat berdiri, di hadapanku Arini terbang mengambang menatapku. Ibunya tak lagi mau mengikutiku. Nampak jelas wajah Arini yang pucat dengan mata merah yang menyorot tajam. Ia mengeram marah. Darahnya menet
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_10#by:Ratna Dewi Lestari. Dok-dok-dok! " Bangun-bangun!" Aku segera terkesiap dari tidurku. Lelah masih membelenggu tubuhku. Bola mataku tiba-tiba membesar melihat seseorang tegak sembari menggedor-gedor kaca mobilku. Kuperhatikan dengan seksama, sepertinya pernah mengenal Ibu itu. "Cepat, buka!" teriaknya lagi. Dengan tergesa kubuka segera pintu mobil. Ia dengan lirih berkata," cepat pergi dari sini! ikuti aku kalau kau tak mau mati," Aku segera mengangguk cepat. Mengikuti si Ibu menjauhi rumah Arini. Suasana sekitar masih sepi. Remang-remang belum tersentuh sinar matahari pagi. Berarti aku mungkin hanya tertidur sekitar sepuluh menit saja sebelum akhirnya di bangunkan oleh si Ibu. Kami berlari menyusuri jalan menuju rumah s
Bismillah "Istriku Kuyang "#part_11#by: Ratna Dewi Lestari. "Kamu harus berani membalikkan badannya jika kami ingin terlepas dari cengkramannya. Karena jika kamu bersikukuh tetap membiarkannya hidup, hidupmu tak akan tenang. Kemanapun kamu pergi, ia bisa dengan mudah menemukanmu!" jelas Ibu warung. "Huffffttt," aku menghela nafas panjang. Sesak rasanya dadaku. Entah apa salahku masuk ke dalam lingkaran hitam ini. Memangsa atau di mangsa. Sama-sama hal yang tidak kusukai. "Pikirkan hidupmu. Pikirkan duniamu. Ini bukan akhir, tapi inilah awal dari perjalanan hidupmu. Aku hanya ingin menolong mu, karena ...," ibu tiba-tiba menghentikan ceritanya. "Karena, apa Bu?" selidikku. Penasaran dengan ucapannya. "Karena anakku dulu adalah salah satu korban kejahatan mereka," jawabnya dengan pandangan mata ke atas . Men
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_12# by: Ratna Dewi Lestari. Dengan sedikit keahlianku, perlahan ku jebol paksa jendela kamar Arini. Perlahan namun pasti, jendela itu terbuka tanpa mengeluarkan suara. Aku dengan leluasa masuk ke dalam kamar. Kaki berjinjit mendekati tubuh tanpa kepala yang kini bersandar di pintu. Kuperhatikan tubuh itu dengan seksama. Amat mengerikan. Tubuh itu utuh tapi dengan kepala yang terpenggal, tengah lehernya berongga. Ku genggam kakinya dan kutarik pelan-pelan agar ketika jatuh tidak mengeluarkan suara. Brukkkkk! Ah, sial! tubuh Arini menghentak dan menimbulkan suara yang lumayan kuat. Darahku berdesir hebat. Tamatlah riwayatku kali ini. Drap-drap-drap! Suara langkah kaki terdengar kuat menuju kamarku. Tak salah lagi. Ini past
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_13#by: Ratna Dewi Lestari. "Jangan sentuh tubuhku!" seseorang berteriak menggelegar mengagetkanku. Tanganku serta merta ku tarik dan membalikkan badan dengan segera. Tatapan mataku nanar melihat dua kepala dengan usus terburai itu menatap tajam ke arahku. Kali ini aku tak bisa mengelak. Tamatlah riwayatku, serasa nyawa sudah di ujung. Tubuhku bergetar hebat, keringat dingin mengucur deras. Jantung seakan mau copot. Seketika tubuh ku melemah dan semangat itu terbang melayang. Arini menyeringai dengan bibir yang terkembang. Mata nya menyala merah seperti darah. Ia kemudian mendekat. Aku tak kehabisan akal, tubuh Arini teronggok tak jauh dari kakiku. Aku beringsut mendekat ke tubuhnya, dan ... "Jangan, Bang! jangan lakukan itu!" pekik Arini begitu tubuhnya ku sentuh. Berniat m
