Riko membulatkan mata melihat Emma yang ditarik Ilario masuk ke dalam mobilnya. “Riko tolong!” Emma berteriak panik.“Mau di bawa ke mana dia?” Riko mencegat Ilario. Lelaki itu memasang tampang bengis. Riko tahu siapa Ilario tapi dia diperintahkan untuk melindungi Emma. Meski itu dari ayah anak yang tengah dikandung Emma.“Ada hal yang harus aku bicarakan dengannya.” Ilario berujar sopan. Di sini dia hanya tamu. Sudah bagus, Vin tidak meledakkan kepalanya. Karena itu Ilario cukup sadar diri. Tidak ingin membuat kerusuhan di sini.“Kamu gak apa-apa sama dia Em?” Riko bertanya. Emma melihat ke arah Ilario, wajah lelaki menyiratkan permohonan. Ilario harus memastikan sesuatu. Desir aneh menyusup ke hati Emma. Saat Ilario terus menggenggam jemarinya. Ditambah ada anak mereka di rahim Emma. Jantung Emma berdegup kencang.Tiba-tiba saja, seolah ingin menunjukkan eksistensinya, perut Emma mual. Serasa ingin muntah. Padahal beberapa waktu terakhir ini, dia tidak lagi mengalami morning sic
Martin Sanchez melangkahkan kakinya di Jakarta untuk pertama kali setelah lebih dari 20 tahun meninggalkan negara ini. Meninggalkan Jeff yang marah besar karena sang papa sudah membohonginya selama ini. Terlepas dari sang mama yang telah mengetahui hal ini lebih dulu. Lelaki tinggi besar itu tak sungkan keluar sarang saat nama sang putri tercinta dijadikan ancaman oleh Jorge. Dia harus memastikan jika sang putri berada di tempat yang aman. Atau setidaknya Martin akan melindunginya mulai sekarang. Dia tidak selemah dulu. Kini dia punya anak buah yang bisa diandalkan.Meski ya itu tadi, sang putra adalah kendala Martin saat ini. Kemarahan Jeff seharusnya tak berdampak apa pun. Hanya saja, Martin takut kalau pikiran Jeff yang masih labil akan mudah dihasut. Kelemahan Jeff di sana. Logika sang putra belum terasah sempurna. Mengingat umur Jeff pun terhitung masih muda untuk memimpin sebuah klan mafia sebesar Red Diamond.“Kau menemukannya?” Martin bertanya pada seseorang yang sudah dia
“Apa salah jika seorang ayah ingin bicara pada putrinya.”Jawaban lugas dari Martin membuat Vin dan Briana tercengang. Martin menatap penuh kerinduan pada Briana, sang putri. Sementara Vin dan Briana saling pandang dalam keterkejutan luar biasa. “Anda jangan sembarangan bicara. Saya juga tidak mengenal Anda!”Briana berbalik, menggandeng Enzo masuk ke dalam butik. Penolakan Briana terasa menyakitkan bagi Martin. Meski dia seharusnya tahu. Tidak akan semudah itu mendapatkan pengakuan dari putrinya sendiri.“Rencana apa lagi ini Martin Sanchez. Dari Milan kau jauh-jauh terbang ke mari untuk memberitahu hal konyol seperti ini. Non sense!” Vin ikut berbalik, mengikuti langkah Briana.“Tunggu Vin aku tidak sedang mengucapkan omong kosong. Aku ke sini untuk menemui putriku. Briana Amira Atmaja adalah putri tunggalku bersama Kinanti Atmaja.”“Jika memang Briana adalah putrimu, kenapa baru sekarang kau datang. Apa dia juga korban ambisimu untuk menduduki tahta Red Diamond saat itu?” Vin
Ilario meringis, merasakan nyeri di bahu kanannya. Lengkap sudah luka di bahunya. Kiri dan kanan seimbang. Kiri, Emma yang menembaknya. Kanan, putra Vin yang membidiknya. “Nice shoot. Tapi poinnya cuma 8. Sedikit lagi, Boy.”Enzo menggeram. Tangan mungilnya bersiap menarik pelatuk Glock milik Miguel. Semua orang jelas terkejut melihat aksi Enzo. Azlan dan Leon langsung menganga dengan kemampuan Enzo, yang notabene anggota termuda di antara ketiganya.“Enzo, apa yang kamu lakukan?” teriak Vin, cukup terkejut dengan yang terjadi. Di depan sana, Lyli bergerak cepat dibantu Agam, menyeret Ilario untuk didudukkan di kursi. Agam merobek kemeja Ilario, di mana darah mengalir deras dari sana.“Perlu operasi sepertinya,” gumam Agam. Lyli terkekeh. Dengan Ilario berdecak sebal. “Lakukan dengan cara konvensional. Anak itu masih bernafsu ingin menghabisiku.” Ketiganya lantas melihat lagi ke depan. Di mana Enzo masih kekeuh, enggan melepaskan Glock milik Miguel. “Siapa suruh nantangin. Dia
