"Ken ....."Mata yang tadinya terpejam perlahan terbuka. Melihat siapa yang ada di depannya membuat Kenward tersenyum. "Kamu sudah bangun?" Shafira diam. "Bagaimana keadannya? Sudah mendingan kan?""Iya. Eum, terima kasih."Keduanya sama-sama diam. Suasana kembali hening. Shafira berinisiatif untuk ke dapur menyiapkan sarapan pagi. Tiba-tiba Kenward menahannya. Dipegangnya kuat tangan milik Shafira. "Kamu masih marah denganku?"Shafira memilih diam. Kenward perlahan mendekat. "Shafira—" "Aku ingin menyiapkan sarapan dulu.""Kamu belum menjawab pertanyaanku, Shafira."Shafira menoleh. Tatapan mereka bertemu. "Apa yang harus aku jawab? Aku rasa semuanya sudah jelas."Kenward mengembuskan napas kasar. "Baiklah."Shafira pergi meninggalkan Kenward sendiri. Dia berusaha mengatur degub jantungnya yang selalu berdetak cepat jika berada di sisi suaminya. "Ibu, ayah mana?"Keano yang sedang menonton film kartun dengan Gio menoleh ke belakang ibunya."Ayah masih tidur, Sayang.""Keano i
"Sudah satu minggu kalian di sini. Sebaiknya kamu pulang. Istrimu pasti sudah menunggumu pulang. Aku tidak ingin kalian salah paham karena kami."Kenward yang sedang membakar ikan hasil tangkapan Gio, terdiam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Shafira. Selama mereka di sini, Alice terus menghubunginya dan menyuruh mereka pulang. Sering terjadi perdebatan di antara mereka apalagi Kenward menolak keras keinginan Alice. Shafira tidak sengaja mendengar pertengkaran mereka hingga dia memutuskan untuk tetap tinggal di sini dan menyuruh suaminya kembali tanpa mereka."Aku tidak akan pernah kembali selama kalian tidak ikut denganku," tegas Kenward. "Biarkan kami di sini. Aku tidak ingin merusak kebahagiaan kalian.""Kebahagiaanku? Aku tidak pernah bahagia selama menikah dengan Alice, Shafira. Lebih tepatnya setelah kamu pergi.""Jika tujuanmu menjemput kami karena warisan itu—""Warisan. Warisan. Warisan," potong Kenward. Napas Kenward memburu. Dia selalu kecewa dengan jalan pikiran Sha
"Ken, bangun, shalat subuh."Kenwars yang tertidur pulas setelah melewati malam indah bersama Shafira tak menggubrisnya.Shafira menggoyangkan tubuh suaminya yang kelelahan. Adzan subuh telah berkumandang. Shafira sudah siap menghadap pada Tuhannya. "Sudah adzan.""Iya ...." jawabnya dengan suara parau dan mata yang masih terpejam. Shafira terus berusaha membangunkan suaminya hingga tubuh yang masih terkulai lemas itu akhirnya terbangun juga. Shafira menunggunya sambil berdzikir. Hingga Kenward datang dan mereka berdiri bersama menghadap Tuhannya untuk pertama kalinya. "Terima kasih, Shafira. Kamu selalu berusaha membuatku lebih baik. Maaf atas semua kesalahanku pada kalian."Shafira mencium punggung tangan suaminya. "Lupakan soal kita di masa itu, Mas. Aku sudah memaafkan kamu."Kenward tersenyum kemudian mencium kening istrinya. "Aku beruntung memiliki kamu. Kalian. Aku janji akan menjadi suami dan ayah yang baik. Aku akan meninggalkan semuanya kalau kamu meminta.""Jangan, Ma
