"Setuju," sahut Lusi di belakang jok."Tumben, biasanya kamu males mampir-mampir, Dar," ucapku pada Dara."Kali-kali.""Ya udah bentar, Om harus telepon dulu mama mertuanya kali aja dia gak ada di rumah," balasku sambil mulai mengusap layar ponsel."Halo Ma, ada di rumah gak, Ma?""Ada San, ini 'kan hari libur, kenapa?""Sandi mau main sama Lusi, ada Dara juga.""Iya iya main sini San, Mama tunggu ya, hati-hati bawa Lusinya." Mama mertua mewanti-wanti."Siap!"Motor akhirnya berputar ke arah jalan menuju rumah mama mertua.Sampai di sana Dara cepat berhambur turun mengikuti kami."Ini si Dara tumben mau mampir, kami baru pulang dari rumah sakit, Ma," ucapku basa-basi."Gak apa-apa, eh ngomong-ngomong dari rumah sakit habis apa? Periksa kehamilan?" Aku melirik ke arah Lusi, ia berpaling kesal lalu membenamkan wajahnya pada bahu mama mertua."Masa Lusi habis dibawa ke psikiater lagi Ma, kesel, dikira Lusi ini masih gila apa," sahut Lusi.Mama mertua tersenyum lebar."Gak apa-apa, perik
Alih-alih menjawab, Dara hanya tersenyum sekenanya dan meneruskan langkah bersamaku.Sampai di rumah Pak RT kami langsung menceritakan semua kejadiannya."Baik, kami akan bantu cari istri Bapak, saya akan kerahkan semua warga."Aku mengangguk, lalu pamit kembali pulang. Di teras sudah ada ibu dan papa mertua."Sandi, gimana? Kok bisa Lusi hilang lagi? Kemarin hilang, sekarang masa hilang lagi?" cecar Ibu."Enggak tahu Bu, Sandi juga bingung ini, sejak Lusi sering lihat orang misterius itu dia jadi begini.""Apa mungkin istrimu itu depresi lagi San?" "Gak Bu, tadi siang Lusi sudah saya periksa ke dokter, tapi hasilnya baik dan normal kok."Ibu mertua makin terlihat panik, berkali-kali bapak mertua juga memeriksa sekitar rumah."Nanti ini pohon-pohon yang agak gede ditebang aja San, biar gak terlalu gelap di pekarangan," kata Bapak mertua, aku mengangguk paham."Udah Ibu tenang aja, Pak RT juga bentar lagi bakal ngerahin semua warga kok, semoga Lusi cuma lagi pergi sebentar." Aku beru
"Oh ya kamu kehilangan apa?" Ibu mertua bertanya lagi."Lusi, Ma," jawabku lesu."Apa?! Kamu bilang Lusi? Lusi hilang gitu?"Aku mengangguk. Mama mertua mengeratkan giginya."Apa maksud kamu Sandi? Kok bisa Lusi hilang, hah?!" tanya Mama mertua lagi, beliau mulai terlihat tak santai."Itu lah Ma, Sandi juga bingung, tadi sekitar waktu isya Sandi keluar sama Lula, tapi pas sampai rumah lagi ternyata rumah udah berantakan dan Lusi gak ada di rumah, Ma."Mama mertua terbelalak. Beliau memegangi dadanya yang tampak sesak."Kamu ini emang bener-bener ceroboh ya sandi! Mama 'kan udah bilang tolong jagain Lusi baik-baik, kenapa kamu malah tinggalin dia sendiri? Kamu tahu 'kan kejadian ini bukan kejadian pertama kalinya? Bisa saja ada orang jahat yang bawa dia.""Memang ada, Ma," balasku lagi."Memang ada katamu? Kamu ini bener-bener keterlaluan ya Sandi, sudah tahu istrimu sering cerita ada orang misterius, tapi kamu malah lengah begini, kamu tahu 'kan dia lagi hamil? Dan dia belum sepenuhny