“Emma dan Ilario sudah menikah. Kita kapan?” Briana menoleh ketika lagi-lagi Vin menanyakan hal yang sama. Keduanya ada di sebuah kafe. Makan siang setelah lelaki itu mengantar Miguel dan Chen kembali ke Milan.“Vin dengarkan aku. Aku tidak tahu apa aku cinta padamu atau tidak.”“Cintanya belakang. Nikah aja dulu. Pacaran halal setelah sah. Itu jauh lebih enak.” Vin terkekeh. Kan dia dan Briana pernah melakukan hal lebih dari pacaran, saat gadis itu berada di tubuh Maria. Briana mendelik mendengar jawaban Vin.“Ayolah Bri, mau ya nikah sama aku. Enzo nyariin terus kalau kamu gak tidur di rumah Ian.” “Mau nikah sama aku, karena apa? Cinta apa nafsu?” todong Briana. Vin mengulum senyumnya. Dia tidak menampik salah satu alasan ingin menikah ya memang untuk menyalurkan hasrat biologis. “Dua-duanya,” bisik Vin. Briana mencebik kesal. Vin pada akhirnya tertawa. Digenggamnya tangan Briana di mana cincin Maria berada. Briana mencoba menarik tangannya tapi Vin tak melepaskannya. “Bri
Untuk kedua kalinya, Briana membuka mata dalam keadaan terikat. Meski kali ini tidak dalam posisi duduk. Gadis itu berbaring di tanah dalam sebuah bangunan yang dia kira sebuah gudang. Tangan dan kakinya disimpul menggunakan tali. Cukup kuat. Briana merutuki kebodohannya. Mengabaikan pesan Vin untuk selalu berhati-hati. Tidak keluar saat hari sudah malam.Dan inilah hasilnya, dia disergap lalu diseret masuk ke dalam mobil van saat bermaksud membeli nasi goreng di depan gedung panti. “Perasaan jadi korban penculikan melulu,” gerutu Briana, berusaha bangun dari acara rebahannya. Menggunakan telapak tangannya untuk menumpu, Briana berhasil mengubah posisi tubuhnya.“Apa mereka orang-orang suruhan paman lagi. Gak ada kapok-kapoknya sih.” Omelannya Briana berhenti ketika suara derap langkah terdengar mendekat. Bola mata Briana memutar malas. Melihat Don dan Juan ada di antara beberapa orang yang menuju ke arahnya.“Belum kapok ya aku lubangi tangannya?!” seru Briana yang melihat Juan me
“Setidaknya mintalah baju dulu. Mau pamer aset ya?” Sindir Vin kala melihat tampilan topless Briana. Sebagai satu-satunya perempuan di sana, bisa dipastikan kalau Briana saat ini tengah jadi pusat perhatian. Tubuh bagian atasnya terekspose hanya tertutup bra saja. Briana mendengus geram mendengar ucapan Vin. Meski pria itu sebenarnya juga tergoda dengan rupa Briana. Dia saja belum sempat intip ke arah sana. Eh, si Jorge malah sudah nyolong start duluan. Aseemmm, Vin sibuk memaki dalam hati.“Mau ke mana kamu?” Jorge menahan langkah Briana yang menjauh darinya. Tatapan tajam penuh kebencian Jorge dapat dari sang gadis.“Cari baju!” Jorge mencekal bahu polos Briana. Semua orang hampir bergerak menyerang. Ketika tanpa di duga, Briana memberikan kejutan lainnya. Tangan Briana balik mencekal Jorge, dalam satu hentakan, tubuh besar pimpinan klan Dark Demon terbanting ke tanah. Waahhhh, seruan lirih kompak terdengar. Jorge memejamkan mata sebentar, sakit? Tidak. Dia hanya terkejut deng
Briana ternganga melihat Martin ambruk dengan bercak darah di dada kirinya. Ian mendekat dengan anggota lain mencover dirinya. Melindungi Ian dan Martin dari terjangan peluru yang melesat bersamaan ke arah mereka. “Ini titik vital. Kita perlu tindakan medis darurat,” kata Ian setelah memeriksa kondisi Martin.Tawa menggelegar dari Baron. Pria itu sepertinya tak masalah ketika melukai orang lain. Tidak peduli siapa. “Satu tumbang. Bagus! Bukan anaknya, tidak apa-apa. Ayahnya juga boleh.” Semua orang jelas terkejut. Terlebih Jorge. Kedok Baron terbongkar. Selain mempercayai fakta yang pihak Vin sampaikan. Tak ada pilihan lain bagi Jorge.Apalagi sikap Baron benar-benar menunjukkan sisi lain dari diri lelaki itu. Berbeda dengan sosok yang selama ini Jorge hadapi. Baron menjelma jadi pribadi lain yang bengis dan mengerikan. Jorge ingin tak percaya tapi faktanya seperti itu. Senjata Baron mengarah pada Jorge. Ambisi Baron adalah menguasai Dark Demon. “Seharusnya aku menghabisimu waktu