SEBENING CAHAYA CINTA 39.**PoV CahayaMas Pras mengatakan padaku perkataan yang menurutku romantis. Lihat kamar kita? Dia sudah berpikir sejauh ini.Melihat kedua putriku sedang tertawa-tawa dengan tempat tidur dan kamar barunya. Mereka terlihat sangat happy, sangat senang, di mana ada boneka yang banyak dan juga mainan yang membuat mereka betah berada di kamar ini. Belum Lagi ada televisi yang mereka nyalakan. Ada program tayangan kartun kesukaan mereka."Yuk, Dek Cahaya," kata Mas Pras.Aku speechless dia berkata demikian."Iya, Mas," lanjutku.Mas Pras menarik tanganku tanpa ragu ke kamarnya. Ini dulunya kamar Mbak Rahma tanpa ragu dia bawa aku ke dalam.Jantungku berdegup kencang. Perasaan ku bergetar ketika berada di dalam kamar tersebut. Ada hal yang berbeda, sepertinya sebagian perabot yang ada di dalam kamar ini baru."Dek Cahaya, kamu suka kamar baru kita?" tanyanya."Kamar baru? Bukannya ini kamar Mas juga sebelumnya bersama Mbak Rahma?" tanyaku meringis.Dia tertawa lalu
Alhamdulillah, aku bisa tersenyum senang kalau aku sehat. Tak ada penyakit kelamin yang kuderita dan berharap Mas Arman juga tak kena. Tak tahu sekarang apakah dia masih pacaran atau tidak lagi dengan wanita lain. Berharap dia berubah lebih baik.Sekarang siapa yang sangka wanita kampungan sepertiku menikahi sultan kaya, Prasetyo. Ini bagaikan mimpi. Aku tak kuasa menahan rasa bahagia bersama lelaki lemah lembut sepertinya. Teringat Mbak Rahma yang mengatakan kalau suaminya sangat baik. Sekarang lelaki baik itu sudah menjadi milikku.Setelah selesai mandi. Aku menggunakan pakaian di dalam kamar mandi saja karena aku merasa malu untuk menggunakan di luar. Walaupun aku sudah menjadi seorang istri tetap saja kami belum saling mengenal. Tidak tahu mau dibawa ke mana setelah ini keadaannya.Aku keluar kamar mandi dengan baju tidur terusan. Rasanya nyaman sekali. Hijabku sudah kulepas. Aku ingin bersisir karena rambutku basah dan ingin kukeringkan lebih dulu."Mas, saya sudah selesai mandi.
SEBENING CAHAYA CINTA 40.**POV CAHAYAMas Pras membawa ku masuk dengan masih memelukku dari belakang. Jantungku berulah cepat. Meskipun aku seorang janda tetap saja, aku manusia biasa. Apalagi perhatian seperti ini tidak pernah kurasakan dari mantan suamiku.Setelah masuk ke kamar. Pintunya di tutup Mas Pras dengan kakinya. Dia lalu membalik tubuhku. Aku menelan salivaku dengan tangan bergetar.Aku melihat sejenak ke arahnya. Dia juga melakukan hal yang sama. Jakunnya naik turun dengan tubuhnya yang gemetaran. Mas Pras sepertinya sama denganku. Tapi dia lebih memberanikan diri."Mas ..."Belum selesai ku berkata dia mencium ku. Aku melotot ketika dia melakukannya. Dia dengan lembut membawaku ke peraduan. Di sana kami saling memandang satu sama lain setelah kecupan itu terlepas. Menikmati kelebihan masing masing diantara kami."Dek, apa kamu mau malam ini?" tanyanya.Aku gugup. Pertanyaan apa itu? Namun, aku juga terhipnotis dengan pesonanya sehingga aku menganggukkan kepalaku tanda
"Ada hal yang ingin Mas katakan kepadamu. Mas akan pergi ke Jepang untuk tujuan bisnis. Kamu mau ikut gak dengan anak-anak?"Aku terperangah ketika mas Pras mengatakan itu kepadaku. Dia mengajak kami liburan sekaligus jalan-jalan. Padahal dia dalam kondisi bekerja. Apa tidak mengganggunya?"Ini acara bisnismu, Mas. Apa nggak mengganggu kamu kalau anak-anak juga ikut serta dengan diriku?""Ini memang acara bisnis tapi aku tidak selamanya akan melakukan bisnis. Mas juga memiliki keluarga, istri dan juga anak-anak. Kalau memang ini perjalanan pertamamu maka kita harus segera menyiapkan dokumennya. Lagi pula anak-anak juga bisa bersama baby sitter yang menjaga. Kita tidak terlalu repot, 'kan? Kalau masalah toko kamu, apakah nggak apa-apa Kalau ditinggal?""Kalau masalah pekerjaan ku. Ada Fikar yang memantau, tidak masalah dan tidak sebesar pekerjaan kamu, Mas. Kalau kamu memang merasa tidak mengganggu. Aku juga kepingin jalan-jalan bersama kamu."Mas Pras mencubit pipiku gemas. Dia menguk