"Enggak mau Pa, Dara gak mau!""Ayo ikut Papa! Setelah mamamu dipenjarakan kau harus bertanggung jawab atas hidup Papa, kau harus menemani Papa dan nyari duit yang banyak!" Mataku menyipit, cepat kutarik tangan sebelah Dara."Dara gak akan pergi kemana-mana, dia akan tetap di sini, Mas!" tegasku."Oh jadi kau mau maksa Sandi? Baik ... baik kalau gitu, kalau kau gak mau serahin anak ini berarti istrimu yang akan jadi gantinya."Aku terbalak, mama dan bapak mertua ikot melotot mendengar ucapan Mas Yono."Apa Anda bilang? Lusi? Jangan-jangan Anda tahu di mana keberadaan anak saya, hah?" cecar Mama mertua cepat.Mas Yono tersenyum miring lagi, "ya, tentu saja, tentu saya tahu di mana istrinya si Sandi itu sekarang."Mendengar itu spontan saja aku berontak, "dasar keparat, di mana kau sembunyikan istriku?!" "Wuiissshh tenanglah Sandi, istrimu aman di tempatku," katanya setengah sadar sebab masih terkena perngaruh alkohol."Jadi bener kamu yang sudah menculik istriku, hah?" Aku semakin em
"Kenapa, Nak? Cerita saja, kemarin kamu apa?" cecar Mama mertua."Kemarin Dara mencuri di rumah Ibu."Astagfirullah. Aku tersentak kaget. Pun dengan mama mertua yang mendadak melepaskan tangannya dari bahu Dara."Apa katamu, Nak? Jadi bener kamu yang nyuri perhiasan Ibu?"Dara mengangguk, "maafin Dara Bu, Dara bingung kemarin, papa ngancem terus mau sakiti Tante Lusi kalau Dara gak bisa kasih dia uang, Dara pikir setelah itu papa akan mengantarkan Tante Lusi pulang, tapi malah kelakuannya itu makin menjadi saja, Dara makin diperas dan dimanfaatkan, itulah kenapa hari ini Dara nyuri lagi di sebuah agen beras sampai ketahuan pemiliknya," tutur Dara tanpa jeda.Aku menarik napas dalam."Sudah Nak, gak apa-apa, Ibu gak nyalahin kamu kok, tapi lain kali harusnya kamu bilang sama kami apalagi kalau menyangkut Tantemu, Tante Lusi ini bukan hanya sekedar tanggung jawab kamu, tapi tanggung jawa kita semua, lebih-lebih suaminya." Mama mertua memutar bola matanya tajam ke arahku.Aku kembali me
"Gawat! Terus gimana ini, Pak?""Kita sembunyi dulu di sini."Aku dan Bapak pun terpaksa diam di dapur Mas Yono yang gelap itu sampai situasinya aman."Ho ho hooww betapa senangnya punya banyak duit begini, setelah si tua bangka itu berhasil mengencani Dara aku akan diberi lagi duit lebih banyak dan duitku tambah akan terus bertambah dan bertambah banyak hahaha."Kudengar Mas Yono menggelak tawa setengah sadar. Sepertinya orang itu baru selesai minum alkohol lagi."Pak kita gak punya banyak waktu, kita harus cepat-cepat menyelamatkan Dara atau Dara akan hancur di tangan pria hidung belang itu," bisikku kemudian."Betul San, karena Lusi juga gak ada di sini lebih baik kita fokus saja dulu menyelamatkan Dara."Setelah semua aman dan Mas Yono terdengar mendengkur keras, kamipun cepat-cepat meloloskan diri.Untunglah kami berhasil meskipun gemetar bukan main saat kami meloncat dari pagar rumah Mas Yono.Sampai di tempat yang agak jauh dari rumah Masn Yono, aku menelpon mama mertua."Halo M
"Kak Sandi tolong di dalam ada Mas Yono ngamuk-ngamuk."Aku terperangah, cepat aku melangkah masuk menghentikan papanya Dara yang sedang kesetanan mengobrak-abrik isi rumahku.Sementara Dara kusuruh menunggu bersama Lula di luar."Mas Yono! Hentikan!" Aku berteriak kencang.Ia menoleh tajam dengan bola mata yang memerah."Oh baguslah kau sudah datang Sandi, ayo berikan, mana anakku?" katanya tanpa basa-basi.Mataku sontak menyipit."Ayo! Mana Dara? Di mana anakku itu, hah?!""Mas Yono insyaf! Dara itu anakmu, bapak macam apa kau ini? Tega-teganya menjual anak sendiri hanya untuk kesenangan sendiri!!" semburku kemudian.Mas Yono tersenyum miring, "tutup mulutmu Sandi! Kalau bukan karena ulahmu menjebloskan ibunya ke dalam penjara aku pun tak akan melakukan ini!!""Kak Noni memang pantas dipenjara Mas, dia sudah terlibat dalam kasus penganiayaaan! Dan Mas Yono pun akan mendekam dalam penjara kalau Mas Yono gak segera memberitahu di mana Lusi sekarang!" tegasku seraya bertelunjuk jari.Ma