"Hati-hati di jalan.""Iya.""Paman mau ke mana?" tanya Keano saat melihat Gio sedang menenteng kopernya. "Pulang.""Aku ikut!" seru Keano. "Nanti sama Ayah saja ya?"Wajah Keano yang tadinya ceria berubah sendu. "Kenapa?""Ayah masih ingin liburan di sini. Paman Gio ada urusan di kota.""Hm. Baiklah."Kenward kemudian memeluk Gio. Keano.pun melakukan hal yang sama. Sepertinya dia terlalu mengidolakan ayahnya hingga semua yang Kenward lakukan Keano ikuti.Gio kemudian melajukan mobil dan meninggalkan halaman rumah mereka. "Ayah, kapan kita pulang?""Kamu yang sabar dulu ya? Paman mau mempersiapkan penyambutan kalian.""Apa.akan diadakan pesta?" tanya Keano dengan mata berbinar. Kenward mengangguk. "Pesta yang sangat meriah."Keano sangat senang. Dia langsung memeluk ayah dan ibunya. Bibir mungilmya mencium Shafira dan Kenwars secara bergantian. "Keano tidak sabar, Ayah."*****"Di mana mereka?" tanya Tuan Albern saat Gio baru saja tiba. "Mereka masih ingin di sana beberapa har
"Berhentilah kalian terus bertengkar seperti anak kecil!" teriak Tuan Agatha. Teriakan Tuan Agatha mampu melerai keduanya. Tangan Gio spontan melepas cengkramannya. Tuan Agatha menatap mereka satu persatu dengan tatapan penuh amarah. "Kalian berdua, ikut papa!"Tuan Agatha meninggalkan mereka berdua. Saat baru beberapa langkah, Alice menunjuk wajah Gio. "Ini semua gara-gara kamu!"Gio malas untuk menggubris adiknya. Dia lebih memilih untuk mengekor di belakang Tuan Agatha. Raline dan kedua putrinya mengintip di balik pintu kamar. Mereka merasa ketakutan saat mendengar teriakan Tuan Agatha."Papa kecewa sama kamu, Gio. Sejak dulu kamu tidak pernah berpihak pada keluargamu sendiri," ucap Tuan Agatha saat kedua anaknya sudah duduk di depannya. Gio menunduk. Dia sebenarnya malas untuk membahas hal ini."Dulu kamu justru membela keluarga Albern. Kamu selalu membongkar rencana kita, menghancurkan juga. Sekarang kamu justru mengantar Kenward dan meninggalkannya di sana. Tidakkah kau
"Pa.""Masuk!"Hari ini Raline mendatangi kediaman orang tuanya. Dia ingin mendiskusikan tentang permasalahan Gio kemarin. Tuan Jason yang tengah sibuk memeriksa laporan berhenti sejenak."Ada apa, Sayang?"Raline kemudian duduk dan menyilang kakinya. "Pa, aku ingin bicara serius.""Silahkan!" Tuan Jason menyingkirkan beberapa file tersebut dan fokus mendengar cerita putrinya. Raline kemudian mrnceritakan apa yang tengah terjadi di keluarga Guinandra. Tuan Jason mendengarnya dengan seksama. Sekali-sekali kepalamya menggeleng pelan. Tuan Jason tidak menyangka bahwa Tuan Agatha yang sekarang jadi besannya memiliki sifat tamak. "Jujur saja, Raline, dulu papa kurang setuju untuk menerima Gio sebagai menantu papa karena papa sudah sangat mengenal siapa Agatha.""Agatha jauh beebeda dengan Albern. Mereka memiliki sifat yang bagaikan langit dan bumi. Hanya saja papa menyukai kepribadian Gio. Juga papa tahu bagaimana perasaan kamu dulu pada suamimu."Raline menunduk dalam. Dia baru tahu
Raline menangis sejadi-jadinya saat tahu skandal apa.yang pernah terjadi antara Shafira dan suaminya. Ingatannya kembali membawa pada saat Alice menceritakan semuanya."Aku juga tidak menyangka sama sekali, wanita yang tampilannya tertutup ternyata dia sama saja dengan wanita murahan di luar sana.""A-apa mereka melakulannya?".tanya Raline dengan sangat hati-hati. Jujur saja, saat itu hatinya berkecamuk. Alice mengendikkan bahu. "Aku tidak tahu, yang jelas saat itu keadaan mereka sama-sama polos.""Ha?""Tangan Gio berada di atas perut Shafira.""Kamu .... Melihatnya .... Sendiri?""Bukan aku, tapi Kenward sendiri yang melihat langsung. Perasaan Kenward saat itu shancur. Karena kejadian itu Ken dan Gio terlibat perkelahian adu fisik. Shafira kemudian diasingkan di tempat yang sangat jauh."Air mata Raline jatuh begitu saja. Diantidak bisa menahan untuk tidak menangis. Dia terluka.Wanita mana yang tidak sakit hatinya jika mengetahui masa lalu orang yang sangat dia cinta? "Jangan