SEBENING CAHAYA CINTA 41.**PoV CahayaAku bisa bernapas lega setelah Mas Pras mengatakan itu. Sudah beberapa kali aku bertemu Ibu Tiana. Tetapi sedikit sekali kami berbicara. Hanya berbicara ketika Mbak Rahma sedang kritis dan kami menikah. Saat itu Bu Tiana juga sedang bersedih, aku menghiburnya.Alhamdulillah, dia mendukung pernikahanku dengan Mas Pras dan membuat hatiku semakin lega. Senyumannya tetap manis dan orangnya juga menawan. Ibu Tiana adalah wanita yang berkelas. Aku merasa yakin kalau dia benar-benar perempuan baik."Bunda ... Papa ..."Dengan riang gembira kedua putriku menyambut kami. Mereka sudah rapi. Pergi ke Kafe seperti yang dikatakan Mas Pras."Eh, anak-anak Papa udah cantik-cantik, siap ketemu nenek ya," kata Mas Pras."Iya, Pa," ucap mereka kompak."Sayang, bawa apa itu?" tanya Mas Pras padaku.Suamiku melihat sesuatu yang memang ku letakkan di sebuah tempat berukuran petak. Ada dua tempat makanan, rantang petak berukuran sedang."Mas, aku sengaja membuatkan k
"Maafin kamu ya, Ma. Kalian jadi datang lebih dulu," kata Mas Pras."Nggak apa-apa kok. Lagian kalian pasti repot karena bawa dua anak. Cahaya bawa apa, ada tempat makanan?" tanya Mama mertua."Ini, Ma. Istriku sengaja membuatkan banyak sekali kue untuk Mama dan Papa. Semoga Mama dan Papa suka dan senang," kata Mas Pras menjawab."Ini, Ma. Maaf ya, Ma. Kalau kurang bagus dan rasanya juga kurang enak. Saya baru belajar," ucapku mengulas senyum."Wah, makasih sekali, Cahaya," kata Mama mertua menerima kue yang kubawa tadi. Kemudian kami duduk di kursi masing-masing. Tak lama berselang datanglah pelayan untuk menanyakan apa yang akan kami pesan.Setelah memilih-milih menu akhirnya kami memesan makanan serta minuman. Mama mertua membuka kue yang ku berikan tadi. Dja speechless dan terkaget juga dengan pemberianku."Sayang, ini kamu yang buat? Wah, kamu pintar banget. Mama suka sekali," kata Mama melihatku."Iya, Ma. Aku juga mau dong. Tadi Pras belum makan kue Cahaya karena kami segera ke
SEBENING CAHAYA CINTA 42.**POV CahayaAku tersentak kaget ketika menerima telepon dari Bu Heni yang mengatakan kalau aku sudah berbuat kesalahan pada putranya."Apa yang kamu lakukan ke anak ku, Cahaya, sehingga dia jatuh sakit. Arman memikirkan kamu. Bahkan dalam tidurnya dia selalu mengatakan dan mengucapkan namamu," ucap Bu Heni membuat kepalaku berdenyut."Aku sama sekali tidak melakukan apa-apa, Bu. Kami sudah bercerai. Tolong biarkan aku hidup bahagia. Selama ini aku selalu tertekan hidup dengan Mas Arman!""Tertekan apa maksud kamu?!" ucap Bu Heni marah.Fikar menatap ku dengan gusar. Sepertinya dia tahu siapa yang menghubungiku. Pasti dari Mas Arman atau keluarganya."Siapa, Mbak?" tanya Fikar kesal."Bu Heni," kataku menjauhkan teleponku dengan suara pelan."Matikan saja, Mbak!" perintah Fikar menaruh tangannya agar aku mematikan sambungan telepon.Aku mendesah lalu menganggukkan kepalaku. Aku masih berpikir untuk mematikan telepon karena aku merasa tidak enak. Dia adalah m
"Alhamdulillah, dokumen Kamu udah selesai. Begitu pula dengan anak-anak. Kita bisa berangkat ke luar negeri. Tidak ada masalah yang berarti. Aku udah nggak sabar membawa kalian semua jalan-jalan dan bahagia," katanya."Benar, Mas. Alhamdulillah, aku senang banget. Anak-anak juga pasti senang karena mereka sekali jalan-jalan langsung ke luar negeri. Terima kasih ya, Mas. Kamu sudah memberikan kebahagiaan kepadaku."Aku nggak tahu kenapa setelah menikah dengan mas Pras, aku selalu tersenyum bahagia. Tersenyum senang, merasa dihargai, merasa dihormati, merasa bahagia itu akhirnya datang. Kebahagiaan yang diberikan Allah di waktu yang tepat.Mas Pras menarikku untuk lebih dekat dengannya. Aku menyambut dirinya dan kami larut dalam syahdunya cinta. Berharap dalam aktivitas kami Allah kirimkan zuriah yang akan membuat kami bahagia dengan tawa dan tangisnya.**Hari ini, aku sengaja pergi ke kantor Mas Pras dengan Bu Tiana, mertuaku. Katanya ada hal yang mau dia bicarakan dengan Mas Pras.Se