Pov Lusi"Aaaaa!"Bruk. Kutengok kaca spion, Bang Sandi terjatuh dari motornya."Mas, ada kecelakaan, berhenti sebentar," titahku cepat."Itu bahaya Lusi, sudah biarkan saja, itu bukan urusan kita juga," katanya sambil terus menyetir melajukan mobil dengan kencang.Hatiku makin gundah, Bang Sandi kecelakaan, sementara aku tak biaa berbuat apa-apa, aku tengah bersama seorang lelaki tempramental yang baru beberapa hari ini kukenal, dia bisa saja memukul dan menyiksaku jika aku membuat hatinya tersinggung atau tak suka.Yang kutahu namanya adalah Faaz, teman-temannya termasuk Mas Yono yang menjualku padanya kemarin memanggil pria ini dengan sebutan Mas Faaz, ia punya seorang anak perempuan seusia anakku Yassir.Yang kutahu sejauh ini Faaz sebetulnya orang baik, katanya dia sengaja membeliku dari Mas Yono untuk waktu yang agak lama karena dia butuh seorang perempuan di rumahnya untuk membantu menemani putrinya yang sering menangis karena merindukan mamanya.Sempat tak percaya, tapi nyatany
"Lusi! Biarkan laki-laki tak berguna itu dibawa, kamu tidak perlu halang-halangi petugas melakukan tugasnya!" Mama mertua berteriak.Lusi menggeleng-gelengkan kepala."Gak Ma, jangan lakuin ini Ma, Lusi mohon, Lusi mohon, Ma."Peristiwa tarik menarik antara polisi dan Lusi pun terus terjadi. "Lus, biarkan Abang dibawa dulu, nanti kita akan jelaskan, takut kamu kenapa-napa," ucapku.Lusi tetap tak mau mengalah, ia terus saja menarikku."Lusi gak mau Abang, Lusi gak bisa hidup tanpa, Abang," katanya mulai terisak."Sudah cukup Lusi! Drama macam apa ini?!" Dengan paksa Mama mertua menarik tangan Lusi.Dan brak gedebughhh. Tangan Lusi terlepas hingga kepalanya terpental ke tembok, sementara tangannya menghantam kaca hingga retak, parahnya saat itu juga Lusi langsung jatuh tak sadarkan diri."Lusiii!" Aku dan Mama mertua teriak spontan."Tante Lusi, ya ampun bangun, Tan." Dara dengan sigap meraih kepala Lusi."Ya ampun Lusi? Lusii maafin Mama Nak, Lusi bangun Sayang, Lus ... Lusi? Lusii!
PoV SandiFaaz tertawa, "haha ya tentu saja aku kenal."Lanjut Faaz menceritakan tentang pertemuannya denganku saat itu, seminggu setelah aku kecelakaan, Lula mengantarku datang ke sekolah anaknya Faaz."Heiii keluar kau lelaki hidung belang!" teriak Lula saat itu.Buru-buru Faaz keluar dari mobilnya."Maaf ada apa ini?" tanya Faaz, ia terlihat kebingungan karena kami menghadang mobilnya setelah ia mengantarkan anaknya."Halah enggak usah banyak omong kau hidung belang, kemana Kakak iparku sekarang? Kau kemanakan dia, hah?!" sembur Lula berkacak pinggang.Kening Faaz mengerut, sementara aku yang tak sabar cepat mencecarnya juga."Hei apa kau tuli? Kau kemanakan istriku? Di mana dia sekarang?!""Tuggu dulu, kalian jangan emosi begini, istri? Kakak ipar? Siapa yang kalian maksud?""Wanita yang seminggu lalu mengantar anakmu ke sini, dia adalah istriku, kau dengar? Dia ISTRIKU," tegasku tepat di depan wajahnya."Siapa? Lusi maksud Anda?" "Ya tentu saja, siapa lagi, asal kau tahu dia adal