Bismillah Minyak Kuyang#part_19#by: R.D.Lestari.Diah meluruh di lantai. Perasaannya kian tak karuan. Ingin rasanya memperingatkan mamaknya untuk menghentikan perbuatan terkutuk yang sedang dijalani mamaknya.Biarlah, mereka hidup miskin seperti dulu, tapi hidup mereka tenang, tak seperti sekarang, penuh dengan ketakutan.Seperti dapat kekuatan baru, Diah bangkit dari duduknya, melangkah keluar kamar. Saat Ia keluar kamar Ia mendengar desis kesakitan dari dalam kamar.Klek!Dengan tangan gemetar, Diah menekan knop pintu, dan pintu akhirnya terbuka perlahan. Tangannya meraba mencari sakelar untuk menyalakan lampu di kamar mamaknya, sembari mengatur napasnya agar bisa kembali normal.Degupan jantungnya yang keras seolah jadi pertanda betapa Ia sangat ketakutan.Zzhhhzz!Di tengah kegelapan, indra pendengarannya seperti mendengar bunyi
Bismillah Minyak Kuyang#part_18#by: R.D.Lestari."Aaaaa!"Tap-tap-tap!"Dilla, Kamu kenapa, Dek?"Diah yang datang berlarian dari arah dapur mengusap kepala Dilla yang saat itu masih berdiri di depan jendela sembari menyibak tirai.Dengan rasa penasaran, Diah ikut melihat ke arah luar. Dari kamar mereka yang berada di lantai dua, nampak jelas suasana di luar rumah yang remang dan hanya ditemani pendar cahaya bulan dan lampu jalan. Suasana sudah sepi meski baru memasuki pukul sepuluh malam."Dek, Kamu kenapa?"Diah kemudian berjongkok dan mensejajarkan tubuhnya hingga mata mereka bisa saling bersitatap.Dilla terdiam, lalu menggeleng pelan."Ga ada apa-apa, Kak. Tadi, waktu buka jendela, tangan Dilla di gigit semut," ucapnya seraya menunjukkan punggung tangannya yang memerah."Alhamd
Bismillah MINYAK KUYANG#part_17#by: R.D.Lestari.Bibir Saras bergetar. Wajah Diana, istri tua suaminya itu amat mirip dengan makhluk menyeramkan yangmasuk ke kamarnya sebelum ia merasakan kantuk yang teramat sangat."Kenapa, Saras? kau ingat sesuatu?" Diana menyentuh bahu Saras, tapi detik kemudian Saras menampik tangan putih Diana."Mbak ... sebenarnya kamu ini apa? jujur Mbak...," lirih Saras. Wajahnya memancarkan rasa takut yang teramat sangat."Maksudmu apa, sih? aku ga ngerti loh," goda Diana. Ia merasa amat puas melihat Saras yang ketakutan. Sengaja malam itu ia membuat Saras sadar dan melihat wujud aslinya.Tanpa sadar Saras mengelus perutnya. Rata. Perut buncitnya sudah rata. Kemana bayinya?"Bayiku! di mana bayiku! Mbak! di mana bayiku!" raungnya. Saras seperti orang gila. Ia tampak frustasi. Perasaannya mendadak tak enak."Bayimu s
BismillahMINYAK KUYANG#part_16#by: R.D.Lestari.Bertepatan dengan terangnya ruangan di kamar Emak, Diah melihat ...Benda seperti tubuh tak berkepala. Awalnya ia mengira itu manekin yang sengaja Emak simpan di balik pintu.Namun, ketika ia merunduk dan memperhatikan dengan seksama, melihat detail tubuh tanpa darah dengan bolongan tepat di tengah leher, saat itu pulalah ia mendengar bunyi sesuatu di luar rumah.Pok-pok-pok!Ssshhh-ssshh!Tubuh Diah bergetar hebat dengan peluh yang mengucur deras. Sekuat tenaga ia bertahan agar dirinya tak jatuh pingsan di tempat.Gadis itu berbalik dan berlari secepat kilat menuju kamarnya. Menutupi tubuh dan wajahnya dengan selimut.Ia menggigil bukan karena kedinginan, tapi karena rasa takut yang merajai pikiran, hingga matanya susah terpejam.Kletak!Gadis itu memasang telinga lebar-lebar.Tap-tap-tap!Jantungnya berd
BismillahMINYAK KUYANG#part_15#by: R.D.Lestari."Mak? Mak ngapain di depan kamar Tante?"Degh!Diana terdiam dan menoleh keasal suara. Diah?Diah sama shocknya saat menatap mata mamaknya yang merah menyala.Tanpa mengucap sepatah katapun Diana berlalu dari hadapan Diah yang masih terdiam. Jantungnya berdegup kencang melihat tatapan dan sikap mamaknya yang aneh.Sekilas Diah tak sengaja melihat garis merah di leher mamaknya, persis seperti yang di bicarakan ibu-ibu komplek saat mereka sedang bergunjing di lapak Mamang sayur.Diah mundur perlahan, menghirup udara sebanyak-banyaknya. Menetralisir perasaan takut yang berkecamuk dalam dada.Tubuhnya bergetar hebat saat naik ke atas ranjang. Ia meraih selimut dan menutup wajahnya. Rasa takut kian mencengkeram kepalanya. Tak bisa ia bayangkan jika benar maknya seorang kuyang.Hingga pagi menjelang, Diah tak jua bisa menutup