'Apa yang terjadi?' batin Gio. Gio memilih membersihkan diri. Di dalam benaknya dia berpikir bahwa Raline sedang sensitif mengingat jadwal tamu bulanannya sudah dekat. Setelah rapi Gio kemudian mendekat. Raline masih memilih diam dan pura-pura tidur. Sayangnya, Gio tahu akan hal itu. "Selamat tidur, Sayang."Gio menarik selimut dan mengistirahatkan tubuhnya yang sangat lelah setelah perjalanan bisnis yang dilaluinya bersama Tuan Albern. Selang beberapa lama terdengar hembusan napas yang teratur. Raline menoleh ke belakang dan mendapati Gio sedang tertidir pulas.***Mata Gio mengerjap. Di sampingnya sudah kosong. Itu artinya Raline sudah terbangun. Matanya memutar mengintari seluruh sudut ruangan. Sunyi. Hingga ekor matanya menangkap sebuha benda persegi berwarna putih berdiri tegak di samping lemari.Gio bangkit dari pembaringan. Berulang kali dia mengucek matanya untuk memastikan apa yang ada di sana. "Mau ke mana dia?"Sebuah koper berukuran besar berdiri tegak. Firasat Gio m
"Aku minta maaf, Shafira. Aku tahu ini sangat susah tapi beri aku satu kesempatan. Ini permintaan terakhirku. Aku ingin hidup tenang."Alice hendak bersujud di kakinya akan tetapi Shafira menolak."Jangan pernah merendahkan dirimu pada manusia, Alice. Merendahlah pada Tuhanmu saja."Shafira membantu Alice untuk bangkit dan menatap matanya dalam."Aku memaafkanmu."Alice menangis dan memeluk Shafira. Untuk pertama kalinya mereka melakukan itu. Alice menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Shafira. Dia sekarang tenang. Shafira melepas pelukannya dan menghapus jejak mata Alice. "Kamu adalah adikku, Alice." "Jika aku meminta satu permintaan, apa kamu mau mengabulkannya?""Apa itu?""Aku ingin menghadap pada Tuhanku dengan cara yang baik. Aku ingin shalat, berpakaian muslimah dan makan bersamamu.""Masya Allah, aku akan melakukannya."Shafira kemudian kembali memeluk Alice. Mereka sama-sama menangis saat ini. Dia kemudian menuntun Alice berwudhu kemudian shalat ashar bersama. Berhubung
"Sebenarnya aku merasa takut untuk menghadiri sidang akhir ini, Ken. Aku tidak sanggup mendengar keputusan haki. Itu lah sebabnya selama persidangan aku memilih untuk ridak menghadirinya.""Papa, Mama dan adikku sendiri ada di sana. Aku benar-benar tidak sanggup."Tuan Albern menepuk pelan pundak Gio untuk memberinya kekuatan.Hari ini adalah jadwal pembacaan keputusan sidang. Semua keluarga turut hadir kecuali Keano. Suasana sidang mulai ramai. Saat para terdakwa masuk, suasana jembali gaduh. Kenward terus menggenggam tangan Shafira untuk memberinya kekuatan. "Sidang pembacaan keputusan akan dimulai. Silahkan para hadirin untuk diam sejenak dan kami harapkan tidak ada keributan agar proses sudang berjalan dengan lancar."Suasana kembali hening. Ketua hakim kemudian membagikan tiga rangkap bacaan putusan pengadilan atas hukumannyang akan dijatuhkan pada ketiga terdakwa."Silakan, terdakwa atas nama Agatha Abimana Guinandra untuk berdiri!"Tuan Agataha berdiri menghadap ke arah haki