Aku menggeleng tak percaya. "Apa Mama setega itu sekarang?""Ya, Mama harus tega dan ini demi kebaikan kamu Lusi.""Lusi cuma mau tahu kabar Bang Sandi, Ma.""Enggak!"Aku bergeming menatap beliau sebelum akhirnya melengos pergi dengan rasa kecewa.Aku berusaha untuk sabar menghadapi Mama, berharap beberapa hari ke depan beliau akan terbuka hatinya dan membiarkan aku kembali pada Bang Sandi, tapi ternyata aku salah.Mama malah semakin mengurungku bagai tawanan. Aku tahu beliau sangat menyayangiku tapi caranya sangat salah. Aku tidak dibiarkan pergi kemana pun hanya karena takut komplotan Mas Yono datang menculikku lagi. Akhirnya, setiap hari selama aku tinggal bersama Mama, tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah, berharap ada seseorang yang bisa menolongku dan menyadarkan Mama bahwa tindakannya itu salah.Siang itu aku sedang bersender di jendela besar kamarku, sambil kuelus perut yang makin membesar ini aku menangis menumpahkan kesedihanku.Air mata luruh tak tertahan, bagaimana
"Lus ... Lusi ... bangun Sayang." Suara itu menarikku dalam kesadaran.Spontan aku bangkit saat ternyata Mama ada di sampingku."Ma?" Kutengok lagi di belakangnya Faaz sedang berdiri sambil menundukan kepalanya."Kamu baik-baik aja, Lus?" tanya Mama lagi. Aku mengangguk pelan lalu cepat memeluknya erat."Mama, tolongin Lusi Ma, Lusi takut, Lusi takut, Ma.""Iya Sayang, kamu tenang Nak, kamu sudah aman di sini."Faaz maju selangkah."Tolong maafkan mantan istri saya, dia memang wanita gila," ujarnya pelan.Aku mengangguk pelan, dan terus berlindung dalam dekapan Mama."Siapa yang bawa Lusi ke sini, Ma?""Faaz, dia menemukan kamu di toilet kamar Maisa."Aku melirik lelaki itu sekali lagi, hidupku jadi mengerikan begini gara-gara aku masuk dalam kehidupannya. Ya Tuhan, andai aku bisa secepatnya lepas dari Faaz."Mulai besok kau gak usah tinggal lagi di rumahku." Ucapan Faaz membuatku mengangkat wajah. Dan mendadak senyumku terbit tanpa aba-aba."Ya, pulanglah bersama ibumu, maaf saya sud
"Maisaa! Maisaa!" Mereka berdua berlomba memeluk Maisa, kemudian berusaha membuat anak itu sadar."Awas! Jangan sentuh anakku!" sentak Faaz sambil mendorong mantan istrinya."Mas, apa maksud kamu? Maisa sedang membutuhkanku sekarang.""Enggak!" teriak Faaz lagi, kali ini lebih kencang.Cio memaksa memeluk anaknya alih-alih pergi menuruti keinginan Faaz. Tak heran jika hal itu membuat Faaz naik darah hingga akhirnya lelaki itu membanting lampu meja yang ada di sisi ranjang Maisa."Biarkan dia, aku gak sudi anakku dipeluk oleh perempuan sepertimu! Pergii!! Atau kau akan ku-""Tapi aku Ibunya Mas, aku berhak memeluknya sampai kapanpun," potong Cio.Aku dan bibi saling menatap tak percaya. Bisa-bisanya mereka saling mempertahankan ego masing-masing di saat keadaan genting begini.Karena tak tahan, akhirnya mulut ini refleks berteriak, "sudah cukup! Kalian gak lihat gimana keadaan Maisa sekarang?!"Kedua orang yang sedang berselisih dan adu mulut pun diam."Bisa-bisanya kalian sibuk berten
Aku hanya tersenyum sekenanya.Sampai di rumah aku dan bibi langsung melakukan tugas masing-masing. Mendekor dan menyiapkan acara kecil-kecilan untuk Maisa. Sementara Faaz menjemput anaknya itu ke sekolah."Non Lusi, kok diem aja? Ada apa? Apa Non masih kepikiran suami, Non?" bisik Bibi.Aku menggeleng lesu, "gak Bi, bukan itu, saya hanya sedang mikirin tadi, saya 'kan makan dulu setelah belanja eeh terus ketemu mama saya, Bi.""Wah bagus dong Non, terus gimana?""Masalahnya kok mama saya kayak beda ya sekarang, masa saya tanya soal kondisi suami saya beliau bilang gak tahu apa-apa dan parahnya mama bilang saya harus lupain suami saya mulai sekarang karena beliau anggap suami saya sudah lalai, beliau anggap suami saya yang bertanggung jawab atas kondisi saya sekarang, terus masa iya mama saya malah dukung keberadaan saya di rumah ini, aneh 'kan? Saya jadi kepikiran sebetulnya ada apa di rumah, apa suami saya baik-baik aja?" jawabku panjang lebar.Bibi mendengarkan dengan baik semua ya