BismillahMINYAK KUYANG#part_14#by: R.D.Lestari.Hari itu Saras hendak bertandang ke rumah istri pertama suaminya, Damar. Keinginan itu sudah ia ungkapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Lelaki berumur empat puluh tahun lebih itu pun mengiyakan apa yang diinginkan isteri keduanya.Ia amat bersyukur punya istri dua yang akur. Istri pertama cantik dan bijaksana, Istri kedua pun tak kalah baiknya.Namun, beberapa hari ini Damar melihat keanehan pada diri Saras. Wanita cantik itu terlihat mudah lelah dan pucat."Bener kamu ga apa-apa? nanti kamu pingsan di jalan, Ras," ujar suaminya khawatit."Ga apa, Bang. Sayang aku dah masak gulai untuk Mbak Diana. Semenjak kita nikah belum pernah ke rumah Mbak Diana. Aku pengen dekat dengan anak-anakmu juga," sahut Diana.Rasa iba kian menyelusup ruang hatinya kala melihat Saras yang semakin susah bergerak dengan perut nya yang kian membesar.Dengan susah payah Saras mena
Bismillah MINYAK KUYANG#part_13#by: R.D.Lestari."Gito! Salim!"Damar berlarian kearah dua temannya yang saat ini tak sadarkan diri."Gito!"Damar memukul pelan pipi Gito hingga membuat Bapak dua anak itu sadar dan membuka mata."Gito, ngapain kamu baring di sini!" cecar Damar."Wah! mana Salim!" tiba-tiba Gito langsung terduduk dan pandangannya mengedar sekitar."Mana, mana kuyang itu!" dengan bibir bergetar dan gemeretuk gigi yang beradu, Gito menatap nanar sekitar."Kuyang? tak ada apa-apa di sekitar sini," sanggah Damar. Walau tengkuknya sedikit merinding, dia berusaha berpikir positif."Sudah, nanti saja cerita. Kita tolongin Salim dulu," ajak Damar.Angin berhembus cukup kencang menggoyang pohon dan menyibak dedaunan hingga menciptakan suasana seram.Damar membantu Gito untuk berdiri dan melangkah menghampiri Sali
Bismillah MINYAK KUYANG#Part_12#by: R.D.Lestari.Sementara di luar seonggok kepala dengan rambut acak-acakan menatap nyalang dengan mata merah semerah darah. Kepala itu melayang dengan usus dan jeroan hampir menyentuh tanah.Sosok yang tak lain adalah Diana itu meniupkan mantra dan mengawasi Saras dari luar jendela. Ia bernafas lega saat Saras mulai terlelap. Aksi nya bisa dengan mudah ia lancarkan.Sembari tersenyum riang, Diana dengan sigap menghisap darah Saras hingga dahaga yang ia rasakan perlahan hilang. Saat sedang asyik melancarkan aksinya, tiba-tiba ...Tong-tong-tong!Bunyi kentongan yang terbuat dari bambu terdengar bertalu-talu. Kuyang Diana terkesiap dan segera melesat terbang ke at
BismillahMINYAK KUYANG#part_11#by: R.D.Lestari.Diana tersenyum lebar kala mendapati dagangannya laris manis tak kalah dengan dagangan Bu Wingsih di seberang lapaknya. Mereka yang sama-sama menggunakan hijab untuk menutupi bekas di lehernya itu pun melempar senyum seolah saling mendukung.Diana amat cekatan melayani pembeli walaupun berjualan seorang diri. Saat-saat seperti ini selalu ia nanti dari dulu. Lapak ramai dengan hadirnya pengunjung.Tak lupa ia mengoleskan minyak kuyang berwarna putih di uang lembar lima puluh ribuan, berharap uang berwarna biru itu kembali hadir dalam lemarinya dan menambah kekayaannya.Tak terhitung banyaknya lelaki yang mengantri di lapak Diana. Pujian demi pujian terlontar dari mulut manis mereka. Diana hanya mengulas senyum menggoda membuat para lelaki semakin gencar ingin memiliki dirinya.Begitupun Damar yang sejak tadi sengaja datang ke lapak istrinya. Pria yang mendekati paruh baya