"Aku ingin bertemu dengan Pak Adam.""Dia sedangan ada rapat, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya wanita yang diduga sekretarisnya."Iya," jawab Haris sengaja berbohong. "Baik, Pak. Silahkan menunggu sebentar. Rapat sebentar lagi selesai."Terima kasih."Haris memilih duduk di sofa ruang tunggu sambil memikirkan strategi yang akan digunakan nantinya. Haris sejak dulu membenci Eliezer. Dia adalah dua pengacara hebat yang saling bersaing satu sama lain. "Aku harus bisa mengalahkan Eliezer," gumamnya. Dua puluh menit berlalu. Haris spontan berdiri saat melihat Pak Adam keluar dari ruang rapat. Dia berjakan menghampiri hakim ketua yang diprediksi berusia lima puluh tahun itu."Siang, Pak Adam.""Selamat siang, Pak Haris. Apa kita ada janji temu sebelumnya?"Haris mengurai senyum. "Ada hal penting yang ingin saya sampaikan, Pak.""Soal?""Ah, ini rahasia dan baiknya kita bicara berdua."Pak Adam mulai menaruh curiga. Terlebih dia tahu sosok yang ada di depannya saat ini."Baik
"Bagaimana, Tuan Agatha, hari ini pembacaan tuntutan jaksa. Apa Anda siap?""Bagaimana jika tuntutan itu berat?""Kami mendengar bahwa tuntutan jaksa tentang pembunuhan berencana itu seumur hidup. Bagaimana tanggapan Anda?"Banyak pertanyaan dari awak media yang membuat kepala Tuan Agatha semakin pusing. Dia lebih memilih tertunduk dalam.Hal yang sama ditanyakan saat Alice dan Nyonya Sonia masuk ke ruangan persidangan. Keduanya memilih menunduk dalam. Pembacaan tuntutan jaksa dimulai. Tuan Agatha lebih dulu duduk di kursi terdakwa. "Silahkan saudara Agatha Abimana Giinandra untuk berdiri!"Tuan Agatha yang memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam berdiri. "Berdasarkan keputusan sesuai dengan isi pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa 'Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencama ( moord ), dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau selama waktu ter
"Keputusan akan cepat diproses karena mereka tidak ada perlawanan, Tuan.""Baguslah. Kalau begitu tinggal pembacaan tuntutan jaksa lalu akan ada pembacaan pembelaan tersangka ataa tuntutan jaksa atau pledoi jika mereka keberatan."Tuan Albern dan Ken terdiam. Prosesnya dibilang cukup panjang. Di luar sana media seakan berlomba-komba untuk memberitakan ini semua. Bukan karena kasusnya akan tetapi ornag yang saat ini menjadi tersangka utamanya. Keluarga Agatha adalah orang yang cukup terpandang. Melihat keadaan seperti ini tentu saja media mengincar setiap pergerakan yang dilakukan oleh Keluarga Guinnadra. "Awak media masih terus menunggu di luar, Pa.""Kita hadapi saja."Mereka bertiga melangkah keluar. Puluhan awak media langsung mwndatangi mereka."Bagaimana kelanjutannya, Pak?""Pak, apa benar hanya denndam pribadi?""Pak, lalu bagaimana keadaan korban saat ini?""Pak, bagaimana status tersangka Alice saat ini?"Berbagai pertanyaan beruntun datang menghampiri. Mereka sedikit kewa
"Bagaimana keadaan kalian?""Aku baik-baik saja, Gio."Shafira memperhatikan wajah sendu Gio yang tidak peenah ditampakkan selama ini. Matanya beralih pada jendela rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman bermain anak-anak. Raline, Keano dan kedua putrinya bermain di sana sedangkan Shafira dan Gio berada di dalam kamar Keano. "Apa yang kamu pikirkan, Gio?""Mereka sudah membawa papa dan mama. Rasanya menyakitkan ....""Maksudnya?""Polisi sudah menemukan barang bukti kejahatan mereka selama ini yang mereka sembunyikan. Keluargaku dikenakan pasal berlapis atas tindakan kriminal yang dilakukannya."Shafira mengembuskan napas berat. Rasa nyeri dan sesak menjalar ke seluruh rongga dadanya. Ingatannya kembali pada sikap keluarga Agatha padanya dulu. Shafira berasa hidup di penjara. Mereka terus melakukan segala cara untuk melenyapkan Shafira termasuk putranya. "Aku tahu selama ini keluargaku sudah sangat melewati batas. Ingin menghentikan mereka justru aku yang dijadikan kambi