"Gak bisa ya, Non?" tanya Bibi lagi."Iya gak bisa Bi, gak diangkat.""Lusii!!" Kudengar suara Faaz berteriak di luar, cepat Bibi memasukan lagi ponselnya pada lipatan jarik di bagian perutnya."Tuan manggil Non, cepet ke sana."Aku mengangguk dan buru-buru turun."Iya, kenapa?""Hari ini bisa antar saya ke supermarket? Saya mau belanja kebutuhan ulang tahunnya Maisa, hari ini dia ulang tahun saya mau buatkan kejutan kecil-kecilan untuk dia," tanya Faaz."Oh ya, tentu boleh," jawabku pelan.Hari itu tanpa menunggu lagi Faaz membawaku ke sebuah supermarket terdekat dari rumahnya. Kami membeli banyak sekali perlengkapan pesta ulang tahun untuk kejutan untuk Maisa. "Nanti Maisa akan saya jemput dan akan saya bawa main dulu, kamu dan bibi tolong persiapkan untuk kejutannya ya," ucap Faaz saat kasir sedang menghitung belanjaan kami.Aku mengangguk saja."Tapi awas, kamu jangan capek-capek Lus, takutnya kandungan kamu malah kenapa-kenapa," ucapnya lagi.Aku tersenyum sekenanya dan mengangg
Pov Lusi"Aaaaa!"Bruk. Kutengok kaca spion, Bang Sandi terjatuh dari motornya."Mas, ada kecelakaan, berhenti sebentar," titahku cepat."Itu bahaya Lusi, sudah biarkan saja, itu bukan urusan kita juga," katanya sambil terus menyetir melajukan mobil dengan kencang.Hatiku makin gundah, Bang Sandi kecelakaan, sementara aku tak biaa berbuat apa-apa, aku tengah bersama seorang lelaki tempramental yang baru beberapa hari ini kukenal, dia bisa saja memukul dan menyiksaku jika aku membuat hatinya tersinggung atau tak suka.Yang kutahu namanya adalah Faaz, teman-temannya termasuk Mas Yono yang menjualku padanya kemarin memanggil pria ini dengan sebutan Mas Faaz, ia punya seorang anak perempuan seusia anakku Yassir.Yang kutahu sejauh ini Faaz sebetulnya orang baik, katanya dia sengaja membeliku dari Mas Yono untuk waktu yang agak lama karena dia butuh seorang perempuan di rumahnya untuk membantu menemani putrinya yang sering menangis karena merindukan mamanya.Sempat tak percaya, tapi nyatany
"Kak Sandi tolong di dalam ada Mas Yono ngamuk-ngamuk."Aku terperangah, cepat aku melangkah masuk menghentikan papanya Dara yang sedang kesetanan mengobrak-abrik isi rumahku.Sementara Dara kusuruh menunggu bersama Lula di luar."Mas Yono! Hentikan!" Aku berteriak kencang.Ia menoleh tajam dengan bola mata yang memerah."Oh baguslah kau sudah datang Sandi, ayo berikan, mana anakku?" katanya tanpa basa-basi.Mataku sontak menyipit."Ayo! Mana Dara? Di mana anakku itu, hah?!""Mas Yono insyaf! Dara itu anakmu, bapak macam apa kau ini? Tega-teganya menjual anak sendiri hanya untuk kesenangan sendiri!!" semburku kemudian.Mas Yono tersenyum miring, "tutup mulutmu Sandi! Kalau bukan karena ulahmu menjebloskan ibunya ke dalam penjara aku pun tak akan melakukan ini!!""Kak Noni memang pantas dipenjara Mas, dia sudah terlibat dalam kasus penganiayaaan! Dan Mas Yono pun akan mendekam dalam penjara kalau Mas Yono gak segera memberitahu di mana Lusi sekarang!" tegasku seraya bertelunjuk jari.Ma