"Ibu ....""Iya, Sayang?""Aku ingin pulang. Aku bosan di sini."Shafira berusaha tersenyum. Dia mengelus pundak putranya. Kenward sudah berpesan untuk tidak membawa putranya kembali ke rumah dulu. Dia takut trauma itu kembali. "Nanti ya, Sayang. Lukamu masih perlu disembuhkan.""Tapi, aku bosan di sini, Ibu," rengeknya.Shafira mencium pucuk kepala putranya. Dia tidak ingin menentang perintah suaminya juga ingin melindungi putranya. Dia bertekad untuk selalu berusaha agar putranya merasa nyaman dan terhindar sesuatu yang bisa membuatnya mengingat kembali kejadian menyakitkan itu. "Ini permintaan ayah, Sayang."****"Halo, Tuan Kenward. Hari ini kami akan melakukan penyelidikan dan pencarian bukti di kediaman Anda.""Silahkan, Pak."Kenward menemui keluarganya yang tengah menikmati makan siang bersama tanpa kehadiran Shafira dan Keano. Sengaja dia melakukan itu atas dasar perintah Komandan Andrew. Tuan Agatha dan Nyonya Sonia tampak menikmati keakraban yang sudah lama hilang. Ked
"Alice sudah keterlaluan, Ma. Dia sudah melalukan tindakan bodoh tanpa diskusi dulu dengan kita. Apa dia tidak memikirkan konsekuensinya?"Tuan Agatha dibuat kesal oleh putrinya. Apa yang dilakukan oleh Alice tidak hanya membahayakan dirinya juga keluarganya sendiri. "Apa dia tidak pernah berfikir? kalau dia melakukan sesuatu yang berbahaya, tentu kita juga akan terseret.""Mungkin putri kita melakukan itu semua karena.sudah jenuh dengan sikap keluarga Albern.""Atau jangan-jangan kamu tahu, Ma, rencana dia?"Nyonya Sonia sedikit tersentak. Tatapan mata Tuan Agatha berubah menjadi tatapan mengintimidasi. Tuan Agatha menghampiri istrinya. Dia merasa ada yang sedang disembunyikannya. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, Ma. Jawab!""Ti-tidak, Pa. Aku tidak tahu apa-apa.""Jangan membohongiku, Ma. Aku bisa tahu dari sorot mata dan sikapmu.""Aku serius, Pa.""Ma ...."Nyonya Sonia mengembuskan napas berat. Biar bagaimana pun suaminya pasti tahu apa yang sudah terjadi. "Baiklah, Mama t
"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada kalian semua terkait siapa pelaku penculikan putra kami-Keano.""Siapa, Ken?"Semua yang sengaja dihadirkan Ken diam menunggu nama yang akan disebut. Nyonya Sonia berusaha menenangkan diri. Dia belum siap mendengar pengakuan putrinya. "Alice, Pa.""Apa?!"Semua yang hadir terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Kenward. Terkecuali Gio.Shafira menangis. Dia sudah menduga sebelumnya jika ada keterlibatan Alice pada kasus ini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif.Tubuhnya terguncang menahan sesak dan tangis yang ingin sekali pecah. Entah kenapa Alice ingin sekali melenyapkannya. Ingin membuktikan secara kuat, Ken memutar rekaman video yang dikirim oleh Nichole dulu. "Aku tidak menyangka putriku akan melakukan hal sekeji itu. Aku sama sekali tahu soal ini.""Saat ini Alice ditahan di Polres Metro Jakarta Selatan. Semua sudah dilakukan tinggal mengumpulkan bukti-bukti yang ada dan aku harap kerjasamanya untuk tidak menemuinya dulu demi